• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regenerasi Isolat Bacillus sp. PT2-3

Pembuatan glikol kitin Produksi enzim Pembuatan koloidal kitin

Pembuatan starter

Analisa Karakterisasi enzim Ultrafiltrasi

Sentrifugasi 9000 rpm, 40C, 15 menit.

pH Optimum Suhu Optimum Stabilitas panas

Pengaruh penambahan ion logam Gambar 5. Diagram alir metode penelitian.

1. Tahap Pembuatan Starter

Isolat PT2-3 pada media agar (Lampiran 1) yang telah dikeluarkan dalam lemari pendingin, dibiarkan dalam suhu kamar. Diambil satu ose untuk diinokulasikan pada erlenmeyer 100 ml yang berisi media

fermentasi 10 ml. lalu diinkubasi selama 18 jam pada suhu 550C. Adapun komposisi dari media fermentasi tercantum dalam Lampiran 1.

2. Pembuatan Koloidal Kitin (Arnold dan Solomon, 1986).

Koloidal kitin dibuat dengan melarutkan 5 gram kitin komersial dalam 80 mL HCl pekat, kemudian larutan tersebut diaduk dalam gelas beker memakai stirer hingga merata. Larutan tersebut diinkubasi pada suhu 40C selama 24 jam. Kemudian disaring mengunakan glass wool. Filtrat yang diperoleh ditambah dengan 200 mL aquades dingin, ditambah NaOH 12 N hingga pH filtrat mencapai pH 7. Filtrat tersebut kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 7.500 rpm. Supernatan dibuang sedangkan endapannya merupakan koloidal kitin, seperti yang terlihat dalam Lampiran 2.

3. Pembuatan Glikol Kitin (Truddel dan Asselin, 1989)

Glikol kitin dibuat dengan cara asetilasi kitosan. Glikol kitin sebanyak 1 gram dilarutkan dalam asam asetat 10% dan dibiarkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Kemudian campuran tersebut ditambah 100 ml metanol secara perlahan di dalam ruang asam, lalu disaring vakum dengan kertas saring whatman no 42. Filtrat yang dihasilkan ditampung di dalam gelas piala dan ditambah 1.5 ml asetat anhidrida sambil distirer pelan. Lalu dibiarkan pada suhu kamar ± 30 menit, saat terbentuk gel + 150 ml metanol dan dihomogenkan. Sentrifugasi pada 7000 rpm, 40C selama 15 menit. Pelet ditambahkan 100 - 150 ml metanol dan dihomogenkan lagi. Kemudian tahap sentrifugasi diulangi sekali lagi. Pelet ditambahkan 100 ml 0.02% sodium azide dan dihomogenkan lagi selama 4 menit. Larutan gel yang terbentuk adalah 1% glikol kitin. Untuk lebih jelasnya, diagram alir disajikan pada Lampiran 3.

4. Pembuatan Kurva Standar Glukosamin (modifikasi Azis, 2002)

Glukosamin komersial sebanyak 100 mg dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml. Larutan yang diperoleh konsentrasi akhirnya

adalah 1 mg/ml glukosamin. Tabel 2 memperlihatkan komposisi larutan standar glukosamin.

Tabel 3. Komposisi Larutan Standar Glukosamin

Glukosamin (µg) Penambahan akuades glukosamin (µg/ml) Konsentrasi

0 hingga volume 1 ml 0 10 hingga volume 1 ml 10 20 hingga volume 1 ml 20 40 hingga volume 1 ml 40 70 hingga volume 1 ml 70 90 hingga volume 1 ml 90

Larutan standar sebanyak 200 µl dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 200 µl asam asetat 33% dan 200 µl NaNO2 5%. Kemudian larutan divortek dan dibiarkan selama 10 menit. Larutan selanjutnya ditambahkan 200 µl amonium sulfamat 12.5 %, kemudian digoyang pelan selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 800 µl HCl 5% dan 80 µl 1% indol dalam etanol (harus segar). Larutan selanjutnya dipanaskan 1000C selama 5 menit, kemudian dibiarkan sampai suhu menurun. Larutan ditambahkan alkohol 800 µl dan divortek. Untuk kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer pada panjang gelombang 492 nm. Nilai yang diperoleh dibuat grafik dengan nilai y (nilai absorbansi) dan x (konsentrasi glukosamin).

5. Pembuatan Larutan Bradford (Bradford, 1976)

Coomassie Brilliant Blue G-250 (CBB G-250) sebanyak 100 mg

dilarutkan dalam 50 ml etanol 95% dan ditambah 100 ml asam fosfat 85%. Akuades selanjutnya ditambahkan hingga mencapai 1000 ml, kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring. Larutan yang diperoleh merupakan larutan stok Bradford dan bila akan digunakan harus diencerkan terlebih dahulu mengunakan akuades dengan perbandingan 1 : 4 v/v.

