• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Dalam dokumen Hidrolisis Pati Palma Menggunakan α-Amilase (Halaman 31-118)

1. Persiapan Bahan

1.1Deproteinasi (penghilangan protein pada pati) (Sunarti et al. 2001)

Pati ditimbang sebanyak 10 g, dimasukan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Dilakukan penambahan 15-20 ml NaOH 0,1 N sampai semua bagian pati terendam dan dikocokhingga terlarut homogen. Setelah terbentuk suspensi pati dalam NaOH, larutan tersebut disentrifugasi. Pati hasil sentrifugasi dicuci dengan aquades, selanjutnya dilakukan sentrifugasi dan dilakukan berulang selama tiga kali. Pati hasil perlakuan dicuci dan disentrifugasi, terakhir disaring dengan 3G-3 filter glass, pati yang sudah ber-pH netral disaring lalu dibilas dengan metanol. Pati hasil penyaringan dikering-anginkan hingga kering.

1.2 Defatting (penghilangan lemak pada pati) (Sunarti et al. 2001)

Pati hasil deproteinisasi sebanyak 5 g dilarutkan dalam 100 ml DMSO (Dimethyl sulfoxide), lalu dikocok dengan shakerwaterbath selama semalam pada suhu 37 ºC. Larutan tersebut dituang secara perlahan-lahan dalam metanol sebanyak 100 ml dan didiamkan selama semalam pada suhu 4ºC. Larutan disaring dengan menggunakan 3G-3-glass filter,dicuci dengan metanol dan eter hingga terbentuk butiran pati dan kemudian dikering-anginkan hingga kering.

16 1.3 Persiapan 0,4 % Larutan Pati Tergelatinisasi (Sunarti et al. 2001)

Defatted starch dari beberapa pati palma ditimbang sebanyak 30 mg, lalu dilarutkan dalam 0,5 ml aquades dan dicampurkan dengan 0,75 ml NaOH 1 N, kemudian ditempatkan pada ice bath 4ºChingga pati tergelatinisasi. Pati yang telah tergelatinisasi ditambahkan secara perlahan-lahan aquades sebanyak 5,35 ml, kemudian dinetralkan dengan 0,75 ml HCl dan dicampurkan dengan 0,15 ml NaN3 3%.

2. Penentuan Kandungan Amilosa Pati

Penentuan kadar amilosa dilakukan dengan metode iodometri (AOAC 1995) berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang prosedur pengujiannya tersaji pada Lampiran 1.

3. Penentuan Aktivitas Enzim α-Amilase

Sebanyak 2 ml gelatinized starch ( 2% b/v) di dalam tabung reaksi ditambahkan 0,75 ml larutan buffer 0,2 M ( hasil pH terbaik sesuai dengan enzim yang akan dipergunakan). Berdasarkan penelitian Wibisono (2004) kondisi kerja optimum α-amilase bacterial, yaitu pada pH 5,2 dan suhu 95°C, sedangkan untuk α-amilase pankeatin pada pH 6 dan suhu 30°C.Kemudian dilakukan penambahan 0,25 ml aquades dan 1 ml α-amilase. Hidrolisis dilakukan di dalam water bath incubator selama 180 menit dengan pengamatan setiap 15 menit (hasil suhu terbaik sesuai dengan enzim yang dipergunakan). Selanjutnya dilakukan inaktivasi enzimα-amilase (bacterial) dengan cara penambahan larutan NaOH 1 N, lalu dikocok. Setelah mencapai suhu ruang ditambahkan larutan HCl 1 N untuk menetralkan pH, kemudian dilakukan analisis gula pereduksi dengan metode Park Johnson.

4. Hidrolisis Pati Palma Menggunakan α-Amilase Termofilik

Pada hidrolisis pati palma dengan menggunakan α-amilase termofilik dilakukan berdasarkan metode Sunarti et al. (2001) yang dimodifikasi. Hasil persiapan pati 0,4% ditambahkan 7,5 ml larutan buffer sitrat-fosfat pH 5,2, kemudian dikocok supaya homogen (substrat 0,2%). Selanjutnya dilakukan penambahan larutan enzimα-amilase termofilik (bacterial) dengan dosis 5 U enzim /g pati. Hidrolisis dilakukan dalam water bath incubator selama 2 jam pada suhu 95ºC. Sampling dilakukan dengan rentang waktu yang berbeda, yaitu pada menit ke- 0, 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 45, 60, dan 120. Kemudian dilakukaninaktivasi enzim dengan penambahan NaOH 1Nlalu dikocok, setelah mencapai suhu ruang ditambahkan larutan HCl 1 N untuk menetralkan pH. Setelah itu, dilakukan analisa gula pereduksi dantotal gula. Tata cara analisa total gula dan gula pereduksi disajikan padaLampiran 2 dan Lampiran 3.

