• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERAKSI ORANGUTAN ( Pongo pgymaeus wurmbii) BETINA BERKERABAT DENGAN INDIVIDU LAIN

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap; tahap pertama yaitu kegiatan lapangan meliputi pengkoleksian sampel feses dan pengamatan perilaku selama 10 bulan dimulai dari bulan Oktober 2009 - Juli 2010, di Stasiun Penelitian

26 Orangutan Tuanan Kalimantan Tengah (Gambar 8). Tahap kedua dilakukannya analisis hormon dilaboratorium.

Lokasi pengambilan sampel feses terletak di dusun Tuanan yang secara administratif masuk dalam Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas. Secara geografis Tuanan terletak pada posisi 020 09’ 06,1” LS dan 1140 26’ 26,3” BT, luas areal sebesar 2.730 km . Menurut van Schaik et al. (2005)rata-rata kepadatan orangutan di areal penelitian Tuanan adalah 4,25 ind/km2. Area penelitian merupakan daerah yang memiliki tipe hutan rawa gambut dengan kedalaman antara 3–4 meter. Suhu rata-rata pada pagi hari 26ºC dan pada waktu sore hari adalah 28º C. Kelembaban pagi dan sore hari memiliki rata-rata 92%, serta keasaman air (pH) di dalam hutan adalah 4,8.

Struktur hutan sangat bervariasi, dengan tutupan kanopi sekitar 70%, tinggi pohon sekitar 15–25 m dan dengan diameter pohon berkisar antara 10–50 cm. Jenis vegetasi yang umum dijumpai terdiri dari famili Annonaceae, Euphorbiaceae, Dipterocarpaceae, Lauraceae, dan Ebenaceae. Berdasarkan hasil survey densitas populasi orangutan yang dilakukan oleh van Schaik et al (2005) diperkirakan kepadatan orangutan sangat tinggi pada area ini dengan densitas 4,25–4,50 individu/km² dengan jumlah kisaran individu pada seluruh area Konservasi Mawas (300.000 ha) adalah 3.000–4.000 orangutan.

a. b.

Gambar 8. a) Letak geografis Camp Tuanan dan b) Areal Hutan stasiun penelitian orangutan Tuanan (BOSF. 2009)

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari: binokuler 8 x 21 (Nikon), kompas (Sunto), Global Position System (Garmin 12 XL), pengatur waktu digital (Casio), kamera digital (10 x optical zoom, Olympus), tabulasi data, dan peta transek areal penelitian.

Hewan Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan adalah 115 sampel feses dari 6 individu orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) betina dengan status reproduksi dan umur yang berbeda, estimasi umur individu yang diamati yaitu antara 8-26 tahun.

27  

Individu objek digolongkan berdasaran status reproduksi yaitu betina reproduktif dan betina non-reproduktif. Individu betina yang membawa anak dapat dibedakan dengan memperhatikan perbedaan umur anak yang dibawa dan perbedaan morfologi masing-masing individu induk betina tersebut.

1. Betina reproduktif

Individu betina orangutan pada masa reproduktif, yaitu betina dewasa yang tidak bersama anak atau sedang bersama anak yang berusia lebih dari 5 tahun. 2. Betina non-reproduktif

Individu betina orangutan yang tidak dalam masa reproduktif, yaitu betina yang sedang menyusui atau bersama anak yang berusia kurang dari 5 tahun, betina hamil dan menopause.

3. Betina reproduktif nullipara

Individu betina orangutan reproduktif nullipara yaitu betina yang sudah memasuki masa matang kelamin.

