Secara etimologis menurut Loweis Ma’luf, ijtihad adalah bersungguh-sungguh sehabis usaha
Ijtihad adalah pengerahan daya nalar secara maksimal, usaha ijtihad dilakukan oleh orang yang telah mencapai derajat tertentu di bidang kelilmuan disebut faqih, produk atau usaha yang diperoleh dari ijtihad adalah dugaan kuat tentang hukum yang bersifat amaliah, ijtihad ditempuh dengan cara-cara istinbath.
Para ahli ushul fiqih sepakat bahwa lapangan ijtihad hanya berlaku dalam kasus yang tidak terdapat dalam nash atau yang terdapat dalam teks Quran dan sunnah yang masuk ke dalam kategori zhanni al-dalalat.
Syarat-Syarat Ber-ijtihad PERTEMUAN 7
Menurut Prof. Satria Efendi M. Zein, syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid:
Mengerti dengan makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat dalam Quran baik secara bahasa maupun secara istilah
Mengetahui hadits-hadits hukum baik secara bahasa maupun dalam pemakaian syara’ Mengetahui ayat atau hadits mana yang tidak berlaku lagi
Mempunyai pengetahuan masalah yang menjadi ijma Mengetahui seluk beluk qiyas
Menguasai bahasa Arab serta ilmu yang berhubungan Menguasai ushul fiqih
Mengetahui maqashid syariah
Tingkatan Ijtihad
Menurut Abu Zahrah, mujtahid terbagi menjadi beberapa tingkatan yaitu:
Mujtahid mustaqil (independen). Mujtahid ini adalah tingkatan tertinggi, seseorang harus memenuhi syarat-syarat diatas. Contoh orang dalam tingkatan ini adalah imam mujtahid yang empat orang.
Mujtahid muntashib fi al-mazhab. Mujtahid tingkat ini mampu merumuskan sendiri akan tetapi berpegang pada mazhab tertentu. Contoh: Qadhi Abu Yusuf
Mujtahid fi al-mazhab. Tingkatan mujtahid yang bertaqlid pada imam mujtahid tertentu.
Mujtahid fi al-tarjih (ijtihad intiaq’i). Mujtahid yang kegiatannya memperbandingkan berbagai mazhab atau pendapat dan mempunyai kemampuan mentarjih salah satu pendapat terkuat dengan metode tarjih.
Ijtihad Fardhi : Ini merupakan ijtihad yang dilakukan pleh perorangan atau hanya beberapa orang mujtahid
Ijtihad Kolektif : Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini ijtihad bisa dilakukan oleh kelompok para ahli di bidangnya. Banyak lembaga ijtihad kolektif yang bersifat nasional, regional bahkan internasional.
Pembagian Ijtihad dari Proses Kerja
Menurut al-Syatibi, ijtihad dilihat dari segi proses kerjanya dapat dibagi menjadi dua bentuk:
Ijtihadi istinbathi yaitu upaya untuk meneliti ‘illah yang dikandung oleh nash. Ijtihad tatbiqi yaitu upaya untuk meneliti suatu masalah dimana hukum hendak
diidentifikasi dan diterapkan sesuai dengan ide yang dikandung oleh nash. Ijtihad yang kedua ini disebut tahqiq al-manat, berfokus pada mengaitkan kasus-kasus yang muncul dengan kandungan makna yang ada di dalam nash
Pembagian Ijtihad dari Mujtahid dalam melakukan Ijtihad
Pertama, kelompok tradisional yaitu usaha menggali hukum yang lebih berorientasi pada ungkapan-ungkapan yang tersurat dalam Quran dan Sunnah. Kelompok ini biasanya disebut dengan ahl al-hadits.
Kedua, kelompok rasional, yaitu upaya menggali dan menetapkan hukum yang lebih berorientasi kepada akal. Hal ini didasarkan kepada pemahaman bahwa hukum merupakan sesuatu yang kepentingannya dapat ditelaah dengan memerhatikan aspek-aspek kemaslahatan. Kelompok ini biasanya disebut dengan ahl ar-ra’yi.
Metode Ijtihad
Ijtihad Bayani. Yaitu metode analisis kebahasaan untuk memberikan penjelasan-penjelasan terhadap makna teks Quran dan Sunnah.
Ijtihad Ta’lili/Qiyasi. Yaitu memberi segala daya kesungguhan untuk memperoleh suatu hukum yang tidak ada padanya nash qath’i, nash dzanni dan tidak ada pula ijma.
Ijtihad Istishlahi. Yaitu memberikan segala daya kesungguhan untuk memperoleh hukum-hukum syara dengan jalan menerapkan kaidah-kaidah kulliyah.
