Tingkat III : pada tangan, kaki dan wajah
METODE BAXTER
Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan ke jaringan
interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling fifiologis dan aman
Hari pertama
Anak : Ringer laktat : Dextran = 17:3
2cc x berat badan x % luas luka bakar ditamah kebutuhkan faal Kebutuhan faal :
<1 tahun : BB x 100cc 1-3 tahun : BB x 75cc 3-5 tahun : BB x 50cc
½ jumlah cairan diberikan alam 8 jam pertama ½ diberikan 16 jam berikutnya
Hari kedua
Dewasa : dextran 500-2000 cc + D5% Albumin (3xX) x 80 x berat badan g/hari (Albumin 25 % = Gram x 4cc)
1cc/menit
Anak : diberi sesuai kebutuhan faal Protocol resesitasi :
Kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah 4 ml/kg/% luas luka bakar, pemberian berdasarkan pedoman berikut
Pedoman
1. Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian luka bakar)
2. Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya
Contoh resusitasi cairan pada luka bakar menurut Hettiaratchy & papini (2004) : Seorang laki-laki 25 tahun dengan berat 70 kg dengan luka bakar 30% datang ke UGD pukul 16.00. Pasien mengalami kejadian sekitar pukul 15.00.
1. Total cairan yang diberikan untuk 24 jam pertama adalah : 4ml x (30% total burn surface area) x (70kg) = 8400 ml dalam 24 jam.
Total cairan ini diberikan setengah pada 8 jam pertama dan setengah lagi pada 16 jam berikutnya.
1. Perhitungan kecepatan infus perjam untuk 8 jam pertama adalah:
Bagi cairan pada point (a) dengan sisa waktu sampai 8 jam setelah pasien terbakar (pukul 15.00).
Kebakaran terjadi pada pukul 15.00, jadi 8 jam kedepan jatuh pada pukul 23.00. datang ke UGD pukul 16.00, jadi dibutuhkan 4200 ml selama 7 jam kedepan:
4200cc/7 = 600 cc/jam dari pukul 16.00 sampai pukul 23.00,
1. Perhitungan kecepatan infus perjam untuk 16 jam kedua adalah 4200cc/16 = 262 cc/jam dari pukul 23.00 sampai pukul 15.00
(1) Monitoring dalam fase resusitasi (sampai 72 jam) Menurut Sjaifudin (2006)
1. Mengukur urin produksi. Urin produksi dapat sebagai indikator apakah resusitasi cukup adekuat atau tidak. Pada orang dewasa jumlah urin 30-50 cc urin/jam. 2. Berat berat jenis urin, pasca trauma luka bakar berat jenis dapat normal atau
meningkat. Keadaan ini dapat menunjukkan keadaan hidrasi penderita. Keadaan ini dapat menunjukkan keadaan hidrasi penderita. Bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan naiknya kadar glukosa urin.
3. Vital sign
Manifestasi klinis pada penggantian cairan yang adekuat (1) Tekanan darah normal sampai batas tinggi
(2) Frekuensi nadi < 120 x/menit (3) TVS < 12 cm H2O
(4) Tekanan darah kapiler pulmonal < 18 mmhg 1. PH darah
Hal lain yang harus diperhatikan selama fase resusitasitatif adalah perfusi aringan. Dengan cedera jaringan, pembuluh-pmbuluh menjadi rusak an terjadi thrombosis. Pembuluh utuh yang berdekatan segera melebar, dan platelet serta leukosit melekat pada endotel vaskuler, menyebabkan pembentukan keropeng.Jaringan yang mendasari
membengkak, tetapi daerah pinggiran luka bakar dengan ketebalan penuh adalah takelastik dan tetap kontraktur. Keropeng mempengaruhi perlemahan status vaskuler dengan nekrosis iskemik, yang ahirnya akanmemerlukan amputasi. Ini sangat vital, oleh karena itu, perawat memantau perfusi jaringan setiap jam dengan memeriksa arus balik kapiler, perubahan-perbahan neurologis, suhu, warna kulit, serta adanya nadi
perifer.Ekstremitas harus ditinggikan dan jaga agar dalam batas gerak pasif sedikitnya 5 menit perjam untuk mencegah edema dan mobilisasi yang memang berakumulasi.
