• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tolok ukur keberhasilan budidaya udang ditentukan oleh semua faktor utama pembesaran udang, yaitu persiapan tambak, persiapan air, penebaran benur, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, pemberantasan hama penyakit, pemantauan pertumbuhan dan populasi, panen. Oleh karena itu solusi yang akan ditawarkan kepada Mitra Program sangat tergantung pada keterangan dari Mitra program tentang permasalahan budidaya yang dihadapi dan untuk keperluan konfirmasi maka perlu diidentifikasi dan diamati langsung permasalahan budidaya tersebut di lokasi tambak. Berdasarkan keterangan Mitra Program, sistem budidaya yang mereka jalankan masih tradisional dan permasalahan teknis yang dihadapi antara lain : 1) Terjadi penurunan pH tanah dan pH air, 2) Pertumbuhan udang sangat lambat, 3) Benur/benih udang didatangkan dari luar daerah yang jauh misalnya dari Medan, Aceh, Surabaya sehingga menurunkan daya tahan benur berakibat pada rendahnya nilai SR setelah ditebar di tambak.

ISBN. 978-602-95171-9-4 Hal. 96 sehingga sulit untuk pengadaan faktor produksi seperti pembelian pupuk non subsidi. Lembaga keuangan (bank) belum bersedia memberikan kredit karena belum berpengalaman dalam pembiayaan budidaya udang serta belum adanya pengolahan pasca panen.

Dari keterangan Mitra Program dan survei lokasi maka kegiatan pendampingan yang akan dilakukan meliputi antara lain : 1) Pengukuran parameter-parameter kualitas air dan tanah dasar tambak meliputi pH air, pH tanah, suhu, kecerahan, keanekaragaman dan kelimpahan plankton, menggunakan peralatan laboratorium / test kit yang tersedia di Fakultas Kelautan. 2) Dari hasil pengukuran parameter kualitas air dan tanah yang diperoleh akan diberikan saran cara/metode penanganannya kepada Mitra Program. 3) Untuk peningkatan kualitas manajemen pengelolaan udang di tambak misalnya manajemen pemberian pakan, metode ganti air, eradikasi menggunakan bahan organik ramah lingkungan yaitu bungkil biji teh / saponin dan langkah manajerial lainnya diberikan konsultasi teknis manajerial yang mengarahkan Mitra Program untuk secara gradual beralih kepada sistem pengelolaan tambak semi intensif dan diwaktu depan ke sistem intensif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat berbasis IPTEKS bagi masyarakat di Desa Penaga Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan dihadiri oleh Kelompok petambak udang windu ―Kharisma Bintan‖ sebanyak 13 orang petambak. Pendampingan budidaya udang windu ini dilakukan di lokasi tambak udang alami (tambak yang hanya berpatokan dengan kemampuan alam/tanpa pemberian pakan dalam budidaya), dengan cara sidak mengukur pH, salinitas, suhu tambak secara acak. Setelah dilakukan pengukuran kondisi air tambak udang di Desa Penaga didapatkan hasil seperti terlihat pada Tabel 1.

Beberapa jenis udang laut yang banyak hidup di tambak udang Desa Penaga dari family penaeide adalah udang windu (Penaeus monodon). Udang windu adalah nama poluler yang dikenal di seluruh wilayah Indonesia.

ISBN. 978-602-95171-9-4 Hal. 97 Tebel 1 Pengukuran Kondisi Tambak & Udang di Desa Penaga Secara Acak

