• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai Juli 2014 di perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan memperhatikan kondisi perairan pada saat normal, pasang dan surut. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian di lapangan yang meliputi pengukuran beberapa parameter fisika, kimia dan biologi perairan yaitu suhu, penetrasi cahaya, salinitas, pH, DO serta analisis di laboratorium meliputi kelimpahan makrozoobentos, jenis substrat, BOD5, COD, Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4). Analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara serta Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5 liter, Eckman grabb, botol alkohol, keping Secchi, tali plastik, lakban, kertas label, botol sampel, Global Positioning System (GPS), kamera digital, plastik 5 kg, pipet tetes, sterofoam, spuit, alat tulis, dan peralatan analisa kualitas air seperti termometer, refraktometer, pH meter, Erlenmeyer 125 ml, beaker glass, dan gelas ukur.

Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya adalah KOH-KI, MnSO4,

H2SO4, amilum, dan Na2S2O3, alkohol 70%, formalin 4%, es dan akuades.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan Metode

Purposive Random Sampling, yang merupakan teknik pengambilan sampel

dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang dibuat oleh peneliti dengan menentukan lima stasiun penelitian. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada setiap stasiun dengan penjelasan sebagai berikut, yaitu pada stasiun 1 merupakan daerah yang belum dijumpai aktivitas masyarakat dan terdapat mangrove di sekitar perairan, stasiun 2 merupakan daerah yang terdapat berbagai aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata, stasiun 3 merupakan daerah yang terdapat aktivitas masyarakat yaitu kegiatan perikanan tambak, stasiun 4 merupakan bagian tengah danau yang jadi pembanding pada setiap stasiun lainnya dan stasiun 5 merupakan bagian inlet dan outlet atau masuk dan keluarnya aliran air sungai ke danau. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel makrozoobentos diambil dengan menggunakan

Eckman grabb karena lokasi pengambilan sampel cukup dalam. Pengambilan

sampel dengan Eckman grabb dilakukan dengan cara menurunkannya hingga ke dasar danau dengan kondisi terbuka agar saat mencapai dasar danau, pemberat diturunkan sehingga Eckman grabb menutup bersamaan dengan masuknya substrat. Sampel yang didapat disortir menggunakan tangan untuk sampel yang berukuran besar dan metode penggaraman untuk sampel berukuran kecil (yang tidak bisa disortir). Bentos yang sudah berada dalam botol sampel diawetkan dengan alkohol 70% dan diberi label yang berisi data tentang lokasi dan waktu pengambilan sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Gosner (1971), De Bruyne (2004) dan Kozloff (1987).

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan a. Stasiun 1

Stasiun 1 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’34.65”LU, 98°39’37.79”BT. Daerah ini merupakan daerah yang belum banyak dijumpai aktivitas masyarakat dan terdapat mangrove di sekitar perairan. Kondisi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Stasiun 1

b. Stasiun 2

Stasiun 2 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’38.44”LU, 98°39’46.58”BT. Pada daerah ini dapat dijumpai berbagai aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata dan di sekitar perairan juga terdapat kegiatan perikanan tambak. Jarak stasiun 1 ke stasiun 2 adalah ± 339 m. Kondisi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Stasiun 2

c. Stasiun 3

Stasiun 3 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’29.68”LU, 98°39’20.48”BT. Pada daerah ini masih dijumpai aktivitas masyarakat dan terdapat buangan limbah dari kegiatan perikanan tambak. Jarak stasiun 2 ke stasiun 3 adalah ± 569 m. Kondisi stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 5.

d. Stasiun 4

Stasiun 4 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’40.65”LU, 98°39’38.07”BT. Pada daerah ini merupakan bagian tengah danau yang menjadi pembanding pada setiap stasiun lainnya. Jarak stasiun 3 ke stasiun 4 adalah ± 427 m. Kondisi stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Stasiun 4

e. Stasiun 5

Stasiun 5 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’38.94”LU, 98°39’26.86”BT. Pada daerah ini merupakan bagian inlet dan outlet atau masuk dan keluarnya aliran air sungai ke danau. Jarak stasiun 4 ke stasiun 5 adalah ± 346 m. Kondisi stasiun 5 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Stasiun 5