1. Laboratorium (Serum elektrolit, Plasma albumin, Hemaktokrit, hemoglobin, Urine sodium, Elektrolit, Renal fungsion test, Total protein atau albumin, Pemeriksaan lain sesuai indikasi)
2. Penilaiaan keadaan paru
Pemeriksaan kondisi paruperlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya sekret, wheezing, atau dispnue merupakan adanya impending obstruksi.
1. Penilaian gastrointestinal
Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi untuk
mengetahui bisisng usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan PH kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing’s ulcer.
1. Penilaian luka bakarnya
Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.
Formula resusitasi berkenaaan dengan perkiraan, dan haluaran urin dan tekanan darah harus dipantau per jam untuk mengevaluasi respon terhadap tindakan.Haluaran urin adalah indicator tunggal terbaik dari resusitasi cairan pada pasien dengan fungsi ginjal sebelumnya normal.Pasien biasanya ditimbang setiap hari.Penambahan berat badan15% dari berat pertama masuk rumah sakit dapat terjadi.Masukan dan haluaran urin harus dipantau dengan cermat.Awitan dieresis spontan adalah tanda yang menunjukkan akhir dari fase resusitatif. Kecepatan infuse harus diturunkan sampai 25% dalam satu jam jika haluaran urin memuaskan da dapat dipertahankan selama dua jam, penuruna dapat
diturunkan kemudian. Adalah penting bahwa haluaran urin dipertahankan dalam batas normal (50-70 ml/jam).
5) Fluid Creep Phenomena
Dalam dekade terakhir, resusitasi cairan pada pasien luka bakar telah dilakukan sebagai proses yang rutin; kebanyakan klinisi menggunakan rumus Parkland dalam 24 jam pertama untuk menyesuaikan volume cairan yang diberikan.Sesuai dengan variasi situasi pada pasien luka bakar, penggunaan volume cairan yang berlebih cenderung terjadi untuk meningkatkan pengeluaran urin.Pemberian cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan komplikasi edema yang dikenal dengan fenomena "fluid creep".Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk optimasi titrasi dan jenis cairan yang digunakan, seperti pemakaian koloid atau larutan garam hipertonik.Tujuannya adalah untuk menurunkan kebutuhan volume cairan dan terjadinya edema.Penelitian saat ini tentang resusitasi cairan pasien luka bakar berkonsentrasi padapendekatan untuk meminimalisir fenomena "fluid creep" dengan memperketat kontrol cairan intravena.Formula Parkland sebaiknya hanya
digunakan sebagai panduan dalam pemberian cairan.Untuk selanjutnya harus dilakukan penyesuaian pada volume dan kecepatan cairan intravena sesuai dengan respon pasien. Banyak penelitian menunjukkan perbandingan antara pemakaian kristaloid dan koloid pada 24 jam pertama setelah kejadian luka bakar. Saat ini, masih terdapat perdebatan penentuan waktu yang tepat untuk pemakaian cairan koloid untuk resusitasi.
Bagaimanapun, penggunaan albumin 5% dalam 24 jam kedua dapat dipertimbangkan sebagai alternatif yang bisa diterima (Septrisa, 2012)
6) Penatalaksanaan pencegahan infeksi
Menurut Hudak & Gallo (2000), ketika kestabilan hemodinamik dan pulmonal telah tercapai, perhatian ditujukan pada perawatan awal luka bakar.
Menurut Moenadjat (2009), Infeksi luka yang berkembang menjadi sepsis menjadi topik yang banyak dibahas dan merupakan penyebab kematian pada luka bakar.
Konsekuensinya penggunaan antibiotika dalam penatalaksanaan luka bakar menjadi sesuatu kebutuhan yang mutlak. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi terdiri dari beberapa rangkaian, yaitu:
(1) Tindakan aseptic
Yang dimaksud dengan tindakan aseptik adalah serangkaian perlakuan yang diterapkan dan mencerminkan upaya mencegah infeksi, dengan cara:
1. Mengupayakan ruang perawatan dalam kondisi aseptik. Hal ini diupayakan melalui beberapa cara termasuk desain ruangan yang memungkinkan ventilasi laminar berlangsung layaknya sebuah ruang operasi, penerapan sistem positive air
preasure air filter, termasuk perawatan yang bertalian dengan proses desinfeksi ruangan, dll.
