Komponen 1 Topik Thesis
2.10 Face Recognition
2.10.1. a Metode Fisherface
Metode Fisherface dikembangkan oleh Peter N. Belhumeur, João P. Hespana dan David J. Kreigman pada tahun 1997 untuk mengatasi kelemahan metode Eigenface, khususnya untuk citra dalam variasi pencahayaan dan ekspresi wajah. Metode ini mentransformasikan vektor dari ruang citra berdimensi-n ke ruang citra berdimensi-m dengan m < n 2.
Dasar dari metode Fisherface ini adalah Fisher's Linear Discriminant (FLD). FLD ditemukan oleh Robert Fisher pada tahun 1936 untuk klasifikasi taksonomi dan menjadi salah satu teknik yang banyak digunakan dalam pengenalan pola (pattern recognition). FLD merupakan salah satu contoh metode class specific, karena metode ini berusaha untuk
membentuk jarak (scatter) antar kelas dan intra kelas sehingga dapat menghasilkan klasifikasi yang lebih baik.
Fisher's Linear Discriminant yang menjadi dasar dari algoritma Fisherface memilih matriks transformasi W yang dapat memaksimalkan rasio antara determinan between-class scatter (SB) dengan within-class scatter (SW) dari vektor-vektor ciri melalui fungsi :
Wopt = argmax ………. (1)
= 1
;
2;…. ;
dimana [w1; w2; ....; wm] merupakan m buah vektor eigen (dalam bentuk vektor baris) dari rasio antara SB dengan SW, yang bersesuaian dengan m buah nilai eigen terbesar. Jika wi adalah vektor eigen dari rasio antara matriks SB dengan matriks SW dan di merupakan nilai eigen yang bersesuaian, maka :
1
=
1 ………..………... (2) dimana i = 1...m dan d1 > d2 > ... > dm.Jika xi, i = 1...N adalah vektor citra dimensi-n dan masing-masing vektor citra merupakan anggota salah satu dari C kelas citra wajah {X1, X2, ..., XC} dan vektor u adalah rata-rata vektor citra yang dapat diperoleh dari persamaan :
�
=
1 =1 ……….. (3)maka matriks SB dan matrik SW dapat diperoleh melalui persamaan berikut :
=
=1� − � � − �
………. (4)dimana Ni adalah jumlah anggota kelas Xi dan μi adalah rata-rata citra anggota kelas Xi, i = 1...C.
Suatu citra wajah dengan lebar dan tinggi masing-masing l dan t piksel mempunyai jumlah piksel sebanyak lxt. Tiap-tiap piksel dikodekan dengan nilai 0-255 sesuai dengan nilai tingkat keabuannya. Maka dapat dibentuk citra wajah berdasarka nilai keabuan tersebut yaitu :
=
�
11�
12… �
1�
21�
22…
… �
2…
�
�1…
�
�2…
…
�
� ………. (6)dimana i = 1...N (banyaknya citra wajah)
Setiap gi adalah anggota salah satu kelas wajah X. Jika terdapat C buah kelas wajah X maka terdapat Xj, dimana j = 1..C. Untuk setiap kelas wajah Xj terdapat Nj citra wajah, dimana j = 1..C dan N1 = N2 = Nj. Dengan demikian jumlah citra wajah adalah N1 + N2 + N3 + ... + Nc = N. Dari vektor citra wajah di atas dapat dibentuk suatu vektor baris citra wajah yaitu : xi = [a11
a12 ... ag ] (1*N)
Dengan demikian vektor citra dikatakan berada dalam ruang citra dimensi-n, dimana i = 1...N. Selanjutnya adalah membentuk matriks input berdimensi N*n yang berisi kumpulan vektor baris citra yang akan digunakan dalam pelatihan dan pengujian.
input=
1 2
…
(N*n) ………. (7)Matriks input ini yang merupakan masukan untuk metode Fisherface. Berikut akan dijelaskan algoritma metode Fisherface.