No Parameter HasilPengukuran

1. Suhu 25 – 28 0C

2. pH 6

3. Salinitas 18-20 0/00

4. Berat rata-rata (ABW) 6-10 gram/ekor

Sedangkan nama-nama lokal dari jenis udang ini adalah udang pancet, udang bago, udang sotong atau lotong, udang baratan, dan udang tepus hanya dikenal didaerah tertentu saja. Sedangkan nama International dan nama dagang udang windu ialah tiger prawn lantaran berukuran besar dan warna tubuhnya bergaris-garis hitam putih melintang seperti harimau. Terkadang ada juga yang menyebutnya jumbo tiger prawn untuk udang windu yang ukurannya ekstra besar, yakni mencapai 50 gram sampai lebih dari 100 gram. Bahkan induknya yang ditangkap di laut dalam dapat mencapai berat badan 270 – 300 gram per ekor (Muzahar, 2010). Dengan demikian berarti kondisi udang windu di tambak udang desa Penaga ini tidak memenuhi kriteria ukuran standar untuk udang windu. Hal ini disebabkan karena budidaya di desa Penaga hanya mengandalkan pakan alami, tanpa ada pemberian pakan modern khusus untuk udang windu. Selain itu, tidak adanya penggantian air, dan pemasukan air dan pengeluaran air di tambak melalui satu pintu memungkinkan berkembangnya penyakit, seperti white spot, yang menyebabkan kematian udang windu pada usia yang masih muda (ukuran berat masih rendah) (Muzahar, 2010).

a. Persiapan Air untuk Budidaya

Persiapan air merupakan tahapan yang dimulai setelah pra persiapan treatment pond dan culture pond selesai sampai dengan tambak siap tebar benur.

ISBN. 978-602-95171-9-4 Hal. 98 Persiapan air bertujuan menyediakan air treatment pond yang mempunyai kualitas sesuai untuk pertumbuhan udang.

Persiapan air yang tidak baik akan menyebabkan masuknya bibit penyakit dan carrier, tidaktersedianya pakan alami yang cukup untuk pertumbuhan udang dan kualitas air yang tidak stabil. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal-hal yang dilakukan meliputi: 1) Melakukan multiple screening sehingga bisa meminimalkan keberadaan predator dan carrier. 2) Ketinggian air treatment pond 150 cm agar kebutuhan air selama proses budidaya tercukupi. 3) Ketinggian air tambak 120 cm untuk mendapatkan oksigen yang cukup dan suhu yang stabil. 4) Melakukan aplikasi crustacide secara serentak di Treatment Pond, Sub Inlet dan Culture Pond. 5) Penumbuhan plankton dan pakan alami untuk mencukupi kebutuhan udang pada awal budidaya, serta mendapatkan kualitas air yang stabil. Salinitas 15 – 30 ppt, untuk mendapatkan pertumbuhan udang optimal.

(Winardi, et al. 2006)

Penaeus vanname imemiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan darah iso osmotik. Di Teluk Meksiko bagian utara, udang penaeid betina tumbuh lebih cepat dan lebih besar dari yang dicapai oleh penaeid jantan. Di daerah estuaria, kepadatan populasi kemungkinan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan. Selama musim dingin di Meksiko (November – Mei), pertumbuhan penaeid sangat lambat daripada ketika musim panas (Juni – Oktober). Tingkat pertumbuhan dari spesies P. vannamei rata-rata 0.02 mm per hari pada bulan Maret dan 0.44 mm per hari pada bulan September. Lebih lanjut, rata – rata pertumbuhan untuk Penaeus stylirostris pada bulan April dan Agustus adalah 0.03 dan 0.64 mm per hari.Penaeus vannamei akan mati jika terpapar pada air dengan suhu di bawah 15oC atau di atas 33oC selama 24 jam atau lebih. Stres sub letal dapat terjadi pada 15-22 0C dan 30-330C. Suhu yang cocok bagi pertumbuhan Penaeus vannamei adalah 23-300C. Pengaruh suhu pada pertumbuhan Penaeus vannamei adalah pada spesifitas tahap dan ukuran. Udang muda dapat tumbuh dengan baik dalam air dengan suhu hangat, tapi semakin

ISBN. 978-602-95171-9-4 Hal. 99 besar udang tersebut, maka suhu optimum air akan menurun. Udang dewasa menyukai daging binatang lunak atau moluska (kerang, tiram, siput), cacing, annelid yaitu cacingPolychaeta, dan crustacea. Dalam usaha budidaya, udang mendapatkan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu klekap, lumut, plankton, dan benthos. Udang akan bersifat kanibal bila kekurangan makanan. (Soetomo, 2000).

