• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Penelitian ini disusun melalui tiga tahap. Pertama, dilakukan telaah pustaka (buku-buku dan jurnal-jurnal terkait) mengenai algoritme LLL serta konsep-konsep dasar yang mendasarinya, kemudian dilakukan konstruksi algoritme greedy SVP LLL. Ketiga, dilakukan pengujian terhadap algoritme yang telah dibuat dengan mengimplementasikannya dalam bahasa pemrograman simbolik. Selanjutnya, akan dilakukan pengujian dan perbandingan secara deskriptif untuk mendapatkan algoritme mana yang terbaik dari sisi kecepatan eksekusi.

Konstruksi Algoritme LLL, Algoritme LLL Penyisipan Dalam, dan Algoritme Greedy SVP LLL

Tahap pertama yakni telaah pustaka. Rincian langkah-langkah dalam tahap pertama ini adalah:

1) Rekonstruksi algoritme LLL dengan pendekatan geometrik. 2) Mengkonstruksi algoritme greedy SVP LLL.

3) Menganalisis skema algoritme LLL dilihat dari banyaknya iterasi pada saat penukaran dan membatasi bilangan yang terlibat.

Analisis Algoritme Greedy SVP LLL

Langkah-langkah untuk menganalisis algoritme greedy SVP LLL adalah sebagai berikut:

1) Menghitung banyaknya operasi aritmetik yang terlibat dalam algoritme greedy SVP LLL. Dalam hal ini, banyaknya operasi yang dimaksud adalah banyaknya operasi dasar (jumlah, kurang, kali, bagi), ditambahkan dengan operasi assignment, dan perbandingan (ekspresi logika).

2) Menganalisis proses yang terjadi dalam tubuh algoritme greedy SVP LLL. Implementasi dan Pengujian

Tahap terakhir yaitu mengimplementasikan algoritme dan pengujian dengan rincian sebagai berikut:

1) Mengimplementasikan ketiga algoritme dalam bahasa pemrograman simbolik.

2) Menentukan running time dari kedua algoritme tersebut, dengan input yaitu ๐›ฟ dan matriks berukuran ๐‘› ร— ๐‘› tertentu.

3) Mengambil beberapa sampel data. Data yang dimaksud adalah data waktu eksekusi ketiga algoritme serta ukuran matriksnya.

4) Melakukan perbandingan secara deskriptif ukuran kecepatan yang dihasilkan ketiga algoritme.

7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Pendahuluan

Salah satu bahasan dalam aljabar linier yang merupakan kunci penting dalam latis adalah proses ortogonalisasi Gram-Schmidt. Proses ini akan menjadi ide utama dalam pembentukan algoritme LLL. Berikut ini definisi proses ortogonalisasi Gram-Schmidt.

Ortogonalisasi Gram-Schmidt

Misalkan โ„ฌ = {๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›} adalah himpunan n vektor bebas linier dalam ruang vektor โ„๐‘š. Maka dapat dikonstruksi barisan bagian dari ๐‘› vektor yang saling ortogonal โ„ฌโˆ— = {๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—} dimana

๐›1โˆ— = ๐›1, ๐›๐‘—โˆ— = ๐›๐‘—โˆ’ โˆ‘ ๐œ‡๐‘—,๐‘– ๐‘—โˆ’1 ๐‘–=1 ๐›๐‘–โˆ— dengan ๐‘— = 2, 3, โ€ฆ , ๐‘› dan ๐œ‡๐‘—,๐‘– = ๐›๐‘—. ๐›๐‘– โˆ— ๐›๐‘–โˆ—. ๐›๐‘–โˆ—.

Jika himpunan โ„ฌ = {๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›} adalah bebas linier, maka โ„ฌ merupakan basis untuk โŒฉโ„ฌโŒช = {โˆ‘๐‘›๐‘—=1๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—/๐‘ฅ๐‘— โˆˆ โ„} , dan jika โ„ฌโˆ— = {๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—} adalah hasil ortogonalisasi Gram-Schmidt dari โ„ฌ, maka โ„ฌโˆ— juga merupakan basis untuk โŒฉโ„ฌโŒช. Namun hal ini tidak berlaku secara umum dalam latis, jika โ„ฌ adalah basis untuk latis yang dibangkitkan oleh โ„ฌ, tidak harus โ„ฌโˆ— merupakan basis untuk latis tersebut.

Kompleksitas Gram-Schmidt

Dalam ortogonalisasi Gram-Schmidt terlihat bahwa banyaknya operasi aritmetik yang dilibatkan dalam proses tersebut adalah ๐‘‚(๐‘›3). Namun, belum dapat disimpulkan bahwa waktu eksekusi (running time) pada ortogonalisasi Gram-Schmidt adalah polinomial.

Diasumsikan bahwa matriks B yang digunakan adalah matriks bilangan bulat. Perhatikan bahwa langkah ke-j dari ortogonalisasi Gram-Schmidt dapat dirumuskan ulang sebagai

๐›๐‘—โˆ— = ๐›๐‘—+ โˆ‘ ๐œ๐‘—๐‘–

๐‘—โˆ’1

๐‘–=1

๐›๐‘– (1) untuk suatu ๐œ๐‘—๐‘– โˆˆ โ„. Karena ๐›๐‘—โˆ— ortogonal ke ๐›๐‘ก untuk setiap ๐‘ก < ๐‘— maka diperoleh ๐›๐‘ก. ๐›๐‘—โˆ— = ( ๐›๐‘ก. ๐›๐‘—) + ๐›๐‘ก. โˆ‘ ๐œ๐‘—๐‘– ๐‘—โˆ’1 ๐‘–=1 ๐›๐‘– โ‡” ๐ŸŽ = ( ๐›๐‘ก. ๐›๐‘—) + ๐›๐‘ก. โˆ‘ ๐œ๐‘—๐‘– ๐‘—โˆ’1 ๐‘–=1 ๐›๐‘–

8

โ‡” ๐›๐‘ก. โˆ‘ ๐œ๐‘—๐‘–

๐‘—โˆ’1

๐‘–=1

๐›๐‘– = โˆ’( ๐›๐‘ก. ๐›๐‘—). (2) Untuk ๐‘ก = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘— โˆ’ 1 , persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk matriks ( ๐›1. โˆ‘๐‘—โˆ’1๐‘–=1๐œ๐‘—๐‘–๐›๐‘– ๐›2. โˆ‘๐‘—โˆ’1๐‘–=1๐œ๐‘—๐‘–๐›๐‘– โ‹ฎ ๐›๐‘—โˆ’1. โˆ‘๐‘—โˆ’1๐‘–=1๐œ๐‘—๐‘–๐›๐‘–) = โˆ’ ( ๐›1. ๐›๐‘— ๐›2. ๐›๐‘— โ‹ฎ ๐›๐‘—โˆ’1. ๐›๐‘—) .

Jika didefinisikan matriks

๐๐‘—โˆ’1 = (๐›1 ๐›2 โ€ฆ ๐›๐‘—โˆ’1) dan matriks ๐ฎ๐‘— = ( ๐œ๐‘—1 ๐œ๐‘—2 โ‹ฎ ๐œ๐‘—,๐‘—โˆ’1 ), maka persamaan (2) dapat ditulis sebagai

( ๐›1. (๐๐‘—โˆ’1๐ฎ๐‘—) ๐›2. (๐๐‘—โˆ’1๐ฎ๐‘—) โ‹ฎ ๐›๐‘—โˆ’1. (๐๐‘—โˆ’1๐ฎ๐‘—)) = โˆ’ ( ๐›1. ๐›๐‘— ๐›2. ๐›๐‘— โ‹ฎ ๐›๐‘—โˆ’1. ๐›๐‘—) โ‡” ๐๐‘—โˆ’1๐‘‡ (๐๐‘—โˆ’1๐ฎ๐‘—) = โˆ’๐๐‘—โˆ’1๐‘‡ ๐›๐‘— โ‡” (๐๐‘—โˆ’1๐‘‡ ๐๐‘—โˆ’1)๐ฎ๐‘— = โˆ’๐๐‘—โˆ’1๐‘‡ ๐›๐‘—. (3) Persamaan (3) merupakan SPL dengan matriks koefisien ๐๐‘—โˆ’1๐‘‡ ๐๐‘—โˆ’1 dan vektor โˆ’๐๐‘—โˆ’1๐‘‡ ๐›๐‘— adalah bilangan bulat. Dengan demikian, untuk ๐‘  = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘— โˆ’ 1 berdasarkan aturan Cramer diperoleh

๐œ๐‘—๐‘  โˆˆ โ„ค

det(๐๐‘—โˆ’1๐‘‡ ๐๐‘—โˆ’1)=

โ„ค

det (โ„’(โ„ฌ๐‘—โˆ’1))2 .

