• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi dan UPT Hewan Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Februari 2011.

Metode Penelitian

a. Sinkronisasi Siklus Estrus dengan Metode Efek Whitten

Sinkronisasi siklus estrus dilakukan secara alami dengan metode Efek Whitten. Mencit betina (strain DDY, umur 2-3 bulan) yang akan disinkronisasi ditempatkan dalam kandang bersekat untuk memisahkan mencit betina dari mencit jantan (strain DDY, umur 2-3 bulan). Jumlah mencit yang ditempatkan dalam masing-masing kandang adalah empat ekor betina dan satu ekor jantan. Sekat pada kandang memungkinkan mencit jantan dan betina berinteraksi tanpa terjadi perkawinan. Sinkronisasi dilakukan selama tiga hari. Pada hari keempat masing-masing mencit betina dipindahkan ke dalam kandang individu untuk dikawinkan dengan mencit jantan dengan perbandingan 1:1 (single mating). Pemeriksaan sumbat vagina dilakukan pada pagi hari berikutnya untuk memastikan mencit tersebut telah kawin. Mencit betina dengan sumbat vagina positif dipisahkan dari mencit jantan dan ditempatkan dalam kandang individu. Hari terlihat adanya sumbat vagina ditandai sebagai hari kebuntingan pertama (H-0,5).

11

b. Perlakuan Pemaparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler pada Hewan Coba secara In Vivo

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Mencit betina yang berjumlah 24 ekor dibagi menjadi empat kelompok sehingga terdapat enam ekor mencit dalam setiap kelompoknya. Mencit dalam masing-masing kelompok merupakan mencit yang telah dipastikan kawin sebelumnya dengan melakukan pengecekan sumbat vagina. Kelompok perlakuan dibedakan berdasarkan waktu paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler. Waktu paparan untuk masing-masing kelompok adalah 15 menit, 30 menit, dan 60 menit yang dilakukan secara tidak kontinu. Sementara kelompok kontrol tidak diberi paparan.

Kandang pertama berisi enam ekor mencit yang kemudian diberi paparan selama 15 menit per hari yang dilakukan pada pukul 12.00 WIB. Kandang kedua berisi enam ekor mencit yang kemudian diberi paparan selama 30 menit per hari yang dilakukan dua kali dalam sehari dengan lama paparan masing-masing 15 menit, yaitu pada pukul 09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Kandang ketiga berisi enam ekor mencit yang kemudian diberi paparan selama 60 menit per hari yang dilakukan empat kali dalam sehari dengan lama paparan masing-masing 15 menit, yaitu pada pukul 09.00 WIB, pukul 12.00 WIB, pukul 15.00 WIB, dan pukul 18.00 WIB. Kandang keempat yang berisi enam ekor mencit digunakan sebagai kontrol (tanpa perlakuan pemaparan gelombang elektromagnetik). Paparan dilakukan dengan menggunakan telepon seluler GSM (Global System for Mobile

Communications) berfrekuensi 900 MHz dengan nilai SAR (Spesific Absorption

Rate) 1,48 W/kg pada jarak 10 cm dari objek selama tujuh hari pasca kawin.

c. Pengamatan dan Pengambilan Data

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah implantasi dan jumlah anak mencit dari induk yang terpapar gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler. Selain itu, sebagai data penunjang, dilakukan penimbangan bobot badan anak mencit pra sapih. Data jumlah implantasi diambil dari tiga ekor mencit yang berasal dari masing-masing kelompok. Sementara tiga ekor mencit yang tersisa dari masing-masing kelompok dibiarkan sampai melahirkan.

Penghitungan jumlah implantasi dilakukan pada hari ke-9,5 dengan metode pembedahan. Jumlah implantasi yang terdapat pada uterus masing-masing mencit dihitung, setelah dilakukan bedah laparotomi. Data jumlah anak mencit

12

setelah pemaparan diambil dari tiga ekor mencit yang tersisa pada setiap kelompoknya. Setelah perlakuan, mencit dibiarkan sampai melahirkan. Jumlah anak yang lahir kemudian dihitung. Penimbangan bobot badan anak pra sapih dilakukan pada saat anak mencit berumur 7 hari, 14 hari, dan 21 hari. Penimbangan dilakukan pada setiap anak mencit dari masing-masing kelompok.

d. Pengukuran Daya Pancar dan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler

Pengukuran daya pancar telepon seluler dilakukan terhadap tiga jenis provider dalam mode panggilan dan mode bicara. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Jaringan Telekomunikasi Multimedia, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh November dengan menggunakan alat field strength dan spectrum analyzer. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik dari sumber, yaitu 0 cm, 5 cm, 10 cm, 30 cm, dan 50 cm untuk mode panggilan. Sementara pengukuran untuk mode bicara dilakukan pada jarak 0 cm, 10 cm, dan 50 cm. Hasil pengukuran disajikan dalam satuan dBm.