Tabel 1. Individu orangutan betina pada saat pengamatan Oktober 2009-juli 2010 Kelas

sosial Anak

Estimasi umur anak    Individu

Mindy Tidak reproduktif Mawas ♂ 1 Thn 7 Bln Kerry Tidak reproduktif Kino ♂ 3 Thn Juni Tidak reproduktif Jip ♂ 3 Thn 7 Bln Jinak Reproduktif Jerry ♂ 7 Thn 2 Bln Milo Nullipara (♀ 8 Thn)

Kondor Nullipara (♀ 9 Thn)      

Cara Kerja

Pada penelitian ini beberapa teknik penelitian dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Pencarian (searching)

Pencarian orangutan dilakukan pada saat berakhir target waktu pengambilan data satu individu atau saat individu tersebut hilang. Pencarian ini dimulai pada pukul. 07.00 – 16.00 WIB. Pencarian orangutan dilakukan dengan menelusuri jalur-jalur yang ada. Pencarian dilakukan dengan memperhatikan tanda–tanda yang dapat mengindikasikan keberadaan orangutan, yaitu antara lain: suara gerak pindah dari satu pohon ke pohon yang lain, vokalisasi (long calls, kiss-squeak, lork call), sisa makanan di sekitar pohon pakan, bau urine dan feses yang ditemukan.

2. Metode Pencatatan

Jika pada waktu pencarian ditemukannya satu individu orangutan, maka akan dilakukan pengambilan data dengan mencatat semua perilaku sosial yang dilakukan sampai orangutan membuat sarang sore, kemudian diberikan tanda di sekitar sarang sore tersebut. Pengambilan data perilaku sosial keesokan hari cukup mengunjungi sarang terakhir yang dibuat pada hari sebelumnya. Biasanya orangutan memulai beraktivitas antara pukul. 04.00 – 06.00 WIB dan berhenti

28 beraktivitas sekitar pukul. 16.00 – 19.00 WIB. Setiap pengamatan untuk satu individu objek dalam satu periode pengamatan dilakukan maksimal selama 5 - 10 hari berturut-turut, kemudian individu objek tidak diikuti dan dilakukan pencarian kembali induvidu objek yang berbeda atau sampai objek tersebut hilang. Apabila individu yang sedang diamati hilang maka dilakukan pencarian kembali dengan cara yang sama.

Metode pencatatan perilaku yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

Focal Animal Sampling secara Instantaneous yaitu dengan mengikuti individu objek, mencatat perilaku per 2 menit mulai bangun dari sarang pagi hingga membuat sarang sore, setiap satu individu dalam satu periode pengamatan 5-10 hari. Pencatatan data sosial reproduksi yang terjadi di luar interval waktu pencatatan data dilakukan dengan cara Ad Libitum Sampling. Pencatatan data ruang perjumpaan meliputi penggunaan interval jarak perjumpaan antara individu betina reproduktif dan non-reproduktif terhadap individu betina berkerabat, individu jantan dewasa tidak berpipi, individu jantan dewasa berpipi, dan jarak perjumpaan individu betina dalam hubungan berpasangan (consortship) dengan individu jantan dewasa tidak berpipi. Adapun interval jarak yang digunakan <2m, 2-10m dan 10-50m.

3. Pencatatan Perilaku Sosial

a. Respon individu betina dengan status reproduksi yang berbeda terhadap long call

Pencatatan berdasarkan respon pertama kali pada menit pertama yang teramati, setelah individu betina mendengar long call dari individu jantan yang dibedakan menjadi tiga respon yaitu positif (+), negatif (-) dan mengabaikan (0). Respon positif : Melihat kearah long call atau bergerak mendekati arah long call

Respon negatif : Menjauhi long call

Respon abaikan: Tidak memberikan respon apa pun atau tetap dengan aktifita sebelum mendengar long call

b. Peluang perjumpaan antar individu betina dengan individu betina ataupun individu jantan

Pencatatan data dilakukan dengan mengunakan interval jarak antara individu betina terhadap kehadiran individu betina ataupun individu jantan dewasa berpipi dan jantan dewasa tidak berpipi dengan jarak kurang dari 50 m.

c. Kopulasi

Bentuk kopulasi dibedakan menjadi 3 kategori berdasarkan bentuk kopulasinya:

1c. Kopulasi dengan suka sama suka/aktif, ditandai dengan inisiatif kedua individu untuk mengadakan kopulasi dan lebih sering terjadi dalam hubungan berpasangan (consortship).

