3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan september 2017. Lokasi pengambilan sampel kadal dan tokek di Jl Marelan Medan, Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Genetika, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
3.2 Pembedahan Preparat
Sebanyak 1 ekor tokek (Gekko gecko) berjenis kelamin jantan dan 2 ekor kadal (Mabouya multifasciata) berjenis kelamin jantan dan betina disiapkan sebagai sampel sumber isolat bakteri. Kadal dan tokek yang digunakan merupakan hewan dewasa dengan panjang 25-30 cm. Langkah awal yang dilakukan untuk pembedahan yaitu dengan membius sampel kadal dan tokek terlebih dahulu dengan cara memasukkan sampel ke dalam botol bius berisi kapas yang telah ditetesi ether atau kloroform. Setelah sampel terbius kira-kira 15-20 menit kemudian sampel diletakkan di bak paraffin dalam posisi terlentang. Kemudian fiksasi (tusuk) keempat ekstremitasnya menggunakan jarum pentul agar preparat berada pada posisi yang aman dan terikat. Selanjutnya digunting perut perlahan- lahan dengan alat steril mulai dari arah ventrocranial, sehingga tampak bagian otot seluruhnya. Gunting sedikit dibagian perut, dimulai dari 0,5 cm didepan lubang anus. Masukkan bagian ujung tumpul gunting ke dalam lubang, lanjutkan menggunting ke arah cranial hingga mencapai batas mandibula. Kemudian bagian maskuler yang telah diguntng di buka, dan bagian organ dalam sampel pun di urai sampai bagian usus didapatkan.
3.3 Isolasi dan Karakterisasi Morfologi, Biokimia Bakteri Kitinolitik
Sampel kadal (M multifasciata), dan tokek (G gecko), dibedah dengan dissecting set yang telah steril. Saluran pencernaan dipotong lalu dimasukkan ke dalam larutan garam fisiologis 0,9% yang telah steril (Pryor, 2008). Selanjunya dilakukan pengenceran berseri mulai 100 – 106 lalu diinokulasikan 0.1 mL ke dalam media garam minimum kitin (MGMK) dengan komposisi larutan garam (KH2PO4, K2HPO4, MgSO4.7H2O, feSO4.7H2O, ZnSO4, MnCl2), koloidal kitin, agar-agar, yeast extract 0,025 gr dengan metode cawan sebar menggunakan hockey stick. Isolat diinkubasi pada suhu 28-30 oC selama 1-5 hari. Isolat bakteri kitinolitik ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni lalu setiap koloni disubkultur sampai diperoleh isolat murni.
Isolat murni yang memiliki kemampuan kitinolitik dikarakterisasi berdasarkan morfologi koloni, sifat Gram dan sifat biokimia. Karakterisasi morfologi yang diamati secara makroskopis adalah meliputi bentuk, tepi, elevasi, dan warna koloni. Sedangkan karakterisasi yang diamati secara mikroskopis meliputi sifat Gram dan bentuk sel. Sifat biokimia yang diamati mencakup uji hidrolisis pati dengan media Starch Agar (SA), uji gelatin dengan media nutrien gelatin, uji motilitas dengan media Sulfide Indole Motility (SIM), uji sitrat dengan media Simmon’s Citrate Agar (SCA), uji katalase dengan menggunakan larutan 3% H2O2, dan uji sulfida dengan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA). Untuk uji sitrat, uji gelatin, uji pati, uji motilitas dan uji sulfida biakan terlebih dahulu diinkubasi.
3.4 Skrining Bakteri Kitinolitik dari Saluran Percernaan
Indeks kitinolitik diukur dengan cara, sebanyak 10 µl suspensi bakteri kitinolitik (OD600≈0,5) dalam larutan NaCl 0,9% diteteskan ke kertas cakram dan diinokulasikan di tengah MGMK agar (Downie et al., 1994). Biakan diinkubasi selama 7 hari. Indeks kitinolitik diperoleh berdasarkan perbandingan diameter zona bening di sekitar koloni dengan diameter koloni. Isolat yang memiliki indeks kitinolitik lebih tinggi ditetapkan sebagai isolat terpilih untuk produksi enzim dan identifikasi secara molekuler.