Hasil ini digunakan untuk memberi batas pada koefisien pada koefisien ๐œ‡๐‘—๐‘–. Misalkan ๐ท๐‘—โˆ’1 = det(๐๐‘—โˆ’1๐‘‡ ๐๐‘—โˆ’1) dan dikalikan nilainya dengan kedua ruas dari persamaan (1) maka diperoleh

๐ท๐‘—โˆ’1๐›๐‘—โˆ— = ๐ท๐‘—โˆ’1๐›๐‘—+ โˆ‘(๐ท๐‘—โˆ’1๐œ๐‘—๐‘–)

๐‘—โˆ’1

๐‘–=1

๐›๐‘–

merupakan persamaan yang semua koefisien vektornya adalah bilangan bulat. Ini berarti semua penyebut dari bilangan dalam vektor ๐›๐‘—โˆ— adalah faktor ๐ท๐‘—โˆ’1. Kemudian ๐œ‡๐‘—,๐‘– = ๐›๐‘—. ๐›๐‘– โˆ— ๐›๐‘–โˆ—. ๐›๐‘–โˆ— =๐ท๐‘–โˆ’1(๐›๐‘—. ๐›๐‘– โˆ—) ๐ท๐‘–โˆ’1(๐›๐‘–โˆ—. ๐›๐‘–โˆ—)

9 = ๐›๐‘—(๐ท๐‘–โˆ’1. ๐›๐‘–โˆ—) (โˆ๐‘–โˆ’1โ€–๐›๐‘ โˆ—โ€–๐Ÿ ๐‘ =1 )โ€–๐›๐‘–โˆ—โ€–๐Ÿโˆˆ โ„ค ๐ท๐‘–. Hasil ini menunjukkan bahwa penyebut dari ๐œ‡๐‘—๐‘– harus membagi ๐ท๐‘–.

Uraian diatas membuktikan bahwa bilangan-bilangan yang ada di dalam vektor ๐›๐‘–โˆ— dan ๐œ‡๐‘—๐‘– mempunyai penyebut paling banyak

max

๐‘˜ ๐ท๐‘˜ โ‰ค โˆโ€–๐›๐‘˜โˆ—โ€–๐Ÿ ๐‘›

๐‘–=๐‘˜

.

Akhirnya, besarnya bilangan polinomial karena โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€– โ‰ค โ€–๐›๐‘—โ€–. Dengan demikian, secara keseluruhan ortogonalisasi Gram-Schmidt mempunyai kompleksitas waktu polinomial. Hal ini bermanfaat untuk menganalisis algoritme LLL yang akan direkonstruksi, dimana cara kerja algoritme ini berdasarkan atas proses ortogonalisasi Gram-Schmidt.

Rekonstruksi Algoritme LLL

Seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan bahwa latis merupakan obyek geometrik dalam ruang berdimensi-n yang dapat diilustrasikan sebagai himpunan titik-titik yang teratur dan periodik. Definisi latis secara formal adalah sebagai berikut.

Definisi 4.1

Misalkan โ„ฌ = {๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›} adalah himpunan n vektor bebas linier dalam ruang vektor โ„๐‘š. Latis yang dibangkitkan oleh โ„ฌ adalah himpunan

โ„’(โ„ฌ) = {โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—

๐‘›

๐‘—=1

/๐‘ฅ๐‘— โˆˆ โ„ค}

yang beranggotakan semua kombinasi linier bilangan bulat dari โ„ฌ. Dalam hal ini, โ„ฌ merupakan basis untuk โ„’(โ„ฌ). Notasi โ€œ/โ€ dibaca sebagai โ€œdenganโ€.

Seperti dalam ruang vektor, basis โ„ฌ untuk latis โ„’(โ„ฌ) dapat direpresentasikan sebagai matriks ๐ berukuran ๐‘š ร— ๐‘› yang kolom-kolomnya merupakan vektor ๐›๐‘—:

๐ = (๐›1 ๐›2 โ€ฆ ๐›๐‘›),

sehingga โ„’(โ„ฌ) dapat dituliskan sebagai perkalian matriks โ„’(๐) = {๐๐‘ฅ/๐‘ฅ โˆˆ โ„ค๐‘›}. Dalam hal ini, ๐ merupakan bentuk matriks dari โ„ฌ.

Terdapat kemiripan antara pengertian latis yang dibangkitkan oleh โ„ฌ dengan pengertian subruang vektor dalam โ„๐‘š yang direntang oleh โ„ฌ:

โŒฉโ„ฌโŒช = {โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—

๐‘›

๐‘—=1

/๐‘ฅ๐‘— โˆˆ โ„}.

Perbedaannya hanya terdapat pada bilangan yang digunakan pada kombinasi linier. Pada latis โ„’(โ„ฌ), kombinasi linier menggunakan koefisien dalam rentang bilangan bulat (โ„ค โŠ† โ„). Sedangkan pada โŒฉโ„ฌโŒช, koefisien pada kombinasi linier yang digunakan adalah rentang bilangan real (โ„), sehingga dapat disimpulkan bahwa jika โ„ฌ adalah basis untuk โ„’(โ„ฌ), maka โ„ฌ juga merupakan basis untuk โŒฉโ„ฌโŒช. Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya, jika โ„ฌ adalah basis untuk โŒฉโ„ฌโŒช, belum

10

Gambar 3 Latis dengan basis {(1,2),(4,1)}

Gambar 4 Latis dengan basis {(1,1)}

tentu โ„ฌ juga basis untuk โ„’(โ„ฌ). Misalkan dipilih basis โ„ฌ1 = {(1,0), (0,1)} yang merupakan basis baku untuk โ„2, maka

โ„’(โ„ฌ1) = {๐‘ฅ(1,0) + ๐‘ฆ(0,1)/๐‘ฅ, ๐‘ฆ โˆˆ โ„ค} = {(๐‘ฅ, ๐‘ฆ)/๐‘ฅ, ๐‘ฆ โˆˆ โ„ค} = โ„ค2.

Latis โ„ค2 beserta basis diilustrasikan pada Gambar 1. Seperti pada ruang vektor, basis suatu latis tidak tunggal. Pada Gambar 2, diilustrasikan bahwa โ„ค2 dapat dibangkitkan oleh latis basis โ„ฌ2 = {(2,1), (3,1)}. Sedangkan pada Gambar 3 merupakan contoh basis โ„ฌ3 = {(1,2), (4,1)} yang bukan merupakan basis untuk โ„ค2 walaupun mempunyai rank penuh dalam โ„2. Selanjutnya Gambar 4 merupakan sebuah contoh bahwa basis โ„ฌ4 = {(1,1)} yang membentuk latis โ„’(โ„ฌ4) walaupun โ„ฌ4 tidak memiliki rank penuh di dalam โ„2.

Gambar 1 Latis dengan basis {(1,0),(0,1)}

Gambar 2 Latis dengan basis {(2,1),(3,1)}

11 Definisi 4.2

Dua basis ๐’œ dan โ„ฌ dikatakan ekivalen, dinotasikan dengan ๐’œ ~ โ„ฌ, jika dan hanya jika ๐’œ dan โ„ฌ membangkitkan latis yang sama, yaitu โ„’(๐’œ) = โ„’(โ„ฌ).

Definisi 4.3

Matriks U berukuran ๐‘› ร— ๐‘› disebut unimodular jika ๐” โˆˆ โ„ค๐‘›ร—๐‘› dan det(๐”) = ยฑ1.

Contoh matriks unimodular: ๐” = (

1 3 โˆ’7

0 โˆ’1 2

โˆ’1 0 2

) dengan det(๐”) = โˆ’1.