Hukum Melakukan Ijtihad dan Fatwa
Orang yang mampu melakukan ijtihad maka ia berkewajiban berijtihad (berfatwa). Karena itu mufti berkewajiban, ketika ia satu-satunya yang ada di lokasi tertentu, untuk mengeluarkan fatwa dan mengajar kapan saja ia diminta untuk melakukan itu. Hanya ketika ada mujtahid lain, mufti tersebut bebas dari kewajiban. Karena hanya ketika permintaan itu dipenuhi maka kewajiban itu hilang, dan masyarakat secara keseluruhan dianggap telah memenuhi kewajiban itu.
Berdasarkan keterangan diatas maka hukum berfatwa adalah fardhu kifayah. Produk Ijtihad
• Qanun (Undang-Undang) • Qadha’i (Putusan Pengadilan) • Fatwa (Pendapat Hukum)
Secara literal, al-fatwa berarti “jawaban atas persoalan-persoalan syariat atau perundang-undangan yang sulit.
Fatwa secara syariat bermakna, penjelasan hukum syariat atas suatu permasalahan dari permasalahan-permasalahan yang ada, yang didukung oleh dalil yang berasal dari Al-Qur’an, Sunnah Nabawiyyah, dan ijtihad.
Perbedaan Mujtahid Dan Mufti
Para ahli ushul fiqih menyamakan antara mujtahid dengan mufti, orang yang diminta
pendapatnya. Disemua karya-karya mereka, kedua istilah ini dipakai secara sinonim. Mandat kesarjanaan apapun yang dimiliki oleh mujtahid, mufti juga harus memilikinya, tapi dengan satu perbedaan :
Mufti, menurut sebagian ulama ushul fiqh, tidak hanya harus bersifat adil dan dapat dipercaya, tapi juga harus diketahui bahwa ia menjadikan agama dan persoalan-persoalan agama dengan sangat serius.
Syarat Mufti
Syarat seorang mufti adalah sebagai berikut :
Seorang yang sudah mukallaf, yaitu Muslim, dewasa, dan sempurna akalnya Seorang yang ahli dan mempunyai kemampuan untuk berijtihad, misalnya
mengetahui dalil-dalil sama’i dan dalil-dalil aqli
Seorang yang adil dan dapat dipercaya. Dua persyaratan ini dituntut dari seorang mufti karena ia seorang panutan.
Bersikap tenang (sakinah) dan berkecukupan, mempunyai niat dan iktikad yang baik, kuat pendirian dan dikenal di tengah umat.
Metode Penetapan Fatwa
Metode yang digunakan oleh komisi fatwa MUI dalam proses menetapkan fatwa melalui tiga pendekatan, yaitu :
• Nash qath’i: Pendekatan nash qath’i dilakukan dengan berpegang dengan nash Al-Qur’an dan Hadist untuk sesuatu masalah apabila masalah yang ditetapkan terdapat dalam nash Al-Qur’an ataupun Hadist secara jelas.
• Qauli : Pendekatan qauli adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa dengan mendasarkannya pada pendapat para imam mazhab dalam kitab-kitab fiqh terkemuka (al-kutub al-mu’tabarah).
• Manhaji : Pendekatan manhaji adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa yang mempergunakan kaidah-kaidah pokok dan metodologi yang dikembangkan oleh imam mazhab dalam merumuskan suatu masalah.
Pendekatan manhaji dilakukan melalui ijtihad secara kolektif dengan menggunakan metode :
• Mempertemukan pendapat yang berbeda
• Memilih pendapat yang lebih kuat dalilnya (tarjihi)
• Menganalogikan permasalahan yang muncul dengan permasalahan yang telah ditetapkan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh (ilhaqi)
• istinbathi Produk Fatwa MUI
• Ibadah
Shalat jumat musafir di kapal, kepeloporan pejabat dalam melaksanakan ibadah, istitha’ah dalam melaksanakan ibadah haji, ibadah haji hanya sekali dalam seumur hidup, dll.
• Sosial kemasyarakatan
Penyalahgunaan narkotika, film the message, talak tiga sekaligus, panti pijat, daging kelinci, adopsi, nyanyian dengan menggunakan ayat Al-Qur’an, Natal bersama, dll • Paham keagamaan
Islam jama’ah, ahmadiyah qadiyan, faham syi’ah, jama’ah, khalifah, bai’at 145, darul arqam, dll.
• IPTEK
Pemyembelihan hewan secara mekanis, tubektomi, wasiat menghibahkan kornea mata, penyakit kusta, dll.