• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode CBR ( California Bearing Ratio )

Dalam dokumen Perencanaan Disposal (Halaman 33-42)

Metode ini awalnya diciptakan oleh O.J Poter kemudian dikembangkan oleh California State Highway Department , kemudian dimodifikasi oleh Corps insinyur-insinyur tentara Amerika Serikat (U.S  Army Corps of Engineers).

Metode ini mengkombinasikan percobaan pembebanan penetrasi di laboratorium atau di lapangan dengan rencana empiris untuk menentukan tebal lapisan perkerasan. Hal ini digunakan sebagai metode perencanaan  perkerasan lentur ( flexible pavement ) suatu jalan. Tebal suatu bagian  perkerasan ditentukan oleh nilai CBR.

Definisi CBR merupakan suatu perbandingan antara beban percobaan (test load)  dengan beban standar ( standard load ) dan dinyatakan dalam  persentase. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100 % (Irawan, 2010).

dan paling mudah dilakukan. Data yang diperlukan yaitu nilai % CBR baik itu dari tanah dasar maupun material perkerasannya. Data lain yang diperlukan yaitu wheelload (beban roda) alat angkut yang digunakan. Kedua data tersebut dimasukkan ke dalam kurva CBR sehingga didapat ketebalan konstruksi perkerasan yang diperlukan.

Sumber :Suwandhi,2004

Gambar 8.20. Kurva CBR

Sebagai contoh, sebuah jalan angkut akan dibangun di atas lapisan lempung dengan nilai CBR = 5. Beban roda maksimum yang melewati jalan tersebut yaitu 40,000 lb (18,144 ton). Pasir dengan nilai CBR 15 akan digunakan sebagai  subbase  material, sedangkan untuk lapisan base dan lapisan permukaan digunakan batu pecah dengan CBR = 80 (lihat Gambar 8.21). 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 25 30 40 50 60 70 80 100 0 10 20 30 40 50 60 70

CALIFORNIA BEARING RATIO (CB R) at 0.1 in ches penetration  4 0 0 0   7  0  0  0   1   2   0   0   0    2   5   0   0    0    4     0     0      0     0       7     0     0      0     0       1      0      0       0      0      0      1      2      0       0      0      0 G V W < 10 0, 00 0 lb s G V W 10 0, 00 0 -40 0, 00 0 lb s G V W > 40 0, 00 0 lb s S U B B A S E TH IC K N ES S ,I N C H E S GW   GP  GF   GC  SF   SC  SW   SP  CL  OH   CH ML   OL  MH   GRAVEL  SAND

CLAY & SILT

3 4 5 6   7 8 9 10 15 20 25 30 40 50 60 70 80 100 2

2

V ery poor P oor F air G ood E x cellent  

A rt if ic ia l so il cl as si fi ca ti o n  Flexible  pavement 

LEGEND FOR GROUP SYMBOLS C : Clay

F : Fines (material less than 0.1 mm) G : Gravel

H : High compressibility

L : Low to medium compressibility  M : Mo very fine sand, silt, rock flour 

O : Organic P : Poorly graded Pt : Peat S : Sand W : Well graded Wheel load, lbs

a. Langkah pertama

Pada kurva CBR ditarik garis vertikal (garis warna merah) dari nilai CBR = 5 (CBR subgrade) sampai bersinggungan dengan kurva wheelload  40,000 lb. Dari titik persinggungan tersebut ditarik garis horizontal sehingga didapat ketebalan yang diperlukan yaitu 28 inch. Ketebalan ini  berarti ketebalan total perkerasan yang ada di atas lapisan subgrade sampai  pada lapisan permukaan jalan.

 b. Langkah kedua

Ditarik garis sama seperti langkah pertama (lihat garis biru), nilai CBR pasir = 15, pada kurva 40,000 lb akan didapat ketebalan 14 inch yang artinya bagian atas dari lapisan  subbase  yang menggunakan material ini harus berada pada kedalaman 14 inch dari permukaan jalan.