Melalui penjelasan persiapan air untuk budidaya para nelayan dalam Kelompok petambak udang windu ―Kharisma Bintan‖ dapat menerapkanya pada tambak udang yang mengandalkan kondisi alam, jika terjadi kondisi yang belum stabil maka dilakukan tindakan pengukuran terhadap pH, suhu, dan salinitas secara lebih intensif sehingga ABW udang dapat memenuhi criteria standar dan dapat meningkatkan produksi panen udang.

b. Periode budidaya

Dalam dasawarsa terakhir, dirasakan makin sulitnya berbudidaya udang windu (Penaeus monodon) yang disebabkan menurunnya kualitas ekosistem perairan secara umum dan serangan penyakit, termasuk di Desa Penaga, Kecamatan Teluk Bintan ini. Terdapat beberapa permasalahan teknis yang menonjol antara lain adanya penyuburan (eutrofikasi) di perairan yang menyebabkan mutu plankton kurang baik dan munculnya bakteri seperti Vibrio sp. Di sisi mutu benur yang ada belum ada jaminan bebas dari penyakit. Disamping munculnya wabah penyakit yang menonjol seperti White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Monodon Baculo Virus (MBV) yang sering menimbulkan kerugian.

Dampak yang dirasakan akibat permasalahan di atas antara lain : pertumbuhan lambat dengan tingkat variasi yang tinggi, rentan terhadap serangan penyakit dan adanya kematian masal, sehingga perencanaan panen sulit dilakukan. Hal ini memicu tingkat produksi yang rendah, tidak kontinyu dan biaya produksi meningkat. Inilah yang menjadi masalah utama dalam budidaya udang di Desa Penaga, Kecamatan Teluk Bintan.Untuk menunjang keberhasilan

ISBN. 978-602-95171-9-4 Hal. 100 budidaya udang windu di Desa Penaga, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan maka harus memperhatikan periode budidaya (Tabel 2).

Selain itu perlu adanya pemilihan species udang yang dipelihara. Tahapan ini akan melibatkan banyak aspek pertimbangan terutama dari aspek biologi, udang harus memiliki pertumbuhan yang baik, tahan penyakit dan dapat dibudidayakan secara intensif serta dari aspek ekonomis udang harus memiliki harga dan permintaan pasar yang bagus. Salah satu alternatif spesies udang yang memenuhi kriteria di atas adalah Udang Putih (Litopenaeus vannamei). Beberapa alasan pemilihan species ini sebagai spesies alternatif yang dikembangkan antara lain :1) Memiliki produktivitas yang tinggi karena dapat dipelihara

Tabel. 2 Periode Budidaya

Persiapan Tambak Persiapan Air PenebaranB enur Pemeliharaan Udang Periode Panen Hari 1 – 20 Hari 21 – 40 (PL 9 – 1) Hari 41 – 43 ( DOC 1-120) Hari 44 – 163 ( DOC 115-125) Hari 158-169 Akhir Panen Start Persiapan Pemeliharaan Start Panen

Status (Permintaan benur) Hari 16 – 20 Status (Penyesuaian permintaan) Hari 25 – 30 (Pembesaran ) Hari 90 – 120

Keterangan : DOC = Day of Culture (Soetomo, 2000)

dalam densitas dan SR yang tinggi. 2) Bersifat omnivora sehingga kandungan protein pakan yang diberikan lebih rendah dibandingkan dengan pakan untuk udang windu (P. monodon) yang bersifat karnivora, sehingga biaya pakan relatif lebih murah. 3) Lebih mudah dibudidayakan dibandingkan dengan udang windu (P. monodon) karena dapat dibudidayakan dengan pergantian air yang relatif lebih sedikit dan lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan udang jenis lain.4) Broodstock telah dapat didomestikasi, mudah didapat dan telah Specific Phatogen Free (SPF). Benur dengan status SPF memiliki keunggulan antara lain

ISBN. 978-602-95171-9-4 Hal. 101 : Pertumbuhan lebih seragam dan lebih cepat dibanding benur lokal, saat panen tidak ada (sangat sedikit) udang undersize, bebas Virus bawaan.

