• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.3. Metode Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menyajikan data yang berhubungan dengan kondisi perekonomian dan kependudukan Kota Bogor. Pembangunan pusat perbelanjaan diduga menyebabkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern, hal tersebut dianalisis melalui perhitungan laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional.

Dampak pembangunan pusat perbelanjaan terhadap tata ruang kota dilihat dari penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan kesesuaian antara lokasi pembangunan pusat perbelanjaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor. Dampak pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap ketenagakerjaan di Kota Bogor diukur melalui elastisitas tenaga kerja dan perhitunganRank Spearman.

4.3.1. Pergeseran Pasar Tradisional ke Pusat Perbelanjaan Modern

Pembangunan pusat perbelanjaan modern memungkinkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Untuk itu, dilakukan penyajian data-data yang berkaitan dengan sektor perdagangan khususnya perdagangan eceran baik tradisional maupun modern yang mampu menunjukkan kecenderungan pergeseran tersebut. Salah satunya melalui perhitungan metode laju pertumbuhan sebagai berikut :

Laju pertumbuhan = Y Y -Y' X 100 % (1.1) Dengan ;

Y’= Jumlah Pusat Perbelanjaan Modern/Pasar Tradisional Tahun 2007 Y = Jumlah Pusat Perbelanjaan Modern/Pasar Tradisional Tahun 2003

4.3.2. Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Tata Ruang Kota

Pembangunan pusat perbelanjaan modern juga memiliki pengaruh terhadap tata ruang kota. Pembangunan pusat perbelanjaan modern menyebabkan terjadinya peralihan fungsi penggunaan lahan sehingga perlu dianalisis dampaknya. Untuk itu, dilakukan analisis dengan melihat kesesuaian lokasi pembangunan pusat perbelanjaan modern dengan RTRW Kota Bogor.

4.3.3. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja

Pembangunan pusat perbelanjaan seharusnya mampu menyerap tenaga kerja di Kota Bogor. Namun pembangunan pusat perbelanjaan juga dapat

Kerja Tenaga Perubahan Persentase an Perbelanja Pusat Perubahan Persentase

menimbulkan pengurangan tenaga kerja pada usaha perdagangan eceran disekitar pusat perbelanjaan tersebut.

4.3.3.1.Penyerapan Tenaga Kerja

Pengukuran besarnya tingkat penyerapan tenaga kerja sebagai akibat adanya pembangunan pusat perbelanjaan dilakukan dengan menghitung elastisitas tenaga kerja. Adapun pengukuran elastisitas tenaga kerja yang digunakan sebagai berikut:

Elastisitas = (1.2)

Nilai elastisitas yang diperoleh menunjukkan hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja. Apabila nilai elastisitas lebih besar dari satu, berarti laju penyerapan tenaga kerja lebih besar dari laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan.

Untuk memperkuat analisis hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja, dilakukan perhitungan Rank Spearman. Perhitungan Rank Spearman dilakukan untuk melihat kuat tidaknya hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja.

Adapun perhitungan korelasi Rank Spearman sebagai berikut :

rs = 1 - ) 1 ( 6 2 1 2

= n n d n i i (1.3)

dengan :

di = selisih antara peringkat pertumbuhan pusat perbelanjaan (xi )dan pertumbuhan tenaga kerja di pusat perbelanjaan (yi)

n = banyaknya pasangan data

Nilai rs antara -1 sampai +1, nilai 1 berarti terjadi korelasi sempurna antara pembangunan pusat perbelanjaan modern dengan penyerapan tenaga kerja. Tanda positif menunjukkan bahwa pertumbuhan pusat perbelanjaan modern juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor. Sedangkan tanda negatif menunjukkan bahwa pertumbuhan pusat perbelanjaan modern tidak diikuti dengan peningkatkan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor.