DP= T G

G P DE =

G P

T G x

Berdasarkan tingkat hidrolisisnya, dilakukan pengukuran DP dan DE pada tingkat hidrolisis 10, 40, dan 100 %. Hidrolisis 100% adalah hidrolisis pati yang memiliki nila gula pereduksi yang sudah stabil, diperoleh dengan penambahan dosis enzim berlebih untuk tiap-tiap enzim yang digunakan dan waktu hidrolisis selama 4 jam pada kondisi kerja enzim yang optimal. Penentuan tingkat hidrolisis 10 dan 40 % berdasarkan pada nilai gula pereduksi pengamatan dibandingkan dengan nilai gula pereduksi pada hidrolisis 100%.

5. Penentuan Daya Cerna Pati Palma

Penentuan daya cerna pati dilakukan dengan metode Srichuwong et al. (2005) yang dimodifikasi. Hasil persiapan pati 0,4% ditambahkan 7,5 ml larutan buffer sitrat-fosfat pH 6, kemudian dikocok supaya homogen (substrat 0,2%). Selanjutnya dilakukan penambahan larutan enzimα-amilasepankreatin dengan dosis 5 U enzim /g pati. Hidrolisis dilakukan dalam water bath incubator selama 6 jam pada suhu 30°C. Sampling dilakukan dengan rentang waktu yang berbeda, yaitu pada menit ke- 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 240, dan 360. Setelah itu, dilakukan inaktivasi enzim dananalisa gula pereduksi serta total gula. Dilakukan pengamatan perubahan tingkat hidrolisis di setiap waktu sampling. Tingkat hidrolisis dihasilkan dari perbandingan gula pereduksi pengamatan dibandingkan nilai gula pereduksi pada hidrolisis 100 %.

A

T d b P ( ( ( a m p p m p i I y ( s k Keteranga a)Ar b)Ca c)Ar d)Ar e)Ar f) Me g)Co

A.PATI PA

Pati da Tanaman palm dalam.Pati pal berasal dari ind Palma Lainya, (Gambar 10), (Gambar 10f). (browning). Pe antara panen memungkinkan pencoklatan d pencoklatan b mengkatalisa o Kerusa pada protoplas ini kontak den Intensitas warn yang dapat be (1996), wilaya sungai yang be kandungan sen an : renga pinnata(p aryota mitis renga microcar renga microcar renga microcar etroxylon sp. ( omercial sago s

IV

ALMA

apat berasal d ma merupakan lma yang digu

dustri kecil di Manado. Seca tetapi pati ya Hal ini menan erubahan warn sagu dengan n kondisi untu apat berlangsu berlangsung d oksidasi senyaw akan pada jarin sma sel sehingg ngan udara ma na coklat yang erasal dari air ah pertumbuhan erwarna hitam. nyawa polifeno e a pati aren) rpa (palm midd rpa (sagu baruk rpa (Comercia (sagu rumbia)

starch (sagu k b

V. HAS

ari bahan bak n tanaman ta unakan sebagai Sulawesi Utar ara umum pati ang berasal dar ndakan bahwa e na ini diduga n pengolahan uk terbentuknya ung secara enz dikarenakan a wa fenol (Schw ngan akibat pen ga fenolase terl aka reaksi pen g ditimbulkan yang digunak n tanaman sag . Sungai yang b ol yang membe Gambar dle)(sagu baruk k) (sagu baruk l Production)( komersial) b

IL DAN P

ku tanaman se ahunan yang i bahan baku u ra dan disiapka mempunyai w ri tanaman Me empulur sagu t diakibatkan ol pasca panenn a reaksi kimiaw zimatik maupu adanya enzim wimmer1981). ngolahan pasc lepas dari orga ncoklatan seca pada pati dipe kan untuk pros gu sebagian be berwarna hitam erikan warna co 10. Penampaka f k 1) 2) sagu baruk 3) c

PEMBAHA

erealia, umbi-mengakumula untuk hidrolisi an oleh Balai P warna yang ham Metroxylon sp.

