BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
G. Metode Pembuatan Granul Effervescent
2. Metode basah
Metode basah pada pembuatan granul effervescent dilakukan dengan cara granulasi basah. Granulasi basah meliputi pencampuran bahan-bahan kering dengan granulating fluid untuk menghasilkan massa granul. Granulasi basah dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pemanasan, dengan cairan nonreaktif, dan dengan cairan reaktif.
a. Dengan pemanasan. Metode klasik dalam granulasi effervescent meliputi pelepasan air dari formulasi bahan hidrat pada temperatur rendah untuk membentuk massa granul. Bahan yang sering digunakan untuk tujuan ini adalah asam sitrat. Jika jumlah air yang ada dalam asam sitrat maksimal, maka persentase
kandungan air dalam asam sitrat adalah 8,5 % (Mohrle, 1980). Sumber asam, karbonat, dan bahan aktif dicampur dan dipanaskan hingga seluruh komponen di dalamnya melepaskan air yang dimilikinya dan granul dapat terbentuk. Pengadukan yang berulang-ulang diperlukan untuk menghasilkan keseragaman komponen dalam formulasi. Kemudian granul diayak dengan cepat dan dikeringkan dengan hati-hati (Wolfram, Tritthart, Psikerning, Andre, Kolb, dan Gottfried, 1999).
b. Dengan cairan nonreaktif. Granulating fluid secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran komponen formula hingga granulating fluid
tersebut terdistribusi merata. Bahan pengikat larut alkohol seperti PVP dilarutkan ke dalam granulating fluid kemudian ditambahkan ke dalam campuran komponen. Massa yang terbentuk dikeringkan dalam oven. Setelah granul kering, diayak untuk mendapatkan ukuran partikel yang diperlukan (Mohrle, 1980).
c. Dengan cairan reaktif. Granulating fluid yang sering digunakan dalam metode ini adalah air. Proses ini sulit dikendalikan saat massa granul yang terbentuk harus cepat dikeringkan untuk menghentikan reaksi effervescent yang terjadi. Bahan-bahan yang dipilih harus dengan cepat melepaskan air yang telah diserap. Setelah formulasi lengkap, granul langsung dapat dihasilkan (Mohrle, 1980).
H. Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Granul Effervescent
Pemilihan bahan tambahan dalam pembuatan granul effervescent lebih sulit dibandingkan dengan pemilihan bahan tambahan dalam pembuatan granul
konvensional. Kesulitan ini terkait dengan adanya kandungan lembab dalam granul effervescent. Granul effervescent mudah hancur karena sumber asam dan sumber karbonat akan bereaksi menghasilkan gas karbondioksida dengan adanya air. Keberadaan air sangat mempengaruhi reaksi effervescent yang terjadi. Jika penyerapan air terjadi setelah proses pembuatan granul, akan menyebabkan granul menjadi tidak stabil. Bahan penyusun granul dipilih dalam bentuk anhidrat yang sedikit atau tidak menyerap air dan bentuk hidrat yang stabil. Sifat lain yang penting dalam pembuatan granul adalah kelarutan. Jika bahan penyusun granul yang digunakan tidak larut, reaksi effervescent tidak akan terjadi dan granul akan sulit hancur (Mohrle, 1980). Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent antara lain :
1. sumber asam
Sumber asam yang digunakan dalam pembuatan tablet effervescent
tersedia dari tiga sumber, yaitu food acid, anhidrida asam, dan garam asam.
Food acid paling banyak digunakan. Food acid tersedia di alam dan digunakan untuk bahan tambahan makanan yang dapat dikonsumsi. Yang termasuk food acid yaitu asam sitrat, asam tartrat, asam fumarat, asam malat, asam adipat, dan asam suksinat. Bentuk anhidrat dari food acid dapat digunakan dalam produk effervescent. Ketika bercampur dengan air, asam anhidrat terhidrolisis menjadi bentuk asamnya yang akan bereaksi dengan sumber karbonat menghasilkan reaksi effervescent (Mohrle, 1980).
2. sumber karbonat
Sumber karbonat digunakan sebagai bahan penghancur dan sebagai sumber gas karbondioksida pada produk effervescent. Sumber karbonat yang biasa digunakan dalam produk effervescent adalah natrium bikarbonat (NaHCO3) dan natrium karbonat (Na2CO3) (Mohrle, 1980).
3. bahan pengisi
Pada pembuatan sediaan obat dalam jumlah yang sangat kecil, diperlukan bahan pengisi untuk memungkinkan suatu formulasi, karena bahan pengisi ini menjamin granul mempunyai ukuran dan massa yang dibutuhkan (Voigt, 1994).
