• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

G. Metode Granulasi Kering

effervescent sangat diminimalkan adanya kontak dengan air sehingga dapat

meminimalkan adanya reaksi effervescent dini.

Metode desain faktorial merupakan suatu persamaan regresi yang

menggambarkan hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel

bebas (Bolton, 1997). Metode ini dapat mengidentifikasi efek masing-masing faktor

ataupun efek interaksi antar faktor. Metode desain faktorial juga dapat digunakan

dan juga dapat diketahui komposisi formula optimum asam sitrat-natrium bikarbonat

berdasarkan contour plot super imposed.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak teh hijau

dapat diformulasi menjadi sediaan effervescent yang berkualitas, untuk mengetahui

efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau

yang dibuat secara granulasi kering dan untuk menentukan komposisi yang optimal

untuk campuran asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam pembuatan granul

effervescent ekstrak teh hijau dengan metode granulasi kering sehingga dapat

menghasilkan suatu sediaan effervescent yang berkualitas dan dapat diterima oleh

masyarakat.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang muncul:

a. Apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasi menjadi sediaan granul

effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas ?

b. Di antara asam sitrat, natrium bikarbonat, dan interaksi keduanya, manakah

yang bersifat dominan dalam mempengaruhi sifat fisik granul effervescent

ekstrak teh hijau?

c. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum campuran asam sitrat dan

natrium bikarbonat dalam formula granul effervescent ekstrak teh hijau

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang

optimasi asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam formulasi granul effervescent

ekstrak teh hijau dengan metode granulasi kering belum pernah dilakukan. Namun,

penelitian sejenis dengan menggunakan jenis ekstrak lain yang sudah pernah

dilakukan salah satunya yaitu tentang optimasi formula granul effervescent ekstrak

kunyit (Curcuma domestika Val) dengan variasi jumlah asam sitrat dan sodium

bikarbonat didasarkan pada metode desain faktorial oleh Setyowati (2006).

3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah :

a. Manfaat teoritis

memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu kefarmasian terutama

dalam formulasi granul effervescent ekstrak teh hijau dengan metode granulasi

kering.

b. Manfaat metodologis

memperkaya metode penelitian dalam bidang formulasi khususnya dalam hal

pembuatan granul effervescent secara granulasi kering yang mengandung asam

c. Manfaat praktis

menambah macam jenis sediaan ekstrak teh hijau yaitu dalam bentuk granul

effervescent sehingga meningkatkan minat masyarakat dalam mengkonsumsi

obat dari bahan alam.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh komposisi optimum

asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam granul effervescent ekstrak teh hijau

yang dibuat dengan metode granulasi kering.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasi menjadi sediaan

granul effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas

b) Mengetahui faktor yang dominan antara asam sitrat, natrium bikarbonat dan

interaksinya mempengaruhi sifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau

c) Menemukan area komposisi optimum campuran asam sitrat dan natrium

bikarbonat untuk memperoleh formula granul effervescent ekstrak teh hijau

yang optimum .

   

 

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Teh (Camellia sinensis L.)

Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan dan dapat tumbuh pada

ketinggian 200 - 2300 m dpl. Teh berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina

Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas assamica yang

berasal dari Assam dan varietas sinensis yang berasal dari Cina. Varietas assamica

daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas sinensis daunnya

lebih kecil dan ujungnya agak tumpul (Anonim, 2005a).

Teh hijau berasal dari pucuk daun tanaman teh melalui proses pengolahan

tertentu. Secara umum berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan

menjadi 3 jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan

cara pemanasan dan penguapan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase/

fenolase sehingga oksidase enzimatik terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyo,

2003).