tersebut sudah leh adanya ren nya dan tran wi seperti brow un non enzim m fenolase at a panen empu anellanya dan m ara enzimatis d engaruhi juga o ses ekstraksi, s

sar berada pad m memiliki nu oklat pada air.

an fisik pati pa g

d

ASAN

umbian, dan asi pati pada

is terdiri atas Penelitian Tana mpir sama yaitu mempunyai w mengalami re ntang waktu y nsportasi empu wning secara e matik. Secara e tau polifenola ulur sagu merup

menjadi aktif. A dapat terjadi (

oleh senyawa-sebab menurut da hutan rawa utrisi yang rend

alma

d

tanaman palm batang bagi tujuh jenis yan aman Kelapa d

u berwarna put warna kecoklat

aksi pencoklat yang cukup lam

ulur sagu yan enzimatis. Reak enzimatik, reak ase yang dap pakan kerusak Apabila fenola Handoko 2010 -senyawa fenol t Subagyo et a yang dialiri ol dah namun ting

18 ma. ian ng dan tih tan tan ma ng ksi ksi pat kan ase 0). lik al. leh ggi

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti protein dan lemak. Umumnya pati mengandung 15-º% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut (Banks dan Greenwood1975).Untuk mencegah penghambatan proses hidrolisis oleh komponen minor maka dilakukan proses deproteinasi untuk mengurangi kandungan protein dan defatting untuk mengurangi kandungan lemak.

1. Deproteinasi

Interaksi antara komponen minor seperti lemak dan protein dengan amilosa dan amilopektin akan berpengaruh pada sifat dan bentuk molekul granula pati. Jumlah protein dalam setiap pati bervariasi tergantung dari sumber pati tersebut, keberadaan protein ini sangat tidak diinginkan dalam proses hidrolisis pati karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan baik pada saat proses hidrolisis untuk menghasilkan sirup glukosa maupun dalam penyimpanan produk sirup ini, senyawa protein ini dapat terlepas saat hidrolisis pati (Dziedzic dan Kearsley 1995).

Protein dan pati dapat berinteraksi secara berlawanan pada saat akan terjadi gelatinisasi. Menurut Oluwamukomi et al. (2005), keberadaan interaksi protein dengan pati dapat menurunkan viskositas, Hamaker dan Griffin (1993) juga menyatakan bahwa pati deproteinasi mempunyai viskositas lebih tinggi karena pengembangan granula pati lebih besar. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya protein yang dapat menghambat pengembangan pati. Penghilangan protein dari larutan pati menyebabkan pati mempunyai viskositas lebih besar karena granula tanpa protein lebih mudah pecah dan jumlah air yang masuk ke granula lebih banyak sehingga mengakibatkan peningkatan pengembangan granula, semakin kecil kadar potein semakin besar pengembangan granula dan peningkatan viskositas. Hal inilah yang dapat mempermudah proses hidrolisis pati.

Prinsip penghilangan protein adalah denaturasi. Denaturasi ini merupakan kerusakan pada struktur primer protein yang bersifat tidak dapat balik. Protein dapat terdenaturasi pada kondisi ekstrim yaitu suhu dan pH yang tinggi. Tujuan dari proses deproteinasi adalah agar enzim dapat bekerja secara langsung pada substrat (karbohidrat) ketika proses hidrolisis berlangsung dan pola perubahan karbohidrat pada pati lebih mudah untuk diamati. Menurut Nagodawithana dan Reed (1993), penghilangan protein pada pati dapat dilakukan dengan proses sentrifugasi, kemudian dimurnikan dengan pencucian air secara berulang. Dalam penelitian ini, penghilangan protein dilakukan dengan menambahkan larutan alkali kuat yaitu NaOH 0,1 N, penambahan basa kuat pada pati palma yang masih mengandung protein bertujuan untuk untuk menghilangkan atau mengendapkan protein yang masih terdapat dalam pati karena terjadinya denaturasi protein. Protein yang terdenaturasi oleh NaOH akan dihilangkan dengan proses sentrifugasi, sehingga terpisahkan antara pati deproteinasi dengan larutan NaOH yang mengandung protein terdenaturasi dan dilakukan pencucian berulang dengan menggunakan air sehingga dalam proses ini didapatkan pati yang muni dari protein dan mempunyai pH netral. Pati yang terbebas dari protein akan mempermudah proses hidrolisis ezimatis.