4. bahan pengikat
Bahan pengikat merupakan suatu bahan yang dapat mengikat bahan-bahan lain menjadi satu. Bahan pengikat diperlukan untuk membantu menghasilkan suatu granul. Bahan pengikat yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent harus bersifat larut dalam air. Contoh bahan pengikat larut air yaitu polyvinylpyrrolidone atau polyvinylpyrrolidone-poly (vinyl acetat)-copolymer (Lindberg dkk., 1992).
I. Pemerian Bahan 1. Asam sitrat
Asam sitrat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O7, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih; tidak berbau atau praktis
tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering (Anonim, 1995). Asam sitrat tersedia dalam bentuk anhidrat atau monohidrat. Dalam penelitian ini digunakan asam sitrat anhidrat sebagai sumber asam. Asam sitrat sangat mudah larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (Lindberg dkk., 1992). 2. Asam tartrat
Pemerian : hablur, tidak berwarna atau serbuk hablur halus sampai granul, warna putih; tidak berbau; rasa asam dan stabil di udara (Anonim, 1995). Asam tartrat sangat mudah larut dalam air, yaitu larut dalam kurang dari satu bagian air dan dalam 2,5 bagian alkohol (Lindberg dkk., 1992).
3. Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian: serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat atau dipanaskan. Kelarutan : larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995). Ukuran partikel bervariasi dari serbuk sampai granul. Natrium bikarbonat bersifat tidak higroskopis dan pada temperatur ruangan mempunyai kandungan lembab kurang dari 1% (Lindberg, 1992).
4. Laktosa
Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air (hidrat). Pemerian : serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara
tetapi mudah menyerap bau. Kelarutan : mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Anonim, 1995).
5. Aspartam
Aspartam mempunyai rasa manis yang intensif. Aspartam stabil ketika kering. Aspartam akan terdegradasi dengan pemanasan yang lama. Hal ini dapat diatasi dengan pemanasan menggunakan temperatur tinggi dan waktu yang singkat, kemudian dilakukan pendinginan dengan cepat (Allen, 2002).
Aspartam termasuk golongan tiga pemanis yang paling banyak digunakan dalam industri makanan dan obat, selain sukrosa dan sakarin. Aspartam merupakan pemanis yang dihasilkan dari sintesis kimia. Keunggulannya dibandingkan sukrosa dan sakarin adalah rasa yang timbul sesudah dicoba, yaitu tidak menimbulkan rasa pahit (Ansel, 1989).
Berdasarkan keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia nomor : HK. 00.05.5.1.4547 tentang persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk pangan, aspartam masih dapat digunakan sebagai bahan pemanis buatan. Aspartam masih dapat digunakan karena aspartam masih dinyatakan aman sebagai bahan pemanis buatan untuk ditambahkan ke dalam bahan pangan. Pada sediaan yang menggunakan aspartam sebagai pemanis buatan harus diberi label peringatan fenilketonuria (Anonim, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 722/Menkes/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, aspartam merupakan
pemanis buatan yang dapat digunakan tiap hari/kg BB atau termasuk ADI (Acceptable Daily Intake). Dosis yang masih dapat digunakan adalah 0-40 mg/kg BB. Dengan demikian, untuk orang yang mempunyai berat badan 50 kg dapat mengkonsumsi aspartam dengan dosis maksimal 2000 mg/hari (Anonim, 1994). 6. Polivinil pirolidon (PVP)
Polivinil pirolidon merupakan bahan pengikat yang paling efektif untuk granul effervescent. Bahan ini biasanya ditambahkan ke dalam serbuk untuk digranul, kemudian dibasahi dengan granulating fluid, atau dengan larutan berair, alkohol atau hidroalkoholik granulating fluid (Mohrle, 1980). Polivinil pirolidon mudah larut dalam air, dapat meningkatkan kelarutan bahan obat dalam air dan tidak meninggalkan residu. Polivinil pirolidon dalam larutan dengan konsentrasi 0,5–3% dapat sekaligus meningkatkan kelarutan granul (Voigt, 1994).
Polivinil pirolidon atau povidon adalah hasil polimerisasi 1-vinilpirolid-2-on. Dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n, bobot molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000. Berupa serbuk putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, higroskopik. Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) dan dalam kloroform P. Kelarutannya tergantung dari bobot molekul rata-rata. Praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979).