2c. Kopulasi pemaksaan/pemerkosaan, ditandai dengan adanya kekerasan yang dilakukan oleh individu jantan dalam melakukan kopulasi atau adanya perlawanan yang dilakukan individu betina terhadap usaha individu jantan untuk melakukan kopulasi.

3c. Kopulasi setengah kerjasama/pasif, ditandai oleh inisiatif individu jantan untuk melakukan kopulasi sedangkan individu betina tidak menghendaki terjadinya kopulasi namun tidak adanya perlawanan yang ditunjukan individu betina terhadap usaha individu jantan tersebut.

29  

Analisa Data

Pengujian hipotesis yang diajukan pada penelitian ini dilakukan secara deskripsi dan non-parametrik, karena data terdistribusi secara bebas dan data diambil dari objek yang bersifat observatif tanpa dilakukan perlakuan.

Analisa data yang dijelaskan secara deskripsi untuk melihat perbedaan pola respon orangutan betina dengan status reproduksi betina non-reproduktif dan betina reproduktif terhadap suara long call, jarak perjumpaan antar individu betina berkerabat dan perilaku seksual kopulasi. Pengujian secara non-parametrik dengan uji Friedman adalah pengujian penggunaan jarak perjumpaan dengan individu jantan dewasa berpipi dan tidak berpipi, jarak hubungan kebersamaan dengan individu jantan dewasa tidak berpipi, inisiatif dalam perilaku seksual. Penghitungan analisa menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistic Programme for Scientific Social Science) versi 11.5. tingkat signifikan yang digunakan dalam analisa dilapangan adalah P<0.05α (Probabilitas (P) adalah nilai output Asymp. Sig 0.05; (α) adalah tingkat kesalahan penelitian)

Hasil dan pembahasan

Respon individu betina terhadap long call

Orangutan jantan yang telah memasuki masa matang kelamin terlihat perkembangan kelamin sekunder salah satunya adalah perkembangan kantong suara, namun pada orangutan kalimantan khususnya di areal penelitian Tuanan perkembangan kantong suara hanya ditemukan pada individu jantan dewasa berpipi (flanged). Seruan panjang (long call) berfungsi sebagai memberitahukan keberadaan kepada individu lain yang ada disekitar, selain itu long call juga dimanfaatkan individu betina reproduktif untuk mengambil keputusan menentukan pasangannya dari jarak jauh (Setia et al. 2009).

Pada saat pengamatan berlangsung tidak semua individu target mendengar

long call, jarak masih dapat didengarnya long call ≤ 1 km dari individu target dengan respon yang berbeda-beda. Long call dapat didengar kapan saja diantaranya saat individu betina bersama dengan individu jantan lain ataupun saat individu betina dalam keadaan sendiri.

1. Respon individu betina terhadap long call di dalam hubungan berpasangan Daerah jelajah yang tumpang tindih memungkinkan terdengarnya long call

dari jantan yang ada disekitarnya, pada jarak tertentu dengan respon yang berbeda-beda. Pada saat hubungan berpasangan berlangsung antara individu betina dengan jantan tidak menutup kemungkinan individu betina mendengar long call dari jantan lain. Menurut Galdikas (1985) lebih dari 90% kebersamaan antara individu jantan dan betina terdiri dari perilaku sosial reproduksi. Salah satu strategi yang dilakukan individu jantan dalam perilaku sosial reproduksi adalah mempertahankan kebersamaannya dengan individu betina dalam hubungan berpasangan.

