• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup nasional, yaitu membahas mengenai migrasi masuk ke provinsi-provinsi dengan pendapatan rendah yang artinya PDRB per kapitanya di bawah Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series (tahun 1985, 1990, 1995, 2000, 2005, dan 2010) serta data cross section dari 5 Provinsi berpendapatan rendah yang dijadikan tujuan migrasi, yaitu Provinsi Lampung, Provinsi Jambi, Provinsi D.I. Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan. Data tersebut dikumpulkan melalui studi literatur atau “desk study” dari berbagai sumber. Jenis data sekunder dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1 Jenis dan Sumber data utama penelitian

No. Jenis Data Sumber

1 Migrasi BPS, hasil sensus penduduk, SUPAS

2 PDRB BPS

3 UMR BPS

4 Tingkat Pendidikan BPS

5 Pengangguran BPS

6 PDRB sektoral BPS

Ket : semua data menggunakan tahun 1985, 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2010

Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono 2008). Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan gambaran kondisi migrasi dan sosial ekonomi di provinsi tujuan migrasi.

Analisis Kuantitatif

a. Analisis LQ (Location Quotient)

Sektor unggulan ditentukan menggunakan metode Location Quotient (LQ), pada metode ini penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah

dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) semua sektor di daerah atasnya. Secara matematis nilai LQ dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Dimana :

Sib = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada daerah bawah

Sb = Pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor daerah bawah

Sia = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i di tingkat nasional (daerah atas)

Sa = Pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di tingkat nasional (daerah atas)

Daerah bawah dan daerah atas dalam pengertian ini merupakan daerah administratif. Jika hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menghasilkan nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ lebih dari satu tersebut menunjukan bahwa pangsa pendapatan (tenaga kerja) pada sektor i di daerah bawah lebih besar dibanding daerah atasnya dan output pada sektor i lebih berorientasi ekspor. Sebaliknya, apabila nilai LQ < 1 sektor i diklasifikasikan sebagai sektor nonbasis.

Terdapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ adalah :

1. Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik (sama dengan) pola konsumsi rumah tangga di daerah atasnya.

2. Baik daerah atas maupun daerah bawah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yang sama besarnya.

Pada kenyataannya dua asumsi di atas sangat sulit diterima. Umumnya pola konsumsi masyarakat yang tinggal di daerah bawah berbeda denga daerah atasnya. Misalnya, rumah tangga yang tinggal di kota kecamatan yang terletak jauh di pusat kabupaten sebagian besarnya konsumsinya digunakan untuk membeli produk pertanian dan sedikit industri pengolahan. Sebaliknya, rumah tangga yang berada di daerah atasnya sebagian besar pendapatannya telah dibelanjakan ke sektor jasa (misalnya jasa pendidikan, transportasi dan sebagainya). Demikian juga halnya dengan asumsi yang kedua. Produktivitas di setiap sektor pada daerah bawah dan atas kemungkinan besar akan berbeda.

Namun demikian, terlepas dari kelemahan-kelemahan di atas, selama data pendapatan dan tenaga kerja di suatu daerah tersedia secara lengkap dan akurat metode ini cukup akurat untuk diterapkan. Selain itu perhitungan yang digunakan juga relatif sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama dalam mengklasifikasikan sektor basis dan nonbasis di suatu daerah.

b. Analisis Ekonometrika Data Panel

Dalam menduga suatu model ekonometrik, diperlukan data contoh untuk melihat adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Data panel merupakan bagian dari pengumpulan gabungan dua jenis bentuk data yaitu data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section). Penggunaan data

panel dilakukan bila dalam suatu penelitian ditemukan keterbatasan data baik dalam bentuk pengamatan waktu maupun dalam bentuk pengamatan objek. Kedua kondisi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan data panel yang bertujuan untuk memperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien). Metode data panel terdiri dari tiga jenis model. Model panel mampu meningkatkan jumlah pengamatan sehingga terjadi peningkatan derajat bebas, dengan demikian panel mampu menghasilkan penduga parameter yang lebih efisien. Model panel tersebut antara lain :

1. Model Pooled

Model pooled yaitu model yang didapatkan dengan mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan time series. Model data ini kemudian di duga dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS) yaitu : Yit = α + β Xit + it dimana : Yit = variabel endogen, Xit = variabel eksogen, α = intersep, β = slope, i = individu ke-i, t = individu ke-t, = error/simpangan

2. Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Masalah terbesar dalam pendekatan model kuadrat terkecil adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin kurang beralasan. Untuk mengatasi masalah ini maka kita bisa menggunakan Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Model Efek Tetap (Fixed Effect) yaitu model yang didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Peubah boneka (dummy) dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini lalu model di duga dengan OLS, yaitu :

Yit = αi Di+ β Xit + it

dimana :

Yit = variabel endogen,

Xit = variabel eksogen,

αi = intersep model yang berubah-ubah antar cross section unit,

β = slope,

D = variabel boneka, i = individu ke-i, t = individu ke-t,

= error/simpangan

3. Model Efek Acak (Random Effect)

Keputusan untuk memasukan variabel dummy dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi. Penambahan variabel

boneka akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang akan diestimasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka kita bisa menggunakan Model Efek Acak (RandomEffect). Dalam model efek acak parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Karena hal inilah model efek acak sering juga disebut model komponen error (error component model).