6. Pembuatan Kurva Standar Protein (Bradford, 1976)

100 mg Bovine Serum Albumin (BSA) dilarutkan dalam 50 ml akuades kemudian ditambahkan NaOH 0,1 N 1 tetes. Larutan dikocok secara perlahan dan jangan sampai berbusa. Setelah homogen ditambah akuades hingga volume 1000 ml. Konsentrasi akhir larutan standar adalah 1 mg/ml BSA. Komposisi larutan standar protein disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 4. Komposisi Larutan Standar Protein

BSA Penambahan akuades Konsentrasi protein

0 hingga volume 1000 µl 0 100 hingga volume 1000 µl 100 200 hingga volume 1000 µl 200 300 hingga volume 1000 µl 300 400 hingga volume 1000 µl 400 500 hingga volume 1000 µl 500

Larutan standar sebanyak 40 µl dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan bradford sebanyak 2 ml. Larutan divortek dan dibiarkan selama 5 menit. Larutan kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 595 nm. Blanko diperlakukan seperti sampel namun larutan standar diganti dengan akuades. Nilai yang diperoleh dibuat grafik dengan persamaan Y= ax + b, dimana Y adalah nilai absorbansi dan x adalah nilai konsentrasi protein.

7. Pengukuran Aktivitas Enzim Kitin Deasetilase (modifikasi Tokuyasu et al., 1996)

Larutan digesti yang terdiri dari 300 µl glikol kitin 1%, 200 µl buffer dan 100 µl enzim diinkubasi selama 30 menit pada suhu optimum enzim, kemudian enzim diinaktifasi dengan direbus selama 15 menit. Untuk pengontrolan, penambahan enzim dilakukan sesaat sebelum inaktifasi enzim dilakukan. Setelah digesti, konsentrasi residu glukosamin yang terbentuk dari reaksi deaminasi dihitung berdasarkan oksidasi menggunakan NaNO2, mengikuti metode spektrofotometrik

menggunakan indol HCl sesuai dengan Dische dan Borenfreund (1950) yang telah dimodifikasi sebagai berikut : larutan digesti dipipet sebanyak 200 µl ditambahkan 200 µl asam asetat 33% dan 200 µl NaNO2 5%. larutan divorteks dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang. Ditambahkan 200 µl amonium sulfamat 12.5% dan digoyang selama 30 menit pada suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan 800 µl HCl 5% dan 80 µl indol 1% dalam etanol. Campuran reaksi ini direbus dalam air mendidih selama 10 menit. Larutan dibiarkan hingga suhu menurun lalu ditambahkan etanol absolut sebanyak 800 µl dan divortek. Konsentrasi glukosamin yang terbentuk diketahui melalui reaksi warna kemerahan yang terjadi dan terukur absorbansinya pada panjang gelombang 492 nm. Satu unit aktifitas enzim dinyatakan sebagai jumlah enzim yang memproduksi 1 µmol residu glukosamin permenit. Standar yang digunakan adalah konsentrasi glukosamin pada 50 µg/ml.

( )

[ ]

inkubasi

t

GLc

BM

std

A

n

pengencera

Faktor

std

GLc

k

A

-s

A

(UA)

Aktivitas

Unit

×

×

×

×

=

Keterangan :

As : Aborbansi sampel BMGLc : Berat Molekul

Glukosamin

Astd : Absorbansi standar Ak : Absorbansi kontrol [GLc]std : Konsentrasi tinkunbasi : Waktu Inkubasi glukosamin standar

Nilai aktivitas spesifik enzim, didapatkan dengan cara membagi nilai aktivitas enzim kitin deasetilase (U/ml) dengan nilai konsentrasi protein pada sampel enzim (mg).

(mg/ml)

protein

i

Konsentras

(U/ml)

enzim

Aktivitas

spesifik

Aktivitas =

8. Pengukuran Konsentrasi Protein (Bradford, 1976)

Pengukuran konsentrasi sampel dilakukan dengan cara mereaksikan 40 µl larutan sampel enzim dengan larutan bradford sebanyak 2 ml. Lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada gelombang 595 nm. Nilai absorbansi kemudian dimasukkan ke dalam kurva standar untuk menentukan konsentrasi protein yang terkandung dalam sampel enzim.

