• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai Juli 2006. Lokasi penelitian meliputi empat wilayah kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yaitu Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Karangpandan, Kecamatan Ngargoyoso, dan Kecamatan Tawangmangu. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

300 m 300 - 900 m

900 m

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Dasar pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan usahatani di Kabupaten Karanganyar meliputi tanaman pangan, hortikultur, peternakan, perikanan, dan perkebunan, dan merupakan sentra produksi pertanian untuk daerah Surakarta dan sekitarnya, serta terletak pada ketinggian 100 meter sampai lebih dari 1.500 meter dari permukaan laut.

2. Masih ditemukan kesenjangan gender dalam kegiatan usahatani mulai dari pengolahan tanah sampai ke pemasaran hasil pertanian.

3. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar menetapkan sektor pertanian sebagai sektor unggulan (leading sector) dalam pembangunan Kabupaten Karanganyar.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui studi kasus tentang sistem usahatani di Kabupaten Karanganyar. Tahap pertama difokuskan untuk mengidentifikasi jenis pola usahatani yang ada dilokasi penelitian. Tahap selanjutnya adalah menentukan variable utama dalam sistem usahatani berkelanjutan. Berdasarkan hasil identifikasi pola usahatani dan variabel utama dirumuskan hirarki sistem usahatani yang memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) sistem usahatani di Kabupaten Karanganyar. Dengan menggunakan kuesioner terstruktur para responden secara bersama-sama melakukan analisis perbandingan berpasangan, sehingga diperoleh bobot setiap variabel penyusun struktur hirarki sistem usahatani di lokasi studi.

Selanjutnya, sistem usahatani dapat dikatakan responsif gender jika pengelolaan usahatani memperhatikan hubungan relasi antara petani laki-laki dan perempuan pada akses, kontrol, manfaat, dan partisipasi. Mengingat keterbatasan waktu dan dana yang tersedia maka pada penelitian ini hanya dilihat dalam bentuk akses dan kontrol saja. Penelitian pada tahap ini menggunakan pendekatan instrument Sosial Ekonomi dan Analisis Gender (Socio Economic and Gender Analysis—SEAGA). Melalui pendekatan SEAGA, pengumpulan data dilakukan secara partisipatif pada kelompok tani, sedangkan pada tingkat keluarga petani dilakukan wawancara. Responden penelitian adalah masyarakat petani (petani laki-laki dan perempuan) pada semua pola usahatani yang terdapat di lokasi penelitian. Pada tahap ini dilihat bagaimana petani laki- laki dan perempuan melakukan pengalokasian sumberdaya, mengidentifikasi masalah dan mencarikan penyelesaiannya, dan menganalisis tahapan-tahapan kegiatan usahatani yang dilakukan. Sehingga diperoleh pola relasi gender pada setiap pola usahatani yang direpresentasikan dalam bentuk nilai IKKG.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian langsung di lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari sumber lain. Tabel 3 menunjukkan jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis Data Sumber Data

I. Data Primer:

1. Relasi gender antara laki-laki dan perempuan dalam aspek biofisik dalam berbagai usahatani

Hasil pengukuran 2. Relasi gender antara laki-laki dan perempuan

dalam aspek Ekonomi

(biaya, harga, produksi, pasar,modal, tenaga kerja dan sarana produksi) dalam berbagai usahatani

Responden dan survai pasar

3. Relasi gender antara laki-laki dan perempuan dalam aspek Sosial

(pendidikan, kesehatan, kelembagaan, informasi) dalam berbagai usahatani

Responden

4. Gender dalam berbagai pola usaha (akses dan kontrol)

Responden/petani II. Data Sekunder:

1. Data kependudukan: a. Kepadatan penduduk

b. Jumlah penduduk dan pendidikan c. Penduduk menurut jenis kelamin d. Tingkat migrasi penduduk

BPS Kab. Karanganyar.

2. Data sosial-ekonomi: a. Data PDRB

b. Tingkat pendapatan masyarakat c. Jenis mata pencaharian d. PAD

BPS Kab. Karanganyar.