J. Sifat Fisik Granul Effervescent
Pemeriksaan terhadap sifat fisik granul penting untuk dilakukan, sebab akan menentukan kualitas granul yang dihasilkan. Pemeriksaan sifat fisik granul yang dilakukan yaitu sifat alir, kandungan lembab granul, dan waktu larut granul.
1. Sifat alir
Sifat alir suatu bahan dihasilkan dari beberapa gaya, antara lain gaya gesekan, tegangan permukaan, mekanik, elektrostatik, dan Van der Waals. Sifat alir granul sangat penting untuk memastikan pencampuran granul yang efisien. Ada tiga macam uji yang dapat digunakan untuk penentuan sifat alir, yaitu uji kecepatan alir, sudut diam, dan pengetapan (Banker dan Anderson, 1986).
a. Kecepatan alir. Ditimbang 100 gram granul, dimasukkan ke dalam corong yang ujung tangkainya tertutup. Tutup pada ujung tangkai dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar sampai habis. Waktu alirnya dicatat mulai dari saat tutup dibuka sampai seluruh granul habis keluar. Granul dikatakan mengalir baik apabila waktu yang diperlukan oleh 100 gram granul untuk keluar dari corong tidak lebih lama dari 10 detik (Guyot, cit., Fudholi, 1983).
b. Sudut diam. Ditimbang 100 gram granul kemudian dimasukkan ke dalam alat penguji sudut diam berupa tabung kaca yang tengahnya dilengkapi dengan suatu lingkaran, sementara lubang bagian bawah ditutup. Setelah permukaan tabung terisi rata oleh granul, tutup bagian bawah dibuka dan granul dibiarkan keluar sampai berhenti. Tinggi kerucut yang terbentuk dicatat. Sudut diam granul dihitung dengan rumus :
Tg β = h / r
β = sudut diam, h = tinggi kerucut, dan r = jari-jari kerucut
Granul dikatakan mengalir baik jika sudut diamnya berkisar antara 25o-45o (Wadke, Serajuddin, dan Jacobson, 1980).
c. Pengetapan. Pengetapan menunjukkan penurunan volume sejumlah granul atau serbuk akibat hentakan dan getaran.
Indeks pengetapan (T) = Vo
Vt Vo−
Vo = volume awal, Vt = volume setelah pengetapan Kriteria sifat alir dan indeks pengetapan
% Indeks pengetapan Deskripsi sifat alir
5 – 15 Excellent (free flowing granules)
12 – 16 Good (free flowing powdered granules)
18 – 21 Fair (powdered granules)
23 – 28 Poor (very fluid powdered)
28 – 35 Poor (fluid cohesive powdered)
35 – 38 Very poor (fluid cohesive powdered)
>40 Extremely poor (cohesive powdered)
2. Kandungan lembab granul
Bahan-bahan obat menunjukkan kecenderungan menyerap lembab. Kandungan air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia sediaan padat. Keseimbangan kandungan air dapat mempengaruhi aliran, kekerasan granul, serta stabilitas obat. Kandungan lembab granul effervescent perlu diketahui untuk melihat apakah terjadi reaksi effervescent yang prematur, sehingga dapat mengakibatkan jumlah gas karbondioksida yang dihasilkan berkurang, sehingga berpengaruh pada kenyamanan orang yang mengkonsumsi sediaan effervescent. Selain itu, kandungan lembab granul effervescent perlu diketahui karena kandungan lembab akan mempengaruhi sifat alir granul effervescent yang dihasilkan (Wadke dkk., 1980). Persyaratan kandungan lembab granul
3. Waktu larut
Waktu larut sediaan effervescent merupakan salah satu karakteristik yang penting. Salah satu keunggulan dari sediaan effervescent adalah memiliki waktu larut yang cepat, yaitu kurang dari 120 detik (Mohrle, 1980). Granul effervescent
membentuk larutan yang jernih dengan residu dari bahan-bahan yang tidak terlarut terbentuk seminimal mungkin (Lindberg dkk., 1992).
K. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental yang dilakukan dengan meneliti efek dari suatu variabel eksperimental dengan menjaga variabel lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan. Signifikan ini berarti adanya perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yang besar pada respon (Bolton, 1990).
Desain faktorial ini mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level, efek, dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt, 1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti meliputi level rendah dan level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990)
Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1990).
Desain faktorial dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor (misal sifat alir dan viskositas) yang masing-masing faktor diuji pada level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon. Desain faktorial dalam suatu percobaan dengan dua faktor memberikan pertanyaan sebagai berikut :
a. Apakah faktor I memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon? b. Apakah faktor II memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon?
c. Apakah interaksi faktor I dan faktor II memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon ? (Bolton, 1990).