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisa faktor fisika dan kimia perairan mencakup :

a. Suhu Air (°C)

Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada termometer tersebut. Pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

b. Salinitas

Penentuan kadar salinitas air dapat dilakukan dengan menggunakan refraktometer sehingga nilai salinitas air dapat diukur dengan mudah dan cepat. Pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

c. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya diukur menggunakan keping Secchi yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping Secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan setiap

d. pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

e. DO (Dissolved Oxygen)

Dissolved Oxygen (DO) diukur menggunakan metode Winkler dan

pengukuran DO dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pengukuran DO awal dilakukan setiap pengamatan di lapangan. Sampel air diambil dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol Winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Pengukuran DO akhir dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara.

f. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode Winkler. Pengukuran BOD5 dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pengukuran BOD5

awal dilakukan setiap pengamatan di lapangan. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol Winkler kemudian dilakukan pengukuran BOD5. Pengukuran BOD5 akhir dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara.

g. COD (Chemical Oxygen Demand)

Pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan metode Refluks. Sampel air diambil dari danau kemudian diberi perlakuan sesuai dengan metode Refluks. Nilai COD diukur di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

h. Kandungan Nitrat

Sampel air diambil sebanyak 5 ml, kemudian ditetesi dengan 1 ml NaCl dengan pipet volum selanjutnya ditambahkan 5 ml H2SO4 75% dan 4 tetes asam Brucine Sulfat Sulfanik. Larutan itu dipanaskan selama 25 menit pada suhu 95°C kemudian didinginkan selanjutnya kandungan nitrat dapat diukur dengan spektrofotometer pada � = 410 nm. Kandungan nitrat diukur di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

i. Kandungan Fosfat

Sampel air diambil sebanyak 5 ml kemudian ditetesi dengan reagen Amstrong sebanyak 1 ml selanjutnya ditambahkan 1 ml asam askorbat. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian konsentrasi fosfat diukur dengan spektrofotometer pada λ = 880 nm. Kandungan fosfat diukur di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

j. Tekstur Substrat

Sampel substrat diambil dari dasar perairan dan dibawa ke Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jenis substrat dianalisis berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu pada segitiga Millar.

Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (in situ) dan secara tidak langsung (ex situ). Secara keseluruhan pengukuran faktor fisika, kimia dan biologi beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan

Parameter Satuan Alat/Metode Tempat Pengukuran Fisika

Suhu °C Termometer Air Raksa in situ

Salinitas ‰ Refraktometer in situ

Penetrasi Cahaya cm Keping Secchi in situ

Jenis Substrat - - ex situ

Kimia

BOD5 mg/l Metode Winkler ex situ

COD mg/l Metode Refluks ex situ

pH - pH meter in situ

DO mg/l Metode Winkler ex situ

Nitrat mg/l Spektrofotometri ex situ Fosfat mg/l Spektrofotometri ex situ Biologi

Makrozoobentos ind/m² Eckman grabb ex situ Sumber : Sinaga (2009)

Parameter Kualitas Air

Nilai parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Kelas

I II III IV

Fisika

Suhu °C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 2 Deviasi 5 Kimia pH 6-9 6-9 6-9 5-9 BOD mg/l 2 3 6 12 COD mg/l 10 25 50 100 DO mg/l 6 4 3 0 Fosfat mg/l 0,2 0,2 1 5 Nitrat mg/l 10 10 20 20

Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet (Storage and Retrieval) Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antar data kualitas air dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Penentuan status mutu air dengan metode Storet ini dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan kualitas air dengan tujuan untuk mengetahui mutu

(kualitas) suatu sistem akuatik. Penentuan status mutu air ini berdasarkan pada analisis parameter fisika dan kimia. Kualitas air yang baik akan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dengan kadar (konsentrasi) maksimum yang diperbolehkan. Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh contoh air tersebut disebut baik atau tidak dinilai dengan metode Storet.