Pengukuran gelombang elektromagnetik telepon seluler dilakukan terhadap tiga jenis provider dalam mode panggilan dan mode bicara. Pengukuran dilakukan di UPT Hewan Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan program Electromagnetic Wave (EMW) meter yang terdapat pada iPhone. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik seperti pada pengukuran daya pancar. Hasil pengukuran disajikan dalam satuan µT.

e. Analisis Data

Data jumlah implantasi dan jumlah anak mencit disajikan dalam bentuk tabel. Hasil yang diperoleh selanjutnya diolah dengan Uji Sidik Ragam (ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk melihat ada tidaknya perbedaan secara nyata (P<0.5). Apabila hasil tidak menunjukkan adanya perbedaan secara nyata maka analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan data yang tersedia.

13

HASIL

Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit Pada penelitian ini dilakukan sinkronisasi siklus estrus dengan metode Efek Whitten. Efek Whitten diyakini sebagai salah satu metode sinkronisasi siklus estrus secara alami. Pengamatan terhadap pengaruh Efek Whitten dilihat dari jumlah mencit yang melakukan perkawinan setelah disinkronisasi dengan metode tersebut. Hasil sinkronisasi menggunakan Efek Whitten disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase jumlah mencit yang kawin setelah perlakuan Efek Whitten Kelompok Mencit Jumlah mencit betina

(ekor)

Jumlah mencit betina yang kawin setelah perlakuan (%)

1 12 8 (66.67) 2 8 6 (75.00) 3 6 6 (100) 4 6 4 (66.67) Total 32 24 (75.00)

Sinkronisasi siklus estrus dengan menggunakan metode tersebut menunjukkan hasil yang baik ditandai dengan tingginya jumlah mencit yang kawin setelah diperlakukan dengan metode tersebut. Jika dilihat dari persentase mencit betina yang kawin setelah diperlakukan dengan metode Efek Whitten, tingkat keberhasilannya berkisar antara 66.67% sampai dengan 100%, dengan efektivitas rata-rata mencapai 75%.

Nilai persentase diperoleh dari membandingkan jumlah mencit betina yang kawin setelah perlakuan dengan jumlah mencit betina yang diperlakukan dengan metode tersebut. Nilai persentase tersebut merupakan nilai yang diperuntukkan bagi kelompoknya masing-masing sehingga lebih menunjukkan adanya variasi respon dari masing-masing kelompok.

Pengaruh Paparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler terhadap Jumlah Implantasi dan Jumlah Anak Mencit

Gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler diketahui mempunyai berbagai macam dampak negatif, salah satunya terhadap sistem

14

reproduksi. Pada penelitian ini diamati jumlah implantasi dan jumlah anak mencit yang dihasilkan jika induk diberi paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler selama tujuh hari setelah kawin dengan jumlah waktu paparan yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan. Data hasil pengamatan terhadap jumlah implantasi dan jumlah anak mencit disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan jumlah implantasi dan jumlah anak mencit setelah perlakuan Kelompok

Perlakuan Jumlah Implantasi Jumlah Anak Mencit

Kontrol 8.66 ± 1.52 10.00 ± 1.73

15 menit 10.00 ± 1.00 10.33 ± 2.30

30 menit 8.66 ± 3.78 10.00 ± 1.00

60 menit 8.66 ± 0.57 12.33 ± 3.21

Keterangan: Uji statistik terhadap hasil di atas menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0.05)

Uji statistik yang dilakukan pada kedua parameter tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P<0.05) antara masing-masing kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Kisaran nilai jumlah implantasi, antara 8.66 sampai dengan 10.00, tidak berbeda nyata dengan nilai jumlah implantasi pada kelompok kontrol, yaitu 8.66. Hal tersebut juga berlaku bagi parameter jumlah anak mencit. Kisaran nilai jumlah anak mencit, 10.00 sampai dengan 12.33, tidak berbeda nyata dengan nilai jumlah anak mencit pada kelompok kontrol, yaitu 10.00.