Proposisi 4.1

Invers dari matriks unimodular juga merupakan matriks unimodular. Bukti:

Misalkan ๐” = (๐‘ข๐‘–๐‘—) adalah matriks unimodular berukuran ๐‘› ร— ๐‘› dari asumsi diperoleh ๐‘ข๐‘–๐‘— โˆˆ โ„ค dan det(๐”) = ยฑ1. Berdasarkan rumus matriks invers, maka

๐”โˆ’๐Ÿ = 1

det(๐”)(๐œ‡๐‘–๐‘—)๐‘‡, (4) dimana ๐œ‡๐‘–๐‘— adalah kofaktor dari ๐‘ข๐‘–๐‘—. Karena ๐‘ข๐‘–๐‘— โˆˆ โ„ค, dari definisi kofaktor, jelas

bahwa ๐œ‡๐‘–๐‘— โˆˆ โ„ค sehingga

(๐œ‡๐‘–๐‘—)๐‘‡ โˆˆ โ„ค๐‘›ร—๐‘›. Disamping itu,

๐”โˆ’๐Ÿ ๐” = ๐ˆ โ‡’ det(๐”โˆ’๐Ÿ ๐”) = det(๐ˆ) โ‡’ det(๐”โˆ’๐Ÿ )det (๐”) = det(๐ˆ)

โ‡’ det(๐”โˆ’๐Ÿ) = 1 det (๐”). Karena det(๐”) = ยฑ1, maka

det(๐”โˆ’๐Ÿ) = ยฑ1 dan 1

det (๐”)โˆˆ โ„ค. (5) Dari (4) dan (5) dapat disimpulkan bahwa matriks ๐”โˆ’๐Ÿ merupakan matriks unimodular. Bukti lengkap. โˆŽ

Proposisi 4.2

Misalkan ๐’œ = {๐š1, ๐š2, โ€ฆ , ๐š๐‘›} adalah basis untuk โ„’(๐’œ) dan โ„ฌ = {๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›} adalah basis untuk โ„’(โ„ฌ). Maka ๐’œ ~ โ„ฌ jika dan hanya jika adalah matriks unimodular ๐” โˆˆ โ„ค๐‘›ร—๐‘› sehingga ๐ = ๐€๐”, dimana ๐€ dan ๐ adalah bentuk matriks

๐€ = (๐š1 ๐š2 โ€ฆ ๐š๐‘›) dan ๐ = (๐›1 ๐›2 โ€ฆ ๐›๐‘›). Bukti:

(โ‡’) Misalkan โ„’(๐’œ) = โ„’(โ„ฌ) . Dari asumsi ini, berarti untuk setiap ๐‘— = 1, 2, โ€ฆ ๐‘› untuk ๐›๐‘— โˆˆ โ„’(๐’œ). Dari pengertian โ„’(๐’œ) maka ada ๐ฎ๐‘— = (๐‘ข1๐‘— ๐‘ข1๐‘— โ€ฆ ๐‘ข1๐‘—) โˆˆ โ„ค๐‘› sehingga

๐›๐‘— = โˆ‘ ๐‘ข๐‘–๐‘—๐š๐‘— . (6)

๐‘›

12

Dengan demikian, dapat didefinisikan matriks ๐” โˆˆ โ„ค๐‘›ร—๐‘› yang kolom-kolomnya adalah vektor ๐ฎ๐‘—, yaitu

๐” = (๐ฎ1 ๐ฎ2 โ€ฆ ๐ฎ๐‘›) = ( ๐‘ข11 ๐‘ข12 โ€ฆ ๐‘ข1๐‘› ๐‘ข21 โ‹ฎ ๐‘ข๐‘›1 ๐‘ข22 โ‹ฎ ๐‘ข๐‘›2 โ€ฆ ๐‘ข2๐‘› โ‹ฑ โ‹ฎ โ€ฆ ๐‘ข๐‘›๐‘› ). Dari persamaan (6) diperoleh persamaan matriks

(๐›1 ๐›2 โ€ฆ ๐›๐‘›) = (๐š1 ๐š2 โ€ฆ ๐š๐‘›)(๐ฎ1 ๐ฎ2 โ€ฆ ๐ฎ๐‘›) โ‡” ๐ = ๐€๐”. (7) Dengan langkah yang sama, dapat diperoleh matriks ๐• โˆˆ โ„ค๐‘›ร—๐‘› sehingga

๐€ = ๐๐•. (8) Dari persamaan (7) dan (8),

๐€ = ๐๐• = ๐€๐”๐• โ‡’ det(๐€) = det(๐€๐”๐•) โ‡” det(๐”) det(๐•) = 1.

Disamping itu, karena ๐” dan ๐• adalah matriks bilangan bulat, maka determinannya juga bilangan bulat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa det(๐”) = ยฑ1.

(โ‡) Misalkan ๐ = ๐€๐” dengan U unimodular. Dari asumsi ini, berarti untuk setiap ๐‘— = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘› , ๐›๐‘— โˆˆ โ„’(๐’œ) , dengan kata lain, ๐›๐‘— merupakan kombinasi linier bilangan bulat dari ๐’œ. Selanjutnya bahwa karena setiap ๐ฑ โˆˆ โ„’(โ„ฌ) merupakan kombinasi linier dari {๐›1 ๐›2 โ€ฆ ๐›๐‘›} , maka dapat disimpulkan bahwa x juga merupakan kombinasi linier bilangan bulat dari ๐’œ (artinya ๐ฑ โˆˆ โ„’(๐’œ)). Dengan demikian, diperoleh โ„’(โ„ฌ) โŠ† โ„’(๐’œ). Sekarang tinggal ditunjukkan โ„’(๐’œ) โŠ† โ„’(โ„ฌ). Perhatikan bahwa, dari asumsi juga diperoleh ๐€ = ๐๐”โˆ’1 dengan ๐”โˆ’1 adalah unimodular (Proposisi 4.1). Akhirnya dengan langkah yang sama dengan sebelumnya diperoleh โ„’(๐’œ) โŠ† โ„’(โ„ฌ). Bukti lengkap. โˆŽ

Cara yang lebih praktis untuk menentukan dua basis yang ekivalen adalah dengan menerapkan operasi kolom integer (integer column operation).

Definisi 4.4

Operasi Kolom Integer (OKI) pada matriks ๐ memiliki 3 jenis berikut: 1. ๐พ๐‘—๐‘˜(๐) menyatakan matriks hasil operasi yang menukar kolom ke-j dan

kolom ke-k pada matriks ๐.

2. ๐พ๐‘—(โˆ’1)(๐) menyatakan matriks hasil operasi yang mengalikan kolom ke-j dengan skalar -1 pada matriks ๐.

3. ๐พ๐‘—๐‘˜(๐œ†)(๐) menyatakan matriks hasil operasi yang menambahkan kolom ke-j dengan ๐œ† โˆˆ โ„ค kali kolom ke-k pada matriks ๐.

OKI hampir sama dengan Operasi Kolom Dasar (OKD) yang biasanya diterapkan pada ruang vektor. Hal yang membedakan hanya terdapat pada jenis kedua. Pada OKD, pengali yang digunakan adalah sembarang bilangan real taknol sedangkan pada OKI pengali yang digunakan adalah -1.

Kemudian, misalkan I adalah matriks identitas dan K adalah serangkaian OKI yang diterapkan pada suatu matriks B dan menghasilkan matriks C, maka berlaku

๐พ(๐) = ๐‚ โ‡” ๐. ๐พ(๐ˆ) = ๐‚.

Serangkaian OKI yang diterapkan pada I pasti akan menghasilkan matriks bilangan bulat, sehingga ๐พ(๐ˆ) merupakan matriks bilangan bulat. Disamping itu,

13

Gambar 5 Parallelepiped dengan โ„ฌ = {(2,3), (3,2)}

karena det(๐ˆ) = 1, OKI jenis pertama dan kedua bersifat mengubah tanda determinan, dan OKI jenis ketiga bersifat tidak mengubah nilai determinan, sehingga didapatkan det(๐พ(๐ˆ)) = ยฑ1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ๐พ(๐ˆ) merupakan matriks unimodular, sehingga didapatkan proposisi berikut.

Proposisi 4.3

Dua basis dikatakan ekivalen jika dan hanya jika yang satu merupakan hasil serangkaian OKI dari yang lain.