4.3.3.2.Pengurangan Tenaga Kerja

Analisis pengurangan tenaga kerja dilakukan untuk melihat apakah dengan pembangunan pusat perbelanjaan yang semakin banyak telah menyebabkan terjadinya pengurangan tenaga kerja pada pedagang eceran di sekitar pusat perbelanjaan tersebut. Untuk mengetahui terjadi tidaknya pengurangan tenaga kerja ini dilakukan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara kepada pedagang. Pengambilan sampel pedagang dilakukan dengan teknik pengambilan sample non-probabilitas, setiap pedagang tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Jumlah pedagang yang diamati sesuai dengan asumsi kenormalan lebih dari sama dengan 30 pedagang, yakni sebanyak 32 pedagang. Pedagang yang menjadi sample adalah pedagang yang beroperasi di Pasar Bogor dan Pasar Kebon Kembang.

3.1. Kerangka Pemikiran

Alur pemikiran konseptual dari penelitian ini, dimulai dengan Kota Bogor sebagai daerah penyangga Ibukota negara, sehingga banyak penduduk yang tinggal di kota ini dan jumlah penduduk mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, baik karena kelahiran penduduk maupun karena adanya migrasi penduduk antar daerah. Jumlah penduduk yang meningkat pesat ini, meningkatkan kebutuhan akan ruang untuk aktivitas perekonomian dan penunjang kehidupan lainnya baik dari segi penyediaan barang publik maupun barang privat. Salah satunya, fasilitas pusat perbelanjaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam memenuhi barang-barang atau jasa yang diperlukan dalam kehidupannya sehari-hari.

Peningkatan pusat perbelanjaan di Kota Bogor memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat Kota Bogor itu sendiri. Berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan modern memiliki dampak terhadap tata ruang Kota Bogor, dan perkembangan pasar tradisional di Kota Bogor. Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan pengamatan lapang dan analisis data untuk menggambarkan kesesuaian kondisi lingkungan tata ruang kota yang terjadi akibat pembangunan pusat perbelanjaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bogor serta penyajian data jumlah pusat perbelanjaan modern dan jumlah pasar tradisional.

Pembangunan pusat perbelanjaan juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor. Salah satu cara untuk mengetahui adanya hubungan penyerapan tenaga kerja yang nyata dengan pembangunan pusat perbelanjaan digunakan perhitungan elastisitas tenaga kerja dan koefisien korelasi Rank Spearman. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui dan mencari ada tidaknya hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dengan penyerapan tenaga kerja. Analisis ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja yang terjadi.

Adanya pembangunan pusat perbelanjaan modern mempengaruhi perkembangan pasar tradisional. Oleh karena itu, penelitian ini juga menganalisis ada tidaknya pengaruh pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap pengurangan tenaga kerja pada pedagang di pasar tradisional sekitar pusat perbelanjaan modern.

Dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang digunakan untuk mengetahui penyerapan tenaga kerja di pusat perbelanjaan. Faktor tersebut diantaranya jumlah pusat perbelanjaan, jumlah tenaga kerja di pusat perbelanjaan dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) nominal sektor perdagangan eceran.

Keterangan:

= Ruang lingkup penelitian = Alat analisis

Gambar 3.1. Skema Kerangka Pemikiran Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor

Kota Bogor Sebagai Penyangga Ibukota Peningkatan Jumlah Penduduk Peningkatan Aktivitas Ekonomi Peningkatan Fasilitas Penunjang Kehidupan : Pusat Perbelanjaan Modern Dampak Ekonomi Dampak Tata Ruang Kota

Pasar Tradisional Tenaga Kerja Elastisitas Tenaga Kerja Dampak Sosial

RTRWK Penyebaran

Pusat perbelanjaan Laju

3.2. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran serta permasalahan yang ingin dipecahkan, maka dirumuskan hipotesis di bawah ini :

1. Pembangunan pusat perbelanjaan diduga telah menyebabkan pergeseran

preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern.

2. Pembangunan pusat perbelanjaan modern yang jumlahnya semakin

meningkat dari tahun ke tahun diduga menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, dan telah menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan di perkotaan, sehingga menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dengan RTRW Kota yang telah ditetapkan.

3. Pembangunan pusat perbelanjaan modern yang pesat dalam beberapa tahun terakhir diduga memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Dugaan tersebut didasarkan atas pemikiran bahwa adanya pusat perbelanjaan membutuhkan sumberdaya manusia untuk mengoperasikannya, sebagai teknisi listrik dan elektronik, pegawai administrasi, petugas keamanan, petugas kebersihan maupun sebagai pegawai toko atau sejenis Sales Promotion Girl (SPG). Pembangunan pusat perbelanjaan juga diduga menyebabkan terjadinya pengurangan tenaga kerja pada pedagang eceran di sekitar pusat perbelanjaan sebagai akibat penurunan pangsa pasar tradisional.