Pengaruh Paparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler terhadap Anak Mencit yang berasal dari Induk yang Terpapar

Pada penelitian ini diamati pengaruh paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler terhadap anak mencit yang berasal dari induk yang terpapar dengan parameter bobot badan anak. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh paparan dilakukan pengukuran bobot badan anak mencit. Pengukuran bobot badan dilakukan pada hari ke 7, 14, dan 21 pasca lahir. Bobot badan anak mencit pra sapih dari masing-masing kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 3.

15

Tabel 3. Rataan bobot badan anak mencit pra sapih setelah induk diberi paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler

Kelompok

Perlakuan n

Rataan Bobot Badan Anak Mencit (gram) pada hari

ke-7 14 21

Kontrol 3 2.98 ± 0.15 4.50 ± 0.19 8.32 ± 0.99

15 menit 3 3.18 ± 0.19 4.16 ± 0.16 9.22 ± 0.14

30 menit 3 2.93 ± 0.21 3.72 ± 0.10 10.01 ± 0.23

60 menit 2* 2.54 ± 0.08 5.75 ± 0.01 10.9 ± 0.82

Keterangan: *rataan bobot badan anak mencit pada kelompok 60 menit berasal dari 2 ekor induk karena seluruh anak mencit dari induk ketiga mati; uji statistik terhadap hasil di atas menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0.05)

Uji statistik yang dilakukan pada rataan bobot badan anak pada.masing-masing kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) dengan rataan bobot badan anak pada kelompok kontrol. Rataan bobot badan anak kelompok perlakuan hari ke-7 yang berkisar antara 2.54 gram sampai dengan 3.18 gram tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan rataan bobot badan anak kelompok kontrol hari ke-7 yaitu 2.98 gram. Rataan bobot badan anak kelompok perlakuan hari ke-14 yang berkisar antara 3.72 gram sampai dengan 5.75 gram tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan rataan bobot badan anak kelompok kontrol hari ke-14 yaitu 4.50 gram. Rataan bobot badan anak kelompok perlakuan hari ke-21 yang berkisar antara 9.22 gram sampai dengan 10.9 gram tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan rataan bobot badan anak kelompok kontrol hari ke-21 yaitu 8.32 gram. Sehingga dapat dikatakan bahwa paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler yang diberikan pada induk mencit dalam penelitian ini tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap perkembangan anak mencit yang dihasilkan.

Pengukuran Daya Pancar dan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler Pengukuran daya pancar yang dilakukan terhadap tiga jenis provider menunjukkan bahwa nilai daya pancar provider kedua pada jarak 10 cm dalam mode bicara merupakan nilai tertinggi (-31 dBm) jika dibadingkan dengan kedua provider lainnya. Sementara pengukuran gelombang elektromagnetik menunjukkan bahwa nilai gelombang elektromagnetik provider kedua pada jarak

16

10 cm dalam mode bicara merupakan nilai terendah (23,1 µT) jika dibandingkan dengan kedua provider lainnya. Hasil pengukuran daya pancar dan besar gelombang telepon seluler selengkapnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Daya pancar pesawat GSM (dBm) dan Gelombang Elektromagnetik (µT)

Mode Provider Satuan Jarak (cm)

0 5 10 30 50 Panggilan 1 dBm -35 -39 -45 -50 -56 µT 47,8 45,6 42,8 42,5 41,6 2 dBm -32 -37 -41 -50 -55 µT 32,8 29,2 30,8 30,5 29,8 3 dBm -10 -22 -25 -50 -57 µT 40,6 32,0 31,5 32,3 31,4 Bicara 1 dBm -35 - -45 - -61 µT 119,5 - 102,6 - 102,5 2 dBm -28 - -31 - -37 µT 19 - 23,1 - 23 3 dBm -17 - -35 - -43 µT 40 - 31,7 - 31,5

17

PEMBAHASAN

Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit Efek Whitten merupakan salah satu cara sinkronisasi siklus berahi secara alami tanpa menggunakan preparat hormon. Metode tersebut dilakukan dengan cara menempatkan beberapa ekor mencit betina dan seekor mencit jantan dalam kandang bersekat (Gambar 3). Kandang bersekat memungkinkan mencit betina dan mencit jantan berinteraksi tanpa terjadinya perkawinan. Penggabungan selama tiga hingga empat hari akan menyebabkan terjadinya sinkronisasi siklus estrus pada seluruh mencit betina.