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan didapatkan perbedaan respon yang diberikan individu betina terhadap long call yang didengar pada saat individu betina bersama dengan individu jantan lain yaitu hampir semua individu baik yang berstatus reproduksi reproduktif nullipara (Milo dan Kondor) maupun

30 non-reproduktif (Kerry) memberikan respon mengabaikan long call yang didengar. Namun, hal ini tidak terjadi oleh individu mindy yang bertatus non- reproduktif selain memberikan respon abaikan Mindy juga memberikan respon positif terhadap long call yang didengar. Respon abaikan tertinggi terjadi pada individu Kondor (44,4%), Kerry (38,9%), Milo dan Mindy yang relatif sama yaitu (5,7%) namun Mindy juga memberikan respon positif (5,7%) (Gambar 9).

Individu betina yang sedang membawa anak lebih memilih menjauhi long call atau mengabaikan long call. Hal tersebut dikarenakan pertimbangan faktor keamanan anak menjadi alasan utama induk betina memberikan respon terhadap

long call yang didengar. Hal ini sesuai dengan respon yang diberikan oleh Mindy dan Kerry yang mengabaikan long call yang didengar dikarenakan jarak cukup jauh dengan long call terebut ≤ 800-1000 m, namun Mindy juga memberikan respon yang positif terhadap long call yang didengar disebabkan long call tersebut cukup dekat ≤ 500 m. Respon yang ditunjukan Mindy yaitu melihat kearah long call menunjukan rasa waspada tanpa bergerak mendekati long call. Betina non- reproduktif yang sedang membawa anak memiliki kesiapan seksual yang menurun, sehingga betina non-reproduktif (Mindy) walaupun mendengar long call

dengan jarak yang cukup dekat tidak memberikan respon mendekati long call

tersebut. Menurut Setia et al. (2009) di Sumatera individu betina memberikan respon positif terhadap long call yang didengar berjarak 550-750 m. Menurut Galdikas (1985) semakin dekat jarak suatu individu betina membawa anak dengan sumber long call, maka akan semakin besar individu tersebut memberikan respon negatif (menjauhi).

Gambar 9. Grafik persentase respon individu betina dengan status reproduksi yang berbeda terhadap long call di dalam kebersamaan dengan individu lain Keterangan: (n) Jumlah long call yang didengar

Menurut Galdikas (1985), Setia et al. (2009) individu betina dewasa yang sedang tanggap reproduksi (reproduktif), lebih sering memberikan respon positif (mendekati) long call. Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan bahwa individu betina reproduktif (Jinak) yang sedang bersama dengan individu jantan di dalam hubungan berpasanga (consortship) memberikan respon abaikan terhadap

long call yang didengar dan terus bersama jantan pasangannya sampai berhari- hari. Menurut Setia et al. (2009) individu jantan dewasa tidak berpipi lebih

31  

memilih menghindari keberadaan individu jantan dewasa berpipi. Namun hal tersebut tidak terjadi pada individu jantan dewasa tidak berpipi yang sedang bersama Milo dan Kondor. Individu jantan dewasa tidak berpipi tidak terlihat menjauhi atau mendekati sumber long call disebabkan jarak yang cukup jauh dari sumber long call dan salah satu strategi dari individu jantan dewasa tidak berpipi yaitu mempertahankan kebersamaannya dengan individu betina reproduktif sampai mencapai sukses reproduksi. Menurut Galdikas (1985); Setia et al. (2009) perbedaan jarak antara individu target dengan sumber long call mempengaruhi respon yang diberikan individu betina terhadap long call yang didengar.

2. Respon individu betina terhadap long call di luar hubungan berpasangan

Orangutan memiliki sistem sosial semi soliter, hubungan sosial terlihat pada masa pengasuhan anak dan reproduksi. Menurut Rijksen (1978) yang menyatakan bahwa jantan-jantan dewasa berusaha untuk menjadi penghuni tetap dalam suatu kawasan tertentu dengan menggabungkan daerah jelajah dari dua atau lebih betina siap kawin, sehingga peluang terjadi perjumpaan langsung dengan individu lain ataupun mendengar long call dari individu jantan dewasa berpipi di lokasi yang sama semakin besar.