Notasi formula desain faktorial dengan dua faktor dan dua level :
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Formula Faktor I Faktor II Interaksi
1 - - + a + - - b - + - ab + + + Keterangan : - = level rendah + = level tinggi
formula 1 = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi formula ab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level tinggi
Optimasi campuran dua bahan (dua faktor) dengan dua level desain faktorial (two level faktorial design) dilakukan berdasarkan rumus :
Y = b0 + b1 (A) + b2 (B), b12 (A)(B), di mana : Y = respon hasil yang diamati
b0, b1, b2, dan b12 = koefisien yang dihitung dari data hasil percobaan A dan B = level bagian A dan B yang nilainya dari –1 sampai +1 (Bolton, 1990).
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Perhitungan efek : Efek faktor I =
( ) ( )
2 1 + − +ab b a Efek faktor II =( ) ( )
2 1 + − +b a ab Efek interaksi =( ) ( )
2 1+ab − a+bAdanya interaksi dapat dilihat dari grafik hubungan respon dan level. Jika grafik menunjukkan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon. Jika grafik menunjukkan garis yang tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon (Bolton, 1990).
L. Landasan Teori
Temulawak telah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu bahan baku obat tradisional. Kurkumin yang terkandung dalam temulawak mempunyai banyak khasiat. Granul effervescent merupakan salah satu hasil dari pengembangan formulasi. Granul effervescent mengandung komponen asam dan basa sehingga akan bereaksi melepaskan karbondioksida ketika terjadi kontak dengan air.
Kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat digunakan sebagai eksipien pada pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Reaksi effervescent yang menghasilkan sensasi menyegarkan sangat dipengaruhi oleh basa yang digunakan. Natrium bikarbonat merupakan sumber karbondioksida utama (sebesar 52% CO2) yang menentukan sistem effervescent yang dihasilkan. Asam sitrat–asam tartrat perlu dikombinasikan karena penggunaan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran pada pembuatan granul effervescent. Jika hanya digunakan asam sitrat saja, maka akan menghasilkan campuran yang lekat dan sukar menjadi granul. Jika hanya asam tartrat sebagai asam tunggal, maka granul effervescent yang dihasilkan akan mudah menggumpal dan akan menghasilkan reaksi effervescent yang prematur (Ansel, 1989). Dengan demikian, penggunaan kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat sangat penting dalam pembuatan granul effervescent dan perlu dilakukan optimasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat untuk menghasilkan granul effervescent
Untuk memprediksi formula optimum granul effervescent dapat digunakan metode desain faktorial. Dengan desain faktorial dapat didesain percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon. Dengan desain faktorial dapat diketahui area komposisi optimum berdasarkan contour plot super imposed, terbatas pada level yang diteliti.
M.Hipotesis
Diduga antara asam sitrat-asam tartrat, natrium bikarbonat, dan interaksinya terdapat faktor dominan yang menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang memenuhi persyaratan. Pada komposisi tertentu, campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat diduga dapat menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan.
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian menggunakan aplikasi desain faktorial.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
1) Level campuran asam sitrat-asam tartrat
Level rendah campuran asam sitrat-asam tartrat : 500 mg (asam sitrat 316 mg, asam tartrat 184 mg)
Level tinggi campuran asam sitrat-asam tartrat : 800 mg (asam sitrat 505 mg, asam tartrat 295 mg)
2) Level natrium bikarbonat
Level rendah natrium bikarbonat : 585 mg Level tinggi natrium bikarbonat : 936 mg
b. Variabel tergantung : sifat fisik granul, meliputi : kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut.
c. Variabel pengacau terkendali, meliputi : kelembaban relatif ruangan, suhu ruangan, dan sifat fisik ekstrak.
d. Variabel pengacau tak terkendali : kondisi penyimpanan bahan yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent.
2. Definisi operasional
a. Granul effervescent ekstrak rimpang temulawak adalah suatu bentuk sediaan padat yang tersusun atas serbuk kasar sampai kasar sekali, mengandung ekstrak rimpang temulawak sebagai bahan obat dengan kombinasi asam sitrat-asam tartrat sebagai sumber sitrat-asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber basa. Sumber asam dan sumber basa akan bereaksi membebaskan karbondioksida dengan adanya air.
b. Ekstrak rimpang temulawak adalah sediaan kental yang dibuat dengan menyari rimpang temulawak menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode maserasi, kemudian dilakukan proses penguapan etanol.
c. Eksipien adalah bahan tambahan pada pembuatan granul effervescent ekstrak