• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan berbasis Karakter 1.Pengertian Karakter

3. Metode-metode Pendidikan Berbasis Karakter

Pendidikan berbasis karakter pada praktiknya tidak terlepas dari penggunaan sebuah metode. Metode inilah yang kelak nantinya akan mempermudah terhadap pelaksanaan dari pendidikan berbasis karakter tersebut. Selain itu dengan adanya penggunaan metode dalam pelaksanaan pendidikan

9

Bambang Q-Anees, Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 104.

karakter tersebut tentunya juga akan memberikan kemudahan terhadap pencapaian tujuan dari pendidikan karakter tersebut. Oleh karena itu metode ini memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter tersebut.

Berkenaan dengan metode dalam pendidikan berbasis karakter tersebut ada beberapa ahli yang mengemukakan metode dalam pendidikan berbasis karakter seperti yang di kemukakan oleh Ratna Megawangi bahwa secara umum ada 4 M yang perlu di terapkan dalam pendidikan berbasis karakter tersebut yaitu: 1. Mengetahui

2. Mencintai

3. Menginginkan dan 4. Mengerjakan

Empat metode tersebut menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh. Sedangkan kesadaran yang utuh itu adalah sesuatu yang diketahui secara sadar, dicintainya, dan diinginkan. Dari kesadaran utuh ini barulah tindakan dapat menghasilkan karakter yang utuh pula.

Berbeda dengan apa yang telah dikemukakan oleh Ratna Megawangi tentang metode dalam pendidikan berbasis karakter seperti pendapat lain yang dikemukakan oleh Doni A. Koesoema tentang metode dalam pendidikan berbasis karakter beliau mengajukan 5 macam metode dalam pendidikan berbasis karakter. Adapun kelima macam metode dalam pendidikan berbasis karakter adalah sebagai berikut:

1. Mengajarkan

Dalam metode yang pertama ini pemahaman terhadap konseptual dibutuhkan sebagai bekal konsep-konsep nilai yang kemudian menjadi rujukan bagi perwujudan karakter tertentu. Mengajarkan tentang karakter berarti memberikan pemahaman pada peserta didik terhadap struktur nilai tertentu, keutamaan, dan maslahatnya. Dalam mengajarkan nilai tersebut memiliki dua faedah. Pertama memberikan penegetahuan konseptual baru, kedua menjadi pembanding atas pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik.

2. Keteladanan

Maksud dari metode kedua ini bahwa manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Guru harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan. Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru melainkan juga dari seluruh manusia yang ada di lembaga pendidikan tersebut.

3. Menentukan Prioritas

Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan agar proses evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan berbasis karakter dapat menjadi jelas. Tanpa prioritas pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak dapat dinilai berhasil atau tidak berhasil. Pendidikan karakter menghimpun kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi terhadap visi lembaga.

4. Praksis Prioritas

Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan prioritas karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas karakter tersebut. Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana prioritas yang sudah ditentukan telah dapat direalisasikan dalam lingkup pendidikan melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan itu.

5. Refleksi

Refleksi berarti dipantulkan kedalam diri. Apa yang telah dialami masih tetap terpisah dengan kesadaran diri sejauh sebelum ia dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaran seseorang. Refleksi dapat juga disebut sebagai proses bercermin, mematut-matutkan diri pada peristiwa/konsep yang telah teralami.10

Selain dari pendapat yang diungkapkan oleh Ratna Megawangi dan Doni A. Koesoema tentang metode dalam pendidikan karakter ada pendapat lain yang mengungkapkan pendapatnya tentang metode dalam pendidikan karakter seperti pendapat yang diungkapkan oleh An-Nahlawi seperti yang dikutip dalam buku Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi karangan Heri Gunawan bahwa An-Nahlawi menawarkan 7 (tujuh) metode dalam pendidikan karakter yakni sebagai berikut:

1. Metode Hiwar (percakapan) 2. Metode Qishah (cerita)

3. Metode Amtsal (perumpamaan) 4. Metode Keteladanan

5. Metode Pembiasaan

10

6. Metode Ibrah dan Mau’idah

7. Metode Targhib dan Tarhib (janji dan ancaman).11

Untuk lebih jelasnya tentang ketujuh metode yang diungkapkan oleh An-Nahlawi tersebut tentang kaitannya dengan pendidikan karakter akan di uaraikan sebagai berikut:

1. Metode Hiwar (percakapan)

Metode Hiwar ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui Tanya jawab mengenai satu topik dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki. Dalam proses pendidikan karakter metode hiwar memiliki dampak yang sangat mendalam terhadap jiwa pendengar atau pembaca yang mengikuti topik percakapan dengan seksama dan penuh perhatian. Hal semacam ini tercipta karena disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Metode hiwar dapat membangkitkan berbagai perasaan dan kesan seseorang yang akan melahirkan dampak pedagogis yang turut membantu kukuhnya ide tersebut dalam jiwa pendengar/pembaca serta mengarahkan kepada tujuan akhir pendidikan.

b. Bila metode hiwar dilakukan dengan baik memenuhi etika Islam maka cara berdialog sikap orang yang terlibat itu akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan karakter dan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain dan sebagainya.

11

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 88.

2. Metode Qishah (cerita)

Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena adanya beberapa alasan yang mendukungnya seperti:

a. Kisah senantiasa memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya, selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut. b. Kisah dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh

dalam konteksnya yang menyeluruh sehingga pembaca atau pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut seolah-olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.

