• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu

Lokasi lereng penelitian berada di Kampung Babakan Epek, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga September 2015. Area yang diteliti merupakan daerah yang mengalami longsor pada 17 Januari 2015. Selanjutnya, analisis karakteristik tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer tanah, meliputi kadar air, berat isi, kohesi, dan sudut geser dalam, serta topografi permukaan lereng. Data primer tersebut didapatkan melalui pengukuran dan pengujian langsung di lapangan dan di laboratorium, sehingga alat-alat yang digunakan meliputi perangkat survei lapangan berupa theodolit, GPS, kompas, pita ukur, ring sampel, alat uji geser langsung, oven, timbangan. Program-program komputer yang digunakan yaitu Geostudio SLOPE/W 2004, AutoCAD 2010, Surfer 10.0, Microsoft Office 2013, Microsoft Excell 2013, Google Earth, dan perangkat laptop Lenovo, serta alat tulis.

Gambar 4 Jenis-jenis bentuk teras : (a) bench terrace, (b) outward-sloping bench, (c) inward-sloping bench, (d) step terraces, (e) irrigation terraces.

9

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang digambarkan melalui diagram alir seperti pada Gambar 5.

YA

TIDAK

Kesimpulan

Gambar 5 Diagram alir prosedur penelitian Mulai

Studi Literatur : 1.Analisis stabilitas lereng

2.Pengoperasian GeoStudio 2004 3.Perhitungan Bronjong

4.Perkuatan dengan teras

Pengumpulan Data : 1.Topografi

Permukaan lereng 2.Karakteristik Tanah

Hitung nilai faktor keamanan

Identifikasi kemungkinan longsor susulan Perkuatan lereng dengan bronjong dan teras

10

Secara umum, prosedur penelitian tersebut dapat dibagi menjadi beberapa tahapan berikut :

1. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dan referensi tentang analisis stabilitas lereng, baik metode maupun parameter-parameter tanah yang akan dibutuhkan dalam analisis. Literatur didapatkan dari berbagai bentuk tulisan ilmiah yang tersedia, yakni meliputi buku manual, skripsi, tesis, maupun jurnal-jurnal yang terpublikasi secara resmi.

2. Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer yang diperlukan dalam analisis, yakni topografi lereng, nilai kohesi tanah, sudut geser dalam, dan berat isi tanah. Topografi lereng didapatkan dari pengukuran langsung di lokasi longsor dengan menggunakan perangkat survei lapangan, sedangkan data lainnya diambil dari hasil uji sampel tanah tidak terganggu di laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah IPB. Hasil survei lapangan kemudian diolah dengan Microsoft Excell 2013 dan Surfer 10.0 untuk membuat peta topografi.

Sampel tanah diambil dari sisi lahan yang longsor dengan membagi tiga lereng berdasarkan nilai ketinggiannya. Peta pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 6. Pada bagian bawah lereng terdapat batu lemah dengan ketinggian 2 m dari bibir lereng, kemudian sisa ketinggian lereng dibagi tiga titik dengan ketinggian satu sama lain adalah sama. Pada setiap titik diambil tiga buah sampel tanah menggunakan ring berdiameter 8 cm dan tinggi 15 cm.

3. Analisis Stabilitas Lereng

Tahap ini menentukan faktor keamanan lereng sebelum terjadinya longsor. Lereng yang longsor diasumsikan memiliki sudut kemiringan yang sama dengan sisi-sisinya yang belum longsor. Analisis stabilitas menggunakan Geostudio 2004 agar menghemat waktu dan nilai faktor keamanan yang didapatkan lebih akurat. Tools yang digunakan dalam Geostudio 2004 ialah SLOPE/W yang khusus untuk menentukan nilai faktor keamanan minimum dalam analisis stabilitas lereng.

11

Tahapan pelaksanaan analisis kestabilan lereng dengan menggunakan Geostudio SLOPE/W 2004 :

a. Setelah program mulai dijalankan, kemudian pilih fitur SLOPE/W.

b. Selanjutnya dilakukan pengaturan halaman kerja. Pengaturan ini melalui menu Set. Pada menu tersebut dapat diatur ukuran halaman dengan Page, satuan dan skala dengan Units and Scale, kordinat pemodelan dengan Grid, dan kordinat sumbu untuk geometri lereng melalui Axes. Hasil pengaturan ditunjukan pada Gambar 8.

Gambar 7 Pemilihan new file untuk analisis stabilitas lereng

12

c. Berikutnya yakni memodelkan bentuk lereng secara dua dimensi berdasarkan hasil pemetaan topografi. Dalam hal ini pemetaan topografi hanya dilakukan pada sisi lereng bukit yang longsor, sedangkan sisi lainnya diasumsikan saja. Model lereng digambar melalui sketch line dengan memperhitungkan grid dan skala pada halaman kerja. Pada analisis ini lereng dibagi menjadi tiga layer berdasarkan ketinggian. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 9.

d. Langkah selanjutnya adalah memasukan data material lereng menggunakan model material Mohr-Coulomb, meliputi berat isi, kohesi dan sudut geser dalam. Data tersebut di-input melalui material properties yang terdapat pada menu KeyIn. Lereng dibagi menjadi tiga bagian agar mengurangi adanya perbedaan jenis tanah pada tiap lapisan. Kemudian digunakan Regions pada menu Draw untuk menandakan lapisan sesuai data yang telah di-input.

Jarak Horizontal (m) Ketinggian

(m)

Gambar 9 Permodelan lereng dalam dua dimensi

13

e. Setelah langkah tersebut dibuka kembali menu KeyIn kemudian dipilih Analysis Setting. Pada menu tersebut dipilih metode yang digunakan dalam analisis, yakni metode Bishop, Ordinary, dan Janbu. Selain itu, pada menu tersebut juga diaturpendugaan arah bidang longsor yakni dari kanan ke kiri berdasarkan model yang telah digambarkan.

f. Kemudian dibuat garis keruntuhan lereng dan sebuah grid yang diperkirakan memiliki titik keamanan minimum. Tools yang digunakan ialah Slip Surface yang terdapat pada menu Draw, sehingga didapatkan hasil seperti pada Gambar 12.

Gambar 11 Pemilihan metode analisis dan arah kelongsoran

Gambar 12 Model lereng yang akan dianalisis

Ketinggian (m)

14

g. Kemudian dilakukan perhitungan faktor keamanan minimum melalui tools SOLVE, setelah memastikan tidak terjadi kesalahan melalui tools Verify. Hasil permodelan kelongsoran dan letak titik faktor keamanan terkecil kemudian dapat dilihat melalui tools CONTOUR.

Setelah didapatkan nilai faktor keamanan minimum lerengnya, kemudian dibuat kesimpulan tentang penyebab terjadinya longsoran berdasarkan analisis kestabilan lahan. Selain itu, juga diidentifikasi kemungkinan terjadinya longsor susulan pada lokasi tersebut. Jika masih ada kemungkinan terjadi longsor, maka dilanjutkan pada tahap selanjutnya terkait perkuatan dinding lereng.

4. Perencanaan Dinding Bronjong

Perencanaan ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya longsor susulan di lokasi longsoran Desa Sukamakmur. Longsor susulan diprediksi melalui pengamatan langsung di lapangan dan permodelan melalui Geostudio 2004 untuk sisi lereng yang bersisa. Apabila masih memungkinkan terjadinya longsor, maka perlu dilakukan pemasangan bronjong agar tidak kembali menutup akses warga.

Perencanaan bronjong dan analisis kestabilannya dilakukan secara manual, dengan perhitungan menurut GEO (2004). Perhitungan tersebut kemudian dikombinasikan dengan spesifikasi bahan menurut SNI 03-0090-1999. Ukuran bronjong yang digunakan adalah 2 m (p) x 1 m (l) x 1 m (t). Data yang diperlukan pada perencanaan bronjong adalah berat isi tanah, sudut geser antara bronjong dan tanah, berat isi bronjong, tinggi rencana, lebar rencana, sudut kemeringan bronjong, sudut kemiringan tanah, dan debit jika bronjong dipengaruhi aliran air. Gaya-gaya yang bekerja pada struktur bronjong dapat dilihat pada Gambar 13

15

Perhitungan perecanaan bronjong adalah sebagai berikut a. Menghitung koefisien tekanan Ka :

� = ² ø −

² cos + [ + √ sin ø + sin ø −cos + cos − ] ² (1)

b. Menghitung tekanan aktif total :

� = � � / + � (2)

c. Menghitung tekanan tanah aktif pada arah horizontal :

�ℎ = � cos (3)

d. Jarak vertikal menuju Ph : =� � +

� + + �

(4)

e. Momen guling (overturning) :

= �ℎ (5)

f. Berat bronjong untuk setiap 1 m panjang :

� = � . � (6)

g. Jarak Horizontal ke Wg

� = � /� (7)

h. Momen tahanan

= � � (8)

i. Faktor keamanan terhadap Guling (overturning)

= / (9)

j. Faktor keamanan terhadap geser (sliding)

= � �/�ℎ (10)

16 = − − / � (11) Batas eksentrisitas − / ≤ ≤ / (13) dengan : H : q : α : β : ø : δ : ws : wg : B : Tinggi dinding (m) Beban merata (kN/m2)

Sudut kemiringan tanah timbunan (°) Sudut kemiringan dinding (°)

Sudut gesek tanah (°)

Sudut gesek tanah dengan dinding bronjong (°) Densitas tanah (kN/m3)

Densitas bronjong (kN/m3) Lebar dinding (m)

Berdasarkan modul bronjong pada GEO (2004), spesifikasi tinggi dan lebar bronjong yang direncanakan disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 14.

H (m) B (m) 1.0 2.0 2.0 2.0 3.0 3.0 4.0 3.0 5.0 4.0 6.0 4.0 7.0 5.0 8.0 5.0 9.0 6.0 10.0 6.0

Gambar 14 Model bronjong yang direncanakan Tabel 1 Ketentuan tinggi dan lebar bronjong

PEMBAHASAN

Topografi dan Karakteristik Tanah pada Lokasi

Analisis stabilis lereng dilakukan pada bukit kecil di Kampung Babakan Epek RT 03/05 Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Desa tersebut dikelilingi oleh barisan perbukitan yang memiliki lereng-lereng dengan berbagai sudut kemiringan. Sebagian besar penduduk Desa Sukamakmur memanfaatkan lahan di kaki perbukitan tersebut untuk berladang.

Pengukuran topogrofi hanya dilakukan pada sisi bukit yang mengalami longsor, sedangkan sisi bukit lainnya diasumsikan. Setelah melakukan pengukuran survei lapangan dan meng-input datanya dalam program Surfer 10.0, maka kondisi lereng bukit yang longsor ditunjukkan oleh Gambar 16.

Gambar 16 Topografi lokasi longsoran Gambar 15 Denah lokasi longsoran Sumber : Google Map ( tanggal akses : 8/12/15)

18

Dimensi lereng yang dianalisis melalui Geoslope 2004 adalah bentuk lereng sebelum terjadi longsor. Bentuk lereng tersebut diperoleh dari dimensi sisi-sisi lereng yang belum terjadi longsor, karena lereng yang longsor diasumsikan memiliki topografi yang sama dengan sisi-sisinya sebelum terjadi longsoran. Berdasarkan peta topografi tersebut, kemudian lereng pada sisi longsor digambarkan dalam bentuk dua dimensi, dengan sudut lereng sebasar 29.41° dan titik tertinggi 31 m dari bibir lereng. Dimensi lereng sebelum terjadi longsoran yang ditunjukkan oleh Gambar 17.

Sampel tanah yang telah diambil dilapangan kemudian dilakukan uji geser langsung (direct shear) dan uji densitas di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah IPB. Pada uji geser langsung setiap sampel diuji dengan beban 0.5 kg/cm2, 1.0 Kg/cm2, dan 1.5Kg/cm2. Tegangan normal total yang terjadi dalam pengujian sama dengan tegangan normal efektifnya, karena salah satu kekurangan pengujian ini adalah pengaliran airnya yang tidak dapat dikontrol sehingga tekanan air pori diasumsikan bernilai sama dengan nol. Hasil pengujian diplot dalam grafik sesuai persamaan Mohr-Coulomb.

Pengujian densitas atau berat isi tanah dilakukan pada kondisi tanah saat kering. Kondisi kering ini dipilih karena permodelan kelongsoran diasumsikan tanpa adanya aliran air dalam tanah. Nilai kohesi, sudut geser dalam dan berat isi tanah dari hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.

Titik Kohesi Sudut Geser

Dalam (°) Berat isi Kg/cm2 KN/m2 gr/cm3 KN/m3 A 0.30 29.71 22.93 1.61 15.78 B 0.29 28.18 23.20 1.71 16.76 C 0.31 30.44 17.51 1.81 17.74

Gambar 17 Dimensi lereng sebelum longsor

19

Analisis Stabilitas Lereng

Analisis stabilitas lereng di Desa Sukamakmur, Kabupaten Bogor, menggunakan Geostudio Slope/W 2004 dengan metode Fellenius (Ordinary). Setelah data hasil pengujian diinput dalam Geostudio Slope/W 2004, maka diperoleh hasil model longsor seperti Gambar 18.

Angka keamanan lereng terendah yang diperoleh dari analisis adalah 1.334. Berdasarkan rentang angka keamanan yang tercantum dalam SKBI-2.3.06 tahun 1987, angka keamanan hasil analisis berada di bawah 1.5 yang berarti rawan terjadi longsor. Hal ini menunjukkan bukit di Kampung Babakan Epek tersebut sejak awal sudah memiliki lereng yang tidak stabil.

Kriteria kelongsoran diatas hanya memperhatikan parameter yang dikemukakan oleh Mohr-Coulomb. Selain parameter tersebut, masih banyak faktor yang menyebabkan terjadi longsor. Menurut Arsyad et al. (1989) longsoran akan terjadi jika terpenuhi tiga keadaan sebagai berikut:

a. adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur ke bawah,

b. adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang akan menjadi bidang luncur,

c. adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang tepat di atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh.

Ketiga keadaan diatas jika dibandingkan dengan kondisi lereng di Desa Sukamakmur, sudah memenuhi syarat untuk terjadinya longsor. Pertama, lereng memiliki sudut 29.41°. Sudut tersebut memang tidak lebih dari setengah sudut siku-siku, tetapi cukup untuk membuat massa tanah bergerak menuju pusat bumi. Kedua, lapisan pada bawah permukaan tanah berupa batuan lemah atau bedrock. Meskipun batuan ini mudah hancur, namun memiliki sifat sukar menyerap air. Kondisi ini membuat tegangan geser menjadi lebih besar pada bidang longsor. Ketiga,

Ketinggian (m)

Jarak Horizontal (m)

20

berdasarkan keterangan warga sebelum terjadinya longsor didahului oleh hujan. Hujan dalam debit diatas rata-rata sewaktu-waktu dapat membuat tanah menjadi jenuh, sehingga ikatan antarmolekul tanah menjadi terpisah. Hal ini akan mempermudah pergerakan massa tanah menuju arah pusat bumi pada bidang geser. Hasil permodelan longsoran yang didapatkan dari Geostudio SLOPE/W 2004 kemudian dibandingkan dengan kondisi nyatanya di lapangan, sehingga didapatkan perbandingannya seperti Gambar 19. Pada gambar tersebut terlihat bahwa longsor yang terjadi di lapangan memiliki jari-jari lebih kecil dari model oleh Geostudio, namun masih dalam jari-jari kelongsoran model. Hal ini berarti ancaman longsoran pada 17 Januari 2015 tersebut bisa lebih besar. Perbedaan model kelongsoran tersebut dapat disebabkan adanya retakan pada lereng sebelum terjadinya longsor. Perbedaan model dan kenyataannya di lapangan lebih utama disebabkan oleh aktivitas manusia diatas lahan tersebut. Berdasarkan keterangan warga sebelum terjadinya longsor lahan tersebut digunakan sebagai ladang. Hal ini tentu membuat tutupan lahan menjadi berkurang dan daya infiltrasi air sat terjadi hujan menjadi berkurang. Seiring kemampuan tanah menyerap air hujan berkurang, tegangan geser pada tanah semakin meningkat akibat meningkatnya tekanan air pori. Pada akhirnya tepat tanggal 17 Januari 2015 terjadi tanah longsor pada lahan tersebut.

Perkuatan Lereng dengan Bronjong dan Teras

Perencanaan perkuatan lereng sisi bukit yang longsor didasarkan pada kondisi saat ini di lapangan. Lereng sisa kejadian longsor menunjukkan bahwa sebagian tanah urugan tertumpuk pada sisi bawah lereng. Tanah urugan tersebut memang sudah dirapihkan secara swadaya oleh warga, karena sisi bawah lereng merupakan jalur akses warga antar kampung. Kondisi lereng yang longsor dapat dilihat pada Gambar 20.

Ketinggian (m)

Jarak Horizontal (m)

21

Perkuatan terhadap lereng yang longsor dilakukan untuk menghindari terjadinya longsor susulan. Perencanaan perkuatan lereng dilakukan dengan membangun bronjong pada sisi bawah lereng yang telah longsor, karena pada sisi tersebut memiliki lereng yang curam dan merupakan tanah urugan. Bronjong dipilih karena sangat ekonomis dan sesuai dengan kondisi lereng yang tidak terlalu tinggi. Penempatan bronjong pada sisi lereng dapat dilihat pada Gambar 21.

Perencanaan bronjong dan analisis kestabilannya dilakukan secara manual berdasarkan GEO (2004). Perhitungan tersebut dikombinasikan dengan spesifikasi bahan menurut SNI 03-0090-1999. Sudut geser bronjong terhadap tanah bernilai 330 berdasarkan standar nilai yang ditetapkan Naval Facilities Engineering Command (NAVFAC). Data yang diperlukan pada perencanaan bronjong adalah densitas tanah, sudut geser dalam, densitas isi bronjong, tinggi rencana, lebar rencana, sudut kemiringan bronjong, sudut kemiringan tanah, dan beban tambahan jika akan direncanakan ada bangunan lain diatas lereng.

Gambar 20 Kondisi lereng saat terjadi longsoran

22

Perhitungan perencanaan bronjong adalah sebagai berikut : H : B : q : α : β : 8 m 5 m

0 kN/m2 (beban diatas berm) 00 00 ø : δ : ws : wg : 330 00 16.76 kN/m3 23 kN/m3

Nilai koefisien tekanan berdasarkan Persamaan 1 didapatkan Ka = 0.46, kemudian dihitung nilai tekanan aktif total melalui Persamaan 2 sebagai berikut :

� = . . . . = . /

Nilai cos = , sehingga nilai tekanan tanah aktif pada arah horizontal sama dengan nilai tekanan aktif total (�ℎ = � = , � / ). Kemudian dihitung jarak vertikal menuju Ph melalui Persamaan 4 sebagai berikut :

= + ,

+ , + sin = .

Momen guling (overturning) dihitung melalui Persamaan 5 sebagai berikut:

= , , / = .

Berat bronjong untuk setiap 1 m panjang dapat dilihat pada Gambar 22, dengan dimensi bronjong berdasarkan ketentuan GEO (2004). Tinggi (H) bronjong direncanakan 8 m sedangkan jarak horizontal (B) adalah 5 m. Ukuran bronjong yang digunakan di Indonesia yakni berdasarkan SNI 03-0090-1999 adalah 2 m (p) x 1 m (l) x 1 m (t) dengan berat bronjong sebesar 23 kN/ m3 :

23

Berat bronjong untuk setiap 1 m panjang dihitung melalui Persamaan 6 seperti berikut:

� = + + + . = /

Jarak Horizontal ke Wg : � = � /�

� merupakan luasan total bronjong dan adalah jarak ke 0. Diperoleh perhitungan seperti di bawah ini

A.x1 = 10 (2.5 cos 0 + 1 sin 0) = 16 A.x2 = 8 (3 cos 0 + 3 sin 0) = 21 A.x3 = 6 ( 3.5 cos 0 + 5 sin 0) = 24 A.x4 = 4 (4 cos 0 + 7 sin 0) = 25

� = 86 m2

� =� = = .

Terakhir dihitung nilai momen tahanan melalui Persamaan 8, yakni

= . / =

Setelah semua nilai dihitung, kemudian diperiksa faktor keamanan terhadap guling (overturning) melalui persamaan 9 :

= . �� �� = . > (Aman)

Faktor keamanan terhadap geser (sliding) berdasarkan Persamaan 10 : = ���ℎ = tan ° . ��/� ��/� = . > . (Aman) Eksentrisitas reaksi berdasarkan Persamaan 11 :

= − ��− ��/�. ��= − .

Batas eksentrisitas

− / ≤ ≤ /

− . ≤ − . ≤ . (Aman)

Teras pada lereng yang longsor di Desa Sukamakmur juga direncanakan pada sisi lereng bagian atas. Hal ini disebabkan lereng pada bagian atas memiliki sudut yang cukup curam. Perencanaan teras diharapkan mampu menghindari terjadinya longsor susulan sehingga dapat menyebabkan rusaknya bronjong yang telah dirancang. Angka keamanan lereng pada bagian atas dapat dianalisis kembali melalui Geostudio SLOPE/W 2004 dengan mengasumsikan tidak terjadi perubahan tekstur tanah pada lereng sisa longsor dan semua tanah urugan telah dibersihkan. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 23.

24

Hasil analisis pada permukaan lereng bagian atas setelah longsor memiliki angka keamanan 1.187. Angka tersebut menunjukkan bahwa lereng masih sangat rawan terjadi longsor kembali. Longsor tersebut dapat ditanggulangi dengan pembuatan teras. Pemilihan teras pada lereng memberikan banyak keuntungan bagi pihak yang memiliki lahan tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 47 tahun 2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan, Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 0° dengan bidang horizontal), miring ke dalam/goler kampak (bidang olah miring beberapa derajat kearah yang berlawanan dengan lereng asli), dan miring keluar (bidang olah miring ke arah lereng asli).

Dimensi (tinggi dan lebar) teras ditentukan dengan coba-coba sehingga menghasilkan nilai faktor keamanan yang aman. Selain itu, untuk mengurangi biaya dan waktu kerja, volume tanah yang dibuang dilakukan secara efisien. Tinggi teras dipengaruhi oleh faktor erosi dan jumlah tangga teras tertentu. Teras yang tinggi akan memudahkan terjadinya erosi sedangkan tangga yang terlalu pendek akan menghasilkan tangga yang banyak, sehingga memerlukan banyak waktu dan tenaga. Sementara itu, lebar teras dirancang agar mampu dimanfaatkan untuk dijadikan lahan pertanian. Lebar teras tidak kurang dari nilai tingginya agar mampu menahan beban dan tidak mudah tergerus oleh air hujan.

Perhitungan keamanan teras kembali menggunakan Geostudio 2004 agar mendapatkan dimensi yang tepat untuk sisi lereng bagian atas yang rawan longsor. Volume tanah yang terbuang digambarkan dalam bentuk dua dimensi, sehingga volumenya dapat diwakili oleh luas tanah yang terbuang. Hasil beberapa kali percobaan dimensi lereng yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Faktor

Jarak Horizontal (m)

Gambar 23 Analisis stabilitas pada sisi atas lereng yang longsor

Ketinggian (m)

25

keamanan yang dinilai aman dan luas tanah yang dibuang minimal didapatkan dengan dimensi teras setinggi 3 m dan lebar 3 m.

Analisis stabilitas pada percobaan pencarian dimensi teras yang tepat tersebut masih menggunakan metode Fellenius, dengan radius bidang longsoran dipersempit pada sisi atas lereng saja. Hasil analisis teras berdiameter 3 m x 3 m dapat dilihat pada Gambar 24. Analisis stabilitas menggunakan dimensi teras tersebut bernilai 1.618. Angka tersebut cukup ideal mendekati standar keamanan 1.5 sehingga tidak perlu membuang banyak tanah pada sisi atas lereng. Perkuatan bronjong pada sisi bawah lereng diasumsikan tidak memberikan perkuatan pada sisi atas. Oleh karena itu, adanya dua perkuatan tersebut dapat meminimalisir terjadi longsor di bukit tersebut.

Tinggi (m) Lebar (m) Nilai Faktor Keamanan

Luas Bidang yang Terbuang (m2) 2 2 1.812 179.0 2 3 2.316 249.0 3 3 1.618 149.5 3 4 1.916 199.0 4 3 1.374 126.0 4 4 1.687 174.5 4 5 1.779 204.5 5 4 1.381 123.0 5 6 1.796 204.5 5 5 1.686 212.5 Jarak Horizontal (m)

Gambar 24 Analisis stabilitas pada lereng yang telah memiliki teras Tabel 3 Hasil perhitungan keamanan berbagai dimensi teras

Ketinggian (m)

Dokumen terkait