c. Langkah ketiga

Dari persinggungan antara garis CBR = 80 dan kurva 40,000 lb (lihat garis hijau), didapat ketebalan = 8 inch, ini berarti bagian atas lapisan base harus pada kedalaman 8 inch dari permukaan jalan. Sehingga total ketebalan perkerasan dari subgrade sampai base yaitu = 22 inch, sehingga masih tersisa 6 inch dari total ketebalan perkerasan harusnya. Pada bagian ini biasanya diisi dengan material yang sama dengan lapisan base hanya saja butirnya lebih halus. Untuk lebih jelas dan lengkapnya dari rancangan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 8.21.

Sumber : Haul Road Design Manual

Gambar 8.21. Bagian Perkerasan untuk  Caterpillar Truck

8.3.8. Pemadatan dan Kekerasan Tanah

Pemadatan dengan beban dinamis, proses bertambahnya berat volume kering tanah sebagai akibat pemadatan partikel yang diikuti oleh pengurangan volume air tetap tidak berubah. Jika tanah di lapangan membutuhkan perbaikan guna mendukung bangunan di atasnya, maka tanah akan digunakan sebagai bahan timbunan, maka pemadatan sering dilakukan. Tujuan dari pemadatan antara lain adalah :

a. Memperkuat kuat geser tanah.

 b. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas). c. Mengurangi permeabilitas.

d. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air. Maksud tersebut dapat tercapai dengan pemilihan tanah bahan timbunan, cara pemadatan, pemilihan mesin pemadat, dan jumlah lintasan yang sesuai. Tingkat kepadatan diukur dari nilai berat volume keringnya. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan dapat memberikan kuat geser tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang susut

tergantung dari jenis kandungan mineralnya (Hardityatmo, 2002 dalam Wulan, 2006).

Pemadatan tanah adalah suatu proses dimana udara dalam pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Berbeda prosesnya dengan konsolidasi tanah yaitu memadatkan karena berkurang kadar airnya karena berbagai sebab. Cara mekanis untuk memadatkan tanah di lapangan dipakai dengan cara menumbuk atau menggilas, sedangkan di laboratorium dengan cara menumbuk.

Bila kadar air suatu tanah rendah, maka tanah itu keras atau kaku dan sukar dipadatkan. Bila kadar air ditambah, maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas. Sehingga tanah tersebut lebih mudah dipadatkan dan ruang kosong antara butir menjadi lebih kecil (tanah memadat). Pada kadar air yang terlalu tinggi, kepadatannya akan turun lagi karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara memadatkan (sulit dipadatkan). Jadi untuk memperoleh kepadatan maksimum maka diperlukan kadar air yang tertentu selam proses  pemadatan. (Asiyanto, 2010dalam Asi, 2011).

8.4. Alat Dorong (

Bulldozer 

)

Pada dasarnya bulldozer   adalah alat yang menggunakan traktor sebagai  penggerak utama. Kita menyebutnya bulldozer   oleh karena biasanya traktor dilengkapi dengan dozer attachment , dalam hal ini adalah blade (Rochmanhadi, 1992).

Dalam menentukan bulldozer   yang akan digunakan maka harus dipertimbangkan beberapa faktor-faktor sebagai berikut :

a. Ukuran yang dibutuhkan

 b. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan c. Kekompakan dari jalan lintas

d. Kelicinan dari jalan lintas e. Kemiringan dari jalan lintas

Fungsi dan kerja bulldozer adalah sebagai berikut :

a. Mengupas top soil   dan pembersihan lahan dari kayu-kayu, tonggak-tonggak pohon dan batu-batuan.

 b. Pembukaan jalan kerja di daerah berbatu maupun pegunungan. c. Pemindahan material pada jarak pendek sampai dengan 100 m. d. Menyebarkan material.

e. Menimbun kembali trencher  f. Membersihkan sites/medan g. Pemeliharaan jalan kerja

8.4.1. Produktivitas

 B ulldozer 

Dalam pekerjaan dozing , taksiran produksi bulldozer  dihitung dengan menggunakan rumus :