9. Karakterisasi Enzim Kitin Deasetilase a. Persiapan Preparat Enzim

Inokulum sebanyak 10%, dimasukkan ke dalam media produksi 100 ml dalam erlenmeyer 1000 ml, fermentasi dilakukan pada inkubator goyang dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 550C. Enzim kitin deasetilase dipanen jam ke-18. Sampel yang diperoleh kemudian disentrifugasi pada. 9000 rpm, 15 menit pada suhu 40C. Kemudian dilakukan karakterisasi.

b. Penentuan pH Optimum Aktivitas Enzim

Enzim kitin deasetilase diuji aktivitasnya pada pH 5.0, 6.0, 7.0, 8.0, 9.0, 10.0 dan 11.0. Buffer yang digunakan untuk pengujian aktivitas pada pH 5.0 adalah buffer sitrat-phospat 0.05 M, buffer phospat 0.05 M digunakan pengujian pada pH 6.0, 7.0 dan 8.0 digunakan, sedangkan untuk pH 9.0, 10.0 dan 11.0 digunakan buffer glycine-NaOH 0.05 M (Lampiran 7, 8 dan 9). Pengujian pH optimum ini dilakukan pada suhu pertumbuhannya (550C). Dari pengujian ini akan didapatkan nilai pH yang ditunjukkan pada nilai aktivitas enzim kitin deasetilase tertinggi.

c. Penentuan Temperatur Optimum Enzim

Enzim kitin deasetilase, substrat (glikol kitin) dan buffer pH pada pH optimum (yang didapatkan dari hasil pengujian pH optimum), di inkubasi pada kisaran suhu 400C, 500C, 600C dan 700C sehingga akan didapatkan temperatur optimum dimana enzim kitin deasetilase memiliki aktivitas spesifik tertinggi.

d. Ketahanan Enzim Terhadap Pengaruh Panas

Enzim kitin deasetilase dilakukan pemanasan pada suhu 600C dan 700C selama 180 menit. Pengambilan sampel dilakukan setiap 30 menit sekali, kemudian dilakukan pengujian aktivitasnya. Ketahanan enzim terhadap pengaruh panas dinyatakan dalam persentase aktifitas relatif.

e. Pengaruh Penambahan Ion Logam Terhadap Aktivitas Enzim

Uji pengaruh penambahan senyawa logam terhadap enzim dilakukan dengan menambahkan 2 mM dan 5 mM (CaCl2.2H2O; ZnCl2; MgCl2.6H2O; MnCl2.4H2O; FeSO4.7H2O) pada larutan enzim-substrat-buffer, kemudian enzim di inkubasi pada suhu dan pH optimumnya. Dari uji ini akan didapatkan berbagai ion logam yang berperan sebagai penghambat (inhibitor) ataupun aktivator. Dalam hal ini, pengaruh penambahan ion logam dinyatakan dalam persentase aktivitas relatif enzim.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PRODUKSI ENZIM

Enzim kitin deasetilase didapatkan dengan cara fermentasi cair substrat koloidal kitin pada medium fermentasi (Lampiran 1) dengan Bacillus sp. PT2-3 sebagai mikroorganisme termofilik penghasil enzim termostabil tersebut. Umumnya, enzim pendegradasi kitin diproduksi secara ekstraselular. Fermentasi dilakukan selama 18 jam dalam shaker dengan kecepatan putar 150 rpm pada suhu 550C. Setelah jam ke-18 yang merupakan waktu pemanenan enzim maka akan didapatkan ekstrak kasar enzim. Enzim ini dikeluarkan oleh sel dan berada pada medium, enzimpun dapat terjebak dalam sel sehingga aktivitasnya dapat menurun. kemudian dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan antara padatan dan cairan. Pada umumnya, pemisahan suspensi makromolekul dari suatu larutan adalah dengan cara melakukan sentrifugasi dan filtrasi.

Mengingat enzim ini bersifat mudah terdegradasi maka proses sentrifugasi ekstrak kasar enzim tersebut dilakukan pada suhu rendah yakni 40C. Hal ini dilakukan karena bertujuan untuk menjaga dan meminimalisasi enzim tersebut dari kehilangan aktivitasnya.

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0 6 12 18 24 30 36 42 48 Waktu (jam) Akt ivi ta s S p esi fi k (U /m g pr ot ei n) (sumber : Aziz, 2002)

Gambar 6. Grafik Aktivitas Spesifik Kitin Deasetilase Bacillus sp. PT2-3, selama Fermentasi 48 jam.

Nilai aktivitas kitin deasetilase dalam menghasilkan glukosamin merupakan suatu fungsi dari reaksi substrat glikol kitin (yang berasal dari glikol kitosan) terhadap enzim kitin deasetilase yang terukur dari nilai absorbansi terhadap warna. Semakin tinggi glukosamin yang terbentuk maka semakin banyak pula gugus asetil yang dilepaskan pada reaksi enzimatis ini, sehingga menunjukkan aktivitasnya semakin tinggi.

Dokumen terkait