Polifenol yang utama yang terdapat dalam teh hitam dan teh hijau adalah

epicatechins atau turunannya. Epicatechins paling banyak terdapat dalam teh hijau,

yaitu epicatechin (EC), epicatechin gallat (ECG), epigallocatechin (EGC), dan

epigallocatechin gallat (EGCG). EGCG merupakan antioksidan yang paling efektif

sebagai chemoprotective agent, jumlahnya sekitar 60-70% dari jumlah keseluruhan

HO OH O OH OH OH (-)-Epicatechin HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epicatechin-3-gallate OH HO O OH OH OH OH (-)-Epigallocatechin HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epigallocatechin-3-gallate OH

Gambar 1. Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin, dan epigallocatechin-3-gallat (Svobodova et al., 2003)

 

EGCG merupakan suatu senyawa crystalline yang tidak higroskopis.

Kelarutan EGCG yang tertinggi dalam aqueous jika berada antara pH 5-7. Kestabilan

EGCG diamati melalui suatu penelitian dengan konsentrasi EGCG 10 mg/ml pada

range pH 4-9, hasilnya stabilitas tertinggi dari EGCG diperoleh jika berada pada pH

5. EGCG juga memiliki kompatibilitas yang baik dengan berbagai macam eksipien,

sehingga bisa sangat dikembangkan menjadi oral dosage form (Kellar, Poshni,

B. Ekstrak Teh Hijau

Ekstrak teh hijau dapat diperoleh dari proses ekstraksi dengan metode

maserasi menggunakan 4 macam pelarut yaitu air, 80% etanol, 80% metanol dan 80%

aseton (dalam air, v/v). Hasil penelitian oleh Druzynska, Stepniewska dan Wolosiak

menunjukkan bahwa kandungan polifenol tertinggi dalam ekstrak teh hijau diperoleh

dengan menggunakan pelarut 80% aseton sedangkan kandungan katekin tertinggi

dalam ekstrak teh hijau diperoleh dengan menggunakan pelarut air.

C. Asam Sitrat

Asam sitrat sering digunakan sebagai sumber asam dalam sediaan

effervescent karena cukup mudah untuk didapat dan relatif murah. Asam sitrat

mempunyai sifat sangat higroskopik (Mohrle, 1989) sehingga perlu diperhatikan

dalam hal penyimpanan dan hindari ruangan dengan kelembaban yang tinggi.

Asam sitrat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari

100,5% C6H8O7, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : hablur putih, tidak

berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih; tidak berbau, atau praktis

tidak berbau; rasa sangat asam. Kelarutan: sangat mudah larut dalam air, mudah larut

dalam etanol, agak sukar larut dalam eter (Anonim, 1995).   

D. Natrium Bikarbonat

Natrium bikarbonat adalah sumber karbondioksida utama dalam sistem

mahal, jumlahnya banyak, dan tersedia dalam lima ukuran dari serbuk halus hingga

granul yang free flowing. Natrium bikarbonat biasa digunakan dalam formula

effervescent dan dapat menghasilkan larutan yang jernih karena sifatnya larut

sempurna dalam air (Mohrle, 1989).

Natrium bikabonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian: serbuk

hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan

terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok bersifat basa terhadap lakmus.

Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat atau dipanaskan.

Kelarutan: larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).

E. Granul Effervescent

Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar yang mengandung

unsur obat dalam campuran kering, biasanya terdiri dari sumber asam dan sumber

karbonat, bila ditambah air maka akan terjadi reaksi yang nantinya akan terbentuk gas

CO2, reaksi yang terjadi antara asam sitrat (sebagai sumber asam) dan natrium

bikarbonat (sebagai sumber karbonat) adalah sebagai berikut:

3 NaHCO3 + C6H8O7 → 3H2O + 3CO2 + Na3C6H5O7 ………..…(1) Menurut Mohrle (1989), effervescent didefinisikan sebagai pembebasan

gelembung gas dari cairan sebagai hasil dari reaksi kimia. Berat effervescent menurut

Effervescent menawarkan kepada masyarakat suatu bentuk sediaan yang

unik dan menarik. Effervescent dapat memberikan rasa yang menyenangkan karena

karbonasi membantu dalam menutupi rasa bahan aktif yang kurang menyenangkan,

effervescent mudah digunakan dan dosis dapat diukur. Effervescent harus dikemas

sedemikian rupa untuk mencegah masuknya lembab sehingga dapat mengatasi

masalah instabilitas selama penyimpanan (Mohrle, 1989).