3. Peta administrasi wilayah penelitian Bappeda

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan secara partisipatif melalui diskusi, wawancara, pengisian kuesioner, serta pengamatan langsung terhadap sistem usahatani di lokasi penelitian. Pengumpulan data ditekankan pada tingkat partisipasi masyarakat untuk mengidentifikasi sumberdaya dan potensi pengembangan usahatani dan keperluan analisis gender. Data sekunder diperoleh dari hasil penelitian, studi pustaka, peta, laporan dan dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian.

3.5. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel responden untuk analisis kondisi sosial ekonomi petani adalah anggota kelompok tani yang dipilih secara acak (random

sampling). Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar

ditentukan secara sengaja (purposive) empat kecamatan sebagai sampel yang mewakili masing-masing ketinggian lokasi usahatani dari permukaan laut (dpl). Zonasi wilayah penelitian dibagi menjadi tiga zona, yaitu: 1). Wilayah kecamatan yang berada pada ketinggian di bawah 300 dpl (Kecamatan Karanganyar), 2). Wilayah kecamatan yang berada pada ketinggian lebih dari 300 meter dpl dan kurang dari 900 meter dpl (Kecamatan Karangpandan dan Ngargoyoso), dan 3). Wilayah kecamatan yang berada pada ketinggian lebih dari 900 meter dpl (Kecamatan Tawangmangu). Zonasi lahan menjadi tiga bagian tersebut didasarkan pada keragaman curah hujan, suhu, lama penyinaran, dan kelembaban yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesesuaian lahan dan jenis, komposisi dan proporsi tanaman serta produktivitas tanaman (Sutrisno et al., 2003).

Sampel responden untuk analisis gender adalah anggota kelompok tani yang dipilih secara acak (random sampling), sebanyak 10% dari masing-masing pola usahatani yang dilakukan oleh masyarakat tani di lokasi penelitian. Pola usahatani di lokasi penelitian yang diidentifikasi pada saat tahap pra-penelitian adalah sebagai berikut ; 1). Pola usahatani monokultur padi; 2). Pola usahatani monokultur sayuran; 3). Pola usahatani monokultur palawija, 4). Pola usahatani tumpangsari (lebih dari satu jenis tanaman); 5). Pola usahatani mixed farming (penggabungan tanaman pangan atau hortikultura dengan peternakan atau perikanan), dan 6). Pola usahatani monokultur tanaman hias (bunga).

Responden untuk AHP ditentukan secara sengaja (purposive

sampling). Dasar pertimbangan dalam penentuan responden untuk

analisis AHP menggunakan kriteria sebagai berikut:

1. Keberadaan responden dan kesediaan untuk dijadikan responden. 38

2. Memiliki reputasi, kedudukan atau jabatan dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai pakar pada bidang yang diteliti.

3. Telah memiliki pengalaman dalam bidangnya.

Responden yang menjadi alternatif pilihan sebanyak 10

stakeholder yang mewakili semua pemangku kepentingan seperti; Ketua

Bapeda Kabupaten Karanganyar, ahli pengelolaan sumberdaya lahan, ahli gender, LSM bidang lingkungan dan gender, Pusat Studi Wanita UNS, tokoh masyarakat, dan berbagai instansi teknis yang berhubungan dengan pengembangan sistem usahatani (Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan,dan Dinas Perikanan), sehingga pakar yang terpilih diharapkan dapat mewakili tiap unsur: birokrasi, akademisi (perguruan tinggi), LSM, dan masyarakat.

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) Analisis prioritas pemangku kepentingan

(stakeholder) untuk membangun model sistem usahatani berkelanjutan

menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP); dan (2) analisis gender pada berbagai pola usahatani dengan menggunakan tabulasi dan persentase. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis tersebut dihitung nilai Indeks Keadilan dan Kesetaraan Gender (IKKG) pada aspek akses dan kontrol petani terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani. Berikut penjelasan untuk masing-masing teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

3.6.1. Analytical Hierarchy Process-AHP.

Analytical Hierarchy Process pada dasarnya didesain untuk

mengungkapkan secara rasional persepsi orang yang berhubungan erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi di antara berbagai alternative. (Saaty 1993).

AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu: a. Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan

yang akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu: memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.

b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang

kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen- elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. c. Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap

matriks pairwise comparison “vektor eigen” (ciri) - nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.

d. Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1) obyek- obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; dan 2) tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Tahapan dalam melakukan analisis data AHP menurut Saaty (1993) sebagai berikut.

1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

2. Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif- alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah.

3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person yang terdiri dari : 1) pengambil keputusan; 2) para pakar; serta 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi.

4. Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut: C1 C2 ... Cn C1 1 a12 ... a1n A = (aij) = C2 1/a12 1 ... a2n ... . . ... . Cn 1/a1n 1/a2n ... 1

Dalam hal ini C1, C2, ... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam

hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat

hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap

Cj.

5. Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen- elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat

6. Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden

7. Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama.

Revisi pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Kegiatan analisis menggunakan alat bantu paket program Microsoft Excell dan SPSS versi 11,5.

Pendekatan AHP menggunakan skala banding berpasangan

menurut Saaty (1993). Skala banding berpasangan tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Skala banding secara berpasangan Intensitas

Pentingnya Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Sumbang peran dua elemen sama besar pada sifat tersebut (dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan) 3 Elemen satu sedikit lebih

penting daripada yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lain

5 Elemen satu lebih penting dibanding yang lain

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas yang lain

7 Elemen satu jelas lebih penting dari elemen yang lain

Satu elemen dengan kuat

dominansinya telah terlihat dalam praktek

9 Elemen satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan Kebalikan Jika untuk aktivitas i

mendapat satu angka bila dibandingkan

dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai

kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty 1993) :

a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur.

b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.

e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas.

f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

h. AHP mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.

i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda.

j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Tujuan utama analisa AHP adalah memilih/menentukan prioritas pola usahatani yang paling berkelanjutan di Kabupaten Karanganyar. struktur hirarki AHP dapat dilihat pada gambar 4.

Pola Usahatani Berkelanjutan

Gambar 4. Struktur hirarki sistem usahatani berkelanjutan di Kabupaten Karanganyar

Berdasarkan Gambar 4, Analisis Pohon hirarki kriteria analisis disusun dalam empat level (tingkatan), yaitu: 1). Menentukan tingkat keberlanjutan sistem usahatani pada setiap pola usahatani di Kabupaten Karanganyar; 2). Level dua merupakan kriteria utama pembangunan berkelanjutan yaitu, lingkungan, ekonomi, dan sosial); 3). Level ketiga yaitu variabel yang menjadi indikator dari masing-masing aspek pembangunan berkelanjutan: aspek lingkungan (jenis komoditas, sumberdaya air, dan sumberdaya lahan); aspek ekonomi (produksi, pasar, modal, harga komoditas, tenaga kerja, sarana dan prasarana produksi); dan aspek sosial (pendidikan, kelembagaan, status kesehatan, dan infromasi; 4). Penentukan Prioritas Keberlanjutan pola Usahatani.

di Kabupaten Karanganyar

Lingkungan Ekonomi Sosial

1. Jenis komoditas 2. Sumberdaya air 3. Sumberdaya lahan 1. Produksi 2. Pasar 3. Harga 4. Modal 5. Tenaga kerja 6. Sarana produksi Level 2 Level 3 Level 1 1. Pendidikan 2. Kelembagaan 3. Kesehatan 4. Informasi Pola Usahatani Level 4 44

3.6.2. Analisis Gender pada Enam Pola Usahatani di Kabupaten Karanganyar

Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan gender pada setiap pola usahatani yang mempengaruhi kehidupan masyarakat petani dan pilihan kebijakan yang dapat diimplementasikan dengan menggunakan data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin. Dengan menggunakan pendekatan SEAGA secara partisipatif diperoleh informasi tentang bagaimana laki-laki dan perempuan mengalokasikan sumberdaya, mengidentifikasi masalah dan mencarikan penyelesaiannya, dan bagaimana tahapan-tahapan kegiatan usahatani dilakukan. Pada setiap tahapan tersebut pendapat responden dipilah menurut pendapat laki-laki dan perempuan.