Fungsi Proyeksi dan Determinan Latis Definisi 4.5

Untuk ๐‘— = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘› fungsi proyeksi ๐œ‹๐‘— dari ruang vektor ๐‘‰ = โŒฉโ„ฌโˆ—โŒช = โŒฉโ„ฌโŒช ke subruang vektor โŒฉ{๐›๐‘—โˆ—, ๐›๐‘—+1โˆ— , โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—}โŒช didefinisikan sebagai

๐œ‹๐‘—(๐ฏ) = โˆ‘ (๐ฏ. ๐›๐‘– โˆ— ๐›๐‘–โˆ—. ๐›๐‘–โˆ—) ๐‘› ๐‘–=๐‘— ๐›๐‘–โˆ—. Jika diambil nilai ๐ฏ = ๐›๐‘˜, ๐‘˜ = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘› maka diperoleh

๐œ‹๐‘—(๐›๐‘˜) = โˆ‘ (๐ฏ. ๐›๐‘– โˆ— ๐›๐‘–โˆ—. ๐›๐‘–โˆ—) ๐›๐‘– โˆ— ๐‘› ๐‘–=๐‘— = { ๐ŸŽ jika ๐‘˜ < ๐‘— ๐›๐‘˜โˆ— jika ๐‘˜ = ๐‘— ๐›๐‘˜โˆ—+ โˆ‘ ๐œ‡๐‘˜๐‘–๐›๐‘–โˆ— ๐‘˜โˆ’1 ๐‘–=๐‘— jika ๐‘˜ > ๐‘—. Selanjutnya perhatikan definisi berikut.

Definisi 4.6

Misalkan ฮ› = โ„’(โ„ฌ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis โ„ฌ = {๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›}, maka dapat didefinisikan himpunan

๐’ซ(โ„ฌ) = {โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—

๐‘›

๐‘—=1

/๐‘ฅ๐‘— โˆˆ โ„, 0 โ‰ค ๐‘ฅ๐‘— < 1},

dimana ๐’ซ(โ„ฌ) merupakan bangun geometrik yang disebut parallelepiped dasar atau daerah fundamental (fundamental region). Berikut ilustrasi dari ๐’ซ(โ„ฌ).

14

Dari Gambar 5 terlihat bahwa pada latis dalam โ„2, ๐’ซ(โ„ฌ) digambarkan sebagai daerah arsir jajaran genjang. Hasil dari luas jajaran genjang pada Gambar 5 disebut ๐ฏ๐จ๐ฅ(๐’ซ(โ„ฌ)). Pada sembarang latis ฮ›, dapat didefinisikan nilai mutlak dari determinan latis dari ฮ›, dinotasikan dengan |det(ฮ›)|, yang merupakan nilai dari ๐ฏ๐จ๐ฅ(๐’ซ(โ„ฌ)). Dari ilustrasi Gambar 5, maka definisi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.

Definisi 4.7

Misalkan ฮ› = โ„’(โ„ฌ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis โ„ฌ = {๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›} dan โ„ฌโˆ— = {๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—} adalah hasil ortogonalisasi Gram-Schmidt dari โ„ฌ. Determinan dari ฮ› didefinisikan sebagai

det(ฮ›) = โˆโ€–๐›๐‘–โˆ—โ€–

๐‘›

๐‘–=1

.

Cara menentukan determinan suatu latis tanpa menggunakan ortogonalisasi Gram-Schmidt akan dijelaskan oleh proposisi setelah lema berikut ini.

Lema 4.1

Jika matriks

๐โˆ— = (๐›1โˆ— ๐›2โˆ— โ€ฆ ๐›๐‘›โˆ—)

adalah matriks hasil ortogonalisasi Gram-Schmidt dari matriks ๐ = (๐›1 ๐›2 โ€ฆ ๐›๐‘›),

maka ada matriks U dengan unsur diagonal adalah 1 sehingga ๐ = ๐โˆ—๐”. Bukti:

Perhatikan bahwa rumus ortogonalisasi Gram-Schmidt dapat diubah menjadi ๐›1 = ๐›1โˆ— ๐›2 = ๐›2โˆ— + ๐œ‡21๐›1โˆ— ๐›3= ๐›3โˆ— + (๐œ‡31๐›1โˆ— + ๐œ‡32๐›2โˆ—) โ‹ฎ ๐›๐‘› = ๐›๐‘›โˆ— + โˆ‘ ๐œ‡๐‘›,๐‘– ๐‘›โˆ’1 ๐‘–=1 ๐›๐‘–โˆ—.

Hal ini menunjukkan bahwa transformasi balik dari ortogonalisasi Gram-Schmidt dari ๐โˆ— ke ๐ merupakan serangkaian OKD yang dilakukan pada matriks B, yaitu

๐ = ๐พ(๐โˆ—) โ‡” ๐ = ๐โˆ—๐พ(๐ˆ).

Dengan demikian dapat didefinisikan suatu matriks ๐” = ๐พ(๐ˆ), dimana ๐พ(๐ˆ) = ( 1 ๐œ‡21 โ€ฆ ๐œ‡๐‘›1 0 โ‹ฎ 0 1 โ‹ฎ 0 โ€ฆ โ‹ฑ 1 ๐œ‡๐‘›2 โ‹ฎ 1 ). Bukti lengkap. โˆŽ Proposisi 4.4

Jika ฮ› = โ„’(โ„ฌ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis โ„ฌ = {๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›}, maka

det(ฮ›) = โˆšdet (๐๐‘‡๐), dimana B adalah bentuk matriks dari โ„ฌ.

15 Bukti:

Misalkan

๐โˆ— = (๐›1โˆ— ๐›2โˆ— โ€ฆ ๐›๐‘›โˆ—) adalah matriks ortogonalisasi dari matriks

๐ = (๐›1 ๐›2 โ€ฆ ๐›๐‘›).

Menurut Lema 4.1, terdapat sebuah matriks U yang unsur diagonalnya adalah 1 sehingga

๐ = ๐โˆ—๐”. Dengan demikian diperoleh

๐๐‘‡๐ = (๐โˆ—๐”)๐‘‡(๐โˆ—๐”) โ‡” ๐๐‘‡๐ = ๐”๐‘‡((๐โˆ—)๐‘‡๐โˆ—)๐” โ‡’ det (๐๐‘‡๐) = det(๐”๐‘‡((๐โˆ—)๐‘‡๐โˆ—)๐”) โ‡” det (๐๐‘‡๐) = det((๐โˆ—)๐‘‡๐โˆ—) โ‡” det (๐๐‘‡๐) = (โˆโ€–๐›๐‘–โˆ—โ€– ๐‘› ๐‘–=1 ) 2 โ‡” โˆโ€–๐›๐‘–โˆ—โ€– ๐‘› ๐‘–=1 = โˆšdet (๐๐‘‡๐) โ‡” det(ฮ›) = โˆšdet (๐๐‘‡๐). Bukti lengkap. โˆŽ

Berikut ini merupakan proposisi yang menjelaskan bahwa determinan suatu latis tidak bergantung pada suatu basis.

Proposisi 4.5

Jika ๐’œ ~ โ„ฌ, maka det (โ„’(๐’œ)) = det(โ„’(โ„ฌ)). Bukti:

Misalkan ๐’œ ~ โ„ฌ dengan A dan B adalah bentuk matriks dari ๐’œ dan โ„ฌ . Berdasarkan Proposisi 4.2 terdapat sebuah matriks unimodular U sehingga ๐€ = ๐๐”. Dengan demikian, det (โ„’(๐’œ)) = โˆšdet (๐€๐‘‡๐€) = โˆšdet ((๐๐”)๐‘‡(๐๐”)) = โˆšdet (๐”๐‘‡(๐๐‘‡๐)๐”) = โˆšdet (๐๐‘‡๐) = det(โ„’(โ„ฌ)). Bukti lengkap. โˆŽ

Permasalahan dalam Latis

Berikut merupakan pengertian jarak minimum dan panjang vektor minimum dari suatu latis.

16

Definisi 4.8

Jarak minimum antara sebarang dua titik di dalam latis ฮ› , dinotasikan dengan ๐œ†(ฮ›), didefinisikan sebagai

๐œ†(ฮ›) = inf(โ€–๐ฑ โˆ’ ๐ฒโ€– โˆ• ๐ฑ, ๐ฒ โˆˆ ๐šฒ, ๐ฑ โ‰  ๐ฒ ). Definisi 4.9

Panjang vektor minimum di antara titik-titik di dalam latis ฮ›, dinotasikan dengan ๐œ‹(ฮ›), didefinisikan sebagai

๐œ‹(ฮ›) = inf(โ€–๐ฑโ€– โˆ• ๐ฑ โˆˆ ๐šฒ, ๐ฑ โ‰  ๐ŸŽ ).