Pada penelitian ini, efektivitas metode Efek Whitten mencapai 75%. Hal tersebut berarti bahwa 75% dari jumlah mencit betina yang diperlakukan dengan metode tersebut melakukan perkawinan. Sinkronisasi siklus estrus yang terjadi pada mencit betina yang diperlakukan dengan metode ini disebabkan adanya pengaruh dari feromon yang berasal dari mencit jantan.

Feromon merupakan senyawa yang disekresikan oleh satu individu dan diterima oleh individu lain pada spesies yang sama, dimana mereka akan memberikan reaksi spesifik, seperti misalnya perubahan perilaku atau proses perkembangan dan pertumbuhan (Wyatt 2009 diacu dalam Anonim 2009; Karlson dan Luscher 1959 diacu dalam Kiyokawa 2007). Whitten et al. (1968) diacu dalam Gangrade dan Dominic (1984) menyatakan bahwa feromon bersifat

volatile dan airborne. Jemiolo et al. (1986) menyatakan bahwa feromon ini disekresikan dalam urin dan diyakini memberikan pengaruh terhadap sistem endokrin mencit betina. Zat tersebut berpengaruh terhadap pola sekresi hormon Luteinizing (LH), hormon prolaktin, dan steroid yang dalam sekresinya dipengaruhi oleh kedua hormon tersebut.

Feromon yang berasal dari mencit jantan ditangkap oleh organ vomeronasal mencit betina. Tirindelli et al. (2009) menyatakan bahwa terdapat dua sistem kemosensori, yaitu sistem penciuman utama dan sistem vomeronasal, yang masing-masing bertanggung jawab terhadap dua fungsi yang berbeda. Sistem penciuman utama bertugas mengenali bebauan yang konvensional sementara sistem vomeronasal bertugas untuk mendeteksi feromon. Namun beberapa penelitian terdahulu mengatakan bahwa kedua sistem kemosensori tersebut, secara bersama-sama terlibat dalam pendeteksian feromon. Penangkapan feromon oleh organ tersebut mempengaruhi hipotalamus

18

untuk memberikan respon endokrin (Gambar 2). Hal ini kemudian akan berpengaruh terhadap regulasi fungsi ovulasi yang selanjutnya mempengaruhi siklus estrus.

Fenomena yang terjadi ketika beberapa mencit betina ditempatkan dalam satu kandang adalah pemanjangan periode siklus estrus bahkan dapat menginduksi terjadinya kebuntingan semu secara spontan (Jemiolo et al. 1986). Pemanjangan siklus estrus ini terjadi karena adanya feromon yang berasal dari betina dominan. Feromon yang berasal dari mencit betina yang dominan akan merangsang terjadinya pemanjangan siklus estrus pada betina lainnya. Wyatt (2003) diacu dalam Indah (2007) menyatakan bahwa dominasi dari sebagian individu terhadap kelompok yang berasal dari keturunan yang sama mampu menghadirkan fenomena tersebut. Selain itu, jumlah betina yang ditempatkan dalam satu kandang akan mempengaruhi siklus estrus. Mencit betina yang ditempatkan dengan jumlah delapan ekor per kandang akan mengalami pemanjangan siklus estrus jika dibandingkan dengan betina yang ditempatkan dengan jumlah satu sampai empat ekor per kandangnya (Jemiolo et al. 1986).

Namun perlu diingat bahwa terjadinya sinkronisasi siklus estrus pada mencit betina tidak terlepas dari peran faktor-faktor lingkungan. Meningkatnya sinyal kimiawi akibat kondisi sosial, serta rangsangan lain seperti mounting atau sinyal visual mungkin juga dapat memperpajang siklus dan menunda terjadinya estrus pada sekelompok mencit betina (Wyatt 2003 diacu dalam Indah 2007).