Salah satu tujuan individu jantan dewasa berpipi mengeluarkan long call

adalah untuk menarik perhatian individu betina disekitarnya yang tanggap reproduksi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa individu betina dengan status reproduksi non-reproduktif (Mindy dan Juni) memberikan respon abaikan long call yang didengar, dengan persentase masing-masing (15,385%). Individu betina yang berstatus non-reproduktif atau sedang mengasuh anak lebih memilih bertoleransi terhadap anak sehingga menghindari perjumpaan dengan individu jantan, termasuk mengabaikan long call yang didengarnya karena pada masa tersebut ketanggapan dan kesediaan reproduksi individu betina menurun.

Respon abaikan terhadap long call juga terjadi pada individu betina dengan status reproduksi reproduktif nullipara, persentase tertinggi terjadi pada individu Jinak 30,769% kemudian Milo dan Kondor masing-masing 7,692%. Individu Jinak masuk dalam kategori sebagai betina dewasa yang sudah memasuki masa reproduksi repoduktif dimana anak sudah remaja dan mulai mandiri meskipun anak masih terlihat membayangi induk pada jarak tertentu. Memberikan respon abaikan tertinggi terhadap long call merupakan usaha Jinak mempertimbangkan faktor keselamatan anak yang baru remaja.

Milo dan Kondor masuk dalam kategori betina nullipara yang sudah memasuki masa matang kelamin. Hasil pengamatan menunjukan bahwa Milo dan Kondor selain memberikan respon abaikan juga memberikan respon positif terhadap long call yang didengar (Gambar 10). Respon positif tertinggi terjadi pada Kondor (15,385%) dan Milo (7,692%), individu yang telah memasuki matang kelamin berusaha mendekati diri dengan lawan jenis salah satunya dengan cara mendekati sumber long call, mendorong dirinya kearah jantan, ataupun berbaring. Perilaku ini yang dilakukan Milo dan Kondor yait salah satunya memberikan respon positif terhadap long call yang didengar dengan cara mendekat ke arah sumber long call, tetapi respon tersebut tidak semua diakhiri dengan terjadinya perjumpaan dengan individu jantan tersebut. Individu betina yang sedang reproduktif memiliki ketanggapan dan kesedian reproduksi yang

32 tinggi (Galdikas 1985; van Schaik 2006; Atmoko et al.2009b). Long call yang terdengar dapat dimanfaatkan individu betina untuk menentukan pilihan pasangan dari jarak jauh.

Gambar 10. Grafik persentase respon individu betina dengan status reproduksi

yang berbeda terhadap long call di luar hubungan kebersamaan individu jantan

Keterangan: (n) Jumlah long call yang didengar

Interval Jarak Perjumpaan antar Individu Betina Berkerabat

Masa pengasuhan anak orangutan berlangsung hingga anak berumur kurang lebih 6 tahun, kemudian anak memasuki masa remaja dan mulai hidup mandiri pada umur 7-15 tahun. Orangutan remaja masih terlihat membayangi induk dengan jarak tertentu dan mulai melakukan interaksi dengan individu lain. Anak orangutan yang berjenis kelamin jantan melakukan penjelajahan jauh dari tempat kelahirannya, sampai mendapatkan tempat yang banyak terdapat sumber pakan dan individu betina reproduktif. Berbeda dengan individu jantan, individu betina berusaha keras menetap ditempat kelahirannya (phylopatric) atau tidak jauh dari tempat dilahirkan. Pada saat pengamatan dilapangan perjumpaan antara individu betina berkerabat dekat sering terjadi. Data tersebut didukung dengan penelitian sebelumnya sehingga mendapatkan silsilah garis keturunan (Gambar 11).

