• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE METODE PEMISAHAN β KAROTEN DARI CPO 1 Ekstraksi Fluida Superkritis

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 METODE METODE PEMISAHAN β KAROTEN DARI CPO 1 Ekstraksi Fluida Superkritis

Ekstraksi fluida superkritis adalah ekstraksi yang efisien, yaitu teknik untuk ekstraksi bahan padat dan fraksinasi campuran cair untuk pemisahan senyawa aktif dari tanaman. Pada metode konvensional ekstraksi dilakukan pada suhu tinggi yang dapat menghilangkan zat yang berharga. Ekstraksi fluida superkritis adalah teknik pemisahan lanjutan berbasis pada kekuatan pelarut gas berdasarkan titik kritisnya. Teknik ini juga lebih ramah lingkungan dari pada metode konvensional lainnya. Senyawa murni dikatakan fluida superkritis jika suhu dan tekanannya lebih tinggi dari nilai kritis (Tc dan Pc masing-masing). Karbon dioksida dan 1,1,1,2-tetrafluoroetana adalah senyawa yang paling sering digunakan sebagai cairan superkritis yang merupakan pelarut ideal untuk mengekstraksi bahan termal yang sensitif. Karbon dioksida merupakan zat yang tidak berbahaya dan tidak mudah terbakar. Metode pemisahan karoten secara konvensional dengan menggunakan ekstraksi pelarut memakan waktu yang lama karena memerlukan langkah-langkah ekstraksi multi tahap dan membutuhkan sejumlah besar pelarut organik yang mahal dan berbahaya. Berbagai metode untuk mengekstraksi karoten dari minyak kepala sawit telah dikembangkan. Teknologi ekstraksi fluida superkritis menggunakan CO2 dan 1,1,1,2-tetrafluoroetana sebagai pelarut diperkenalkan untuk mencegah degradasi karoten selama ekstraksi. Biasanya ekstraksi dan pemulihan dari karoten memberikan nilai tambah yang signifikan pada minyak [15].

2.2.2 Pemisahan dengan Membran

Proses pemisahan membran telah semakin banyak diadopsi oleh industri makanan, terutama untuk jus buah dan untuk konsentrasi protein susu. Baru-baru ini, metode membran mengalami peningkatan dalam hal pengaplikasian membran untuk pengolahan minyak nabati, sebagai pengganti dari beberapa proses konvensional. Penerapan teknologi membran sebagai metode pemisahan, untuk konsentrasi dan pemurnian senyawa telah dikenal luas di industri proses, termasuk dalam industri makanan. Untuk saat ini, penggunaan membran dalam teknologi minyak belum sepenuhnya diterapkan. Namun, teknologi ini menunjukkan potensi yang besar untuk penyulingan minyak nabati dan memiliki banyak keuntungan jika dibandingkan dengan proses konvensional yaitu, menggunakan suhu yang rendah, retensi gizi yang diinginkan dan tidak ada produksi limbah. Penggunaan membran memberikan kualitas yang tinggi pada minyak nabati, sesuai dengan tuntutan pasar dan ekologis yang benar dan ramah lingkungan, dengan mengurangi produksi limbah dan penghematan air yang signifikan [20].

2.2.3 Adsorpsi Menggunakan Adsorben

Adsorpsi adalah proses kimia yang kompleks yang digunakan dalam penyulingan minyak nabati. Kotoran yang ingin dihilangkan atau senyawa yang ingin diambil pada minyak nabati akan diserap oleh adsorben [6]. Sistem adsorpsi dapat didefinisikan sebagai penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben. Adsorpsi isoterm adalah hubungan keseimbangan antara jumlah terserap tersebut material dan tekanan atau konsentrasi dalam fasa fluida massal pada suhu konstan [21]. Mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi yaitu [22]:

1. Molekul-molekul adsorben berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke permukaan interfasa, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben atau eksternal.

2. Molekul adsorben dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari adsorben (exterior surface).

3. Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori. 4. Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben.

Ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Perbedaan dasar antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia adalah sifat dari gaya- gaya yang menyebabkan ikatan adsorpsi tersebut.

1. Adsorpsi Fisika (Fisisorpsi)

Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Pada adsorpsi fisika, terjadi beberapa lapisan gas. Besarnya energi adsorpsi fisika ±10 kj/mol. Molekul- molekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik yang cepat (reversibel), sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals serta dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga mungkin terjadi dengan mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Oleh karena itu, ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan ion-ion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini merupakan penggabungan dari mekanisme kemisorpsi dan fisisorpsi, karena adsorpsi jenis ini akan mengikat ion-ion yang diadsorpsi dengan ikatan secara kimia, tetapi ikatan ini mudah dilepaskan kembali untuk dapat terjadinya pertukaran ion.

2. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)

Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia, hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia ±100 kj/mol. Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (irreversibel). Dengan demikian dapat diartikan bahwa pelepasan kembali molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil [23].

Proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang rendah dari campuran yang mengandung bahan lain dengan konsentrasi tinggi. Konsentrasi dalam larutan berpengaruh pada pengambilan spesifik ion logam dan dengan adanya variasi konsentrasi maka dapat ditentukan kapasitas adsorpsi dengan menggunakan adsorpsi isotermal. Adsorpsi diikuti dengan

pengamatan isotermal adsorpsi yaitu hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan berat adsorben dengan konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu atau dinyatakan dengan kurva.

Permukaan zat padat dapat mengadsorpsi zat terlarut dari larutannya. Hal ini disebabkan karena adanya pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain sebagai akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar [22].

2.3 ADSORBEN

Unit adsorpsi mengoptimalkan kondisi operasi yang diperlukan untuk membawa gas yang akan dikontakkan dengan adsorben selama pada waktu tertentu. Adsorben teknis yang paling sering digunakan yaitu karbon aktif, yang digunakan untuk hampir semua proses, kecuali untuk pengeringan, dan penyaringan molekul, silika gel, dan alumina. Persyaratan umum untuk adsorben komersial adalah: porositas yang tinggi, permukaan internal yang tinggi, effiensiensi adsorpsi tinggi dalam berbagai konsentrasi adsorbat, keseimbangan yang baik antara makro pori-pori dan mikro pori-pori [24]. Tabel 2.4 menyajikan sifat fisika dari beberapa jenis adsorben yang umum digunakan.

Tabel 2.4 Sifat Fisika Beberapa Adsorben yang Biasa Digunakan [24]

Adsorben Di

Alam

Diameter pori rata–rata

(nm) Porosi tas Partikel (%) Luas Permukaan (m2/g) Kemampuan adsorpsi kg/kg (kering) Alumina aktif Amorf hidrofilik 4 – 14 50 320 0,1 – 0,33 Molecula rsieve carbon Struktur hidrofilik 0,3 – 0.6 35 – 50 400 0,2 – 0,5 Adsorben polimer Amorf hidrofilik 4 – 25 40 – 60 80 – 700 0,45 – 0,55

Karbon aktif adalah bentuk karbon yang telah diproses untuk dibuat sangat berpori dan dengan demikian memiliki luas permukaan yang sangat besar. Dalam 1 gram karbon aktif memiliki luas permukaan lebih dari 500 m2. Karbon aktif dapat dibuat dari bahan bersumber karbon seperti tempurung kelapa, gambut, kayu, sabut, dan batubara. Hal ini dapat dilakukan dengan dua proses, yaitu :

1. Pengaktifan secara fisik

Proses ini dilakukan dengan dua acara, yaitu karbonisasi dan aktivasi/ oksidasi. Karbonisasi : bahan yang memiliki kandungan karbon dipirolisis pada temperatur antara 600 – 900 oC, tanpa adanya oksigen (dalam suasana inert gas). Aktivasi / oksidasi : dalam proses ini bahan baku atau bahan berkarbonisasi dioksidasi pada suhu kisaran 600 – 1200 oC.

2. Pengaktifan secara kimia

Sebelum dikarbonisasi, bahan baku diresapi dengan bahan kimia tertentu. Bahan kimia yang digunakan biasanyan asam, basa kuat, atau garam (asam fosfat, kalium hidroksida, natrium hidroksida, seng klorida). Setelah impregnisasi, bahan baku perlu dikarbonisasi pada suhu yang lebih rendah (450 – 900 oC).

Aktivasi kimia lebih disukai dari pada aktivasi fisik karena suhu yang digunakan lebih rendah dan waktu yang diperlukan lebih singkat untuk mengaktifkan bahan [25].

Karbon aktif memiliki struktur amorf hidrofilik, dengan diameter pori rata – rata 1 – 4 nm, porositas partikel 40 – 85 %, luas permukaan 300 – 2000 m2/gr, kemampuan adsorpsi 0,3 – 0,7 kg/kg kering [24,26]. Tabel 2.5 menunjukkan sifat fisika dan sifat kimia karbon aktif.

Tabel 2.5 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Karbon Aktif [27] Sifat Fisika dan Sifat Kimia Karbon Aktif

Bentuk Padatan

Ukuran partikel < 100 m

Titik didih 4.000 oC

Titik leleh 3.500 oC

Dokumen terkait