Dua pengertian diatas memiliki arti yang ekivalen. Hal tersebut dinyatakan dalam proposisi berikut.

Proposisi 4.5

Untuk sembarang latis ฮ›, berlaku ๐œ†(ฮ›) = ๐œ‹(ฮ›). Bukti:

Karena ฮ› adalah grup, maka berlaku

๐œ†(ฮ›) = inf(โ€–๐ฑ โˆ’ ๐ฒโ€– ๐ฑโ„ , ๐ฒ โˆˆ ๐šฒ, ๐ฑ โ‰  ๐ฒ ) = inf(โ€–๐ณโ€–/๐ณ = ๐ฑ โˆ’ ๐ฒ โˆˆ ๐šฒ, ๐ฑ โ‰  ๐ฒ)

= inf(โ€–๐ณโ€–/๐ณ โˆˆ ๐šฒ, ๐ณ โ‰  ๐ŸŽ) = ๐œ‹(ฮ›).

Bukti lengkap. โˆŽ

Berikut ini merupakan batas bawah dari ๐œ†. Teorema 4.1

Jika Jika ฮ› = โ„’(โ„ฌ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis โ„ฌ = {๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›} dan โ„ฌโˆ— = {๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—} adalah hasil ortogonalisasi dari โ„ฌ maka

min

๐‘—โˆˆ๐ผ๐‘›โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€– โ‰ค ๐œ†(ฮ›), ๐ผ๐‘› = {1,2, โ€ฆ , ๐‘›}. Bukti:

Ambil sembarang ๐ฏ โˆˆ โ„’(โ„ฌ) dengan ๐ฏ โ‰  ๐ŸŽ, maka ada vektor ๐ฑ โˆˆ โ„ค๐‘› dengan ๐ฑ โ‰  ๐ŸŽ sehingga ๐ฏ = ๐๐ฑ dengan B adalah matriks bilangan bulat dari โ„ฌ. Misalkan ๐ฑ = {๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›} dan ๐‘˜ adalah indeks terbesar dari komponen x sehingga ๐‘ฅ๐‘˜ โ‰  0, karena untuk setiap ๐‘— < ๐‘˜, ๐›๐‘˜โˆ— ortogonal ke ๐›๐‘— dan juga ortogonal ke ๐›๐‘—โˆ—, maka

๐ฏ. ๐›๐‘˜โˆ— = (๐๐ฑ). ๐›๐‘˜โˆ— = (โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘— ๐‘˜ ๐‘—=1 ) . ๐›๐‘˜โˆ— = ๐‘ฅ๐‘˜(๐›๐‘˜. ๐›๐‘˜โˆ—) dan ๐›๐‘˜โˆ—. ๐›๐‘˜โˆ— = (๐›๐‘˜โˆ’ โˆ‘ ๐œ‡๐‘˜๐‘—๐›๐‘— ๐‘˜โˆ’1 ๐‘—=1 ) . ๐›๐‘˜โˆ— = ๐›๐‘˜. ๐›๐‘˜โˆ—.

Dengan demikian diperoleh

17 = ๐‘ฅ๐‘˜โ€–๐›๐‘˜โˆ—โ€–2.

Berdasarkan ketaksamaan Cauchy-Schwartz, maka diperoleh |๐ฏ. ๐›๐‘˜โˆ—| โ‰ค โ€–๐ฏโ€–โ€–๐›๐‘˜โˆ—โ€–

โ‡” |๐‘ฅ๐‘˜|โ€–๐›๐‘˜โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐ฏโ€–โ€–๐›๐‘˜โˆ—โ€– โ‡” |๐‘ฅ๐‘˜|โ€–๐›๐‘˜โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐ฏโ€–. Karena |๐‘ฅ๐‘˜| โ‰ฅ 1, untuk ๐ผ๐‘› = {1, 2, โ€ฆ , ๐‘›} diperoleh

min

๐‘—โˆˆ๐ผ๐‘›

โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€– โ‰ค ๐œ†(ฮ›). Bukti lengkap. โˆŽ

Selanjutnya didefinisikan masalah yang paling mendasar dalam latis, yaitu SVP (Shortest Vector Problem). Berikut merupakan varian dari SVP.

Problem 4.1 (Pelacakan SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis โ„ฌ, bagaimana menentukan ๐ฑ โˆˆ โ„’(โ„ฌ) sehingga โ€–๐ฑโ€– = ๐œ†(โ„’(โ„ฌ)).

Problem 4.2 (Optimisasi SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis โ„ฌ, bagaimana menentukan ๐œ†(โ„’(โ„ฌ)). Problem 4.3 (Pelacakan SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis โ„ฌ dan bilangan rasional ๐‘ž โˆˆ โ„š , bagaimana menentukan apakah ๐œ†(โ„’(โ„ฌ)) โ‰ค ๐‘ž atau ๐œ†(โ„’(โ„ฌ)) > ๐‘ž.

Problem 4.4 (Pelacakan SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis โ„ฌ dan ๐›พ โ‰ฅ 1, bagaimana menentukan ๐ฑ โˆˆ โ„’(โ„ฌ) dengan ๐ฑ โ‰  ๐ŸŽ sehingga โ€–๐ฑโ€– โ‰ค ๐›พ๐œ†(โ„’(โ„ฌ)).

Problem 4.5 (Pelacakan SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis โ„ฌ dan ๐›พ โ‰ฅ 1, bagaimana menentukan ๐‘‘ sehingga ๐‘‘ โ‰ค ๐œ†(โ„’(โ„ฌ)) โ‰ค ๐›พ๐‘‘.

Algoritme LLL Pengertian Basis Tereduksi

Berikut ini merupakan definisi dari basis tereduksi ๐›ฟ. Definisi 4.10

Suatu basis โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] dalam โ„๐‘š disebut tereduksi LLL dengan parameter ๐›ฟ jika memenuhi

1. |๐œ‡๐‘—๐‘–| โ‰ค1

2, untuk setiap bilangan bulat ๐‘–, ๐‘— dengan 1 โ‰ค ๐‘– < ๐‘— < ๐‘›, 2. ๐›ฟโ€–๐œ‹๐‘—(๐›๐‘—)โ€–2 โ‰ค โ€–๐œ‹๐‘—(๐›๐‘—+1)โ€–2, untuk ๐‘— = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘› โˆ’ 1,

dimana ๐›ฟ merupakan parameter reduksi yang bernilai real dengan 1

4 < ๐›ฟ < 1. Syarat pertama dalam definisi di atas disebut dengan reduksi ukuran. Syarat pertama mengatakan bahwa basis tereduksi ๐›ฟ harus โ€œhampir ortogonalโ€ dan dalam

18

komputasinya syarat ini mudah dicapai dengan menggunakan ortogonalisasi Gram-Schmidt. Pembahasan mengenai syarat ini akan dibahas pada subbab berikutnya.

Sedangkan pada syarat kedua dari definisi di atas disebut syarat pertukaran, atau disebut juga kondisi Lovasz, yang dapat ditulis ulang sebagai

๐›ฟโ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— + ๐œ‡๐‘—+1,๐‘—๐›๐‘—โˆ—โ€–2

โ‡” ๐›ฟโ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— + ๐œ‡๐‘—+1,๐‘—๐›๐‘—โˆ—โ€–โ€–๐›๐‘—+1โˆ— + ๐œ‡๐‘—+1,๐‘—๐›๐‘—โˆ—โ€– โ‡” ๐›ฟโ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— โ€– 2+ 2๐œ‡๐‘—+1,๐‘—โ€–๐›๐‘—โˆ—. ๐›๐‘—+1โˆ— โ€–+โ€–๐œ‡๐‘—+1,๐‘—๐›๐‘—โˆ—โ€–2

โ‡” ๐›ฟโ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— โ€– 2+๐œ‡๐‘—+1,๐‘—โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‡” (๐›ฟ โˆ’ ๐œ‡๐‘—+1,๐‘—2 )โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— โ€–2.

Ketaksamaan diatas menyatakan bahwa vektor-vektor Gram-Schmidt dari basis tereduksi LLL harus terurut turun dengan faktor penurunan sebesar ๐›ฟ โˆ’ ๐œ‡๐‘—+1,๐‘—2 . Jika terdapat pasangan vektor (๐›๐‘—โˆ—, ๐›๐‘—+1โˆ— ) yang tidak memenuhi kondisi Lovasz, maka dapat dilakukan pertukaran antara vektor tersebut kemudian proses ortogonalisasi kembali dilakukan.