6.1. Pergeseran Pasar Tradisional Ke Pusat Perbelanjaan Modern

Peningkatan kontribusi sektor perdagangan, hotel, restoran terhadap PDRB diikuti pula oleh peningkatan sarana perdagangan terutama pusat perbelanjaan modern. Pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor mulai berkembang pada tahun 2003.

Pusat perbelanjaan modern sesuai dengan fungsinya menyediakan berbagai macam barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Adanya pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional memberikan keuntungan bagi konsumen, yakni memberikan pilihan dalam berbelanja serta kemudahan dalam mengakses barang. Akan tetapi, keberadaan pusat perbelanjaan modern juga memberikan pengaruh terhadap keberadaan pasar tradisional.

Pasar tradisional merupakan tempat para pedagang yang umumnya memiliki modal kecil melakukan transaksi usaha. Berbeda dengan pasar tradisional, pedagang di pusat perbelanjaan modern umumnya memiliki modal yang lebih besar dan kuat. Pedagang di pusat perbelanjaan modern juga didominasi oleh perusahaan jangkar. Perusahaan jangkar memiliki modal yang kuat dan akses terhadap barang yang lebih baik sehingga mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik pula.

Adanya pilihan dalam berbelanja menjadikan konsumen tidak hanya mendatangi tempat yang menyediakan barang yang dibutuhkannya saja, tetapi juga membuat konsumen memilih tempat yang memberikan pelayanan dan

kualitas yang lebih baik. Di Kota Bogor fasilitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersedia mulai dari warung, toko, pasar tradisional, dan pasar modern.

Jumlah pasar modern setiap tahunnya mengalami peningkatan. Saat ini, jumlah pusat perbelanjaan modern yang termasuk dalam penelitian ini hingga bulan Mei 2007 terdapat empat unit. Terjadinya peningkatan jumlah pusat perbelanjaan modern menunjukkan laju pertumbuhannya yang bernilai positif. Tabel 6.1 menyajikan data mengenai jumlah pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor.

Tabel 6.1. Jumlah Pasar Tradisional dan Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor dalam Lima Tahun Terakhir.

Tahun Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Modern Perubahan Pasar Tradisional (unit) Perubahan Pusat Perbelanjaan (unit) 2003 7 1 0 - 2004 7 2 0 1 2005 7 3 0 1 2006 7 3 0 0 2007 7 4 0 1 Sumber : Disperindagkop, 2007 (Hasil Olahan)

Berdasarkan hasil estimasi (1.1) diketahui laju pertumbuhan pusat perbelanjaan selama periode 2003 sampai 2007 sebesar 300 persen. Untuk pasar tradisional pada periode yang sama tidak terjadi pertambahan jumlah unit pasar, yang berarti laju pertumbuhan dari segi jumlah bernilai nol. Sesuai dengan hipotesa penelitian, perbedaan dalam laju pertumbuhan antar pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional dengan kecenderungan lebih besar pusat perbelanjaan modern menunjukkan adanya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern.

Terjadinya pergeseran pasar tradisional ke pusat perbelanjaan yang terjadi di Kota Bogor sama dengan terjadinya pergeseran pada tingkat nasional, namun terdapat perbedaan pada nilai laju pertumbuhannya. Berdasarkan hasil penelitian Hartati yang dilakukan pada tahun 2006, laju petumbuhan pasar tradisional pada tingkat nasional bernilai negatif. Jumlah pasar tradisional pada skala nasional mengalami penurunan, sedangkan di Kota Bogor tidak terjadi penurunan jumlah pasar tradisional. Pada Kota Bogor yang terjadi adalah belum terlaksananya rencana Pemerintah Kota Bogor khususnya Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi (Disperindagkop) mengenai pembangunan pasar di lokasi yang telah direncanakan.