Individu betina yang berkerabat dekat juga memiliki perbedaan status reproduksi sehingga mempengaruhi bentuk interaksi. Selama interaksi sosial berlangsung terdapat perbedaan interval jarak perjumpaan antar individu betina berstatus reproduksi berbeda sehingga dapat mengetahui kedekatan antar individu betina. Menurut van Schaik dan van Hooff (1996) interaksi sosial antar individu betina yang berkerabat dekat terjalin hubungan kerjasama, jarang terjadi perilaku agresi ataupun agonistik. Aktifitas yang sering teramati antar individu betina diantaranya adalah makan disatu pohon, bermain bersama antara anak dan berjalan bersama-sama. Namun dari data yang teramati berbanding terbalik, dengan pendapat tersebut. Interaksi sosial antara individu betina yang berkerabat dekat dengan status reproduksi yang sama yaitu antar betina non-reproduksi

33  

(Mindy dengan Kerry) terlihat adanya perilaku agresi yang ditunjukan kakak terhadap adiknya. Persentase penggunaan jarak tertinggi pada jarak 10-50 m (84%). Namun sebaliknya, anak terlihat bermain bersama disatu pohon dibawah pengawasan induk masing-masing. Kerry beberapa kali menunjukan rasa takut dengan cara menarik anaknya (Kino) yang sedang bermain dengan anak mindy (Mawas). Perbedaan status sosial antara individu betina disuatu lokasi ditentukan dari perbedaan tingkatan umur dan banyaknya perkawinan dengan individu jantan dewasa berpipi (Galdikas 1985; van Schaik & van Hooff 1996).

Gambar 11. Silsilah keturunan orangutan betina berkerabat di areal penelitian orangutan Tuanan

Sementara perjumpaan yang terjadi antara nenek (betina reproduktif Jinak) dengan kedua cucunya (betina reroduktif nullipara Milo dan Kondor) cenderung terjadi pada jarak 2-10 m (54,878%; Gambar 12). Hal ini terjadi karena keberadaan Jerry (putra Jinak seumur dengan Milo) yang masih bersama Jinak. Selama pengamatan Milo dan Kondor lebih memilih bermain dengan Jerry dibandingkan interaksi dengan Jinak, sehingga diketahui bahwa status reproduksi dan status sosial individu mempengaruhi penggunaan jarak perjumpaan. Terbukti pada saat betina reproduktif nullipara melakukan perjumpaan dengan betina non- reproduktif terlihat bahwa persentase penggunaan jarak tertinggi pada jarak 10-50 m (75%).

Perjumpaan antar individu betina reproduktif dengan non-reproduktif cenderung pada jarak 2-10 m (41,176%). Betina reproduktif (Jinak) merupakan ibu dari semua betina non-reproduktif yang ada di dalam pengamatan sehingga terlihat adanya kerjasama diantara mereka. Interaksi sosial yang teramati selama pengamatan berupa penjelajahan bersama, makan di satu pohon pakan dan terkadang individu betina reproduktif bermain bersama. Galdikas (1985) menyatakan dapat terjalinnya hubungan kerjasama antar betina dewasa yang mempunyai anak dengan betina dewasa lain.

Kerry  Jinak  Mindy  Kondor  Kino  Juni  Jerry  Milo  Mawas  Jip 

34 Gambar 12. Grafik persentase interval jarak perjumpaan antar individu betina

berkerabat berdasarkan perbedaan status reproduksi. Keterangan: (n) Hari

Interval Jarak Perjumpaan Individu Betina dengan Individu Jantan Dewasa Berpipi dan Tidak Berpipi

Individu jantan berdasarkan sifat jelajahnya dibedakan atas tiga kategori yaitu penetap, penjelajah dan pengembara sedangkan individu betina memilih bertahan ditempat kelahirannya (Meijaard et al. 2001). Daerah jelajah yang saling tumpang tindih antara individu betina dan individu jantan menyebabkan kemungkinan terjadi perjumpaan. Diketahui bahwa daerah jelajah harian individu betina dewasa yang tidak terlalu luas sekitar 600-700 m, lebih pendek dibandingkan individu jantan sekitar 700-800 m (Putra 2012).