2. Defatting

Ikatan lemak–amilosa ditunjukan pada bagian amorft dalam granula pati. Ikatan antara lemak-amilosa ini dalam granula pati menyebabkan terjadinya hambatan untuk menjadi gel saat dipanaskan. Pengaruh lemak dan amilosa berhubungan dengan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang akan menghambat pengembangan granula pati. Singh et al. (2006) menyatakan bahwa pada pati, biasanya

20 lipid menghambat hidrasi granula dan pengembangan terutama akibat jumlah amilopektin yang tinggi. Pada saat gelatinisasi, amilosa keluar dari granula pati dan membentuk kompleks inklusi amilosa-lemak. Pembentukan kompleks ini mengurangi kecenderungan amilosa untuk berikatan, membentuk gel dan teretrogradasi sehingga menghambat kecepatan peningkatan viskositas selama pemanasan. Keberadaan lemak yang tinggi dapat mengganggu proses gelatinisasi karena akan diserap oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Hal ini dapat terlihat dari kekentalan dan kelekatan pati yang berkurang karena jumlah air serapan yang digunakan untuk mengembangkan granula pati berkurang.

Lemak dapat memberikan off-flavours pada pati alami maupun modifikasi. Off-flavours dapat dihilangkan dengan pencucian secara berlebih baik pada pati alami maupun pati modifikasi. Lemak memberikan sedikit efek pada pembuatan glukosa sirup. Namun ditemukan ikatan komplek lemak dengan polimer pati dan membuat kontribusi yang nyata terhadap karakteristik pati tersebut (Dziedzic dan Kearsley 1995).

Tujuan dari proses defatting ini adalah agar enzim dapat bekerja secara langsung pada substrat (karbohidrat) karena tidak adanya penghambat pada granula untuk terjadinya gelatinisasi dan pola perubahan karbohidrat lebih mudah untuk diamati. Pada proses defatting dilakukan perendaman dengan menggunakan dimethylsulfoxide (DMSO), tahap ini bertujuan untk menghilangkan internal lipid pada pati, penambahan metanol pada suhu rendah bertujuan untuk menghilangkan ekstrenal lipid. Pencucian dangan metanol dan eter bertujuan untuk menghilangkan sisa lemak yang belum hilang pada kedua tahap sebelumnya. Selain itu, pencampuran sampel dengan metanol bertujuan untuk pemurnian dan pengkristalan kembali. Penyaringan dan pencucian dengan metanol serta eter pada larutan dilakukan untuk mengeringkan air yang masih tersisa dalam larutan dan kemudian dilakukan pengeringan sehingga dalam proses ini didapatkan pati yang muni dari lemak.

3. Rasio Amilosa-Amilopektin

Granula pati tersusun atas dua komponen karbohidrat utama yaitu amilosa dan amilopektin. Beberapa komponen minor yang terdapat dalam granula pati antara lain lemak dan protein. Rasio antara amilosa dan amilopektin bervariasi tergantung dari asal tanaman yang juga akan menentukan karakteristik granula pati tersebut. Namun rasio komponen di dalam granula pati tidak selalu dipengaruhi oleh tipe granulanya (Atkin et al. 1999).

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-1,4-glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glikosidik. Rasio amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula pati. Perbandingan amilosa dan amilopektin yang terdapat pada pati dapat mempengaruhi sifat pati. Pati yang beramilosa tinggi digunakan antara lain untuk produk berupa gel yang kuat dan cepat mengeras. Pati sagu memiliki kandungan amilopektin 73% dan amilosa 27% (Harsanto 1986). Apabila kadar amilosa tinggi, maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak sedangkan apabila amilosanya rendah maka pati akan semakin kental dan lekat. Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Nur Alam 2008). Rasio amilosa dan amilopektin pada pati palma disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Rasio amilosa-amilopektin pada pati palma Jenis Pati Amilosa(%) Amilopektin(%)

Sagu baruk 1 23,16 76,84 Sagu baruk 2 25,81 74,19 Sagu baruk 3 23,66 76,34 Sagu rumbia 26,67 73,33 Sagu komersial 21,79 78,21 Aren 20,04 79,96 Caryota mitis 20,55 79,45