Selanjutnya dengan menerapkan syarat-syarat yang terdapat pada Definisi 4.10, maka diperoleh batas atas untuk โ€–๐›1โ€– dari basis tereduksi ๐›ฟ.

Teorema 4.2

Jika โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] dalam โ„๐‘š adalah basis tereduksi ๐›ฟ, maka berlaku โ€–๐›1โ€– โ‰ค ๐›ผ๐‘›โˆ’12 ๐œ†(ฮ›) dengan ๐›ผ = 1

๐›ฟโˆ’1

4

. Bukti:

Misalkan โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] dalam โ„๐‘š adalah basis tereduksi ๐›ฟ, menurut definisi diperoleh ๐›ฟโ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— + ๐œ‡๐‘—+1,๐‘—๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‡” (๐›ฟ โˆ’ ๐œ‡๐‘—+1,๐‘—2 )โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— โ€–2 โ‡” (๐›ฟ โˆ’1 4) โ€–๐›๐‘— โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— โ€–2 โ‡”1 ๐›ผโ€–๐›๐‘— โˆ—โ€–2 โ‰ค โ€–๐›๐‘—+1โˆ— โ€–2 โ‡” โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2โ‰ค ๐›ผโ€–๐›๐‘—+1โˆ— โ€–2 . (9) Dengan menerapkan pertidaksamaan (9) secara berulang diperoleh

โ€–๐›1โˆ—โ€–2 โ‰ค ๐›ผโ€–๐›2โˆ—โ€–2

โ€–๐›2โˆ—โ€–2 โ‰ค ๐›ผโ€–๐›3โˆ—โ€–2

โ€–๐›3โˆ—โ€–2 โ‰ค ๐›ผโ€–๐›4โˆ—โ€–2

โ‹ฎ

โ€–๐›1โˆ—โ€–2 โ‰ค ๐›ผโ€–๐›2โˆ—โ€–2 โ‰ค ๐›ผ2โ€–๐›3โˆ—โ€–2 โ‰ค โ‹ฏ โ‰ค ๐›ผ๐‘›โˆ’1โ€–๐›๐‘›โˆ—โ€–2. Dengan kata lain, secara umum untuk setiap ๐‘— โˆˆ ๐ผ๐‘› = {1,2, โ€ฆ , ๐‘›}, maka

โ€–๐›1โˆ—โ€–2 โ‰ค ๐›ผ๐‘—โˆ’1โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 โ‡’ โ€–๐›1โˆ—โ€– โ‰ค ๐›ผ๐‘—โˆ’12 โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€– โ‡” โ€–๐›1โˆ—โ€– โ‰ค ๐›ผ๐‘—โˆ’12 โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–. Karena berlaku untuk setiap ๐‘— โˆˆ ๐ผ๐‘›, maka

โ€–๐›1โˆ—โ€– โ‰ค (๐›ผ๐‘—โˆ’12 ) (min

19 Misalkan โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] dalam โ„๐‘š adalah basis tereduksi LLL untuk latis ฮ› = โ„’(โ„ฌ), menurut Teorema 4.1 diperoleh

min

๐‘—โˆˆ๐ผ๐‘›โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€– โ‰ค ๐œ†(ฮ›) dan ketaksamaan persamaan (10) menjadi

โ€–๐›1โˆ—โ€– โ‰ค (๐›ผ๐‘—โˆ’12 ) ๐œ†(ฮ›). Bukti lengkap. โˆŽ

Teorema 4.2 menyatakan bahwa vektor pertama pada basis tereduksi ๐›ฟ merupakan jawaban dari Problem 4.4 dengan nilai ๐›พ = ๐›ผ๐‘—โˆ’12 .

Reduksi Ukuran

Sebagaimana telah dinyatakan dalam subbab sebelumnya bahwa syarat reduksi ukuran yaitu |๐œ‡๐‘—,๐‘–| โ‰ค1

2 mudah dicapai dengan menggunakan prosedur Gram-Schmidt. Pada subbab ini akan dibahas melalui interpretasi geometrik. Untuk itu perlu pengertian tentang daerah fundamental (parallelepiped) yang lain dari ๐’ซ(โ„ฌ), yaitu daerah fundamental dasar terpusat yang didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 4.11

Misalkan ฮ› = โ„’(โ„ฌ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] dalam ruang vektor โ„๐‘š. Daerah fundamental terpusat (centered fundamental region) dari ฮ› , dinotasikan dengan ๐’ž(โ„ฌ) , didefinisikan sebagai himpunan ๐’ž(โ„ฌ) = {โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘— ๐‘› ๐‘—=1 /๐‘ฅ๐‘— โˆˆ โ„, โˆ’1 2โ‰ค ๐‘ฅ๐‘— < 1 2}.

๐’ž(โ„ฌ) juga disebut parallelepiped dasar terpusat (centered fundamental region). Proposisi 4.6

Jika ฮ› = โ„’(โ„ฌ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] dalam ruang vektor โ„๐‘š, maka untuk setiap vektor ๐ฐ โˆˆ โŒฉโ„ฌโŒช, ada tepat satu vektor ๐ญ โˆˆ ๐’ž(โ„ฌ) sehingga dapat dituliskan ๐ฐ = ๐ฏ + ๐ญ.

Bukti:

Karena โ„ฌ merupakan basis untuk ฮ›, maka โ„ฌ juga merupakan basis untuk ruang vektor โŒฉโ„ฌโŒช, dan karena ๐ฐ โˆˆ โŒฉโ„ฌโŒช, berarti ada tepat satu (๐‘ค1, ๐‘ค2, โ€ฆ , ๐‘ค๐‘›) โˆˆ โ„๐‘› sehingga

๐ฐ = โˆ‘ ๐‘ค๐‘—๐›๐‘—

๐‘›

๐‘—=1

.

Kemudian, karena ๐‘ค๐‘— โˆˆ โ„ maka ada bilangan bulat โŒŠ๐‘ค๐‘—โŒ‰ โˆˆ โ„ค (pembulatan ke bilangan bulat terdekat (round) dari ๐‘ค๐‘— sehingga

๐‘ค๐‘— = โŒŠ๐‘ค๐‘—โŒ‰ + ๐‘ก๐‘— dengan โˆ’1

2โ‰ค ๐‘ก๐‘— < 1

2. Selanjutnya,

20 ๐ฐ = โˆ‘ ๐‘ค๐‘—๐›๐‘— ๐‘› ๐‘—=1 = โˆ‘(โŒŠ๐‘ค๐‘—โŒ‰ + ๐‘ก๐‘—)๐›๐‘— ๐‘› ๐‘—=1 = โˆ‘โŒŠ๐‘ค๐‘—โŒ‰๐›๐‘—+ โˆ‘ ๐‘ก๐‘—๐›๐‘— ๐‘› ๐‘—=1 ๐‘› ๐‘—=1 = ๐ฏ + ๐ญ. Bukti lengkap. โˆŽ Lema 4.2

Misalkan โ„ฌโˆ— = [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari himpunan bebas linier โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] dan diberikan sebarang ๐ฐ โˆˆ โŒฉโ„ฌโŒช. Jika ๐ฐ = โˆ‘๐‘›๐‘—=1๐‘ค๐‘—๐›๐‘—, maka ๐‘ค๐‘› = ๐ฐ. ๐›๐‘› โˆ— ๐›๐‘›โˆ—. ๐›๐‘›โˆ—. Bukti: Perhatikan bahwa ๐ฐ. ๐›๐‘›โˆ— = (โˆ‘ ๐‘ค๐‘—๐›๐‘— ๐‘› ๐‘—=1 ) . ๐›๐‘›โˆ— = โˆ‘ ๐‘ค๐‘— ๐‘› ๐‘—=1 (๐›๐‘—. ๐›๐‘›โˆ—) = ๐‘ค๐‘›(๐›๐‘›. ๐›๐‘›โˆ—) โ‡” ๐‘ค๐‘› = ๐ฐ. ๐›๐‘› โˆ— ๐›๐‘›โˆ—. ๐›๐‘›โˆ—. Bukti selesai setelah ditunjukkan bahwa ๐›๐‘›. ๐›๐‘›โˆ— = ๐›๐‘›โˆ—. ๐›๐‘›โˆ— sebagai berikut