Dinas Perindagkop Kota Bogor merencanakan pembangunan pasar di tiga lokasi, yakni berlokasi di daerah Bubulak, Pamoyanan, serta Tanah Baru. Rencana pengembangan pasar tersebut belum terlaksana karena belum adanya pihak pengembang swasta yang bersedia bekerjasama membangunnya. Kondisi ini terjadi karena pihak pengembang swasta lebih tertarik untuk membangun pusat perbelanjaan modern.

Ketertarikan pengembang swasta yang tinggi terhadap pembangunan pusat perbelanjaan modern dipengaruhi oleh besarnya keuntungan yang diperoleh pihak pengembang dari pembangunannya. Panagian Simanungkalit seorang pakar properti mengatakan bahwa sebuah pusat perbelanjaan modern memberikan keuntungan yang sangat besar dari sisi pendapatan pengembang, apabila suatu pusat perbelanjaan telah terisi 40 persen maka modal yang ditanamkan sudah dapat kembali. Besarnya pendapatan yang diperoleh oleh pengembang menarik

para penanam modal sektor properti untuk menanamkan modalnya pada pembangunan pusat perbelanjaan modern.

Pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern juga dipengaruhi oleh banyaknya masyarakat yang mulai melihat pusat perbelanjaan modern sebagai pilihan yang tepat untuk berbelanja dibandingkan pasar tradisional, terutama kelompok menengah keatas. Kondisi ini, terjadi karena pasar tradisional kurang mampu mempertahankan keunggulan yang dimilikinya.

Pasar tradisional pada awalnya dikenal oleh masyarakat memiliki harga barang yang murah, namun saat ini barang yang dijual di pusat perbelanjaan modern memiliki harga yang mampu bersaing dengan pasar tradisional. Untuk komoditas tertentu yang identik pusat perbelanjaan modern dengan skala ekonomis dan akses langsung terhadap produsen yang dimilikinya mampu menawarkan harga yang lebih rendah.

Skala ekonomis kurang dimiliki oleh pedagang di pasar tradisional karena umumnya pedagang memiliki modal yang lebih kecil dibanding pedagang di pusat perbelanjaan modern sehingga posisi tawar pedagang pasar tradisional lebih rendah. Pedagang pasar tradisional juga umumnya membeli barang yang dijualnya tidak langsung ke produsen melainkan melalui agen distribusi, sehingga harga jual menjadi lebih tinggi karena adanya margin perdagangan.

Tidak semua barang yang dijual di pusat perbelanjaan memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan yang dijual di pasar tradisional, meskipun demikian konsumen golongan tertentu, golongan menengah keatas, tetap memilih pusat perbelanjaan modern sebagai tempat berbelanja. Pusat perbelanjaan modern

memiliki tata bangunan yang lebih baik dengan kebersihan yang terjaga sehingga meskipun harga yang ditawarkan lebih tinggi, dianggap sepadan dengan kenyamanan dan keamanan ketika berbelanja.

Kenyamanan dan keamanan dalam berbelanja saat ini relatif sulit didapatkan di pasar tradisional. Jika pada pusat perbelanjaan modern ruang antar kios tempat pengunjung berlalu-lalang terjaga dengan baik karena adanya peraturan dan pengawasan yang mengikat para pemilik kios, yaitu larangan untuk menempatkan barang keluar dari kios sehingga pengunjung lebih leluasa dalam beraktivitas. Hal ini, tidak didapatkan pengunjung di pasar tradisional. Ruang tempat berlalu-lalang di pasar tradisional terbatas karena banyak pedagang yang menempatkan barang secara tidak teratur, sehingga ruang gerak pengunjung menjadi sempit dan terkadang pengunjung berdesak-desakan. Bagi golongan tertentu kondisi yang demikian sangat menganggu.

Pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern juga terjadi karena adanya perubahan gaya hidup masyarakat. Pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor umumnya terdiri atas kios-kios yang menawarkan produk yang mengarah pada ekploitasi gaya hidup masyarakat, seperti restoran, salon, produk fashion bermerk, peralatan rumah tangga berteknologi terbaru, serta arena bermain atau hiburan. Keberadaan kios atau counter seperti itu, membuat berkunjung ke pusat perbelanjaan tidak hanya sekadar berbelanja saja tetapi juga sebagai sarana rekreasi. Banyak masyarakat terutama pada hari-hari libur membawa anggota keluarga untuk berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan sehingga

konsep penjualan yang ditawarkan oleh pengelola pusat perbelanjaan adalah konsep windows shopping.