Pendapat petani laki-laki dan perempuan baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif selanjutnya dianalisis menggunakan tabulasi dan persentase untuk melihat pola relasi (hubungan) laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai isteri (suami-isteri) dalam melakukan kegiatan usahatani. Secara kuantitatif pola relasi gender petani dalam melakukan kegiatan usahatani ditunjukkan dalam bentuk nilai Indeks Keadilan dan Kesetaraan Gender (IKKG). Angka IKKG merupakan rasio antara proporsi perempuan yang mempunyai karakteristik tertentu (po)

dibagi dengan proporsi perempuan yang mempunyai karakteristik lainnya (1-po) dengan proporsi laki-laki yang mempunyai karakteristik yang sama

(p1) dibagi dengan proporsi laki-laki yang mempunyai karakteristik lainnya

(1- p1). Secara matematis, angka IKKG dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut:

po/(1-po)

IKKG = --- p1/(1- p1)

Keterangan :

(po) = Proporsi perempuan yang mempunyai karakteristik tertentu. (1-po) = Proporsi perempuan yang mempunyai karakteristik lainnya. (p1) = Proporsi laki-laki yang mempunyai karakteristik yang sama

Pola relasi gender secara kuantitatif ditunjukkan dalam bentuk angka Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender. Menurut Agung (KPP, 2001) IKKG untuk karakteristik tertentu lebih besar dari satu (IKKG > 1) menunjukkan terdapat ketidaksetaraan gender (kesenjangan) dimana proporsi perempuan pada karakteristik tersebut lebih besar daripada proporsi laki-laki pada karakteristik yang sama. Sebaliknya, jika nilai IKKG untuk karakteristik tertentu lebih kecil dari satu (IKKG < 1) menunjukkan terdapat ketidaksetaraan gender dimana proporsi perempuan pada karakteristik tersebut lebih kecil daripada proporsi laki-laki pada karakteristik yang sama. Kesetaraan dan keadilan gender terjadi jika IKKG bernilai satu.

Dalam rangka memudahkan pengklasifikasian tingkat relasi gender pada setiap pola usahatani pada aspek akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani digunakan standar sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. IKKG, klasifikasi, dan simbol pola relasi laki-laki dan perempuan

No. IKKG Klasifikasi Simbol

1. 0.00 > IKKG ≤ 0.50 Dominan Laki-laki DL 2. 0.50 > IKKG ≤ 1.00 Bersama-sama BS 3. IKKG > 1.00 Dominan Perempuan DP

Pola relasi gender pada setiap pola usahatani di Kabupaten Karanganyar dilihat dari tingkat akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya yang dimiliki dan tahapan kegiatan usahatani yang dilakukan. Untuk mengukur tingkat akses dan kontrol pada setiap pola usahatani di lokasi penelitian digunakan 19 variabel, sebagaimana disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Definisi variabel-variabel yang digunakan untuk menentukan tingkat akses dan kontrol laki-laki dan perempuan pada setiap pola usahatani di Kabupaten Karanganyar.

Variabel Sumberdaya dan Tahapan

Kegiatan Usahatani Penjelasan

Sumberdaya

1. Penyuluhan pertanian Kegiatan penyuluhan pertanian (ceramah, demplot, sekolah lapang, dan diskusi) oleh dinas teknis bidang pertanian yang diperuntukkan bagi masyarakat tani.

2. Pelatihan Kegaitan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani.

3. Lahan (sawah/ tegalan) Sumberdaya lahan milik petani dapat berupa tegalan atau sawah.

4. Peralatan Sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan usahatani seperti cangkul, mesin perontok padi, handtraktor, dan mesin pengolahan hasil pertanian.

5. Kredit Fasilitas kredit dari lembaga keuangan bank dan non bank atau pemerintah.

6. Modal Modal yang dimiliki petani untuk melakukan kegiatan usahatani.

7. Pendidikan Lembaga pendidikan baik formal dan informal. 8. Informasi Sumberdaya informasi/media informasi yang

berhungan dengan sistem usahatani elektornik atau bentuk informasi lainnya, baik dalam bentuk formal maupun informal.