๐›๐‘›. ๐›๐‘›โˆ— = (๐›๐‘›โˆ— + โˆ‘ ๐œ‡๐‘›,๐‘–๐›๐‘–โˆ— ๐‘›โˆ’1 ๐‘–=1 ) . ๐›๐‘›โˆ— = ๐›๐‘›โˆ—. ๐›๐‘›โˆ— + โˆ‘ ๐œ‡๐‘›,๐‘– ๐‘›โˆ’1 ๐‘–=1 (๐›๐‘–โˆ—. ๐›๐‘›โˆ—) = ๐›๐‘›โˆ—. ๐›๐‘›โˆ— + โˆ‘ ๐œ‡๐‘›,๐‘– ๐‘›โˆ’1 ๐‘–=1 (0) = ๐›๐‘›โˆ—. ๐›๐‘›โˆ—. Bukti lengkap. โˆŽ Proposisi 4.7

Jika โ„ฌโˆ— = [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari himpunan bebas linier โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] , maka ๐’ž(โ„ฌโˆ—) juga merupakan daerah fundamental untuk โ„’(โ„ฌ). Artinya, untuk setiap ๐ฐ โˆˆ โŒฉโ„ฌโŒช, ada tepat satu vektor latis ๐ฐ โˆˆ โ„’(โ„ฌ) dan ada tepat satu vektor ๐ญ โˆˆ ๐’ž(โ„ฌโˆ—) sehingga dapat dituliskan ๐ฐ = ๐ฏ + ๐ญ.

Bukti:

Demi kepentingan bagaimana menentukan ๐ฏ dan ๐ญ secara algoritmik, proposisi ini akan dibuktikan secara instruktif. Kemudian, agar lebih mudah dibayangkan, tanpa mengurangi keumumannya, diambil untuk kasus ๐‘› = 3 sebagai berikut.

21 1. Definisikan ๐ฐ3 = ๐ฐ , karena ๐ฐ3 โˆˆ โŒฉ{๐›1, ๐›2, ๐›3}โŒช , berarti ada tepat satu

(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3) โˆˆ โ„3 sehingga

๐ฐ3 = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—

3

๐‘—=1

dan berdasarkan Lema 4.2 dapat dituliskan ๐ฐ3 = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘— + 2 ๐‘—=1 ๐ฐ๐Ÿ‘. ๐›3โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ— ๐›3 = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—+ 2 ๐‘—=1 (โŒŠ๐ฐ3. ๐›3 โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ—โŒ‰ + ๐‘ก3) ๐›3 dan dalam hal ini, โˆ’1

2โ‰ค ๐‘ก3 <1 2. Selanjutnya, ๐ฐ3 = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—+ 2 ๐‘—=1 โŒŠ๐ฐ3. ๐›3 โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ—โŒ‰ ๐›3+ ๐‘ก3๐›3 = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—+ 2 ๐‘—=1 โŒŠ๐ฐ๐Ÿ‘. ๐›3 โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ—โŒ‰ ๐›3+ ๐‘ก3(๐›3 โˆ— + โˆ‘ ๐œ‡3,๐‘– 2 ๐‘–=1 ๐›๐‘–โˆ—) โ‡” ๐ฐ3โˆ’ (โŒŠ๐ฐ๐Ÿ‘. ๐›3 โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ—โŒ‰ ๐›3+ ๐‘ก3๐›3) = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐›๐‘—+ โˆ‘ ๐‘ก3๐œ‡3,๐‘– 2 ๐‘–=1 ๐›๐‘–โˆ—. 2 ๐‘—=1 (11) 2. Definisikan ๐ฐ2 = ๐ฐ3โˆ’ (โŒŠ๐ฐ๐Ÿ‘. ๐›3 โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ—โŒ‰ ๐›3+ ๐‘ก3๐›3 โˆ—). Dari persamaan (11) dan karena โŒฉ{๐›1, ๐›2}โŒช = โŒฉ{๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—}โŒช, maka

๐ฐ2 โˆˆ โŒฉ{๐›1, ๐›2}โŒช dengan tepat satu (๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2) โˆˆ โ„2 sehingga

๐ฐ2 = ๐‘ฅ1๐›1+ ๐‘ฅ2๐›2 dan berdasarkan Lema 4.2, dapat dituliskan

๐ฐ2 = ๐‘ฅ1๐›1+๐ฐ๐Ÿ. ๐›2 โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ— ๐›2 = ๐‘ฅ1๐›1+ (โŒŠ๐ฐ๐Ÿ. ๐›2 โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ—โŒ‰ + ๐‘ก2) ๐›2 dan dalam hal ini, โˆ’1

2 โ‰ค ๐‘ก2 < 1 2. Selanjutnya, ๐ฐ2 = ๐‘ฅ1๐›1+ โŒŠ๐ฐ๐Ÿ. ๐›2 โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ—โŒ‰ ๐›2+ ๐‘ก2๐›2 = ๐‘ฅ1๐›1+ โŒŠ๐ฐ๐Ÿ. ๐›2 โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ—โŒ‰ ๐›2+ ๐‘ก2(๐›2 โˆ— + ๐œ‡2,1๐›1โˆ—) โ‡” ๐ฐ2โˆ’ (โŒŠ๐ฐ๐Ÿ. ๐›2 โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ—โŒ‰ ๐›2+ ๐‘ก2๐›2 โˆ—) = ๐‘ฅ1๐›1+ ๐‘ก2๐œ‡2,1๐›1โˆ—. (12) 3. Definisikan

22

๐ฐ1 = ๐ฐ2โˆ’ (โŒŠ๐ฐ๐Ÿ. ๐›2

โˆ—

๐›2โˆ—. ๐›2โˆ—โŒ‰ ๐›2+ ๐‘ก2๐›2โˆ—).

Dari persamaan (12), maka ๐ฐ1 โˆˆ โŒฉ{๐›1}โŒช dan ada ๐‘ฅ1 โˆˆ โ„sehingga ๐ฐ1 = ๐‘ฅ1๐›1.

Berdasaran Lema 4.2 dapat dituliskan ๐ฐ1 = โŒŠ๐ฐ๐Ÿ. ๐›1 โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ—โŒ‰ ๐›1 = (โŒŠ ๐ฐ๐Ÿ. ๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ—โŒ‰ + ๐‘ก1๐›1 โˆ—) dan dalam hal ini, โˆ’1

2โ‰ค ๐‘ก1 < 1 2. Maka ๐ฐ = ๐ฏ + ๐ญ dimana ๐ฏ = โŒŠ๐ฐ๐Ÿ. ๐›1 โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ—โŒ‰ ๐›1+ โŒŠ ๐ฐ๐Ÿ. ๐›2โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ—โŒ‰ ๐›2+ โŒŠ ๐ฐ๐Ÿ‘. ๐›3โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ—โŒ‰ ๐›3 dan ๐ญ = ๐‘ก1๐›1โˆ— + ๐‘ก2๐›2โˆ— + ๐‘ก3๐›3โˆ—.

Dengan mudah dilihat bahwa ๐ฏ โˆˆ โ„’(โ„ฌ) dan ๐ญ โˆˆ ๐’ž(โ„ฌโˆ—). Bukti lengkap. โˆŽ Bukti dari proposisi sekaligus merupakan bukti kebenaran dari algoritme berikut.

Algoritme 4.1

Input: โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] basis untuk โ„’(โ„ฌ) dan ๐ฐ โˆˆ โŒฉโ„ฌโŒช. Output: Vektor latis ๐ฏ โˆˆ โ„’(โ„ฌ) dan ๐ญ โˆˆ ๐’ž(โ„ฌโˆ—).

1. Dengan algoritme Gram-Schmidt, hitung [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] dengan menggunakan input โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›]. 2. Inisialisasi ๐ฏ โ‰” ๐ŸŽ dan ๐ญ โ‰” ๐ŸŽ. 3. Untuk ๐‘– = ๐‘›, ๐‘› โˆ’ 1, โ€ฆ ,1 hitung: a) ๐‘ฅ๐‘– โ‰”๐ฐ.๐›๐‘–โˆ— ๐›๐‘–โˆ—.๐›๐‘–โˆ— b) ๐‘ฃ๐‘– โ‰” โŒŠ๐‘ฅ๐‘–โŒ‰ c) ๐ฏ โ‰” ๐ฏ + ๐‘ฃ๐‘–๐›๐‘– d) ๐‘ก๐‘– โ‰” ๐‘ฅ๐‘–โˆ’ ๐‘ฃ๐‘– e) ๐ญ โ‰” ๐’• + ๐‘ก๐‘–๐›๐‘–โˆ— f) ๐‘ค โ‰” ๐‘ค โˆ’ (๐‘ฃ๐‘–๐›๐‘–+ ๐‘ก๐‘–๐›๐‘–โˆ—) 4. return(๐ฏ dan t).