3.5 Pengukuran Pertumbuhan Bakteri Kitinolitik
Isolat bakteri kitinolitik dikultur pada media NA + koloidal kitin, dan di inkubasi selama 24 jam pada suhu 31 oC. kemudian suspensi bakteri dibuat dengan memasukkan bakteri ke dalam 10 ml akuades steril hingga OD = 600 Sebanyak 10 ml kultur bakteri diinokulasikan ke dalam MGMK cair 90 ml yang mengandung yeast dengan pH 7 dan diinkubasi pada suhu 37 oC dan kecepatan 120 rpm selama 24 jam. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 24 jam sekali selama 7 hari dengan menghitung Angka Lempeng Total (ALT) pada media PCA + koloidal kitin.
3.6. Produksi Enzim Kitinase
Isolat bakteri kitinolitik di kultur pada media NA + koloidal kitin, dan di inkubasi selama 24 jam pada suhu 31 oC. kemudian suspensi bakteri dibuat dengan memasukkan bakteri ke dalam 10 ml akuades steril hingga OD = 600 Sebanyak 10 ml kultur bakteri diinokulasikan ke dalam MGMK cair 90 ml yang mengandung yeast dengan pH 7 dan diinkubasi pada suhu 37 oC dan kecepatan 120 rpm selama 24 jam. Sebanyak 10 ml kultur isolat diinokulasikan ke dalam 90 ml MGMK cair kemudian diukur pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4 dst sampai sel dan produksi enzim turun. Kultur isolat disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 oC. Supernatan yang diperoleh diuji aktivitas kitinasenya.
3.7 Pengukuran Aktivitas Enzim Kitinase
Pengukuran aktivitas enzim Kitinase secara kuantitatif ditentukan dengan metode (Spindler, 1997). Pengujian diawali dengan penyiapan kurva standar N-asetilglukosamin. Pada beberapa konsentrasi (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 dan 200 ppm) dalam akuades. Masing-masing konsentrasi tertentu ditambahkan dengan akuades, GlcNAc dan pereaksi Schales (0,5 g K3(FnCn)6) dalam 0,5 M sodium karbonat). Larutan dihomogenkan kemudian dipanaskan pada suhu 100o C selama 10 menit untuk menghentikan reaksi. Larutan
didinginkan dan diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm.
Kurva standar dibuat dengan menghubungkan konsentrasi standar terhadap absorbansi terkoreksi.
Pengujian enzim dilakukan dengan mencampur 150 μL sampel enzim, 150 μL penyangga fosfat pH 7, dan 300 μL koloidal kitin 0,3%. Campuran dihomogenakan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit.
Campuran enzim disentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 oC dan supernatan yang dihasilkan diambil sebanyak 300 μL dimasukkan ke dalam tube baru, kemudian ditambah dengan 700 μL akuades dan 1000 μL pereaksi Schales (Imoto & Yagashita, 1971). Blanko dibuat dengan mencampurkan 1000 μL akuades dengan 1000 μL pereaksi schales kemudian dihomogenkan. Campuran langsung didihkan pada suhu 100 oC selama 10 menit. Campuran reaksi didinginkan untuk selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm.
3.8 Presipitasi Enzim dengan Amonium Sulfat
Ekstrak enzim kasar yang diperoleh dipresipitasi dengan beberapa tingkat kejenuhan aminuim sulfat (NH4)2SO4) yaitu 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70%. Penambahan ammonium sulfat dilakukan sedikit demi sedikit dan dilakukan pengadukan magnetic stirer pada suhu 10 oC. sampel enzim hasil presipitasi selanjutnya di sentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 oC. Pellet yang dihasilkan dilarutkan dalam 10 ml penyagga fospat pH 7. Pelet dan supernatan masing-masing diuji aktivitas kitinase dan diukur kadar proteinnya.
Hasil presipitasi enzim pada ammonium sulfat tertinggi kemudian dengan dipresipitasi kembali enzim ekstrak kasarnya diendapkan dengan garam amnium sufat pada konsentrasi optimal. Penambahan ammonium sulfat dilakukan sedikit demi sedikit dan dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer pada suhu 10 oC.
selanjutnya enzim hasil presipitasi di sentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 oC. pellet dilarutkan dalam 50 mM penyangga fosfat pH 7 sebanyak 10 ml.