Bentuk model efek acak ini bisa dijelaskan pada persamaan berikut : Yit= α + β Xit + it

it = uit + vit + wit

dimana :

uit~ ζ(0, u2) = komponen cross section error,

vit ~ ζ(0, v2) = komponen time series error,

wit~ ζ(0, v2) = komponen combination error,

kita juga mengasumsikan bahwa error secara individu juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

Penggunaan model efek acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi efisien. Semakin efisien maka model akan semakin baik.

Pemilihan dan Pengujian Model

Pemilihan model data panel ditentukan dengan membuat spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausman. Spesifikasi tersebut memberikan penilaian dengan menggunakan Uji F. Ada tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling baik untuk dipilih.

1. Uji F atau chi square statistics

Uji F digunakan untuk memilih antara metode PLS tanpa variabel dummy atau Fixed Effects. Uji F statistik disini merupakan uji perbedaan dua regresi sebagaimana uji Chow. Apabila nilai Chow Statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti melakukan penolakan terhadap H0 sehingga

model yang digunakan adalah model FEM, begitu juga sebaliknya. 2. Hausman Test

Hausman Test merupakan pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan model FEM atau REM, dengan hipotesis pengujian :

H0 : Model REM

H1 : Model FEM

Dasar penolakan H0 menggunakan pertimbangan statistik Chi-square. Jika hasil

dari Hausman Test signifikan (probabilitas < α) maka tolak H0. Artinya model FEM adalah model yang digunakan.

3. LM Test

LM Test atau Breusch-Pagan LM Test merupakan pertimbangan statistik dalam pemilihan model REM atau PLS, dengan hipotesis pengujian :

H0 : Model PLS

Dasar penolakan H0 yaitu dengan cara membandingkan statistik LM dengan nilai

Chi-square. Jika hasil perhitungan nilai LM lebih besar dari X2 tabel maka cukup bukti untuk melakukan tolak H0 sehingga model yang akan digunakan adalah

model REM, begitu juga sebaliknya.

Setelah melakukan pemilihan dan pengujian model dari analisis ekonometrika data panel akhirnya model yang digunakan adalah Model Efek Acak (Random Effect). Dalam penelitian ini, estimasi terhadap fungsi migrasi dilakukan dengan menggunakan program software Eviews 6 dan metode panel data dengan Model Efek Acak (Random Effect). Pemilihan model efek acak ini dimaksudkan untuk mengatasi apabila penambahan variabel boneka akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Dengan menggunakan model efek acak parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error.

Analisis dengan menggunakan panel data juga dapat dilakukan dengan model Pooled dan Fixed Effect Model. Ketika menguji dengan menggunakan kedua model tersebut, didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Banyak hal yang tidak signifikan, nilai R-Square dan niali Durbin-Watson yang tidak bagus, dan yang didapatkan menunjukan bahwa model Random Effect yang memeberikan hasil terbaik.

Model Migrasi ke Provinsi Berpendapatan Rendah

Data diolah dengan menggunakan bantuan program Eviews 6 dam Microsoft excell 2007. Salah satu langkah dalam penelitian ini adalah merumuskan model umum yang akan digunakan untuk menganalisis dengan fungsi regresi. Penggunaan regresi ditujukan untuk melihat kemungkinan adanya migrasi dari berbagai variabel yang diestimasi. Keputusan seseorang melakukan migrasi dikarenakan adanya faktor ekonomi dan nonekonomi. Model umum yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari penelitian Etzo (2007) yang memfokuskan penelitiannya pada faktor penentu terjadinya migrasi adalah :

MIGit= β0+ β1 GPDRBit+ β2 JPit+ β3 UMRit+ β4 RPTMit+ β5 GSEKUit + β6

DOTDA + it

dimana :

MIGit = jumlah migrasi masuk di masing-masing provinsi (orang),

GPDRBit = pertumbuhan PDRB masing-masing provinsi (%),

JPit = jumlah pengangguran terbuka masing-masing provinsi (orang),

UMRit = upah minimum regional masing-masing provinsi (rupiah),

RPTMit = rasio penduduk berpendidikan di atas SMA (%),

GSEKUit = pertumbuhan sektor unggulan di masing-masing provinsi (%),

DOTDA = dummy (0 untuk sebelum otonomi daerah dan 1 untuk setelah otonomi daerah),

β0 = intersep model yang berubah-ubah tiap provinsi,

i = provinsi ke-i, t = pada tahun ke-t,

= error/simpangan.