Berdasarkan analisa frekuensi didapat bahwa terdapatnya perbedaan penggunaan jarak perjumpaan antara individu betina berstatus reproduksi non- reproduktif dan reproduktif dengan individu jantan dewasa tidak berpipi ataupun jantan dewasa berpipi (Gambar 13). Berdasarkan uji Friedman terdapat perbedaan nyata antara penggunaan jarak perjumpaan antara individu betina dengan individu jantan tidak berpipi (signifikasi 0,005). Terdapat perbedaan pola penggunaan jarak perjumpaan individu betina non-reproduktif (Mindy, Kerry dan Juni) dan individu betina reproduktif nullipara (Kondor) pada saat melakukan perjumpaan dengan individu jantan dewasa tidak berpipi.

Perbedaan pola penggunaan jarak perjumpaan antara individu betina non- reproduktif dan betina reproduktif dengan individu jantan dewasa tidak berpipi disebabkan perbedaan status reproduksi betina. Orangutan betina reproduktif memberikan respon positif terhadap kehadiran individu jantan (Atmoko et al. 2009). Hal yang sama juga terjadi pada betina reproduktif nullipara yang merupakan salah satu strategi perilaku seksual individu betina. Individu betina

35  

nullipara mulai menunjukan ketertarikannya dengan individu lain khusunya lawan jenis sehingga banyak melakukan perjumpaan dengan banyak jantan. Menurut van Schaik (2006) individu betina non-reproduktif lebih memilih menjaga jarak dengan kehadiran individu jantan dewasa tidak berpipi. Menurut Atmoko et al. (2009) individu jantan dewasa tidak berpipi selalu mencari individu betina reproduktif yang siap kawin dengan cara memperluas daerah jelajah. Individu jantan dewasa tidak berpipi selalu menjaga kedekatannya dengan individu betina reproduktif pada jarak yang dekat sehingga terjadi perilaku sosial seksual. Individu jantan dewasa tidak berpipi selalu menjaga kedekatannya dengan individu betina reproduktif pada jarak yang dekat sehingga terjadi perilaku sosial reproduksi.

Gambar 13. Grafik persentase interval jarak perjumpaan individu betina reproduktif dan non-reproduktif dengan individu jantan dewasa tidak berpipi dan berpipi.

Keterangan: (n) Hari

Selama pengamatan selain perjumpaan antara individu betina dengan individu jantan dewasa tidak berpipi, individu betina non-reproduktif maupun reproduktif terlihat melakukan perjumpaan dengan jantan dewasa berpipi. Berdasarkan perbedaan status reproduksinya individu betina memiliki perbedaan penggunaan jarak saat perjumpaan terjadi (Gambar 13). Berdasarkan uji Friedman tidak berbeda nyata antara penggunaan jarak perjumpaan antara individu betina reproduktif dan betina non-reproduktif dengan individu jantan dewasa tidak berpipi (signifikasi 0.133). Pengunaan jarak yang cukup jauh yang dilakukan individu betina non-reproduksi dengan jantan dewasa berpipi yaitu diantara 10-50 m (48,951%) disebabkan karena menurunnya ketanggapan dan kesediaan reproduksi. Hal yang sama juga terjadi antara individu betina reproduktif dengan jantan dewasa berpipi, jarak 10-50 m (38,357%), dikarenakan 2 dari 3 individu betina reproduktif merupakan individu betina belum pernah punya anak (nullipara), jarak tersebut merupakan jarak yang jauh untuk dimulainya interaksi sosial reproduksi.

Merurut Delgado dan van Schaik (2000); Atmoko (2009a) yang menyatakan bahwa orangutan jantan dewasa lebih memilih berpasangan dengan

36 individu betina dewasa yang pernah mempunyai anak (reproduktif), tetapi tidak dengan individu betina dewasa yang sedang mengasuh anak (non-reproduktif). Menurut Atmoko (2000); Atmoko (2009a) kehadiran jantan berpipi di suatu lokasi

Dokumen terkait