3.9 Dialisis
Pelet hasil pelarutan dengan buffer fosfat kemudian didialisis dan diukur akivitasnya dan kadar proteinya Proses dialisis dilakukan mengikuti metode (Kristanti, 2001) dengan menggunakan sampel enzim yang dipresipitasi dengan ammonium sulfat. Proses diawali dengan penyiapan membrane dialisis, membrane dialisis dipotong 15 cm dan direndam dalam larutan NaHCO3 dan EDTA direbus selama 10 menit. Larutan kemudian di buang dan membran dialisis didihkan dalam 100 ml akuades selama 10 menit yang dilakukan sebanyak 2 kali.
Setelah dingin, membran dialisis diisi dengan 10 ml sampel enzim dan di masukkan dalam beaker gelas yang terisi larutan penyannga fosfat 30 ml pH 7 dan di stirer dalam kondisi dingin yaitu pada suhu 10 oC. Hasil dialisis di uji aktivitas kitinasenya dan di ukur kadar proteinnya.
3.10 Pengukuran aktivitas kitinase
Pengukuran enzim kitinase secara kuantitatif ditentukan dengan metode (Spindler 1997). Pengujian diawali dengan penyiapn kurva standar N-asetilglukosamin, pada beberapa konsentrasi (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, dan 200 ppm) dalam akuades. Masing- masing konsentrasi tertentu ditambahkan dengan akuades, GlcNAc dan pereaksi Schales (0,5 g K3(FnCn)6) dalam 0,5 M sodium karbonat). Larutan di homogenkan kemudian dianaskan pada suhu 100 oC selama 10 menit untuk menghentikan reaksi. Larutan didinginkan dan diukur nilai absorbansinya pada 420 nm. Kurva standar dibuat dengan menghubungkan konsentrasi standar terhadap absorbansi terkoreksi.
Pengujian enzim dilakukan dengan mencampur 150 μl sampel enzim, 150 μl penyangga osfat pH 7, dan 300 μl koloidal kitin 0,3%. Campuran di homogenkan selanjutnya di inlubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Campuran enzim di sentrifugasi 10000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 oC dan supernatan yang dihasilkan diambil sebanyak 300 μl dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan 700 μl akuades dan 1000 μl pereaksi Schales ( Imoto dan Yagashita, 19971). Blanko dibuat dengan mencampurkan 1000 ml akuades dengan 1000 μl pereaksi Schales kemudian di homogenkan. Campuran langsung
didihkan pada suhu 100 oC selama 10 menit. Campuran reaksi didinginkn untuk selanjutnya diukur absorbansinya pada 420 nm. Aktivitas diukur berdasarkan persamaan garis linier yang di peroleh pada perhitungan kurva standar N-asetil-D-glukosamin.
3.11 Analisis Kadar Protein
Pengukuran konsentrasi protein diawali dengan membuat kurva standar dari bovine serum albumin (BSA). Deret konsentrasi yang dibuat terdiri atas 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm. Larutan standar protein dibuat dengan menimbang 0,01 g BSA (Bovine Serum Albumin) yang kemudian dilarutkan dengan 10 ml akuades steril sehingga diperoleh larutan stok BSA dengan konsentrasi 1000 ppm. Larutan stok dengan konsentrasi 1000 ppm diencerkan menjadi konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap standar protein dengan menambahkan 500 µL seri larutan standar dengan 750 µL reagen Bradford. Kemudian larutan diguncang menggunakan vortex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10-60 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Blanko yang digunakan adalah akuades sebanyak 500 µL yang ditambah dengan reagen Bradford sebanyak 750 µL. Pengukuran konsentrasi protein pada sampel dilakukan dengan cara, 500 μl enzim kitinase ekstrak kasar dipipet dan dicampur dengan 750 μl reagen Bradford kemudian diguncang menggunakan vortex. nilai absorbansi campuran tersebut diukur pada panjang gelombang 595 nm sebnyak dua kali.
Hasil absorbansi yang diperoleh dikonversikan pada persamaan garis dari kurva standar BSA yang telah dibuat sehingga diperoleh kandungan protein enzim kitinase. Setelah konsentrasi protein ditentukan, maka aktivitas spesifik enzim dapat ditentukan (Bradford, 1976).
Reagen Bradford dibuat dari 100 mg Coomassie Brilliant Blue G-250, 25 ml etanol 95%, 100 ml 85% (b/v) asam fosfat, dan NaOH 1M. Campuran uji dihomogenkan dengan vorteks dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruangan. Nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 595 nm. Kurva standar
dibuat dengan cara menghubungkan konsentrasi standar dengan nilai absorbansi terkoreksi.