Konstruksi fisherface adalah pembuatan suatu set fisherface dari suatu set gambar training dengan menggunakan perhitungan Principal Component Analysis (PCA) dan Fisher’s Linear
Discriminant (FLD). Perhitungan PCA dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengambil satu set gambar training dan kemudian mentransformasikan setiap gambar
tersebut menjadi vektor kolom, sehingga akan didapat satu matriks yang tiap kolomnya mewakili gambar yang berbeda, face space ( Γ )
2. Membentuk average face (Ψ), yaitu nilai rata-rata dari seluruh gambar wajah pada training set, dan mengurangi seluruh gambar pada training set terhadap average face
untuk mencari deviasinya ȼ
ȼ= Γ-Ψ ……….. (8)
3. Menghitung matriks kovarian (A), yaitu dengan melakukan operasi perkalian transpose dari training set yang telah dinormalisasikan.
………... (9)
4. Menghitung nilai eigen (λ) dan vektor eigen (ν) dari matriks kovarian. λ
5. Mengurutkan vektor eigen berdasarkan dengan besarnya nilai eigen masing-masing vektor.
6. Menghitung matriks proyeksi PCA (Wpca) yaitu dengan mengalikan nilai deviasi dengan vektor eigen dan menormalisasikan hasilnya. ′ = Ȼ ⋅
……….. (10)
2.10.1.b. Eigenface
Pada dasarnya (Agustina, 2002), metode Eigenface bertujuan untuk mengekstrak ciri-ciri suatu citra dengan teori Principal Component Analysis (PCA) atau transformasi Karhunen- Loeve, yaitu menyusun suatu citra baru yang mengandung hanya informasi informasi penting dari citra yang lama. Metode ini bertujuan untuk memaksimalkan total-scatter atau jarak vector ciri (Roth, 2007). Jadi informasi cirri mengenai suatu citra akan disebarkan sehingga bercampur dengan informasi ciri citra yang lain. Setiap citra dapat direpresentasikan sebagai vektor baris xi,
i = 1 … N, berdimensi n. Nilai n merupakan dimensi ruang citra, sehingga xi berada di dalam
ruang citra berdimensi n. Matriks kovarian STatau matriks total-scatter, didefinisikan sebagai:
= ∙ ……….…(11)
di mana A = [Φi], dimanaΦi adalah selisih vektor citra dengan rata-rata vector citra xi, i = 1 … N Transformasi Karhunen-Loeve atau PCA terhadap vektor citra akan menghasilkan vektor- vektor ciri yang memiliki total-scatter:
W ST WT
dengan W adalah matriks transformasi. Matriks transformasi W yang dipilih adalah matriks yang dapat dimaksimalkan determinan dari total-scatter vector vector ciri. Atau:
= arg max ……….(12)
= 1; 2 ;…. ;
di mana wi, i = 1 … m, adalah kumpulan vektor eigen dari ST (dalam bentuk vector basis) yang bersesuaian dengan m nilai eigen terbesar. Vektor-vektor eigen ini, yang disebut principal components, memiliki dimensi yang sama dengan citra wajah, yaitu n, sehingga disebut sebagai
Eigenfaces atau Eigenpictures. Eigenfaces merupakan vector vektor basis dari ruang ciri dimensi-m. Transformasi citra dari ruang citra dimensi-n ke ruang ciri dimensi-m adalah
Yi =ɸi W T
Dengan demikian, dapat diperoleh vector ciri berdimensi m untuk masing-masing citra. Besarnya nilai m dapat ditentukan melalui persamaan berikut:
=� �=1
�
=1
………...(14)
dimana θ adalah suatu nilai ambang atau threshold dan 0 < threshold ≤ 1. 2.10.2. Penyelarasan Wajah
Pada proses pendeteksian wajah, citra wajah yang didapatkan masih berupa perkiraan kasar atau masih memiliki kualitas yang cukup buruk seperti ukuran yang berbeda dengan ukuran normal, faktor pencahayaan yang kurang atau lebih, kejelasancitra yang buruk dan sebagainya. Sehingga perlu dilakukan proses penyelarasan.Proses penyelarasan wajah merupakan proses yang bertujuan untuk menormalisasi wajah dari citra wajah yang didapatkan dari proses pendeteksian wajah. Proses ini terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Grayscaling (tahap konversi citra warna menjadi warna abu)
2. Pemotongan (tahap pemisahan citra wajah dengan latar belakangnya) 3. Resizing (tahap normalisasi dimensi citra)
4. Equalizing (tahap koreksi tingkat kecerahan citra)