Sebagai bahan timbunan model tanggul digunakan contoh tanah tidak utuh (terganggu). Contoh tanah ini diambil dengan alat cangkul pada kedalaman 20 – 40 cm, kemudian tanah dikeringkan udara untuk mengurangi kadar airnya sehingga memudahkan dalam pengayakan. Tanah yang kering selanjutnya disaring dengan saringan 4760 µm sesuai dengan uji pemadatan standar JIS A 1210 – 1980 dan ditutup rapat untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan air tanah yang berlebihan.
Menurut Herlina (2003) tanah Latosol pada kedalaman 20 – 40 cm mempunyai tekstur yang baik dibandingkan dengan tanah pada kedalaman 0 – 20 cm, karena kandungan liat pada kedalaman 20 – 40 cm lebih kecil dibandingkan dengan kedalaman 0 – 20 cm sehingga tanah pada kedalaman 20 – 40 cm lebih memenuhi syarat sebagai tanah tanggul. Perbandingan fraksi pasir, debu dan liat untuk masing – masing kedalaman dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Fraksi tanah Latosol pada masing – masing kedalaman. Kedalaman Fraksi 0 – 20 cm 20 – 40 cm Pasir (%) 18 25 Debu (%) 16 13 Liat (%) 66 62 Sumber : Herlina (2003) 2. Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik atau dengan menggunakan metode JIS 1203 – 1978, dimana kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering) atau volume air dibagi volume tanah (basis volume). Kadar air tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sapei, et al., 1990).
w = c b b a m m m m − − x 100 % ... (8)
dimana : w = kadar air tanah (%)
ma = berat tanah basah dan wadah (g)
mb = berat tanah kering oven dan wadah (g)
mc = berat wadah (g)
Berdasarkan hasil penelitian Herlina (2003) kadar air optimum tanah Latosol pada kedalaman 20 – 40 cm adalah 33. 5 %.
3. Pengujian Konsistensi Tanah
Pengukuran batas cair dilakukan dengan menggunakan metode standar JIS A 1205 – 1980 yaitu dengan menggunakan metode A.Casagrande. Alat Casagrande digunakan untuk menentukan batas cair, yaitu dengan cara memasukkan pasta tanah secukupnya kedalam mangkuk dan dibuat goresan dengan spatula sampai mengenai bagian bawah dari mangkuk, kemudian pengungkit diputar sampai tanah pada bagian yang tergores bertemu satu sama lain. Pengukuran batas cair dapat dilihat seperti pada Gambar 8.
Gambar 8. Peralatan uji batas cair.
Pengukuran batas plastis seperti pada Gambar 9 di bawah yang dilakukan dengan menggunakan metode standar JIS A 1206 – 1970 (1978) yaitu dengan menggunakan metode Casagrande. Metode ini dilakukan
dengan cara menggulung pasta tanah pada permukaan kaca sehingga mencapai diameter kurang lebih 3 mm.
Gambar 9. Uji batas plastis.
Nilai-nilai batas cair dan palastis yang diperoleh diplotkan dalam grafik plastisitas untuk mengetahui klasifikasi tanah yang diuji. Klasifikasi tanah yang digunakan adalah sistem klasifikasi tanah Unified (Unified Soil Classification Sistem).
4. Pengukuran Berat Isi (Bulk Density)
Berat isi (bulk density) dari tanah tergantung pada kadar airnya. Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh di mana berat isi merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh. Perhitungannya menggunakan persamaan berikut :
dimana : ρw = Berat isi basah (g/cm3)
ρd = Berat isi kering (g/cm3)
Wtb = Berat tanah basah ( g)
Wtk = Berat tanah kering oven (g)
V = Volume tanah (cm3) W = Kadar air (%) ) 9 ( .. ... ... ... ... ... ... ... ... V Wtb w = ρ ) 10 ( . ... ... ... ... ... ) 100 ( 100 w atau V W w d tk d = = + ρ ρ ρ
Pada uji pemadatan, nilai berat isi kering maksimum dari beberapa selang kadar air merupakan tingkat kepadatan maksimum dari suatu tingkat pemadatan. Sedangkan kadar air pada berat isi maksimum tersebut merupakan kadar air optimum dari suatu pemadatan.
5. Porositas
Porositas tanah pada umumnya antara selang 0.3 - 0.6, tetapi untuk tanah gambut nilai n bisa lebih besar dari 0.8. Lebih penting dari porositas adalah sebaran ukuran pori. Tanah berpasir dan tanah berliat mungkin mempunyai porositas yang hampir sama, akan tetapi sifat-sifatnya yang berhubungan dengan simpanan air, ketersediaan air dan aliran lengas tanah sangat berbeda. Hal ini disebabkan karena pada tanah berpasir diameter pori relatif lebih besar dari tanah berliat.
Porositas (n) adalah bagian dari volume tanah yang diisi oleh pori- pori dan didefinisikan sebagai (Kalsim, 1992) :
n = Vv / V... (11)
Sedangkan nisbah antara volume pori-pori (void) dengan bahan padatan disebut dengan nisbah void (e)
e = Vv / Vs... (12)
dimana: Vv = Vw + Va
n = porositas e = angka pori
V = volume total contoh tanah (cm3) Vv = volume pori (cm3)
Vs = volume butiran padatan (cm3)
Vw = volume air di dalam pori (cm3)
6. Pembuatan Model Tanggul a. Pembuatan Tanggul
Tinggi rencana tanggul (Hd) merupakan jumlah tinggi muka air
rencana (H) dan tinggi jagaan (Hf). Ketinggian tersebut termasuk
penyesuaian untuk kemungkinan penuruanan tanah (Hs), yang akan
tergantung pada pondasi dan bahan yang akan dipakai dalam pembangunan tanggul. Tinggi muka air rencana yang sebenarnya didasarkan pada profil permukaan air. Tinggi jagaan (Hf) merupakan
penyesuaian yang ditambahkan untuk tinggi muka air yang diambil, termasuk tinggi gelombang. Tinggi minimum biasanya diambil 0.60 m (DPU, 1986).
Untuk tanggul yang direncanakan guna mengontrol kedalaman air kurang dari 1.5 m, lebar atas minimum tanggul dapat diambil 1.5 m. Jika kedalaman air yang akan dikontrol lebih besar dari 1.5 m, maka lebar atas minimum biasanya diambil 3 m. Lebar atas diambil sekurang- kurangnya 3 m jika tanggul dipakai untuk pemeliharaan saluran.
Tabel 5. Dimensi tanggul
Dimensi Model
H (tinggi muka air), cm 12.5 Hf (tinggi jagaan), cm 5
Hd (tinggi tanggul), cm 17.5
b (lebar atas/mercu), cm 12.5
L (lebar bawah), cm 140
C (batas filter), cm 25
Hp (tinggi tekanan air), cm 15
Tabel 6. Nilai-nilai kemiringan talud yang dianjurkan untuk tanggul tanah homogen Klasifikasi tanah *) Kemiringan sungai Kemiringan talud tanah GW, GP, SW, SP Lulus air, tidak dianjurkan
GC, GM, SC, SM 1 : 2.5 1 : 2
CL, ML 1 : 3 1 : 2.5
CH, MH 1 : 3.5 1 : 2.5
Sumber : DPU (1986)
Pada Tabel 6 di atas diperlihatkan nilai-nilai kemiringan talud. Penggunaan nilai-nilai ini dianjurkan untuk tanah homogen pada pondasi stabil yang tingginya kurang dari 5 m.
b. Pembuatan Kotak Model Tanggul
Model tanggul dibuat berdasarkan dimensi tanggul yang direncanakan, mulai dari tinggi tanggul, tinggi jagaan (freeboard), panjang tanggul, volume tanggul, kemiringan lereng, dan sebagainya. Kotak model tanggul yang direncanakan mempunyai dimensi panjang 150 cm, lebar 50 cm, dan tinggi kotak model 30 cm. Sedangkan kotak model dibuat dengan menggunakan bahan acrylic (fiberglass). Kotak model ini dilengkapi dengan inlet, spillway sebagai kontrol ketinggian air, outlet untuk pembuangan rembesan air dan saluran drainase bentuk kaki. Gambar model tanggul dan bagian – bagiannya dapat dilihat pada Gambar 10.
c. Pemadatan tanah
Bahan timbunan yang dipergunakan untuk model tanggul ini adalah tanah Latosol yang dipadatkan dengan sebuah alat tumbuk manual dengan jumlah tumbukan, energi pemadatan, jumlah lapisan dan tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual.
Gambar 11. Penampang melintang model tanggul. 7. Uji Pemadatan
Pemadatan tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat – sifat teknis massa tanah. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan adanya pemadatan adalah : berkurangnya penurunan muka tanah akibat berkurangnya angka pori, bertambahnya kekuatan dan berkurangnya penyusutan akibat penurunan kadar air dan nilai patokan pada saat pengeringan (Bowles, 1989).