Berdasarkan Tabel 4, pati palma yang digunakan memiliki kandungan amilosa berkisar antara 20,04-26,67% dan kandungan amilopektin antara 73,33-79,69%. Hasil ini menunjukkan bahwa ketujuh pati palma termasuk ke dalam pati normal yaitu memilki kandungan amilosa dan amilopektin dengan rasio 1:3 atau mengandung 24-26% amilosa dan 74-76% amilopektin.Oleh karena itu, pati palma memiliki kandungan amilopektin yang cukup tinggi maka pati tersebut kurang menyerap air (kurang higroskopis) dan bersifat lengket, sehingga proses gelatinisasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan larutan alkali yaitu NaOH 0,1 N agar granula dalam pati mampu menyerap air dengan efektif dan proses gelatinisasi berjalan dengan baik serta mencegah terjadinya pemecahan granula secara berlebih apabila menggunakan pemanasan, karena konsentrasi pati yang digunakan sedikit.Fungsi NaOH adalah untuk membuat reaksi gelatinisasi antara amilosa dan amilopektin sehingga air yang di tambahkan pada pati mampu masuk pada granula. Dilakukan pendinginan agar molekul air yang masuk dalam granula terkurung didalamnya dan menyebabkan granula dapat mengembang sehingga terbentuk gel.

B.AKTIVITAS ENZIM

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Dalam melakukan proses hirolisis pati terlebih dahulu harus dilakukan karateristik terhadap enzim yang akan digunakan, hal ini bertujuan mengetahui kondisi (pH dan suhu) yang optimal terhadap kerja enzim serta aktivitas dari enzim tersebut.

Enzim sebagai katalis proses hidrolisis pati memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis asam, diantaranya adalah reaksi hidrolisis yang terjadi beragam, kondisi proses yang digunakan tidak ekstrim, tingkat konversi tinggi, polutan rendah, dan diperoleh reaksi yang spesifik (Judoamidjojo1989). Beberapa kondisi lingkungan yang harus diperhatikan dalam hidrolisis pati yaitu suhu dan pH. Winarno (2010) menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap enzim ternyata cukup kompleks suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakan enzim, begitu sebaliknya semakin tinggi suhu (dalam batas tertentu) semakin aktif enzim tersebut.Suhu yang menghasilkan konsentrasi produk paling tinggi dinyatakan sebagai suhu optimal.

Selain suhu, aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh pH. Keasaman merupakan salah satu faktor penting dalam proses yang berkaitan dengan penggunaan enzim sebagai biokatalisator. Kisaran pH optimum penting diketahui agar diperoleh hasil yang optimal seacara efisien, karena setiap enzim memilki pH optimum yang berbeda.Pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim

22 mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, enzim menunjukan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5 sampai 8,0. Suatu enzim tertentu mempunyai kisaran pH optimum yang sangat sempit. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai stabilitas yang tinggi, pada kisaran pH yang ekstrim baik asam maupun basa terjadi inaktivasi yang irreversible, dan pada kisaran pH selebihnya masih dapat terjadi inaktivasi tetapi bersifat reversible. Perlu diketahui bahwa pada enzim yang sama pH optimumnya dapat berbeda, tergantung dari asal enzim tersebut.

Bila dilakukan analisis, maka komposisi kimia suatu enzim, baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif ternyata sama. Karena itu, keaktifan enzim tidak dapat ditentukan hanya dengan analisis atau penentuan komposisi kimia saja. Keaktifan enzim dapat ditentukan secara kualitatif dengan reaksi kimia yaitu dengan substrat yang dapat dikatalisis oleh enzim tersebut dan secara kuantitatif ditentukan dengan mengukur laju reaksi tersebut. Oleh karena itu, jumlah enzim lebih banyak dinyatakan dalam bentuk keaktifan enzim dan dinyatakan dalam satuan atau unit enzim. Dengan melakukan karakterisasi enzim, dapat diketahui suhu dan pH optimum pada saat enzim bekerja sehingga hidrolisis dapat berlangsung pada kondisi optimum enzim.

Akitivitas enzim umumnya dinyatakan dengan satuan unit (U). Satu satuan (unit) dari suatu enzim adalah jumlah enzim yang mampu mengkatalisis perubahan 1 μmol substrat per menit pada kondisi tertentu (Winarno 2010). Kondisi standar optimum untuk semua jenis enzim yang digunakan dalam penelitian ini,meliputi pH dan suhu optimal. Kondisi ini ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wibisono (2004), Akyuni (2004), Sitanggang (2011) yaitu untuk α-amilase bacterial pada suhu 95°C dengan pH 5,2, α-α-amilase pankreatin pada suhu 30°C dengan pH 6, glukoamilase dan dextrozyme pada pH 4,5 dengan suhu 60°C. Hal ini dapat dilakukan karena jenis α-amilase dan glukoamilase yang digunakan berasal dari sumber yang sama, dan kemungkinan kondisi optimal dari enzim tersebut tidak akan terlalu jauh berbeda.