Dengan konsep seperti ini, pengelola mengemas barang yang diperjualbelikan dengan menarik sehingga pengunjung mendapat gambaran mengenai barang-barang yang sedang trend dan produk terbaru yang menarik keinginan pengunjung untuk memilikinya. Selain itu, dengan konsep yang lebih menjual gaya hidup saat ini pusat perbelanjaan modern tidak hanya sekedar tempat untuk membeli barang kebutuhan hidup tetapi juga sebagai tempat untuk bersilahturahmi dengan kerabat, tempat bertemu dan berbincang-bincang. Kondisi tersebut yang tidak mampu ditawarkan oleh pasar tradisional sehingga masyarakat memilih pusat perbelanjaan modern.

Dengan konsep tempat berbelanja sekaligus tempat rekreasi maka semakin banyak masyarakat yang memilih pusat perbelanjaan modern sebagai pilihan tempat berbelanja. Selain itu, pertumbuhan pusat perbelanjaan modern juga dipengaruhi oleh semakin banyaknya wanita yang tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tetapi juga sebagai wanita pekerja. Wanita yang bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit untuk berbelanja dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, sehingga pusat perbelanjaan modern yang waktu operasi umumnya dimulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 21.30 WIB menjadi pilihan lokasi berbelanja. Umumnya wanita yang bekerja berbelanja pada waktu pulang kerja yakni di atas waktu kerja, pada waktu-waktu tersebut tempat berbelanja yang dapat dikunjungi adalah pusat perbelanjaan modern sehingga pusat perbelanjaan modern dapat menjadi salah satu tempat pilihan berbelanja.

Saat ini, pusat perbelanjaan modern yang awalnya mengarah pada segmen pasar golongan menengah ke atas sudah memperluas jangkauannya ke golongan menengah bahkan menengah ke bawah. Perluasan segmen pasar terjadi karena pusat perbelanjaan modern yang berada di Kota Bogor melakukan diferensiasi pangsa pasar, yakni ada yang fokus pada golongan menengah ke atas, menengah dan ada pula yang mengarah pada golongan menengah ke bawah. Adanya pemfokusan pusat perbelanjaan modern pada golongan menengah dan menengah ke bawah semakin menurunkan pangsa pasar tradisional yang umumnya lebih banyak dikunjungi oleh golongan ini.

Semakin meluasnya pangsa pasar pusat perbelanjaan modern semakin menurunkan pangsa pasar tradisional. Penurunan pangsa pasar tradisional menurunkan omset penjualan pasar tradisional. Menurut Kepala Bagian Perdagangan Dinas Perindagkop Kota Bogor penurunan mencapai sekitar 20 persen dari omset penjualan pasar tradisional sebelum pusat perbelanjaan modern beroperasi.

Tabel 6.2. Penurunan Omset Penjualan Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor (Persen)

No. Jenis Barang yang Diperdagangkan Penurunan Omset Penjualan

1 Pakaian 23,2

2 Sepatu 23,3

3 Mainan 20

4 Alat Jahit 30

5 Produk Kecantikan 30

6 Elektronik dan Peralatan Listrik 10

7 Tekstil 10

8 Makanan Siap Saji 0

9 Salon 0

Sumber : Data Primer (Hasil Olahan)

Tabel 6.2 memberikan gambaran mengenai penurunan omset penjualan pedagang yang terjadi di Kota Bogor. Penurunan omset penjualan pada setiap

pedagang berbeda-beda tergantung pada lokasi usaha dan jenis barang yang diperjualbelikan. Pedagang yang menjual alat-alat menjahit mengalami penurunan omset yang besar yakni sekitar 30 persen. Penurunan ini terjadi karena dengan adanya pusat perbelanjaan modern berarti semakin banyak produk pakaian jadi yang dijual dengan harga yang ditawarkan lebih kompetitif dan model yang bervariasi sehingga minat pada pakaian yang dibuat sendiri menjadi turun karena harganya lebih mahal. Kondisi yang serupa juga terjadi pada pedagang yang menjual barang atau produk tekstil.

