• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan penulis dalam upaya menemukan kaidah dalam tahapan analisis data adalah metode padan. Metode padan alat penentunya di luar , terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (laguage) yang bersangkutan (sudaryanto, 1993:13). Teknik merupakan jabaran metode yang ditentukan oleh alat yang dipakai. Fakta itu menunjukkan bahwa dalam berbicara tentang teknik, ihwal alat yang dipakai sangat penting untuk dibahas. Penulis sendiri menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP sebagai teknik dasar di dalam penelitian ini. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu, maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah referensial. Sedangkan untuk teknik lanjutnya, penulis menggunakan teknik hubung banding menyamakan (HBS)

Contoh 1 :

Contoh data (1) dianalisis dengan menggunakan teori implikatur dan tindak tutur yang dijadikan landasan teori pada penelitian ini. Tuturan data (1) akan dianalisis sebagai berikut.

41 Tahun Berjuang untuk kesejahteraan Rakyat

“ Bersama PDI Perjuangan, Indonesia Hebat”

Langkah pertama untuk menganalisis implikatur dalam dalam data (1), terlebih dahulu harus diketahui apakah data (1) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak. Nantinya akan dapat diputuskan bahwa apabila data (1) terbukti telah melanggar salah satu dari empat maksim Grice, maka data (1) memiliki implikatur.

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Tuturan pada data (1) bersifat kooperatif karena participants yang dalam hal ini partai PDI Perjuangan sebagai penutur, telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai atau mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan pada data (1) tidak bersiafat kooperatif karena tidak menuturkan hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Hal yang secara eksplisit yang terkandung dalam data tersebut yang berupa fakta memang ada, yakni perihal 41 tahun eksistensi partai PDI Perjuangan menghiasi peta perpollitikan negeri ini. Hal ini benar adanya karena partai ini memang selalu hadir untuk berjuang memimpin dan mengawal jalanya pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal lain yang menjadi acuan data ini tidak kooperatif adalah bukti-bukti yang mendukung untuk memperkuat pernyataan “Bersama PDI Perjuangan, Indonesia hebat”, belum memadai dan masih perlu pembuktian yang mendalam agar dapat membuka kebenaran dari tuturan dalam jargon politik data (1).

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan dalam data (1) meberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan dalam data (1) memberikan kontribusi yang relevan terhadap masalah. Tuturan yang dimunculkan seleras dengan tema yang hendak disampaikan, yakni keberadaan partai PDI Perjuangn sebagai sarana/wadah dalam mencetak pemimpin negeri dalam proses menyukseskan roda pemerintahan atau sebagai organisasi yang siap dalam mengawal perjalanan bangsa dan negara dalam menciptakan cita-cita NKRI sesuai yang tertuang dalam amanat konstitusi. Partai ini hadir membawa Indonesia sebagai negara yang hebat sesuai dengan visi-misi partai yang konsisten selama 41 tahun mengawal perjalanan NKRI.

4. Maksim pelaksanaan mewajibakan setiap peserta pertuturan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan. Tuturan pada data (1 tidak diungkapkan secara langsungdan mengandung ketaksaan/ambigu karena dari pertuturan tersebut dapat memunculkan dua pemahaman atau lebih yang berbeda apabila dikaji secara pragmatik sesuai dengan tindak tutur yang dipakai. Penafsiran yang pertama (merujuk pada makna dasarnya) yaitu 41 tahun berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Bersama PDI Perjuangan , Indonesia hebat. Penafsiran yang kedua mengacu kepada bentuk implikaturnya yaitu informasi yang dituturkan itu merupakan suatu bentuk ajakan untuk memilih. Dengan kata lain, penutur secara tidak langsung mengajak dengan mengarahkan penawaran yang baik dalam ingatan masyarakat yakni Indonesia hebat bersama PDI Perjuangan, hal ini ditambahkan dengan kurun waktu eksistensi partai ini selama 41 tahun berdiri kokoh dalam mengawal NKRI. Dengan demikian, tuturan data di atas tidak menganut prinsip kooperatif.

Berdasarkan empat maksim percakapan Grice, maka dapat diputuskan bahwa tuturan pada data (1) mengandung impilkatur karena terbukti telah melanggar dua dari empat maksim percakapan tersebut, khususnya maksim kualitas dan maksim pelaksanaan.