Kelembaban relatif untuk pembuatan granul effervescent maksimum 25%

dan dengan suhu ruangan terkontrol 25oC atau kurang. Hal ini bertujuan untuk

mencegah terhisapnya uap air dari udara oleh bahan kimia sehingga timbul reaksi

effervescent yang premature (Mohrle, 1989).

Bahan-bahan yang digunakan dalam sediaan effervescent:

a. Sumber asam

Sumber asam yang sering digunakan dalam sediaan effervescent adalah asam

makanan (Mohrle, 1989). Contoh asam yang sering digunakan asam sitrat, asam

askorbat, asam malat, asam adipat, asam tartrat, asam fumarat, asam suksinat, asam

natrium pirofosfat, asam laktat, asam hexamid, garam-garam asam, asam anhidrat,

dan campuran asam-asam diatas (Wehling dan Fred, 2004). Sumber asam yang

digunakan dalam pembuatan sediaan effervescent adalah sebesar 10%-60% dari berat,

lebih diterima sebesar 15-50% dari berat, dan jumlah yang paling bisa diterima adalah

b. Sumber karbonat

Sumber karbonat yang sering digunakan dalam pembuatan sediaan effervescent antara

lain: sodium bikarbonat, sodium sesquikarbonat, potassium karbonat, potassium

bikarbonat, kalsium karbonat, magnesium oksida, sodium glisin karbonat, L-lisin

karbonat, arginin karbonat, zinc karbonat, zinc oksida, dan campuran basa-basa di

atas (Wehling dan Fred, 2004). Bentuk garam karbonat (bentuk bikarbonat maupun

karbonat) sering digunakan dalam pembuatan sediaan effervescent. Keberadaan basa

dalam effervescent ini berfungsi sebagai penghasil karbondioksida (Mohrle, 1989).

c. Bahan pengikat

Pengikat adalah bahan yang dapat digunakan untuk mengikat serbuk menjadi granul

atau untuk membantu menyatukan bahan-bahan lain. Penggunaan bahan pengikat

seperti gom selulosa, gelatin, dan pasta tidak banyak digunakan karena larutnya lama

dan meninggalkan residu. Penggunaan pengikat, meskipun pengikat yang bersifat

larut air, akan menghambat proses hancurnya effervescent sehingga penggunaan

bahan pengikat dalam effervescent dibatasi. Polyvinylpyrrolidone (PVP) adalah

pengikat yang efektif dalam sediaan effervescent. PVP biasanya ditambahkan secara

kering untuk digranul bersama bahan lain, lalu dibasahi dengan cairan penggranul.

PVP juga bisa ditambahkan dalam bentuk larutan dalam air, alkohol, atau cairan

hidroalkohol (Mohrle, 1989).

PVP merupakan bahan pengikat yang efektif untuk granul effervescent karena

sifatnya yang dapat larut dalam air dan tidak meninggalkan residu. Penggunaan PVP

untuk granulasi basah ataupun untuk granulasi kering (Lachman, Lieberman, dan

Schwart, 1989)

d. Bahan pengisi

Penggunaan bahan pengisi digunakan untuk mencapai berat yang diinginkan. Melihat

bahan-bahan yang digunakan dalam effervescent, biasanya dibutuhkan bahan pengisi

dalam jumlah kecil. (Mohrle, 1989).

Pada penelitian ini digunakan sukrosa sebagai bahan pengisi. Sukrosa adalah gula

yang diperoleh dari Saccharum officinarum Linne (familia Gramineae), Beta vulgaris

Linne (familia Chenopodiaceae) dan sumber-sumber lain. Tidak mengandung bahan

tambahan. Pemerian : hablur putih atau tidak berwarna; massa hablur atau berbentuk

kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara.