Dalam menentukan aktivitas enzim α-amilase dilakukan dengan mengukur hasil degradasi pati, biasanya dari kadar pati yang larut atau kadar dekstrinnya dengan menggunakan substrat jenuh (Suhartono 1989). Substrat yang digunakan dalam penentuan aktivitas enzim ini adalah soluble starch 2%. Substrat tersebut sebelum digunakan harus digelatinisasi terlebih dahulu agar enzim dapat menghidrolisis substrat dengan mudah. Berdasarkan hasil penghitungan aktivitas enzim untuk α-amilase (Bacillus licheniformis) diperoleh aktivitas enzimnya sebesar 811,305 U/ml enzim dan α -amilase pankreatin diperoleh aktivitas enzimnya sebesar 758,430 U/ml enzim, kedua enzim tersebut memiliki aktivitas yang cukup tinggi. Data hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

C.HIDROLISIS PATI PALMA OLEH α-AMILASE TERMOFILIK

Aplikasi hidrolisa pati banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman, contohnya sirup glukosa dan high maltose syrup yang dipergunakan dalam industri makanan dan minuman, terutama dalam industri permen (sweets dan candies), selai, dan pengalengan buah-buahan, sedangkan dextrose monohydrate lebih banyak digunakan dalam industri farmasi dan minuman instant.Dalam menghasilkan produk tersebut pati harus dihidrolisis terlebih dahulu baikmenggunakan asam maupun enzim. Proses hidrolisis enzim mempunyai beberapa kelebihan seperti mempunyai reaksi yang spesifik terhadap substrat, lebih efisien, produk yang dihasilkan lebih murni dan sesuai dengan yang diinginkan, reaksi enzimatis lebih dapat dikontrol dan dapat dihentikan bila derajat konversi yang diinginkan telah tercapai.

Enzim berperan penting dalam industri pangan, baik produk pangan tradisional maupun maupun produk pangan yang baru. Ada beberapa enzim yang telah digunakan secara umum dalam industri pangan, salah satunya adalah enzim α-amilase. Enzim α-amilase digunakan dalam industri hidrolisis pati, bir, roti, dan deterjen. Dalam industri hidrolisis pati, enzim digunakan untuk mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim tersebut berfungsi menurunkan viskositas pati dan menghidrolisis menjadi maltodekstrin

Enzim α-amilase (bacterial) dan amilase pankreatin termasuk dalam keluarga amilase yang mampu menghidrolisis karbohidrat (carbohydratase), namun berbeda sumbernya. Alfa-amilase (Bacillus licheniformis) mempunyai mekanisme kerja dalam menghidrolisis pati secara acak dan cepat pada ikatan α-1,4-glikosidik, demikian juga kerja yang dilakukan oleh amilase pankreatin yang berasal dari pankreas babi (mamalia). Ikatan α-1,4-glikosidik diserang secara acak dan cepat, hanya ikatan simpul (α-1,6-glikosidik) yang tidak terhidrolisis, hasil hidrolisat yang dihasilkan oleh kedua enzim ini hampir mirip. Alfa-amilase (bakteri) menghasilkan glukosa, maltosa, maltotriosa, dan α-limit dekstrin dalam jumlah kecil, sedangkan amilase pankreatin menghasilkan hidrolisat yang mengandung glukosa, maltosa, maltotriosa, tertrasakarida, dan pentasakarida (Winarno 2010).

Dalam penelitian ini digunakan substrat pati sebanyak 0,2 % yang akan dihidrolisis dengan menggunakan beberapa enzim industrial amylaseyaitu α-amilase (bacterial), glukoamilase dan dextrozyme. Enzim α-amilase untuk memotong ikatan α-1,4-glikosidik pada proses likuifikasi dan pada proses sakarifikasi enzim glukoamilase serta dextrozyme digunakan untuk memotongikatan α -1,6-glikosidik yang tidak dapat dipotong oleh enzim α-amilase pada proses sebelumnya, sehingga pati dapat teruraikan menjadi glukosa secara sempurna. Perhitungan terhadap DE (Dextrose Equivalent) dan DP (Derajat Polimerisasi) dilakukan setelah diketahui jumlah gula pereduksi dan total gula yang terkandung dalam larutan hasil hidrolisis.

Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, likuifikasi merupakan

Dalam dokumen Hidrolisis Pati Palma Menggunakan α-Amilase (Halaman 31-118)

Dokumen terkait