Sinkronisasi siklus estrus akibat rangsangan feromon dapat terjadi tanpa disertai kehadiran hewan jantan. Feromon yang disekresikan dalam urin mencit jantan dapat digunakan untuk melakukan sinkronisasi ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jemiolo et al. (1986), sinkronisasi siklus estrus dapat dilakukan dengan memaparkan mencit betina pada urin yang berasal dari mencit jantan. Penempatan mencit betina dalam kandang dengan alas sekam yang berasal dari kandang mencit jantan juga dapat merangsang terjadinya sinkronisasi siklus estrus pada mencit betina. Selain itu, urin sintetik dengan kandungan yang sama dengan urin yang berasal dari mencit jantan juga dapat merangsang terjadinya sinkronisasi estrus pada mencit betina.

Mencit betina yang dikawinkan dengan mencit jantan dengan diberikan rangsangan terlebih dahulu memiliki persentase perkawinan yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya nilai efektivitas dari penggunaan metode ini. Selain itu, rangsangan yang digunakan bersifat alami sehingga tidak memberikan

19

pengaruh terhadap perlakuan dalam penelitian. Hal tersebut menyebabkan metode Efek Whitten baik untuk digunakan sebagai metode sinkronisasi siklus estrus.

Pengaruh Pemaparan Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler terhadap Induk Bunting

Pengaruh paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler terhadap jumlah implantasi dan jumlah anak mencit yang berasal dari induk yang terpapar diamati setelah dilakukan pemaparan selama tujuh hari. Tujuh hari pertama kebuntingan merupakan tahap kritis perkembangan embrio mencit. Pada tahap ini terjadi beberapa proses penting seperti pembelahan (cleavage), pembentukan blastosis (blastulasi), implantasi, serta proses gastrulasi (Hogan et al. 1994). Gangguan berupa paparan gelombang elektromagnetik yang telah diberikan pada induk selama tahap perkembangan ini tidak menunjukkan kegagalan perkembangan embrio maupun cacat pada anak yang dihasilkan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler yang diberikan pada mencit induk dengan frekuensi 900 MHz dengan lama paparan 15 menit, 30 menit, dan 60 menit, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah implantasi dan jumlah anak mencit (Tabel 2). Dari tabel dapat diamati bahwa jumlah implantasi pada masing-masing kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dengan jumlah implantasi pada kelompok kontrol. Hal yang sama juga terlihat pada parameter jumlah anak mencit. Jumlah anak mencit yang dihasilkan pada masing-masing kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dengan jumlah anak mencit pada kelompok kontrol.

Tidak adanya pengaruh nyata paparan gelombang elektromagnetik pada jumlah implantasi dan jumlah anak mencit yang dihasilkan diikuti juga dengan tidak adanya pengaruh nyata pada perkembangan anak yang dihasilkan selanjutnya. Hal tersebut dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan terhadap bobot badan anak mencit pra sapih yang dihasilkan dari induk yang terpapar (Tabel 3). Pada tabel terlihat tidak adanya perbedaan nyata antara bobot badan anak mencit yang berasal dari induk yang terpapar pada masing-masing kelompok dengan bobot badan anak mencit yang berasal dari induk yang tidak diberi paparan pada kelompok kontrol.

20

Tidak adanya pengaruh nyata paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler terhadap jumlah implantasi, jumlah anak mencit, dan bobot badan anak mencit pra sapih dapat dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain lama paparan, frekuensi gelombang yang digunakan, besar gelombang yang diserap tubuh, daya pancar telepon seluler, dan besar gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh telepon seluler. Pada penelitian ini, induk mencit pada masing-masing kelompok perlakuan diberi paparan selama 15 menit untuk kelompok pertama, 30 menit untuk kelompok kedua, dan 60 menit untuk kelompok ketiga. Pada kelompok kedua dan ketiga, paparan dilakukan secara tidak kontinu. Waktu paparan 30 menit per harinya dibagi menjadi 2×15 menit yang dilakukan pada waktu yang berbeda (pukul 09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB), sementara waktu paparan 60 menit per harinya dibagi menjadi 4×15 menit yang juga dilakukan pada waktu yang berbeda (pukul 09.00 WIB, pukul 12.00 WIB, pukul 15.00 WIB, dan pukul 18.00 WIB).