...(8.9.) Dimana:

QBulldozer = Produksi Bulldozer (Lcm /jam) CT Bulldozer = Cycle Time Bulldozer  (menit)

KBL = Kapasitas Blade, KBL = P x T2...(8.10.) FKBlade = Faktor Koreksi Blade, FKBlade = 1 ( Standard)

FK = Faktor Koreksi (misal: Efisiensi Kerja, dan lain-lain) Fk = Faktor Konversi (misal: SF)

Dalam perhitungan produksi per siklus bulldozer  dapat menggunakan  persamaan dibawah ini :

...(8.11.) dimana:

q1 : Kapasitas blade (m3) a : Blade fill factor

Jarak dumping  berpengaruh terhadap waktu siklus dari bulldozer  itu sendiri. Maka, dapat menggunakan persamaan dibawah ini :

QBulldozer  = 60

 × K BL× FKBladex [FK] x [F]

Waktu mendorong maju 0.2778)  x  maju (kecepatan dorong   jarak  ...(8.12.)

Waktu mendorong mundur 

0,2778)  x  mundur  (kecepatan dorong   jarak  ...(8.13.) 8.4.2. Perubahan Material

Material di alam diketemukan dalam keadaan padat dan terkonsolidasi dengan baik, sehingga hanya sedikit bagian-bagian yang kosong atau ruang yang terisi udara (voids) di antara butir-butir tanah, terutama untuk tanah yang berbutir halus. Jika tanah digali dari tempat aslinya, maka akan terjadi  pengembangan volume ( swelling ) (Suratna GDE, dkk,2008).

Rumus untuk menghitung swell factor  (SF) ada dua, yaitu swell factor   berdasarkan volume  dan dan berdasarkan densitas (kerapatan)

(Indonesianto, 2008).

a. Rumus SF berdasarkan volume :

x100% SF volume loose volume bank  ...(8.14.)

 b. Rumus SF berdasarkan densitas (kerapatan) :

x100% SF bank  Densitas loose Densitas ...(8.15.) Sedangkan rumus untuk menghitung  shrinkage  (penyusutan)  berdasarkan berat jenis tanah adalah (Rochmanhadi, 1992).

x100% Sh B -C  ...(8.16.) Dimana : Sh = Shringkage = % penyusutan B = Berat Jenis tanah keadaan asli

8.5. Penjadwalan alat

Faktor yang sangat penting dalam melakukan penjadwalan suatu alat adalah  factor availability dari setiap unit alat. Dengan mempertimbangkan “availability  factor ” maka bisa bijaksana untuk menjadwalkan alat. Mesin yang lebih tua, yang memerlukan waktu perbaikan lebih lama harus dijadwalkan lebih sedikit dalam  pekerjaan.

Tingkat efisiensi tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi alat, pengolahan dan perawatan alat-alat mekanis ataupun operator alat-alat mekanis itu sendiri dimana: (Indonesianto, 2012)

W = Waktu kerja alat/unit R = Jam perbaikan alat/unit

S = Jam dimana alat/unit dalam keadaan siap tetapi tidak di operasikan 1. Waktu kerja (working hours)

Waktu Kerja di mulai dari operator berada di satu alat dan alat tersebut  beradadalam kondisi operable  (mesin dan bagian-bagian lain siap dipakai

operasi). Waktu kerja meliputi:

a. Waktu efektif (We) yaitu waktu yang benar-benar digunakan oleh alat untuk berproduksi.

 b. Waktu delay (Wd) yaitu waktu hambatan yang terdiri dari kehilangan waktu saat dari dan menuju tempat kerja, moving time, waktu untuk lubrikasi, pengisian bensin, pemeliharaan alat, kehilangan waktu di karenakan kondisi cuaca, safety meeting  dan lain sebagainya.

c. Stand by hours (S): Stand by hours adalah waktu dimana alat siap  pakai (tidak rusak), tetap karena satu dan lain hal tidak dipergunakan

ketika operasi penambangan sedang berlangsung.

d. Waktu repair  (R); Waktu repair  yaitu waktu perbaikan pada saat jam operasi berlangsung misalnya perawatan dan waktu menunggu suku cadang alat.