Hasil analisis kimia percontoh air kemudian dibandingkan dengan baku mutu yang sesuai dengan pemanfaatan air. Kualitas air dinilai berdasarkan ketentuan metode Storet untuk mengklasifikasikan mutu air ke dalam empat kelas yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet

Kelas Skor Kriteria

A 0 Memenuhi Baku Mutu

B -1 s/d -10 Tercemar Ringan

C -11 s/d -30 Tercemar Sedang

D ≥ -31 Tercemar Berat

Sumber : Canter (1977) diacu oleh Matahelumual (2007)

Cara Penilaian:

1. Nilai negatif (-) diberikan bila hasil analisis melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu.

2. Nilai nol (0) diberikan bila hasil analisis memenuhi syarat baku mutu. 3. Nilai parameter kimia = 2x nilai parameter fisika.

4. Bila angka rata-rata parameter hasil analisis melampaui baku mutu, diberi nilai = 3x nilai yang diberikan pada parameter maksimum atau minimum yang melampaui baku mutu.

5. Jumlah percontoh dari suatu stasiun yang ≥ 10, diberi nilai = 2x dari jumlah percontoh < 10.

6. Jumlah nilai negatif (-) seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya (Tabel 4) dengan melihat skor yang didapat.

Tabel 4. Penetapan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Perairan Jumlah Percontoh Nilai Parameter

Fisika Kimia Maksimum -1 -2 <10 Minimum -1 -2 Rata-rata -3 -6 Maksimum -2 -4 ≥10 Minimum -2 -4 Rata-rata -6 -12

Sumber : Canter (1977) diacu oleh Matahelumual (2007)

Analisis Data

Data yang diperoleh, diolah dengan menghitung kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks kemerataan jenis/indeks Evenness dan analisis korelasi Pearson, dengan persamaan sebagai berikut :

a. Kepadatan Populasi (K) (Barus, 2004)

Kepadatan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

K = ����� ℎ�������� ����� ������ �

���� ����

b. Kepadatan Relatif (KR) (Barus, 2004) KR (%) = ��������� ����� �����

����� ℎ��������� ������ ℎ����� x 100%

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR > 10%.

c. Frekuensi Kehadiran (FK) (Barus, 2004)

Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

FK = ����� ℎ���� ���� ��������� ����� �����

����� ℎ����� ���� x 100%

Keterangan :

FK = 0-25% : Kehadiran sangat jarang FK = 25-50% : Kehadiran jarang FK = 50-75% : Kehadiran sedang

FK = 75-100% : Kehadiran sering/absolut

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai FK > 25%.

d. Indeks Diversitas/Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) (Krebs, 1989) Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing jenis pada suatu komunitas. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

H’ =− ∑ ������

�=1

Keterangan :

H’ = Indeks Diversitas

pi = Jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3,..) s = Jumlah jenis

Ln = Logaritma nature

Pi = ∑ ��/� (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

Dengan nilai H’ :

0 < H’ < 2,302 = Keanekaragaman rendah 2,302 < H’ < 6,907 = Keanekaragaman sedang H’ > 6,907 = Keanekaragaman tinggi

e. Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) (Fachrul, 2007)

Indeks kemerataan jenis/indeks Evenness digunakan untuk menentukan status kondisi komunitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

E = H’/ ln S Keterangan :

E = Indeks kemerataan jenis/indeks Evenness H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah jenis

Nilai indeks kemerataan jenis ini berkisar antara 0 - 1 dengan deskripsi kondisi sebagai berikut :

E = 0, kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.

E = 1, kemerataan antar spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

f. Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mencari derajat keeratan hubungan dan arah hubungan antara keanekaragaman makrozoobentos yang terdapat di perairan Danau Siombak Medan dengan sifat fisika dan kimia airnya. Semakin tinggi nilai korelasi, semakin tinggi keeratan hubungan kedua variabel. Nilai korelasi memiliki rentang antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Analisis dilakukan dengan metode komputerisasi SPSS Versi 19.00 (Trihendradi, 2005).

Menurut (Sugiyono, 2005) interval korelasi dan tingkat hubungan antar faktor adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan 1. 0,00 – 0,199 Sangat rendah 2. 0,20 – 0,399 Rendah 3. 0,40 – 0,599 Sedang 4. 0,60 – 0,799 Kuat 5. 0,80 – 1,000 Sangat kuat

Dokumen terkait