Agarwal et al. 2008 menyatakan bahwa penurunan secara nyata pada

beberapa parameter sampel semen yang berasal dari manusia terjadi setelah dilakukan pemaparan secara in vivo selama lebih dari empat jam per harinya. Sementara itu, penurunan parameter semen yang berasal dari tikus juga terjadi setelah dilakukan pemaparan selama 18 minggu secara in vivo dengan lama paparan enam jam setiap harinya (Yan et al. 2007). Lama paparan yang dilakukan pada penelitian ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kedua penelitian tersebut. Hal tersebut memungkinkan tidak terjadinya perubahan pada kedua parameter yang diamati pada penelitian ini. Selain itu pada penelitian Agarwal et al. 2009, pemaparan terhadap sampel semen yang berasal dari manusia yang dilakukan secara in vitro dengan waktu pemberian kontinu selama 60 menit menimbulkan efek yaitu berupa penurunan pada beberapa parameternya. Sementara dalam penelitian ini, pemaparan dilakukan secara in

vivo dan tidak kontinu sehingga memungkinkan tubuh menetralisir paparan yang diberikan.

Pemaparan yang dilakukan secara tidak kontinu memungkinkan tubuh melakukan proses homeostasis. Homeostasis merupakan istilah yang digunakan oleh para ahli fisiologi untuk menjelaskan pemeliharaan aneka kondisi yang hampir selalu konsisten di lingkungan dalam (Guyton 2007). Seperti pada penelitian Agarwal et al. (2009), Reactive Oxygen Species (ROS) atau radikal bebas diduga terbentuk pada sel tubuh induk mencit yang diberi paparan

21

gelombang elektromagnetik. Namun waktu pemberian secara tidak kontinu memungkinkan tubuh melakukan homeostasis. ROS yang terbentuk dapat dinetralkan dengan antioksidan yang dihasilkan oleh mitokondria. Pada beberapa penelitian dimana terjadi kerusakan pada sel atau terbentuknya berbagai jenis tumor, kecepatan produksi ROS dalam tubuh sudah tidak dapat diimbangi dengan kecepatan mitokondria untuk memproduksi antioksidan.

Paparan dalam waktu lama (kronis) dapat menurunkan kerja dari katalase, superoksida dismutase (SOD), dan glutation peroksidase. Penurunan kerja ketiga enzim ini berakibat pada menurunnya produksi antioksidan tubuh (Agarwal

et al. 2009). ROS yang tidak dapat dinetralisir tubuh akan menyebabkan tubuh mengalami stress oksidatif, yang kemudian mempengaruhi kerja sistem tubuh. Namun pada penelitian ini, jumlah ROS yang terbentuk diduga masih dapat dinetralisir oleh antioksidan yang dihasilkan oleh mitokondria sehingga efek negatif paparan gelombang elektromagnetik tidak terjadi. Tubuh induk mencit yang dapat menetralisir ROS yang terbentuk menyebabkan kerja sistem tubuh tidak terganggu sehingga perkembangan embrio juga tidak terganggu. Hal tersebut diikuti dengan tidak terganggunya perkembangan anak mencit pasca lahir.

Frekuensi gelombang yang digunakan juga akan mempengaruhi efek negatif dari pemaparan. Lee et al. (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa paparan gelombang dengan frekuensi 2,45 GHz selama dua jam terhadap sel tubuh menyebabkan perubahan pada gen sel tersebut. Sementara Yan et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan terjadi penurunan parameter semen setelah sampel diberi paparan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi 1,9 GHz. Dibandingkan dengan kedua penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan frekuensi yang jauh lebih rendah sehingga memungkinkan tidak adanya efek terhadap kedua parameter yang diamati.

Selain frekuensi, besar gelombang yang diserap tubuh (SAR) juga akan mempengaruhi timbulnya efek negatif pada tubuh. Telepon seluler yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai SAR 1,48 W/kg. Nilai SAR yang dikeluarkan oleh telepon seluler ini masih dalam batas aman berdasarkan ketentuan yang ditetapkan baik oleh International Commision on Non-Ionizing

Radiation Protection (ICNIRP) maupun oleh Federal Communications Commision (FCC). Besar nilai SAR yang masih berada dalam batas aman tersebut menyebabkan tubuh induk mencit masih mampu untuk menetralisir perubahan

22

kondisi akibat paparan sehingga efek negatif tidak timbul. Hal tersebut menyebabkan tidak terganggunya proses perkembangan embrio yang diikuti dengan tidak terganggunya perkembangan anak mencit pasca lahir. Selain itu,

Dokumen terkait