• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsentrasi protein diukur berdasarkan Optical Density (OD) pada panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD (absorbansi). Larutan Lowry ada dua macam, yaitu Lowry Ayang terdiri dari

16

fosfotungstat-fosfomolibdat (1:1) dan Lowry B yang terdiri dari natrium karbonat (Na2CO3) 2% dalam natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N, cupri sulfat (CuSO4) dan natrium kalium tartrat (Na-K-tartrat) 2%. Cara penentuannya adalah 1 ml larutan protein ditambahkan 5 ml Lowry B, dikocok dan didiamkan selama 10 menit.

Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A, dikocok dan didiamkan selama 20 menit.

Selanjutnya, diamati absorbansinya panjang gelombang 600 nm.

2. Metode Spektrofotometer UV

Sebagian besar protein mengabsorbansi sinar ultraviolet maksimum pada panjang gelombang 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tiroosin,triptofan,dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbansi sinar UV adalah cepat, mudah, dan tidak merusak bahan.

3. Metode Turbidimetri atau kekeruhan

Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein, misalnya Tri Chloro Acetic (TCA), kalium feri cianida [K4Fe(CN)6] atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat Turbidimetri. Cara ini hanya dapat dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan, tetapi biasanya hasilnya kurang tepat, sehingga jarang dipakai untuk penetapan kadar protein.

4. Metode Pengecatan

Beberapa bahan pewarna, misalnya orange G,orange 12 dan amido black dapat membentuk senyawa berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan kolorimeter), maka jumlah protein berdasarkan absorbansi sinar UV adalah cepat, mudah, dan tidak merusak bahan.

5. Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH),kemudian ditambhkan formalin akan membentuk dimenthol. Dengan terbentuknya dimenthol, ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa (NaOH) sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 menit. Titrasi

17

formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan protein.

6. Metode Kjeldahl

Metode kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan Nitrogen total pada asam amino ,protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein yang mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada makanan. Metode ini digunakan untuk menganalisa kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya dalah kadar nitrogennya. Engan mengalihkan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan uji tersebut.

Penentuan kadar protein dengan metode ini memiliki kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan terdeteksi sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan metode kjeldahl ini disebut dengan kadar protein kasar (Crude Protein ).

Menurut ( Yazid dan Nursanti, 2006), metode Kjeldahl dilakukan dengan beberapa tahapan kerja yaitu :

A. Tahap Destruksi

Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsure-unsur, dimana seluruh nitrogen(N) organic diubah menjadi N anorganik, yaitu ekemen karbon (C) teroksidasi menjadi karbon dioksida (CO2) dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi air (H2O) sedangkan elemen nitrogennya akan berubah menjadi ammonium sulfat [(NH4)2SO4]. Asam diperhitungkan untuk dapat mengurangi bahan protein,lemak, dan karbohidrat di dalam sampel.

Untuk mempercepat destruksi, maka ditambahkan katalisator.Gunning menganjurkan menggunakan kalium sulfat (K2SO4) dan tembaga (II) sulfat (CuSO4).

Dengan penambahan katalisator ini, maka titik didih asam sulfat akan ditinggikan sehingga proses destruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap satu gram kalium sulfat akan mampu meningkatkan titik didih asam sulfat 30◦C. Suhu destruksi berkisar antara 3700-4100◦C. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna hijau jernih. Adapun tahap destruksi dapat dilihat pada gambar 2.3

18

Reaksi yang terjadi proses destruksi adalah : H

R-C-COOH + H2SO4 → (NH4)2SO4 + CO2↑ + SO2↑ + H2O↑ …(1)

│ NH2

Gambar 2.3 Destruksi

B. Tahap Destilasi

Pada tahap ini ammonium sulfat [(NH4)2SO4] yang terbentuk pada setiap tahap destruksi dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan baku asam. Larutan baku asam yang dipakai adalah asam sulfat. Agar kontak antara asam dan ammonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup ke dalam larutan asam. Destilasi diakhiri bila semua ammonia terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilasi tidak bereaksi basa. Adapun tahap dari sebelum dan sesudah destilasi dapat dilihat pada gambar 2.4 dan 2.5.

19

Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi :

(NH4)2SO4 + 2NaOH → Na2SO4 + 2H2O + 2NH3↑ … (2)

Gambar 2.4 Sebelum destilasi Gambar 2.5 Sesudah destilasi

C. Tahap Titrasi

Penampung destilat yang digunakan adalah asam sulfat berlebih, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indicator Mengsel. Titik akhir titrasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari warna ungu menjadi hijau. Dapat dilihat pada gambar 2.6.

20

Gambar 2.6 Titrasi Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi : NH3 + H2SO4 → (NH4)2SO4 … (3)

Kelebihan H2SO4 +2 NaOH → Na2SO4 + 2H2O …. (4)

Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut : Kadar Protein =(v1-v2) N 14,007 fk fp

w 1000 ×100%

Keterangan :

V1 = Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan titrasi Contoh V2 = Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitran blanko N = Normalitas HCl

Fk = Faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum 6,25; susu dan hasil olahannya 6,38; mentega kacang 5,46

Fp = Faktor Pengenceran W = Bobot Cuplikan

21

Besarnya faktor perkalian untuk beberapa bahan disajikan dalam tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Faktor Perkalian Untuk Beberapa Bahan Makanan Komoditi Faktor Konversi Untuk

Protein Dalam Table Komposisi Bahan

Faktor Koreksi Dari Harga Protein Menjadi

“Protein Kasar”

Beras (semua jenis) 5,95 1,05

Gandum biji 5,83 1,07

Tepung 5,70 1,10

Produk 5,70 1,10

Kacang tanah 5,46 1,14

Kacang kedelai 5,71 1,09

Kelapa 5,30 1,18

Susu(semua jenis) /keju

6,38 0,98

Makanan lain (umum)

6,25 1,0

Sumber : FAO (1970)

22 bertutup gelas. Campur 500 ml asam borat dengan 5 ml indikator

- Larutan Asam Klorida HCl 0,01 N - Larutan Natrium Hidroksida NaOH 30%

Dokumen terkait