2. Linen dan bahan lain yang steril
3. Penggunaan perangkat khusus seperti baju (piyama), skort, topi, masker, alas-kaki, pencucian tangan, penggunaan sarung tangan, dll. Hal ini mencerminkan perilaku petugas sebagai digariskan dalam general precaution upaya mencegah infeksi . (2) Pencucian luka
1. pencucian luka dilakukan menggunakan air yang disterilkan. Prinsip dilution is the best solution for pollution diterapkan.
1. Pencucian luka dikerjakan saat penderita masuk ke unit luka bakar (dalam delapan jam pertama) dan dilakukan satu sampai dua kali dalam sehari sebelum dilakukan nekrotomi dan debridement.
2. Tindakan nekrotomi dan debridement dilakukan bertujuan membuang eskar atau jaringan nekrosis maupun debris yang memicu respon inflamasi dan menghalangi proses penyembuhan luka karena berpotensi besar untuk berkembang menjadi fokus infeksi. Tindakan ini dilakukan seawal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan. Yang dimaksud tindakan awal adalah dalam 3-4 hari pertama pasca trauma, saat konsistensi eskar masih padat dan belum mengalami lisis, eskar yang mengalami lisis memicu respon inflamasi sangat kuat dan sulit dilakukan. Pada prosedur ini, luka dicuci menggunakan larutan steril.
3. Perawatan pasca nekrotomi dan debridement, luka dicuci setiap kali penggantian balutan.
(3) Eskarotomi,
Meskipun peninggian ekstrimitas dapat menurunkan edema, namun eskarotomi sering diperlukan. Eskarotomi adalah insisi pada jaringan parut yang menebal sehingga
memungkinkan jaringan edematosa yang hidup di bawahnya melebar, dengan demikian memulihkan perfusi jaringan yang adekuat. Eskarotomi dibuat pada garis midlateral atau midmedial ekstrimitas yang terkait. Prosedur dilakukan di tempat tidur, dan tidak
memerlukan anestesi lokal. Tempat eskarotomi ditutupi dengan agen topikal karena karena jaringan hidup terpajan, dan dipasang balutan tipis. Biasanya prosedur ini
diperlukan hanya pada cedera yang terjadi lingkungan arus listrik bertegangan tinggi atau cedera hancur (Hudak, 1996).
Pemberian antibiotik secara umum dibedakan atas: Tujuan : profilaksis dan teraupetik
1. Antibiotika profilaksis pada luka bakar
Secara umum yang dimaksud dengan pemberian antibiotik profilaksis adalah pemberian antibiotik sistemik bertujuan mencegah berkembangnya infeksi sebelum melakukan sayatan tindakan pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Antibiotik diberikan melalui jalur intravena 30 menit sebelum tindakan untuk satu kali pemberian (single dose). Jenis antibiotik yang diberikan didasari atas pola bakteri yang didasari atas pola bakteri yang paling sering menimbulkan infeksi di rumah sakit pada kurun waktu tertentu.
1. Antibiotika teraupetik pada luka bakar
Pemberian antibiotik sistemik yang ditujukan mengatasi infeksi yang timbul. Pemilihan jenis antibiotik dilakukan berdasarkan hasil kultur mikroorganisme penyebab infeksi dan memiliki sensitivitas terhadap mikroorganisme penyebab. Pemberiannya diberikan sesuai dosis lazim.
7) Amputasi
Menurut Hudak & Gallo (1996), Indikasi amputasi apabila terdapat
(1) Cedera otot masifakibat elektric injury disertai mioglobin pada urin yang gagal berespon terhadap resusitasi cairan dan pemberian diuretic kuat serta manitol
(2) Keropeng dengan perlemahan status vaskuler dengan nekrosis iskemik. (3) Infeksi yang meluas hingga mengenai sebagian besar anggota gerak BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR