Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut diselesaikan
dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9.
Data Citra Tumbuhan
Citra yang digunakan diperoleh dari pemotretan tiga puluh jenis citra pohon yang terdapat di Kebun Raya Bogor serta tiga puluh jenis citra daun, depan dan belakang (masing- masing kelas 48 citra) yang terdapat di kebun Biofarmaka IPB Cikabayan dan rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan IPB. Citra yang digunakan berformat JPG. Total citra pohon yang digunakan 300 citra yang terdiri atas 30 kelas masing-masing kelas terdiri atas 10 citra yang dapat dilihat pada Lampiran 1 serta total citra daun yang digunakan sebanyak 1.440 citra yang terdiri atas 30 kelas, depan dan belakang (masing-masing kelas 48 citra) dapat dilihat pada Lampiran 2. Praproses
Pada tahap awal praproses, dilakukan perbaikan data pohon dengan memotong citra untuk mendapatkan objek tanaman dan memperkecil ukuran citra menjadi 270x210 piksel. Citra tersebut diperoleh dari hasil
cropping dengan bertujuan agar citra focus
kepada objek dari citra itu sendiri. Pada data daun dilakukan praproses data dengan mengambil objek setiap satu daun dan memperkecil ukuran citra menjadi 270x240 piksel. Kemudian mode warna citra diubah menjadi grayscale untuk proses ekstraksi selanjutnya.
Image Enhancement dengan Gaussian
Proses perbaikan citra menggunakan fungsi Gaussian. Sebelum masuk ke tahap ekstraksi, citra diubah ke dalam mode warna
grayscale. Tahap selanjutnya citra diproses
dengan mengalikan fungsi Gaussian yang ditunjukkan pada persamaan (1) bertujuan untuk memperhalus distribusi frekuensi citra. Ekstraksi Tekstur dengan Local Binary Pattern
Ekstraksi tektur pada citra daun hanya dilakukan pada piksel yang menyusun citra tersebut. Citra dikonversi ke mode warna
grayscale. Selanjutnya membagi citra ke
dalam beberapa local region sesuai dengan
7 Gambar 8 Struktur PNN.
1. Lapisan pola (pattern layer)
Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan. Setiap node pola merupakan selisih antara
vektor masukan j yang akan
diklasifikasikan dengan vektor bobot mmmmjkl, yaitu n = j + mmmmjkl, n kemudian dibagi dengan bias tertentu ( ) dan selanjutnya dimasukkan ke dalam fungsi radial basis, yaitu op -(E = exp (+E . Dengan demikian, persamaan yang digunakan pada lapisan pola adalah.
4( j = N t+(uj ummmmmmjvwx(uj ummmmmmjvwy (17) 2. Lapisan penjumlahan (summation layer)
Menerima masukan dari node lapisan pola yang terkait dengan kelas yang ada. Persamaan yang digunakan pada lapisan ini adalah: N( j = 1 2z{ %{ | K exp − j −mmmmjkl} j −mmmmjkl 2% ~ 0 (18) 3. Lapisan keluaran (output layer)
Menentukan kelas dari input yang diberikan. Input x akan masuk ke Y jika nilai N• paling besar dibandingkan kelas lainnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut diselesaikan
dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9.
Data Citra Tumbuhan
Citra yang digunakan diperoleh dari pemotretan tiga puluh jenis citra pohon yang terdapat di Kebun Raya Bogor serta tiga puluh jenis citra daun, depan dan belakang (masing- masing kelas 48 citra) yang terdapat di kebun Biofarmaka IPB Cikabayan dan rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan IPB. Citra yang digunakan berformat JPG. Total citra pohon yang digunakan 300 citra yang terdiri atas 30 kelas masing-masing kelas terdiri atas 10 citra yang dapat dilihat pada Lampiran 1 serta total citra daun yang digunakan sebanyak 1.440 citra yang terdiri atas 30 kelas, depan dan belakang (masing-masing kelas 48 citra) dapat dilihat pada Lampiran 2. Praproses
Pada tahap awal praproses, dilakukan perbaikan data pohon dengan memotong citra untuk mendapatkan objek tanaman dan memperkecil ukuran citra menjadi 270x210 piksel. Citra tersebut diperoleh dari hasil
cropping dengan bertujuan agar citra focus
kepada objek dari citra itu sendiri. Pada data daun dilakukan praproses data dengan mengambil objek setiap satu daun dan memperkecil ukuran citra menjadi 270x240 piksel. Kemudian mode warna citra diubah menjadi grayscale untuk proses ekstraksi selanjutnya.
Image Enhancement dengan Gaussian
Proses perbaikan citra menggunakan fungsi Gaussian. Sebelum masuk ke tahap ekstraksi, citra diubah ke dalam mode warna
grayscale. Tahap selanjutnya citra diproses
dengan mengalikan fungsi Gaussian yang ditunjukkan pada persamaan (1) bertujuan untuk memperhalus distribusi frekuensi citra. Ekstraksi Tekstur dengan Local Binary Pattern
Ekstraksi tektur pada citra daun hanya dilakukan pada piksel yang menyusun citra tersebut. Citra dikonversi ke mode warna
grayscale. Selanjutnya membagi citra ke
dalam beberapa local region sesuai dengan
8 !! !! !! !! !! " " " # " " # " $ # " $ #
Gambar 9 Metode Penelitian Tabel 1 Operator LBP Operator (P,R) Ukuran Blok (piksel) Kuantisasi sudut (8,1) 3 x 3 45 derajat (8,2) 5 x 5 45 derajat (16,2) 5 x 5 22.5 derajat (24,3) 7 x 7 15 derajat
Ekstraksi tekstur dilakukan dengan konvolusi menggunakan operator yang disajikan pada Tabel 1. Nilai LBP akan direpresentasikan melalui histogram yang merupakan gambaran frekuensi nilai LBP pada sebuah citra. Ekstraksi tekstur yang digunakan sebanyak tiga descriptor yaitu , ,
VAR, dan LBPV.
1. Ekstraksi tekstur dengan ,
Ekstraksi tekstur menggunakan , mengolah setiap piksel dari citra yang dilakukan dengan menggunakan persamaan (12). Histogram
9 , menghasilkan +2 bin dengan
merupakan banyaknya sampling points yang digunakan. Bin pertama sampai dengan + 1 merupakan bin uniform patterns, sedangkan bin terakhir ( + 2) merupakan single bin untuk non
uniform patterns. Ekstraksi tekstur menggunakan
, diolah menggunakan empat operator,
yaitu (8,1), (8,2), (16,2), dan (24,3). 2. Ekstraksi tekstur dengan eR
Ekstraksi tekstur menggunakan eR ,
descriptor dilakukan dengan menggunakan
persamaan (13) dan (14). Setiap nilai gray value
piksel ketetanggaan dibandingkan dengan nilai rata-rata piksel ketetanggaan itu sendiri. Semakin besar nilai eR , pada suatu local region, maka semakin kontras local region tersebut.
Hasil pengolahan dari setiap local region
menghasilkan matriks nilai eR , . Nilai eR , yang dihasilkan merupakan nilai kontinu
yang harus dikuantisasi. Pengkuantisasian dilakukan dengan mengelompokkan nilai-nilai eR , dalam rentang kelipatan 100 yang dilihat
berdasarkan kemiripan tekstur. Hal ini dilakukan untuk mempermudah perhitungan frekuensi nilai- nilai eR dalam suatu citra. Selanjutnya nilai yang telah dikuantisasi direpresentasikan melalui histogram. Histogram descriptor eR memiliki 150 bin. Penentuan banyaknya bin ini tidak baku. Penentuan banyaknya bin pada penelitian ini dilihat dari sebaran nilai terbesar eR pada suatu citra. Ekstraksi tekstur menggunakan eR diolah menggunakan empat operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2), dan (24,3).
3. Ekstraksi tekstur dengan
Ekstraksi tekstur menggunakan
descriptor memanfaatkan keseluruhan hasil nilai-
nilai localregion , dan hasil nilai-nilai local
region eR. Ekstraksi dilakukan dengan
menggabungkan nilai , dan eR
menggunakan persamaan (15) dan (16). Setiap nilai
local region yang ada di , merujuk pada
nilai local region eR pada posisi local region
yang sama. Sampling points dan radius (operator) yang digunakan , dan eR harus sama. Hal ini dikarenakan descriptor bekerja dengan mencocokkan posisi local region.
Hasil dari penggabungan local region ,
dengan eR menghasilkan vektor frekuensi nilai yang direpresentasikan melalui histogram. Pembentukan histogram LBPV descriptor sama
seperti , . Histogram descriptor
memiliki + 2 bin dengan banyaknya
sampling points yang digunakan. Ekstraksi tekstur
menggunakan juga diolah menggunakan
empat operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2), dan (24,3).
Ekstraksi tekstur dengan Multi-Block Local Binary Pattern
Hasil distribusi citra setelah diproses pada
image enhancement dengan Gaussian filrering
selanjutnya dilakukan tahap ekstraksi dengan
Multi-Block Local Binary Pattern (MBLBP). Pada
proses ekstraksi tekstur pada penelitian ini menggunakan tiga descriptor, yaitu , ,
eR , , dan . Pengolahan
selanjutnya membagi citra ke dalam beberapa operator sesuai dengan sampling points dan radius
yang digunakan. Penelitian ini menggunakan empat macam operator yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Berbagai macam Operator MBLBP
Operator (P, R) Ukuran Blok besar (piksel) Ukuran blok kecil (sub- region) Kuantisasi Sudut (8,1) 9 x 9 3 x 3 45 derajat (8,2) 15 x15 3 x 3 45 derajat (16,2) 15 x 15 3 x 3 22,5 derajat (24,3) 21 x 21 3 x 3 15 derajat
Penentuan ukuran blok besar dan kuantisasi sudut yang digunakan menggunakan formula berikut:
pD€< p - = o3•- 2 + 1 (19) <• E|3- -3 -•o•| = (20)
Ekstraksi tekstur dilakukan menggunakan berbagai macam operator dengan sub-regions
berukuran 3x3 ketetanggaan. Sub-regions
merupakan hasil nilai rata-rata setiap single piksel yang berbentuk persegi. Setiap sub-regions
overlapping dengan sub-regions berikutnya
dengan jarak satu piksel. Ekstraksi tekstur yang digunakan sebanyak tiga descriptor yaitu:
1. Ekstraksi tekstur dengan , ) Ekstraksi tekstur menggunakan ,
descriptor mengolah setiap blok besar yang terdiri
atas sub-regions pada suatu citra menggunakan persamaan (12). Hasil dari pengolahan setiap blok besar menghasilkan pola biner MBLBP. Kemudian pola biner MBLBP setiap blok besar diidentifikasi ke dalam uniform patterns atau non uniform
patterns. Jika termasuk uniform patterns, dihitung
10 yang akan menentukan letak bin uniform patterns
tersebut berada.
Gambar 10 Pembentukan histogram. Hasil dari pengolahan setiap blok direpresentasikan melalui histogram yang merupakan frekuensi nilai , seluruh blok besar pada suatu citra. Ilustrasi pembentukan histogram ditunjukkan pada Gambar 10. Histogram
, descriptor memiliki + 2 bin dengan
merupakan banyaknya sampling points yang digunakan. Bin pertama sampai dengan + 1 merupakan bin uniform patterns, sedangkan bin terakhir ( + 2) merupakan single bin untuk
nonuniform patterns. Ekstraksi tekstur
menggunakan , diolah menggunakan empat operator yaitu (8,1), (8,2), (16,2), dan (24,3). 2. Ekstraksi tekstur dengan ,
Ekstraksi tekstur menggunakan ,
descriptor dilakukan menggunakan persamaan (13)
dan (14). Setiap nilai sub-regions ketetanggaan dibandingkan dengan nilai rata-rata piksel ketetanggaan itu sendiri. Semakin besar nilai
, pada suatu local region, maka semakin kontras local region tersebut.
Hasil pengolahan dari setiap local region
menghasilkan matriks nilai , . Nilai
, yang dihasilkan merupakan nilai
kontinu yang harus dikuantisasi. Pengkuantisasian dilakukan dengan mengelompokkan nilai-nilai
, dalam rentang kelipatan 500 yang dilihat berdasarkan kemiripan tekstur. Hal ini dilakukan untuk mempermudah perhitungan frekuensi nilai-nilai , dalam suatu citra. Selanjutnya nilai yang telah dikuantisasi direpresentasikan melalui histogram. Histogram
descriptor , memiliki 128 bin.
Penentuan banyaknya bin ini tidak baku. Penentuan banyaknya bin pada penelitian ini dilihat dari sebaran nilai terbesar , pada suatu citra. Ekstraksi tekstur menggunakan
, diolah menggunakan empat
operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2), dan (24,3). 3. Ekstraksi tekstur dengan
Ekstraksi tekstur menggunakan
descriptor memanfaatkan keseluruhan hasil nilai-
nilai local region (blok besar) , dan
, . Ekstraksi dilakukan dengan
menggabungkan nilai , dan
, menggunakan persamaan (15) dan
(16). descriptor bekerja dengan mencocokkan posisi local region. Setiap nilai local
region yang ada di , merujuk pada nilai
local region , pada posisi local
region yang sama. Sampling points dan radius
yang digunakan , dan
, harus sama.
Hasil dari penggabungan local region
, dengan , menghasilkan
vektor frekuensi nilai yang
direpresentasikan melalui histogram. Pembentukan histogram MBLBPV descriptor sama seperti
, . Histogram descriptor
memiliki + 2 bin dengan banyaknya
sampling points yang digunakan. Ekstraksi tekstur
menggunakan juga diolah menggunakan empat operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2) dan (24,3). Penggabungan Operator
Tahap penggabungan operator dilakukan dengan menggunakan perangkaian (concatenation) beberapa buah histogram sesuai dengan operator yang dirangkaikan. Banyaknya operator yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi paling banyak adalah tiga. Hasil dari penggabungan beberapa operator menghasilkan sebuah histogram dengan panjang bin yang merupakan penjumlahan dari bin-bin histogram yang digabungkan. Histogram hasil penggabungan maupun tanpa penggabungan operator selanjutnya akan dijadikan input untuk proses klasifikasi. Penggabungan operator yang digunakan sebanyak tiga descriptor
yaitu , , , , dan MBLBPV.
1. Penggabungan operator dengan , ) Setiap histogram yang telah dihasilkan oleh empat operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2) dan (24,3) dilakukan proses penggabungan dengan menggabungkan setiap histogram pada setiap operator. Kombinasi penggabungan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Penggabungan operator pada ,
Operator P,R Jumlah Bin , (8,1) + (8,2) 10+10 (8,1) + (16,2) 10+18 (8,1) + (24,3) 10+26 (8,2) + (16,2) 10+18 (8,2) + (24,3) 10+26 (16,2) + (24,3) 18+26 (8,1) + (8,2) + (24,3) 10+10+26 (8,1) + (16,2) + (24,3) 10+18+26
11 Panjang bin dari setiap penggabungan
disesuaikan dengan skala yang digunakan,
misalnya penggabungan , + ,
maka panjang bin yang dihasilkan sebesar 28 bin.
2. Penggabungan operator dengan
,
Setiap histogram yang telah dihasilkan oleh empat operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2) dan (24,3) dilakukan proses penggabungan dengan menggabungkan setiap histogram pada setiap operator. Kombinasi penggabungan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Penggabungan operator pada
, Operator P,R Jumlah Bin , (8,1) + (8,2) 128+128 (8,1) + (16,2) 128+128 (8,1) + (24,3) 128+128 (8,2) + (16,2) 128+128 (8,2) + (24,3) 128+128 (16,2) + (24,3) 128+128 (8,1) + (8,2) + (24,3) 128+128 +128 (8,1) + (16,2) + (24,3) 128+128 +128
Panjang bin dari setiap skala sebesar 128 bin. Panjang bin pada setiap penggabungan disesuaikan dengan operator yang digunakan, misalnya
penggabungan , + ,
maka panjang bin yang dihasilkan sebesar 256 bin. 3. Penggabungan operator dengan
Setiap histogram yang telah dihasilkan oleh empat operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2) dan (24,3) dilakukan proses penggabungan dengan menggabungkan setiap histogram pada setiap operator. Kombinasi penggabungan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Penggabungan operator pada
Operator P,R Jumlah Bin
(8,1) + (8,2) 10+10 (8,1) + (16,2) 10+18 (8,1) + (24,3) 10+26 (8,2) + (16,2) 10+18 (8,2) + (24,3) 10+26 (16,2) + (24,3) 18+26 (8,1) + (8,2) + (24,3) 10+10+26 (8,1) + (16,2) + (24,3) 10+18+26
Panjang bin pada setiap penggabungan disesuaikan dengan operator yang digunakan,
misalnya penggabungan , + , ,
maka panjang bin yang dihasilkan sebesar 28 bin.
Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)
Setelah proses ekstraksi citra dilakukan, diperoleh hasil vektor histogram untuk setiap operator. Tahap selanjutnya adalah mengklasifikasi vektor-vektor histogram tersebut dengan PNN. Klasifikasi dilakukan pada vektor histogram penggabungan maupun tanpa penggabungan. Klasifikasi dilakukan dengan membagi data latih dan data uji masing-masing 70% dan 30% untuk data pohon serta 80% dan 20% untuk data daun. Selanjutnya diperoleh model klasifikasi dari hasil pelatihan data.
Model klasifikasi digunakan untuk proses pengujian. Pada penggabungan operator maupun tanpa penggabungan operator harus diekstraksi terlebih dahulu. Hasil identifikasi citra pohon menggunakan MBLBP akan dibandingkan dengan hasil identifikasi citra pohon menggunakan LBP. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan PNN dengan menerapkan bias yang berbeda-beda untuk setiap operator karena dimensi vektor histogram setiap operator berbeda-beda. Normalisasi dilakukan pada vektor histogram agar perhitungan tidak menghasilkan bilangan yang terlalu besar atau kecil yang tidak bisa dilakukan oleh mesin komputer.
Pengujian Sistem
Pengujian data dilakuan oleh sistem, yaitu dengan penilaian tingkat keberhasilan klasifikasi terhadap citra kueri. Evaluasi dari kinerja model klasifikasi didasarkan pada banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model. Hal ini dapat dihitung menggunakan akurasi yang didefinisikan sebagai berikut:
<• -3 =‚ƒ„…ƒ{„…ƒ L †‡ {ˆ …ƒ„‰ ‚†„ƒ~Š~ƒ‹ ‚ƒ„…ƒ{„…ƒ L †‡ {ˆ × 100% (22) Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah Processor intel® Core™ 2 Duo 2.00 GHz, memori DDR3 RAM 1.00 GB dan hardisk 320 GB. Perangkat lunak yang digunakan adalah Sistem Operasi Windows7, Library
OpenCV 2.1, dan Visual C++.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Praproses
Pada tahap awal praproses, dilakukan perbaikan data citra pohon dengan memotong citra untuk mendapatkan objek tanaman dan memperkecil ukuran citra menjadi 270x210 piksel. Pada data
11 Panjang bin dari setiap penggabungan
disesuaikan dengan skala yang digunakan,
misalnya penggabungan , + ,
maka panjang bin yang dihasilkan sebesar 28 bin.
2. Penggabungan operator dengan
,
Setiap histogram yang telah dihasilkan oleh empat operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2) dan (24,3) dilakukan proses penggabungan dengan menggabungkan setiap histogram pada setiap operator. Kombinasi penggabungan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Penggabungan operator pada
, Operator P,R Jumlah Bin , (8,1) + (8,2) 128+128 (8,1) + (16,2) 128+128 (8,1) + (24,3) 128+128 (8,2) + (16,2) 128+128 (8,2) + (24,3) 128+128 (16,2) + (24,3) 128+128 (8,1) + (8,2) + (24,3) 128+128 +128 (8,1) + (16,2) + (24,3) 128+128 +128
Panjang bin dari setiap skala sebesar 128 bin. Panjang bin pada setiap penggabungan disesuaikan dengan operator yang digunakan, misalnya
penggabungan , + ,
maka panjang bin yang dihasilkan sebesar 256 bin. 3. Penggabungan operator dengan
Setiap histogram yang telah dihasilkan oleh empat operator, yaitu (8,1), (8,2), (16,2) dan (24,3) dilakukan proses penggabungan dengan menggabungkan setiap histogram pada setiap operator. Kombinasi penggabungan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Penggabungan operator pada
Operator P,R Jumlah Bin
(8,1) + (8,2) 10+10 (8,1) + (16,2) 10+18 (8,1) + (24,3) 10+26 (8,2) + (16,2) 10+18 (8,2) + (24,3) 10+26 (16,2) + (24,3) 18+26 (8,1) + (8,2) + (24,3) 10+10+26 (8,1) + (16,2) + (24,3) 10+18+26
Panjang bin pada setiap penggabungan disesuaikan dengan operator yang digunakan,
misalnya penggabungan , + , ,
maka panjang bin yang dihasilkan sebesar 28 bin.
Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN)
Setelah proses ekstraksi citra dilakukan, diperoleh hasil vektor histogram untuk setiap operator. Tahap selanjutnya adalah mengklasifikasi vektor-vektor histogram tersebut dengan PNN. Klasifikasi dilakukan pada vektor histogram penggabungan maupun tanpa penggabungan. Klasifikasi dilakukan dengan membagi data latih dan data uji masing-masing 70% dan 30% untuk data pohon serta 80% dan 20% untuk data daun. Selanjutnya diperoleh model klasifikasi dari hasil pelatihan data.
Model klasifikasi digunakan untuk proses pengujian. Pada penggabungan operator maupun tanpa penggabungan operator harus diekstraksi terlebih dahulu. Hasil identifikasi citra pohon menggunakan MBLBP akan dibandingkan dengan hasil identifikasi citra pohon menggunakan LBP. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan PNN dengan menerapkan bias yang berbeda-beda untuk setiap operator karena dimensi vektor histogram setiap operator berbeda-beda. Normalisasi dilakukan pada vektor histogram agar perhitungan tidak menghasilkan bilangan yang terlalu besar atau kecil yang tidak bisa dilakukan oleh mesin komputer.
Pengujian Sistem
Pengujian data dilakuan oleh sistem, yaitu dengan penilaian tingkat keberhasilan klasifikasi terhadap citra kueri. Evaluasi dari kinerja model klasifikasi didasarkan pada banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model. Hal ini dapat dihitung menggunakan akurasi yang didefinisikan sebagai berikut:
<• -3 =‚ƒ„…ƒ{„…ƒ L †‡ {ˆ …ƒ„‰ ‚†„ƒ~Š~ƒ‹ ‚ƒ„…ƒ{„…ƒ L †‡ {ˆ × 100% (22) Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah Processor intel® Core™ 2 Duo 2.00 GHz, memori DDR3 RAM 1.00 GB dan hardisk 320 GB. Perangkat lunak yang digunakan adalah Sistem Operasi Windows7, Library
OpenCV 2.1, dan Visual C++.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Praproses
Pada tahap awal praproses, dilakukan perbaikan data citra pohon dengan memotong citra untuk mendapatkan objek tanaman dan memperkecil ukuran citra menjadi 270x210 piksel. Pada data
citra daun dilakukan praproses d mengambil objek setiap satu memperkecil ukuran citra menjadi 270 Kemudian mode warna citra diub
grayscale untuk proses ekstraksi selanj
praproses data bertujuan untuk mengu pemrosesan data (running time). Has data dapat dilihat pada Gambar 11.
(a)
(b)
Gambar 11 Hasil praproses citra daun (a praproses citra pohon (b).
Image Enhancement dengan Gaussian
Hasil dari praproses dimasukkan fungsi Gaussian yang bertuju menormalkan distribusi frekuensi dari Hasil perbaikan citra yaitu citra hasil
blur dari citra sebelumnya dan distribu dari citra akan semakin halus yang pada Gambar 12.
Gambar 12 Hasil image e
menggunakan Gauss
Hasil Ekstraksi tekstur dengan
Ž\[\]]_`ab^ dan Penggabungan Ž\[\]
Ekstraksi tekstur dengan
pada setiap operator yang disajikan pa Hasil ekstraksi dengan direp dengan histogram. Histogram operator P=8, R=1 diperlihatkan pada G
Aglaonema sp (a) data dengan daun dan 70x240 piksel. ubah menjadi njutnya. Hasil gurangi waktu asil praproses
(a) dan Hasil
an
an ke dalam juan untuk ri suatu citra. sil akan lebih ibusi frekuensi g ditunjukkan enhancement ssian . n [\]]_`ab^ , Ž\[\]] ^_`ab dilakukan pada Tabel 2. epresentasikan untuk a Gambar 12. Operator (b) Operator (c) Operator (d) Gambar 13 Citra Aglaonema sp
citra Aglaonema sp (b), His Aglaonema sp p (c) dan Aglaonema sp p + Histogram pada Gambar 13
2 nilai uniform patterns dan
uniform patterns, dimana non un
berada pada single bin terakhir. B
patterns memiliki frekuensi yang
karena pola-pola non uniform y hanya ditempatkan pada satu
12 (a), Histogram pada operator Histogram citra pada operator Histogram citra pada operator (d). 3 menunjukkan an satu nilai non uniform patterns
Bin non uniform
ng paling tinggi yang ditemukan u bin. Bin ini
13 menggabungkan seluruh non uniform patterns yang
ada pada tekstur citra. Non uniform pattern
memiliki informasi yang kurang informatif, sehingga bukan merupakan karakteristik utama dari tekstur lokal suatu citra.
Dapat dilihat ekstraksi tekstur dengan dapat meningkatkan frekuensi bin pada
uniform pattern. Terlihat hampir pada semua bin
uniform pattern mengalami peningkatan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan dapat menunjukkan hasil yang lebih informatif daripada ekstraksi menggunakan
.
Pada penggabungan operator
berusaha memperbanyak informasi yang diperoleh oleh beberapa operator. Hal tersebut dapat dilihat bahwa bin uniform pattern memiliki frekuensi yang tinggi dibandingkan dengan ekstraksi yang menandakan bahwa histogram yang dihasilkan juga lebih informatif. Banyaknya bin pada penggabungan
dengan menghasilkan jumlah bin
sebanyak 28 bin. Hasil ekstraksi tekstur
menggunakan menunjukkan bahwa
pola deteksi tepi (00001111)2 merupakan pola yang sering muncul. Hal tersebut dapat dilihat pada bin
uniform bin ke empat memiliki frekuensi yang
tertinggi.
Hasil Ekstraksi Tekstur dengan LBP ••^] ^,
Ž\[\]•‘_] ^ dan Penggabungan
Ž\[\]•‘_] ^
Ekstraksi dengan eR dilakukan pada setiap operator. Histogram yang dihasilkan oleh ekstraksi
dengan menghasilkan histogram
sepanjang 128 bin. Aglaonema sp. (a) Operator eR (b) Operator (c) Operator (d)
Gambar 14 Citra Aglaonema sp (a), Histogram citra Aglaonema sp pada operator eR (b), Histogram citra
Aglaonema sp pada operator
(c), dan Histogram citra Aglaonema sp pada operator (d). eR bekerja pada perubahan pencahayaan
(illumination) yang mengakibatkan perbedaan
kontras pada tekstur suatu citra. Histogram yang dihasilkan mendeskripsikan kontras suatu citra. Perbedaan yang terjadi hanya pada intensitas setiap bin untuk masing-masing operator. eR
14 mendreskripsikan nilai kontras dari intensitas
terendah (direpresentasikan dengan bin ke-satu) sampai intensitas tertinggi (bin terakhir). Histogram pada Gambar 14 menunjukkan histogram yang dihasilkan pada citra Aglaonema sp.
Pada Gambar 14 ditunjukkan bahwa histogram operator eR memiliki kontras yang rendah. Hal ini dapat diamati dari banyaknya frekuensi tinggi pada bin-bin awal. Namun pada operator tidak hanya pada bin awal memiliki frekuensi yang tinggi, bin setelahnya juga mengalami peningkatan frekuensi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi tekstur dengan
operator memiliki kontras yang
lebih baik dari operator LBP. Penggabungan
operator dengan
berusaha memperbanyak informasi yang diperoleh oleh beberapa operator. Penggabungan operator memiliki frekuensi yang tinggi pada bin awal namun frekuensi yang tinggi juga dapat ditemukan pada bin setelahnya. Hal tersebut
menandakan penggabungan operator
memiliki kontras yang tidak lebih rendah dari operator eR .
Hasil Ekstraksi Tekstur dengan[\]•]^ ,
Ž\[\]•] ^dan PenggabunganŽ\[\]•] ^
Ekstraksi dengan dilakukan pada setiap operator. Nilai-nilai local region hasil
ekstraksi dan eR merupakan
masukan bagi descriptor. Histogram yang dihasilkan oleh ekstraksi dengan memiliki
. bin.
Hasil ekstraksi dengan menghasilkan histogram dengan pola yang menyerupai
karena memiliki rentang nilai
yang mengacu kepada nilai eR di posisi