9. Komoditas yang diusahakan (padi, palawija, sayuran, ternak, tanaman hias)

Berbagai jensis komoditas yang diusahakan sesuai dengan lahan yang dimiliki petani. 10. Hasil penjualan panen Pendapatan dari hasil kegiatan usahatani

setelah penjualan hasil panen. Tahapan Kegiatan

1. Pengendalian hama dan penyakit

Kegaitan pengendalian hama dan penyakit tanaman atau ternak yang dapat mengganggu produktivitas usahatani

2. Pengolahan tanah Pengolahan tanah sebelum tahap penanaman.

3. Pola tanam Pola tanam yang diterapkan petani (rotasi atau tetap sepanjang tahun)

4. Pemupukan Kegiatan pemupukan untuk meningkatkan produktivitas usahatani.

5. Pembibitan Kegiatan pembibitan yang dilakukan sendiri, berkerjasama kepada pihak lain, atau membeli di tempat-tempat penjualan bibit pertanian.

Tabel 6. (Lanjutan)

Variabel Sumberdaya dan Tahapan

Kegiatan Usahatani Penjelasan

6. Perawatan/pemeliharaan Kegiatan perawatan/pemeliharaan tanaman /ternak sejak kegiatan usahatani dimulai sampai masa panen tiba.

7. Penyiraman Kegiatan penyiraman atau memandikan ternak

8. Pengolahan hasil panen Kegiatan pengolahan hasil panen seperti sortasi dan pengolahan menjadi berbagai produk turunan yang lebih memiliki nilai ekonomi.

9. Pemasaran Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian Keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, parameter perubahan, metode analisis dan keluaran dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Tujuan, sumber data, parameter peubah, metode analisis, dan luaran.

No. Tujuan Sumber Data Parameter Metode Analisis Luaran

1. Menentukan aspek prioritas dan variabel utama dalam sistem usahatani berkelanjutan di Kabupaten Karanganyar a. Survei lapangan b. Responden stakeholders/pakar

1. Tiga aspek pembagunan berkelanjutan

(lingkungan, ekonomi, dan sosial)

2. Variabel setiap aspek (Lahan, Sumberdaya air, Jenis komoditas,

Produksi, Pasar, Harga, Modal, Tenaga Kerja, Sarana dan Prasarna produksi, Pendidikan, Kelembagaan, Kesehatan, dan Informasi)

AHP Bangunan model (model building) sistem usahatani berkelanjutan.

2. Menganalisis keberlanjutan pola usahatani di Kabupaten Karanganyar.

a. Survei lapangan b. Responden

stakeholders/pakar

1. Tiga aspek pembagunan berkelanjutan

(lingkungan, ekonomi, dan sosial)

2. Variabel setiap aspek (Lahan, Sumberdaya air, Jenis komoditas,

Produksi, Pasar, Harga, Modal, Tenaga Kerja, Sarana dan Prasarna produksi, Pendidikan, Kelembagaan, Kesehatan, dan Informasi)

AHP Bobot/nilai keberlanjutan enam pola usahatani yang ada di Kabupaten

Tabel 7. (Lanjutan)

No. Tujuan Sumber Data Parameter Peubah Metode Analisis Luaran

3. Menganalisis pola relasi gender pada setiap pola usahatani di Kabupaten Karanganyar.

Responden petani (Kuesioner dan FGD)

Akses dan kontrol petani terhadap sumberdaya pertanian dan tahapan kegiatan usahatani 1. Peta sumberdaya 2. Identifikasi tahapan kegiatan usahatani 3. Tabulasi dan persentase 4. IKKG

5. Gambar dan diagram

1.Diketahuinya kondisi relasi gender berdasarkan akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya pertanian dan tahapan kegiatan

usahatani Kabupaten Karanganyar.

2.Diketahuinya tingkat relasi gender berdasarkan akses dan kontrol pada setiap pola usahatani di Kabupaten Karanganyar 4. Merumuskan arahan

kebijakan sistem usahatani berkelanjutan responsif gender di Kabupaten Karanganyar

Hasil AHP dan IKKG 1. Tiga aspek pembangunan berkelanjutan

(lingkungan, ekonomi, dan sosial)

2. Akses dan kontrol laki- laki dan perempuan terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani.

1. Deskriptif

2. Gambar dan diagram

Rumusan arahan kebijakan sistem usahatani

berkelanjutan responsif gender di Kabupaten Karanganyar.

Dokumen terkait