Untuk mengetahui jumlah energi yang diberikan pada saat melaksanakan pemadatan bahan tanah, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
dimana : CE = jumlah energi pemadatan (cm.kg/cm3) W = berat palu (kg)
H = tinggi jatuh palu (cm)
N = jumlah tumbukan pada setiap lapisan L = jumlah lapisan V = volume cetakan (cm3) ) 13 ( . ... ... ... ... ... ... ... * * * V L N H W CE=
Uji pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat pemadat (tumbuk) manual. Perhitungan untuk pemadatan tanah meliputi (Sapei, et al.,1990) :
a. Berat isi basah (ρt)
b. Berat isi kering (ρd)
c. Berat isi jenuh (ρdsat)
dimana : m1 = berat cetakan dan piringan dasar (kg)
m2 = berat tanah padat, cetakan dan piringan dasar (kg)
v = kapasitas cetakan (cm3) Gs = berat jenis
W = kadar air (%)
ρw = berat jenis air (kg/cm3)
Gambar 12. Alat uji tumbuk manual.
) 14 ( ... ... ... ... ... ... ... ... ) ( 2 1 v m m t − =
ρ
) 15 ( ... ... ... ... ... ... ... 100 100 w t d = +ρ
ρ
) 16 ( ... ... ... ... ... ... 100 / / 1 Gs w w dsat = + ρ ρ
Gambar 13. Proses Pemadatan tanah dalam kotak model tanggul. 8. Drainase Kaki dan Filter
Panjang filter yang akan digunakan pada model tanggul ini sepanjang 25 cm dengan bahan yang dapat merembeskan air dengan saluran drainasenya yang terbuat dari pasir dengan gradasi tertentu. Gambar lapisan filter yang kedap terhadap air terlihat pada Gambar 14.
Capiphon drain belt berupa lajur terbuat dari plastik yang mempunyai daya hisap, kekuatan menahan beban dan gravitasi yang baik untuk mencegah penyumbatan dan menghasilkan debit pembuangan yang tinggi dengan memanfaatkan sistem kapilarisasi. Capiphon ini memiliki karakteristik khusus yaitu didesain dengan memanfaatkan gaya gravitasi untuk memisahkan air dengan partikel-partikel lainnya, tahan terhadap beban yang berat, daya serap yang tinggi, tidak memerlukan agregat filter, fleksibel mengikuti kontur tanah, mudah disimpan dan lebih ekonomis.
Aplikasi capiphon ini antara lain untuk pencegahan terhadap tanah longsor dan erosi pantai, drainase pondasi, water proofing, drainase dalam tanah, proteksi lingkungan, irigasi untuk pertanian dan perkebunan serta pembuangan buatan air bawah tanah.
Gambar 14. Sistem kapilarisasi pada capiphon drain belt (kiri) dan bahan pembatas (capiphon) (kanan).
9. Pengaliran Air Pada Kotak Model Tanggul
Setelah tanah dipadatkan dan membentuk suatu model tanggul kemudian air dialirkan pada kotak model tanggul tersebut melalui inlet dengan debit air tertentu. Pada saat pengaliran air pada kotak model tanggul maka hal - hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Pengambilan gambar garis rembesan (Phreatic Line)
Setelah tanggul digenangi air maka proses pengaliran air akan dimonitor dengan sensor kadar air yang dibenamkan pada tubuh tanggul. Pengambilan gambar rembesan pada tubuh tanggul dilakukan setiap 3 menit sekali sampai rembesan berada pada bagian hilir tanggul.
b. Pembacaan sensor kadar air pada tubuh tanggul
Garis rembesan atau aliran air pada model tanggul dapat digambarkan dari sensor kadar air yang dihubungkan dengan Amperemeter dimana sensor kadar air tersebut ditanamkan pada bagian tengah model tanggul. Pembacaan Amperemeter tersebut dilakukan setiap 30 menit sampai kondisi konstan. Sensor kadar air yang dibutuhkan sebanyak 25 buah yang diletakkan pada kedalaman 2.5 cm, 7.5 cm, 12.5 cm dan 17.5 cm.
c. Analisis Debit Rembesan
Debit rembesan adalah besarnya jumlah air yang mengalir pada tubuh tanggul. Besarnya debit rembesan dihitung atau diukur dengan menggunakan 3 metode yaitu rumus empiris, analisis program Seep/w dan pengukuran pada model tanggul secara langsung. Pada penelitian ini perhitungan debit rembesan dilakukan pada kondisi dimana debit rembesan diperoleh dari air yang keluar dibagian hilir model tanggul (outlet). Jumlah air yang keluar akan ditampung dengan menggunakan gelas ukur. Selama penggukuran debit rembesan, permukaan air di hulu dipertahankan agar tetap.
Gambar 15. Pengukuran debit outlet pada model tanggul.
d. Pengambilan sample air rembesan.
Air rembesan yang melalui outlet model tanggul diambil sebagai sample untuk diuji kualitas airnya. Pada penelitian kali ini pengujian kualitas air dari rembesan tersebut hanya dilakukan berdasarkan visualisasi. Warna air rembesan yang melalui tubuh tanggul tersebut lebih jernih dibandingkan dengan air yang masuk kedalam tanggul.