Kelarutannya sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih

(Anonim, 1995).

e. Bahan pemanis

Bahan pemanis digunakan untuk meningkatkan acceptability konsumen terhadap

penggunaan suatu produk. Pada penelitian ini bahan pemanis yang digunakan adalah

aspartam. Aspartam termasuk golongan pemanis yang paling banyak digunakan

dalam industri makanan dan obat, selain sukrosa dan sakarin. Aspartam merupakan

pemanis yang dihasilkan dari sintesis kimia. Karena merupakan hasil sintesis maka

para formulator harus mempertimbangkan lagi dalam menggunakan aspartam sebagai

pemanis obat. Meskipun demukian penggunaannya masih bisa tetap dianjurkan

memiliki tingkat kemanisan 200 kali sukrosa. ADI (acceptable daily intake)

aspartam sebesar 40 mg/kg berat badan manusia (Astawan, 2008).

F. Sifat Fisik Granul Effervescent

Uji sifat fisik granul effervescent merupakan faktor penting dalam

menentukan kualitas dari suatu sediaan effervescent. Pemeriksaan sifat-sifat fisik

granul effervescent yang dilakukan antara lain:

1. Kecepatan alir

Kecepatan alir granul dapat mempengaruhi proses packaging. Granul dengan

kecepatan alir baik, yaitu kurang dari 10 detik tiap 100 g atau dengan kecepatan alir

kurang dari 10 gram/detik akan mengalami kesulitan dalam packaging (Fudholi,

1983).

2. Waktu larut

Waktu larut granul effervescent sebagai salah satu karakteristik proses

melarutnya granul effervescent dan reaksi kabonasi sendiri sebagai alasan utama

penggunaan sistem effervescent. Proses hancurnya granul effervescent dipengaruhi

oleh komponen-komponen yang larut air dan banyaknya komponen bahan pengikat

yang terdapat dalam sediaan tersebut. Suatu sediaan granul effervescent yang baik

mempunyai waktu larut selama rentang 1-2 menit (Mohrle, 1989).

3. Kandungan lembab granul

Kandungan lembab dapat mempengaruhi sifat fisika-kimia sediaan padat.

kompresi serbuk, kekerasan granul, serta stabilitas obat (Wadke dan Jacobson, 1980).

Kandungan lembab untuk granul effervescent antara 0,4%-0,7% (Fausett, Gayser,

Dash, 2000). Kandungan lembab untuk sediaan effervescent harus diperhatikan untuk

mengetahui apakah terjadi reaksi effervescent prematur atau tidak.

4. pH larutan

Uji pH dilakukan dengan memasukkan indikator (elektroda) alat uji pH yaitu

pH meter elektrik ke dalam larutan granul effervescent. pH larutan merupakan salah

satu karakteristik utama dalam sediaan efffervescent. Konsistensi pH larutan pada

berbagai batch memberikan indikasi bahwa distribusi bahan-bahan dalam proses

pembuatan sediaan effervescent homogen. Adanya variasi pH larutan yang besar

menandakan bahwa campuran bahan atau granul asam-basa tidak homogen. pH

larutan juga merupakan parameter yang penting karena dapat mempengaruhi rasa dari

larutan effervescent (Avani et al., 2006).

G. Metode Granulasi Kering

Metode granulasi kering dapat dilakukan dengan alat yang dikenal dengan

roller compactor atau chilsonator. Mesin ini menekan serbuk yang sudah disiapkan

di antara dua counter rotating roller di bawah tekanan ekstrim sehingga akan

terbentuk lembaran bahan. Prosedur lain granulasi kering adalah slugging dimana

slug atau tablet besar dikempa menggunakan mesin tablet dan selanjutnya dibuat

menjadi granul dengan dilewatkan suatu kasa sehingga memiliki ukuran yang

Dokumen terkait