3.12 Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Enzim Kitinase
Pengaruh pH terhadap aktivitas kitinase diuji dengan cara mereaksikan 150 μL enzim dengan 300 μL substrat koloidal kitin 0,3% pada suhu 37 oC selama 30 menit pada berbagai kondisi pH larutan penyangga 3 sampai 8 masing-masing 150 μL. Penyangga pH 8 dibuat dari penyangga Tris-Hcl. Konsentrasi penyangga yang digunakan adalah 50 mM. Aktivitas enzim kitinase ditentukan dengan menggunakan metode (Spindler, 1997).
Pengaruh suhu terhadap aktivitas kitinase diuji dengan cara mereaksikan 150 μL enzim, 300 μL substrat koloidal kitin 0,3% dan 10 μL 50 mM penyangga asetat pH 6. Pada suhu uji 20 oC, 25 oC, 30 oC, 35 oC, 40 oC, 45 oC, 50 oC selama 30 menit. Aktivitas enzim kitinase ditentukan dengan menggunakan metode (Spindler, 1997).
3.13 Identifikasi Bakteri Kitinolitik Berdasarkan Gen Penyandi 16S rRNA Isolasi DNA bakteri kitinolitik dilakukan melalui proses freeze and thaw.
Tabung eppendorf 1,5 ml diisi dengan 100 µl akuabidest dalam kondisi aseptis, kemudian kultur bakteri murni yang berumur 24 jam diambil sebanyak 1 ose dan diinokulasikan ke dalam tabung eppendorf tersebut. Selanjutnya suspensi sel dibekukan pada suhu -10oC sampai larutan mengkristal lalu dicairkan pada suhu 90oC selama 10 menit. Pengulangan siklus dilakukan sebanyak 5 kali untuk efisiensi pemecahan sel (Nursyirwani & Kathy, 2007).
DNA hasil isolasi digunakan untuk amplifikasi gen 16S rRNA yang dilakukan dengan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR) Untuk membuat campuran reaksi PCR dengan volume 25 µl, bahan-bahan berikut dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 0,2 ml: Master Mix 2X GoTaqGreen 12,5 µl, forward primer (10 pmol) sebanyak 1 µl, reverse primer 10 (pmol) sebanyak 1 µl, DNA template 2 µl, Nuclease Free Water 8,5 µl sehingga volume total 25 µl. Kemudian
mesin PCR diprogramkan dan dijalankan berdasarkan suhu: untuk proses pradenaturasi 94 oC selama 2 menit, denaturasi 92 oC selama 30 detik, annealing 55 oC selama 30 detik, elongasi atau perpanjangan primer 72 oC selama 1 menit, dan post PCR 72 oC selama 5 menit. Ketiga proses ini dijalankan sebanyak 40 siklus selama satu jam. Hasil PCR divisualisasi melalui proses elektroforesis.
Gel elektroforesis disiapkan dengan 1% agarosa (1 gram agarosa dalam 100 ml TAE 1X), dipanaskan dan distirer sampai larut, didinginkan selama 5 menit lalu diteteskan 10 µl EtBr dan dihomogenkan kemudian dituang pada cetakan gel. Wadah yang sudah berisi gel diberi larutan peyangga TAE 1X secukupnya kemudian masing-masing sampel dimasukkan pada sumur-sumur gel.
Pada waktu elektroforesis diberikan marker atau penanda molekul DNA 1 kb.
Elektroforesis dilakukan pada kondisi 80 volt dan 400 mA selama 60 menit, selanjutnya divisualisasi dengan UV-transluminator.
DNA hasil amplifikasi dianalisis 16S rRNA sekuennya secara komersil.
Data sekuen dibandingkan dengan data di GenBank pada database The National Center for Biotechnology Information (NCBI), menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST).
3.14 Uji Bakteri Kitinolitik Pada Larva Nyamuk.
Isolat bakteri di tumbuhkan pada media Nutrient agar (NA) dan di inkubasi pada suu 30 oC selama 24 jam. Isolat di inokulasikan ke dalam tabung reaksi 10 ml aquades steril dan dihitung optical densty dengan menggunakan spektrofotmeter. Kultur isolat dengan OD600 = 0,5 diambil sebanyak 5 ml dan 10 ml kemudian di inokusikan ke dalam 45 dan 50 ml air sumur yang berisi 10 ekor larva nyamuk Aedes aegypty instar III. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam.
BAB 4