Selanjutnya, setelah diketahui bahwa tuturan data (1) memiliki implikatur maka penentuan implikatur dapat dilanjutkan dengan melihat penganutan prinsip kooperatifnya yaitu dengan mengatakan “apa yang diperlukan saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu”. fakta di lapangan bahwa keadaan masyarakat Indonesia saat ini perlu adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Hal yang mencengangkan dapat kita lihat dari segi ekonomi, sejumlah masyarakat masih banyak hidup dalam garis kemiskinan dan tidak hidup selayaknya serta pemerataan pembangunan ekonomi yang timpang dan tidak berpihak kepada rakyat. Belum besarnya perhatian dan kinerja pemerintah dalam mengemban tugas kenegaraan secara penuh dalam memperjuangkan

kepentingan rakyat adalah pemicu yang melatarbelakangi keadaan rakyat yang masih terpuruk. Untuk itulah partai politik hadir dengan mengusung capres dan cawapresnya dengan segala pencitraan diri dengan menggunakan visi dan misi ke depanya, menunjukkan rekam jejak profil dengan polesan kata-kata berani, jujur, amanah, peduli, islami, profesioanal, menyuarakan perbuatan yang berpihak kepada kepentingan rakyat sebagai pilar utama , hingga gelar akademik menjadi askesoris diri yang diharapkan mampu mendongkrak citra diri mereka. Dengan demikian, tuturan data (1) menganut prinsip kooperatif.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Untuk menentukan nilai evaluatif data (1) dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan data (1) lekat dengan suasana politis yakni strategi partai politik dalam pengusungan capres dan cawapresnya dalam pemilu 2014 ini untuk menempati kursi presiden dan wakil presiden RI periode 2014-2019, sehingga partai politik dengan segala mesin partainya berusaha memenangkan usungan calonya dengan segala bentuk strategi politik, termasuk pemasangan baliho atau sapnduk yang berisi jargon politik racikan partai di areal ruang publik.

Pertimbangan nilai evaliatifnya adalah partai PDI Perjuangan adalah partai yang sudah puluhan tahun (41tahun) senantiasa berjuang untuk kesejahteraan rakyat dan berjuang mewujudakan Indonesia hebat. Simpulanya, implikatur dari data (1) adalah, bahwa PDI Perjuangan secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa PDI Perjuangan adalah partai yang besar dan tua serta lebih banyak memberi nuansa positif bagi kehidupan rakyat dan negara untuk menciptakan Indonesia yang hebat.

Auistin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu : (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’

dan penjelasan dalam sintaksis. (2) Tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan. tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubunganya dengan bentuk- bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) Tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data (1), dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Auistin. Lokusinya adalah kesejahteraan rakyat harus diperjuangkan. Secara kultural, tuturan pada data (1) memunyai daya ilokusi sebagai pernyataan (citra diri parpol). Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya sebagai pernyataan (citra diri parpol), maka daya perlokusinya adalah (seharusnya) kesadaran. Dengan demikian, setelah membaca tuturan pada data (1), pembaca akan menyadari dan akan lebih bertindak hati-hati dalam menentukan hak suaranya dalam pemilihan nantinya, yaitu memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkompeten, memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan mampu menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik.

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1)representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang berujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat, (3)Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan atau menawarkan. (4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklarasi yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu

keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data 1 mencakup 3 jenis tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu selama 41 tahun PDI Perjuangan telah berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Menjanjikan, menawarkan suatu tindakan yang terikat di masa depan (komisatif), yaitu bersama PDI Perjuangan Indonesia hebat. Mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu PDI Perjuangan hadir selama 41 tahun berjuang untuk kesejahteraan rakyat.

Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data 1 memiliki implikatur dan tindak tutur.

Contoh 5:

Contoh data 5 dianalisis dengan menggunakan teori implikatur dan tindak tutur yang dijadikan landasan teori pada penelitian ini, sama halnya dengan penerapan pada contoh data 1. Tuturan data 5 akan dianalisis sebagai berikut.