Efisiensi kerja alat tidak dapat di gambarkan secara lengkap hanya dengan satu  factor availabilty  saja. Tetapi dengan menggunakan tiga  factor availability  bisa memberikan gambaran tentang efisiensi kerja alat. Dengan mechanical availability  dapat di ketahui operational availability  sedangkan used of availability  di pakai sebagai pelengkap untuk mengetahui suatu operation berlangsung efisien atau tidak. (Indonesianto,2012)

a. Kesediaan Fisik ( PhysicalAvailability)

Apabila nilai stand by hours sama dengan nol maka akan di dapatkan nilai PA akan sama dengan nilai MA. PA selain tergantung pada kesiapan mesin ataupun non mesin juga tergantung pada kesiapan manusia yang akan menjalankan atau mengopersaikan alat mekanis tersebut. Pada kondisi ini apabila terjadi kerusakan atau adanya gangguan pada alat mekanis alat tersebut masih berada di tempat kerja, setelah itu dapat juga di bawa ke bengkel alat mekanis untuk segera di perbaiki. Untuk menghitung PA dengan menggunakan  persamaan: (Indonesianto,2012)  PA =  R   x 100 %...(8.17.)  b. Kesediaan unit/alat (Used Of Availabilty)

Apabila nilai  stand by hours sama dengan nol maka nilai UA akan meningkat menjadi 100%. UA tergantung pada kesiapan manusia yang akan menjalankan atau mengoperasikan alat mekanis tersebut.  Nilai UA tersebut dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut

:(Indonesianto,2012) UA = x 100 %...(8.18.) c. Penggunaan efektif ( Effective Utilization)

Apabila nilai  stand by hours  sama dengan nol maka nilai EU akan sama dengan nilai MA, EU tergantung pada ketiga faktor di atas (kesiapan alat, kesiapan waktu dan kesiapan manusia) Hal ini dapat

 EU =  R  x 100%...(8.19.) Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi UA ( Used of availability) dan EU ( Effective utilization) di antaranya adalah W (working hours), R (repair hours) dan S ( standby hours).

W (working hours) merupakan waktu kerja total dalam satu hari yang telah di kurang dengan waktu repair  (breakdown) dan waktu standby. Waktu R ( Repair ) ada yang  scheduled   dan unscheduled , untuk  Repair scheduled merupakan waktu perbaikan alat/unit yang telah dijadwalkan/sudah ada  periode seperti service, ganti oli, dll. Sedangkan  Repair Unscheduled  adalah waktu perbaikan alat/unit yang tidak di jadwalkan seperti low power  (alat/unit mengalami kurang tenaga) dan Overheat  (alat/unit mesin mengalami masalah  panas yang berlebih).

Waktu S (Standby) merupakan waktu dimana unit/alat tidak dalam keadaan/kondisi bekerja, adapun hal-hal yang membuat unit/alat mengalami hal tersebut ialah Standby Scheduled  dan Stanby Unscheduled . Untuk  stanby  scheduled   adalah dimana alat/unit dalam kondisi tidak bekerja yang masih dapat dikontrol seperti adanya change shift   (waktu pergantian  shift   kerja), meal   (waktu untuk makan siang), refueling   (waktu dimana alat/unit sedang mengisi bahan bakar), no operator   (waktu dimana alat/unit sedang tidak  beroprasi dikarenakan tidak ada operator ), Wait blasting   (waktu dimana alat/unit tidak berkerja dikarenakan sedang menunggu waktu peledakan). Sedangkan waktu  standby Unscheduled   adalah dimana alat/unit dalam kondisi tidak bekerja yang tidak dapat dihindari seperti hujan, kabut,  slippery (waktu perbaikan jalan yang licin dikarenakan oleh hujan) dan general .

Dalam dokumen Perencanaan Disposal (Halaman 33-42)

Dokumen terkait