Gambar 16. Sample warna air sebelum pengaliran (kiri) dan sesudah pengaliran/air rembesan (kanan).
10.Pembongkaran Model Tanggul
Setelah pengaliran air selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu pembongkaran model tanggul. Sebelum pembongkaran, contoh tanah diambil dengan menggunakan ring sampel tanah untuk dilakukan pengukuran permeabilitas tanah dan uji kuat geser tanah. Tanah yang sudah dibongkar kemudian dikeringkan udara dan disaring kembali untuk pengujian selanjutnya dengan beberapa ulangan. Proses pembongkaran tanggul dapat dilihat pada Gambar 17 berikut.
11.Pengukuran Permeabilitas Tanah
Permeabilitas merupakan kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori (Bowles, 1989). Pengujian permeabilitas menggunakan metode ”falling head”. Untuk mendapatkan koefisien permeabilitas tanah dengan metode ini digunakan persamaan berikut (Sapei, et al., 1990) :
dimana : KT = koefisien permeabilitas tanah pada ToC
a = luas permukaan pipa gelas (cm2) l = panjang contoh tanah (cm)
A = luas permukaan contoh tanah (cm2) T = waktu (detik)
h1 = tinggi minikus atas (cm)
h2 = tinggi minikus bawah (cm)
Sedangkan untuk permeabilitas pada suhu standar (T = 20oC) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sapei, et al., 1990) :
K20 = (μT / μ20) KT ... (18)
dimana : K20 = koefisien permeabilitas pada suhu standar (T = 20oC)
μT = viskositas air pada suhu ToC
μ20 = viskositas air pada suhu 20oC
KT = koefisien permeabilitas pada ToC
Gambar 18. Uji permeabilitas menggunakan metode falling head. ) 17 ( .. ... ... ... ... ... ... log * * * 3 . 2 2 1 h h T A l a KT ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SIFAT FISIK TANAH
Bahan utama yang digunakan untuk membuat model tanggul adalah tanah jenis Latosol yang diambil dari lapangan percobaan Leuwikopo Darmaga, Bogor. Tanah yang digunakan untuk model tanggul tersebut diambil pada kedalaman 20 – 40 cm. Berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Herlina (2003) telah menganalisis sifat fisik dan mekanik tanah tersebut. Hasil analisis dari sifat fisik tanah Latosol Darmaga tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :
Tabel 7. Sifat fisik tanah Latosol Darmaga pada kedalaman 20 – 40 cm Karaktersistik Satuan Nilai
Berat isi kering g/cm3 1. 03
Liat % 62.13 Debu % 12.94 Struktur tanah Pasir % 24.93 Batas Cair % 61.42 Batas Plastis % 41.36 Indeks Plastisitas % 20.06
Berat Jenis Tanah g/cm3 2.64
Permeabilitas (k) cm/det 4.28 x 10-6
Angka Pori (e) 0.61
Porositas (n) 1.55
Sumber : Herlina, 2003
Sifat – sifat fisik tanah di atas mempengaruhi pola aliran dan besarnya air yang mengalir dalam tanah. Besarnya nilai koefisien permeabilitas dipengaruhi oleh porositas dan angka pori tanah. Semakin besar angka pori (e) dan porositas (n) suatu tanah maka semakin besar pula koefisien permeabilitasnya atau semakin mudah untuk meloloskan air.
Berdasarkan sifat – sifat fisik tanah Latosol di atas dapat diklasifikasikan menurut sistem Unified dan metode segitiga tekstur sistem
USDA. Menurut sistem klasifikasi Unified, tanah Latosol Darmaga ini didasarkan pada analisis konsistensi tanah yaitu dengan menggunakan batas cair dan batas plastis tanah. Nilai batas cair tanah tersebut adalah 61.42 % dan batas plastis tanah sebesar 41.36 %. Sedangkan nilai indeks plastisitas (IP) tanah yang merupakan selisih dari batas cair dan batas plastis adalah sebesar 20.06 %. Berdasarkan analisis konsistensi tanah tersebut, tanah Latosol Darmaga termasuk dalam tanah berbutir halus karena lebih dari 50 % yang lolos dari saringan no. 200 (0.075 mm) dan kelompok tanah MH, yaitu jenis tanah lanau anorganik atau pasir halus diatome atau dengan kata lain tanah tersebut masuk klasifikasi kandungan liat yang tinggi. Sedangkan klasifikasi menurut segitiga tekstur sistem USDA, tanah Latosol tergolong dalam kelas liat karena komposisi liatnya lebih besar dibandingkan dengan debu dan pasir. Komposisi liatnya 62.13 %, debu 12.94 % dan pasir 24.93 %.