Model ini diestimasikan menggunakan motode ekonometrika dengan data panel, karena model ini menggunakan kombinasi data time series dan cross section. Panel data menyediakan informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teoritik. Panel data juga memiliki beberapa keunggulan, diantaranya sebagai berikut (Baltagi 2005) :

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu, panel data memberi peluang perlakuan bahwa unit-unit ekonomi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah homogen.

2. Banyak memperoleh informasi lebih banyak, lebih beragam, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan serta lebih efisien. Data time series memiliki kecenderungan tingkat kolinearitas yang tinggi, dengan menggunakan panel data, penambahan dimensi cross section dapat memperkaya keragaman dan informasi pada variabel, sehingga akan menghasilkan informasi yang lebih akurat.

3. Panel data lebih baik untuk studi dynamic of adjusment. Salah satu kekurangan apabila menggunakan pendekatan cross section adalah tidak dapat menggambarkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan menggunakan panel data, dapat diketahui apakah kondisi yang terjadi tersebut permanen atau temporer.

4. Mampu lebih baik dalam mengestimasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat dideteksi oleh pure cross section atau pure time series. 5. Dapat membangun dan menguji model perilaku (behavioral model) yang lebih

kompleks dibanding pure cross section atau data time series.

Uji Asumsi Model

Gujarati (2006) menjelaskan, sebagai upaya untuk menghasilkan model yang efisien, tak bias dan konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran/gangguan asumsi dasar ekonometrika yang berupa gangguan antar waktu (time-related disturbance), gangguan antardaerah atau antarprovinsi (cross sectional disturbance) dan gangguan akibat keduannya. Pengujian model yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Multikolinearitas

Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil uji t dan F statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak signifikan dari hasil F hitungnya signifikan, maka patut di duga adanya multikolinearitas. Multikolinearitas salah satunya dapat diatasi dengan menghilangkan variabel yang tidak signifikan.

2. Autokorelasi

Autokorelasi dapat dipengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka

dilakukan dengan membandingkan DW-statistiknya dengan DW-tabel. Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan pada model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Tabel 2 menunjukan kriteria untuk menentukan adanya masalah autokorelasi.

Tabel 2 Kerangka identifikasi autokorelasi

Nilai DW Hasil

4-dl < DW < 4 Tolak H0, korelasi serial negatif

4-dl < DW < 4-du Hasil tidak dapat ditemukan

2 < DW < 4-du Terima H0, tidak ada korelasi serial

du < DW < 2 Terima H0, tidak ada korelasi serial

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditemukan 0 < DW < dl Tolak H0, korelasi serial positif

Sumber : BPS (2010)

3. Heteroskedastisitas

Dalam regresi linear berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar

taksiran parameter model tersebut adalah Var (ui) = 2

(konstan), semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas diperoleh pada data kerat lintang (cross section). Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata

lain hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati 2006).

Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas, digunakan uji White Heteroskedasticity yang diperoleh dari estimasi model. Dengan uji White, membandingkan Obs*R-Squared dengan X (Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs*Squared lebih kecil dari X (Chi-Squared) tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel yang menggunakan metode General Least Squared (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Squared Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid pada Unweighted Statistics, maka akan terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasi pelanggaran tersebut, model bisa diestimasi dengan metode GLS yaitu dengan White Heteroskedasicity.

Definisi Operasional

Untuk memahami secara jelas variabel-variabel yang digunakan dalam model, berikut ini adalah definisi operasional dari variabel-variabel tersebut: 1. Migrasi masuk yaitu jumlah migrasi masuk ke provinsi-provinsi berpendapatan

rendah.

2. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah PDRB tahun sebelum penelitian dikurangi PDRB tahun penelitian dibagi PDRB tahun sebelum penelitian dikalikan 100%.

3. Jumlah pengangguran terbuka adalah jumlah penduduk yang termasuk kelompok usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan serta sedang mencari pekerjaan.

4. Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah yang ditetapkan oleh pemerintah melalui keputusan menteri yang dinilai dan diukur dari kebutuhan hidup minimum.

5. Rasio penduduk berpendidikan di atas SMA adalah jumlah pendidikan di atas SMA dibagi jumlah total pendidikan dikalikan 100%.

6. Sektor unggulan ditentukan menggunakan metode Location Quotient (LQ), pada metode ini penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) semua sektor di daerah atasnya.

7. Dummy OTDA digunakan untuk membedakan kondisi migrasi sebelum dan setelah dilaksanaknnya otonomi daerah.

Dokumen terkait