a. Pengeringan Tambak dan Pengapuran

Kondisi tambak udang di Desa Penaga, Kecamatan Teluk Bintan masih mengandalkan kondisi alam sehingga mengalami kesulitan pada saat pengeringan tambak, oleh karena itu setelah memperhatikan periode budidaya maka perlu juga memperhatikan waktu panen untuk pengeringan tambak dan pengapuran sebelum dilakukan kembali proses budidaya selanjutnya. Proses pengeringan tambak dilakukan dengan jalan mengeringkan semua bagian yang tergenang dengan mengalirkan air ke semua pipa pembuangan. Pada tambak yang tidak bisa kering, untuk meminimalkan resiko kontaminasi patogen dilakukan aplikasi desinfektan.

Setelah pengeringan tambak maka dilakukan pengapuran. Pengapuran bertujuan untuk menetralisir keasaman tanah (pH tanah standar 6,5-7,0), meningkatkan konsentrasi total alkalinitas air agar sesuai dengan standar budidaya udang. Bila tidak dilakukan pengapuran pada tanah tambak dengan pH di bawah standar, maka pada saat budidaya akan sulit untuk menaikkan alkalinitas air. Jenis kapur yang dapat digunakan adalah dolomit (CaMg(CO3)2, kapur hidrat (Ca(OH)2, kapur pertanian (CaCO3) . Sebelum pengapuran terlebih dulu dilakukan pengukuran pH tanah. Jumlah kapur yang digunakan sangat bergantung pada hasil pengukuran pH tanah dasar tambak. Kebutuhan kapur berdasarkan pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan Kapur Berdasarkan Pengukuran pH Tanah

pH tanah (standar unit) Kapur yang diperlukan (kg/ha)

< 5,0 3000 5,0 – 5,4 2500 5,5 – 5,9 2000 6,0 – 6,4 1500 6,5 – 7,5 1000 KESIMPULAN

ISBN. 978-602-95171-9-4 Hal. 102 Pendampingan teknik budidaya udang terpadu adalah peningkatan produksi udang dan kualitas manajemen pada tambak-tambak milik Mitra Program melalui pemberian jasa konsultasi dan alternatif metode budidaya sesuai dengan karakteristik tambak dan permasalahan budidaya udang yang dialami kelompok tani dan nelayan ‖Kharisma Bintan.‖ Tingkat keberhasilan target produksi yang ingin dicapai didasarkan pencapaian indikator ternyata masih jauh dari harapan, meskipun para petambak mau belajar, dengan data yang diperoleh di lapangan (kondisi tambak udang di Desa Penaga) sebagai berikut : Densitas tebar ≤ 5 ekor/m2

, Average Body Weight (ABW = berat rata-rata tubuh) ≥ 6 gram/ekor dan banyak yang mati sebelum mencapai ABW 15 gram/ekor terutama dimusim penghujan, Survival Rate (SR = Tingkat Kelangsungan Hidup) sampai panen < 40 %, Belum adanya input teknologi seperti pemakaian ‖ancho‖, masih mengandalkan alam. Kegiatan pendampingan yang sudah dilakukan meliputi antara lain : Pengukuran pH air = 6, suhu 25 – 28 0C, salinitas 18-20 0/00, ABW 6-10 gram/ekor. Dalam perkembangannya setelah pendampingan teknik budidaya udang terpadu menjadikan para petambak memiliki ilmu yang lebih baik dalam meningkatkan produksi meskipun masih tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Muzahar, 2010, Manajemen Budidaya Udang di Tambak Secara Intensif, Penerbit UMRAH Press, Tanjungpinang, 106 hal

Romimohtarto K, Juwana S 2009, Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut, Jakarta: Djambatan Press.

Standar Nasional Indonesia No. 06-2412, 1991, Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air, Jakarta: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Soetomo, M 2000, Teknik Budidaya Udang Windu, Sinar Baru Algensindo :

Bandung

Winardi, et al. 2006. Awal Kontruksi Treatment Pond WM, CV.Mulia Indah, Lampung.

PENGUATAN EKONOMI KREATIF BERBASIS SUMBERDAYA DESA