Nilai penurunan omset penjualan yang sama juga dialami oleh pedagang yang menjual produk-produk kecantikan. Maraknya pemalsuan produk kecantikan menjadi salah satu penyebab turunnya omset penjualan produk kecantikan di pasar tradisional, sehingga konsumen mulai berhati-hati memilih produk yang ditawarkan. Penurunan ini diperbesar oleh adanya pusat perbelanjaan modern yang juga menjual produk kecantikan. Konsumen yang memiliki kekhawatiran mengenai produk yang akan digunakannya memilih tempat yang dianggap lebih aman dari peredaran produk palsu.

Jika pada pedagang barang lainnya kecenderungan penurunan omset penjualan dipengaruhi oleh lokasi berjualan, maka penurunan omset pada pedagang pakaian memiliki kisaran yang sama pada setiap pedagang. Hal ini, dikarenakan pakaian adalah produk yang dijual berdasarkan model dan trend yang diminati pembeli pada pakaian tertentu tidak terpengaruh oleh siapa dan dimana pakaian tersebut dijual. Pakaian juga merupakan barang yang mendominasi barang dagangan yang dijual di pusat perbelanjaan modern. Kondisi serupa juga

terjadi pada pedagang sepatu. Hal ini berbeda dengan jasa potong rambut atau salon yang tidak terpengaruh oleh keberadaan pusat perbelanjaan karena bersifat sesuai atau tidak dengan si pengguna jasa dan yang mengerjakan jasa tersebut.

Pedagang yang berjualan makanan siap saji di pasar tradisional relatif tidak terpengaruh oleh keberadaan pusat perbelanjaan modern. Relatif tidak adanya pengaruh terhadap pedagang makanan siap saji salah satunya disebabkan oleh segmen pasar yang dikelola yaitu para pekerja dan pedagang di pasar tradisional. Untuk barang elektronik dan listrik para pedagang di pasar tradisional mengalami penurunan sebesar 10 persen. Penurunan sebesar 10 persen ini disebabkan adanya pergeseran preferensi belanja konsumen golongan menengah ke atas.

Peningkatan jumlah pusat perbelanjaan pada tahun-tahun ke depan akan semakin memperbesar penurunan omset penjualan pasar tradisional yang dapat berdampak pada banyaknya pedagang yang menghentikan usahanya. Saat ini, beberapa pedagang di Pasar Kebon Kembang atau lebih dikenal dengan nama Pasar Anyar, untuk tetap menjalankan usahanya banyak yang mengelar usahanya di pelataran jalan raya akibat sepinya pembeli yang datang ke kios mereka sehingga biaya untuk menyewa kios tidak tertutupi. Meskipun terjadi pergeseran dalam berbelanja dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern dan penurunan pangsa pasar tradisional yang menurunkan omset penjualan pasar tradisional, namun demikian pasar tradisional di Kota Bogor masih memiliki keunggulan dalam produk segar. Pasar tradisional yang menjual produk segar atau biasa disebut sebagai wet market masih diminati masyarakat, karena pasar

tradisional seperti ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan pusat perbelanjaan modern.

Pada wet market barang yang diperjualbelikan umumnya lebih segar dan lebih baru dibandingkan dengan yang dijual di pusat perbelanjaan modern. Pada wet market para pedagang mendapatkan barang dagangannya dari para pemasok sayur-sayuran, buah-buahan, serta ikan secara langsung yang beberapa diantaranya bahkan sang petani itu sendiri sehingga barang yang dijual lebih segar. Pada pusat perbelanjaan modern meskipun terdapat kesamaan barang segar yang ditawarkan, namun umumnya memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibanding barang yang di jual di wet market. Kondisi demikian menunjukkan bahwa meski terjadi pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern namun untuk wet market, pasar tradisional masih memiliki keunggulan.

Keunggulan yang masih dimiliki oleh wet market menunjukkan bahwa pasar tradisional masih memiliki kemampuan untuk bersaing dengan pasar tradisional. Keunggulan tersebut dapat ditingkatkan dengan keseriusan pengelola

Dokumen terkait