INSPIRATOR PERUBAHAN UNTUK INDONESIA RAYA

BANGKIT

Menentukan implikatur dalam data 5 digunakan kaidah pertuturan yang sudah dijelaskan pada landasan teori yaitu penentuan prinsip kooperatifnya dan empat maksim percakapan. Prinsip kooperatif yang dikemukakan Grace adalah “katakana apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu”. Dalam data tersebut dituturkan bahwa “inspirator perubahan untuk Indonesia raya bangkit”, dengan memegang tujuan dari tuturan tersebut yaitu memberikan informasi yakni informasi mengenai citra diri sebagai sosok yang mampu manjadi isnpirator perubahan

Indonesia raya kepada pembaca/masyarakat. Selanjutnya dengan penganutan empat maksim percakapan. Apabila salah satu dari empat maksim tersebut dilanggar, tuturan tersebut memiliki implikatur. Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grace dapat diputuskan bahwa tuturan data 5 mengandung implitur karena terbukti melenggar dua dari empat maksim tersebut yaitu maksim kualitas dan maksim pelaksanaan. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan hal yang sebenarnya berdasarkan bukti- bukti yang memadai. Tuturan data 5 tidak bersifat kooperatif karena tidak tidak menuturkan hal yang sebenarnya dan tidak dapat dipastikan kebenaran dari tuturan tersebut. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Tuturan data 5 tidak diungkapkan secara langsung dan mengandung ketaksaan/ambigu karena dari tuturan tersebut dapat memunculkan dua pemahaman yang berbeda apabila dikaji secara pragmatik sesuai dengan konteks pada saat tuturan itu berlangsung. Teks baliho jargon politik di atas diutarakan penuturnya tidak semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, tetapi tiindak tutur di atas adalah untuk memengaruhi lawan tuturnya/masyarakat. Penafsiran yang pertama (merujuk pada makna dasarnya) yaitu H.Prabowo Subianto merupakan sosok inspirator perubahan untuk Indonesia raya bangkit. Penafsiran yang kedua mengacu kepada bentuk implikaturnya yaitu informasi yang dituturkan itu merupakan suatu bentuk penyampaian informasi citra diri agar mendapat simpati masyarakat. Dengan kata lain, penutur secara tidak langsung mengajak dengan menyuarakan slogan kebangkitan Indonesia raya bersama sosok inspirator perbuhan yaitu partai Gerindra yang mengsusung capres H. Prabowo Subianto untuk melenggang ke kursi RI 1. Dengan demikian, tuturan data di atas tidak menganut prinsip kooperatif.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data 2 dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan

situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data 5 lekat dengan suasana pemilihan umum legislatif dan eksekutif yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden yakni upaya dukung- mendukung dan mencari simpati masyarakat untuk memperebutkan kursi, terkhusus kursi presiden dan kursi wakil presiden RI periode 2014-2019. Hal ini dapat dibuktikan bahwa tuturan yang dituangkan kedalam media tulis berbentuk baliho ini berlangsung pada saat menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden 2014 untuk itu dapat diputuskan bahwa tuturan tersebut bertujuan mencari simpati masyarakat.

Auistin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu(1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) Tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubunganya dengan bentuk- bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) Tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data 5, dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Auistin. Lokusinya adalah “mewujudkan perubahan Indonesia raya ”. Secara kultural, tuturan data 5 memunyai daya ilokusi membentuk citra diri. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan suatu pernyataan yang mengungkapkan citra diri, maka daya perlokusinya adalah (seharusnya) kesadaran . Dengan demikian, setelah membaca tuturan data 5, pembaca yakni masyarakat pemilih akan menyadari dan akan lebih bertindak hati-hati dalam mementukan suaranya dalam pemilu mendatang, yaitu memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mampu menjadi lokomotif perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data 5 mencakup 4 jenis tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu pemimpin yang memiliki inspirasi untuk mewujudkan perubahan bangkitnya Indonesia raya. Memerintah atau menasehati (direktif), yaitu untuk mewudakan Indonesia raya yang bangkit yang pasti pilihlah pemimpin yang memiliki inspirasi perubahan dan visi-misi menyongsong bangkitnya NKRI, pilihlah capres H. Prabowo Subianto. Menjanjikan, menawarkan atau suatu tindakan yang terikat di masa depan (komisatif), yaitu H.Prabowo Subianto merupakan pemimpin negeri yang memiliki kompetensi dalam melakukan perubahan menyongsong bangkitnya Indonesia raya. Mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu Indonesia raya perlu dipimpin oleh pemimpin yang berkompeten yang mempu menjadi inspirator perubahan menuju bangkitnya Inodonesia raya.

Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data 5 memiliki implikatur dan tindak tutur.

BAB IV

Dokumen terkait