3. Metode Amtsal (perumpamaan)

Metode perumpamaan ini juga baik digunakan oleh para guru dalam mengajari peserta didiknya terutama dalam menanamkan karakter kepada mereka. Cara penggunaa metode amtsal ini hampir sama dengan metode kisah yaitu dengan berceramah atau dengan membaca teks tentang suatu kisah. Metode perumpamaan ini menurut An-Nahlawi mempuyai tujuan pedagogis diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Mendekatkan makna pada pemahaman

b. Merangsang pesan dan kesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut yang menggugah dan menumbuhkan berbagai perasaan dalam diri manusia

c. Mendidik akal supaya berpikir logis dan menggunakan Qiyas yang logis dan sehat

d. Perumpamaan merupakan motif yang menggerakkan perasaan menghidupkan naluri yang selanjutnya menggugah kehendak dan mendorong untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi segala kemungkaran.12

4. Metode Uswah (keteladanan)

Dalam penanaman karakter kepada peserta didik di sekolah, keteladanan adalah metode yang lebih efektif dan efisien. Karena peserta didik pada umumnya cenderung meneladani guru atau pendidiknya. Hal ini memang karena secara psikologis siswa memang sering meniru tidak saja tentang hal yang baik bahkan terkadang tentang hal yang jeleknya pun mereka tiru. Guru atau pendidik adalah orang yang menjadi Panutan anak peserta didiknya. Setiap anak mula-mula mengagumi kedua orangtua nya.

Semua tingkah laku orang tua ditiru oleh anak-anaknya. Oleh karena itu orang tua perlu memberikan keteladanan yang baik kepada anak-anaknya. Ketika akan makan misalnya orang tua membaca basmalah anak menirukannya. Tatkala orang tua shalat anak diajak untuk melakukannya sekalipun anak belum tahu

12

bacaan dan caranya. Selain itu keteladanan juga dapat ditunjukkan dalam perilaku dan sikap pendidik dan tenaga kependidikan dalam memberikan contoh tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya.

Pendemonstrasian berbagai contoh teladan merupakan langkah awal pembiasaan, jika pendidik dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter maka pendidik dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan dan lain sebagainya.

5. Metode Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan ini berintikan kepada pengalaman. Karena yang dibiasaka itu sesuatu yang diamalkan. Dan inti kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan agar kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekerjaan.

Berkenaan dengan pembiasaan Rasulullah mengajarkan agar para orang tua “pendidik” mengajarka shalat kepada anak-anak dalam usia tujuh tahun.

Seperti yang tercantum dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud sebagai berikut:

اِب ْنُكًَ اَيْبِص اُّْرُه.م.ص ِللها ُلُْْسَر َلاَق : َلاَق ٍِِدَّج ْيَع َِِبَا ْيَع ٍبْيَعُش ِيْب ِرْوَع ْيَع

ِل ِةَلاَصّل

.ِعِجاَضَولْا ىِف ْنُكٌَْيَب اُْْقِرَفَّ َيْيٌِِس ِرْشَعِل اَِْيَلَع ْنُُُْْبِرْضاَّ َيْيٌِِس ِعْبَس

ر(

.)دّادْبا ٍاّ

Artinya: Dari umar bin Syu’aib dari kakeknya berkata, Nabi bersabda “suruhlah anak-anak kalian melaksanakan shalat dalam usia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”(HR. Abu Dawud).13

6. Metode Ibrah dan Mau’idah

Menurut An-Nahlawi kedua kata tersebut memiliki perbedaan dari segi makna. Ibrah berarti kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan dihadapi dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun kata Mau’idah adalah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.

7. Metode Targhib dan Tarhib (janji dan ancaman)

Trghib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Sedangkan Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib dan tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Akan tetapi keduanya mempunyai titik tekan yang berbeda. Targhib agar melakukan kebaikan yang diperintahkan Allah, sedangkan tarhib agar menjauhi perbuatan jelek yang dilarang oleh Allah.

13

Metode ini didasarkan atas fitrah manusia yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kesedihan dan kesengsaraan. Targhib dan tarhib dalam dunia pendidikan Islam memiliki perbedaan dengan metode hukuman dalam dunia pendidikan barat. Perbedaan yang mendasar menurut Ahmad Tafsir adalah targhib dan tarhib bersandar kepada ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman bersandarkan ganjaran dan hukuman duniawi. Sehingga perbedaan tersebut memiliki implikasi yang cukup penting seperti diantaranya:

1. Targhib dan tarhib lebih teguh karena mempunyai dasar yang kuat. Sedangkan ganjaran dan hukuman hanya bersandarkan sesuatu yang bersifat duniawi. Targhib dan tarhib mengandung aspek iman, sedangkan metode hukuman dan ganjaran tidak mengandung aspek hukuman. Oleh karena itu targhib dan tarhib lebih besar pengaruhnya.

2. Secara operasional targhib dan tarhib sangat mudah dilaksanakan daripada metode hukuman dan ganjaran, karena materi targhib dan tarhib sudah ada dalam al-qur’an dan hadits Nabi, sedangkan metode hukuman dan ganjaran dalam metode barat harus ditemukan oleh guru.

3. Targhib dan tarhib lebih universal, dapat digunakan kepada siapa saja dan dimana saja. Sedangkan metode hukuman dan ganjaran harus disesuaikan dengan orang tertentu dan tempat tertentu.

4. Dipihak lain targhib dan tarhib lebih lemah daripada hukuman dan ganjaran. Karena hukuman dan ganjaran lebih nyata dan langsung waktu itu juga.

Sedangkan pembuktian targhib dan tarhib kebanyakan ghaib dan diterima nanti di akhirat.14