Algoritme 4.2 (Menentukan Vektor Terdekat)

Input: โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] basis untuk โ„’(โ„ฌ) dan ๐ฐ โˆˆ โŒฉโ„ฌโŒช. Output: Vektor latis ๐ฏ โˆˆ โ„’(โ„ฌ).

1. Dengan algoritme Gram-Schmidt, hitung [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] dengan menggunakan input โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›]. 2. Inisialisasi ๐ฏ โ‰” ๐ŸŽ. 3. Untuk ๐‘– = ๐‘›, ๐‘› โˆ’ 1, โ€ฆ ,1 hitung: a) ๐‘ฅ๐‘– โ‰”๐ฐ.๐›๐‘–โˆ— ๐›๐‘–โˆ—.๐›๐‘–โˆ— b) ๐‘ฃ๐‘– โ‰” โŒŠ๐‘ฅ๐‘–โŒ‰ c) ๐ฏ โ‰” ๐ฏ + ๐‘ฃ๐‘–๐›๐‘–

23 d) ๐‘ก๐‘– โ‰” ๐‘ฅ๐‘– โˆ’ ๐‘ฃ๐‘–

e) ๐‘ค โ‰” ๐‘ค โˆ’ (๐‘ฃ๐‘–๐›๐‘– + ๐‘ก๐‘–๐›๐‘–โˆ—) 4. return(๐ฏ).

Akibat dari Proposisi 4.7 diberikan dalam teorema berikut ini. Teorema 4.3

Jika โ„ฌโˆ— = [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari himpunan bebas linier โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] , maka โ„ฌ dapat ditransformasikan menjadi โ„ฌโ€ฒ = [๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ, โ€ฆ , ๐›๐‘›โ€ฒ] yang juga merupakan basis untuk โ„’(โ„ฌ) dan โ„ฌโˆ— juga merupakan hasil ortogonalisasi Gram-Schmidt โ„ฌโ€ฒ. Dalam hal ini,

๐›1โˆ— = ๐›1โ€ฒ ๐›๐‘—โˆ— = ๐›๐‘—โ€ฒโˆ’ โˆ‘ ๐œ‡๐‘—,๐‘–โ€ฒ ๐‘—โˆ’1 ๐‘–=1 ๐›๐‘–โˆ—, untuk ๐‘— = 2, 3, โ€ฆ , ๐‘Ÿ dengan ๐œ‡๐‘—,๐‘–โ€ฒ = ๐›๐‘— โ€ฒ.๐›๐‘–โˆ— ๐›๐‘–โˆ—.๐›๐‘–โˆ— dan |๐œ‡๐‘—,๐‘–โ€ฒ | โ‰ค1 2. Bukti:

Untuk memudahkan pemahaman, transformasi dari โ„ฌ ke โ„ฌโ€ฒ dilakukan secara instruktif sebagai berikut

1. Definisikan

๐›1โ€ฒ = ๐›1.

Dalam hal ini, didapatkan subruang vektor berdimensi satu, yaitu ๐’ฎ1 = โŒฉ{๐›1}โŒช = โŒฉ{๐›1โ€ฒ}โŒช = โŒฉ{๐›1โˆ—}โŒช.

2. Dari proses ortogonalisasi dari ๐›2 ke ๐›2โˆ— berlaku hubungan ๐›2โˆ— = ๐›2โˆ’ ๐ฉ1

dengan ๐ฉ1 = ๐œ‡2,1๐›1โˆ— =๐›2.๐›1โˆ—

๐›1โˆ—.๐›1โˆ—๐›1โˆ— adalah vektor proyeksi dari ๐›2 pada ๐’ฎ1. Hal ini berarti ๐ฉ1 โˆˆ ๐’ฎ1. Dengan demikian, berdasarkan Proposisi 4.7 bahwa ada vektor latis ๐ฏ1 โˆˆ โ„’โŒฉ{๐›1}โŒช dan vektor ๐ญ1 โˆˆ ๐’ž({๐›1โˆ—}), sehingga

๐ฉ1 = ๐ฏ1+ ๐ญ1 dan akibatnya diperoleh

๐›2โˆ— = ๐›2 โˆ’ (๐ฏ1+ ๐ญ1) = (๐›2โˆ’ ๐ฏ1) โˆ’ ๐ญ1. Kemudian dari persamaan ini dapat didefinisikan

๐›2โ€ฒ = ๐›2โˆ’ ๐ฏ1

sehingga jelas (karena latis adalah grup) bahwa ๐›2โ€ฒ โˆˆ โ„’(โ„ฌ), dan diperoleh persamaan

๐›2โˆ— = ๐›2โ€ฒ โˆ’ ๐ญ1.

Hasil ini menunjukkan bahwa ortogonalisasi {๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ} juga menghasilkan {๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—} dengan vektor proyeksi ๐›2โ€ฒ pada ๐’ฎ1 adalah

๐ญ1 = ๐œ‡2,1โ€ฒ ๐›1โˆ— = ๐›2

โ€ฒ. ๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ—๐›1

โˆ—

dan dalam hali ini ๐œ‡2,1โ€ฒ = ๐œ‡2,1โˆ’ โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰ sehingga |๐œ‡2,1โ€ฒ | โ‰ค1

2.

Selanjutnya untuk menghitung ๐›2โ€ฒ berarti cukup menghitung ๐ฏ1 dengan menggunakan Algoritme 4.2 dan

24

Sebelum ke langkah berikutnya, dinotasikan dahulu subruang vektor berdimensi dua yaitu

๐’ฎ1 = โŒฉ{๐›1, ๐›2}โŒช = โŒฉ{๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ}โŒช = โŒฉ{๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—}โŒช. 3. Dari proses ortogonalisasi dari berlaku hubungan

๐›3โˆ— = ๐›3โˆ’ ๐ฉ2 dengan ๐ฉ2 = ๐œ‡3,1๐›1โˆ— + ๐œ‡3,2๐›2โˆ— = ๐›3.๐›1โˆ—

๐›1โˆ—.๐›1โˆ—๐›1โˆ—+๐›3.๐›2โˆ—

๐›2โˆ—.๐›2โˆ—๐›2โˆ— adalah vektor proyeksi dari ๐›3 pada ๐’ฎ2. Hal ini berarti ๐ฉ2 โˆˆ ๐’ฎ2. Dengan demikian, berdasarkan Proposisi 4.7 bahwa ada vektor latis ๐ฏ2 โˆˆ โ„’โŒฉ{๐›1, ๐›2}โŒช dan vektor ๐ญ2 โˆˆ ๐’ž({๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—}) sehingga

๐ฉ2 = ๐ฏ2+ ๐ญ2 dan akibatnya diperoleh

๐›3โˆ— = ๐›3โˆ’ (๐ฏ2+ ๐ญ2) = (๐›3โˆ’ ๐ฏ2) โˆ’ ๐ญ2. Kemudian dari persamaan ini dapat didefinisikan

๐›3โ€ฒ = ๐›3โˆ’ ๐ฏ2

sehingga jelas (karena latis adalah grup) bahwa ๐›3โ€ฒ โˆˆ โ„’(โ„ฌ), dan diperoleh persamaan

๐›3โˆ— = ๐›3โ€ฒ โˆ’ ๐ญ2.

Hasil ini menunjukkan bahwa ortogonalisasi ๐›3โ€ฒ juga menghasilkan ๐›3โˆ—

dengan vektor proyeksi ๐›3โ€ฒ pada ๐’ฎ2 adalah ๐ญ2 = ๐œ‡3,1โ€ฒ ๐›1โˆ—+ ๐œ‡3,2โ€ฒ ๐›2โˆ— =๐›3

โ€ฒ. ๐›1โˆ—

๐›1โˆ—. ๐›1โˆ—๐›1โˆ— +๐›3

โ€ฒ. ๐›2โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ—๐›2โˆ—

dan dalam hali ini untuk ๐‘– = 1, 2 berlaku

๐œ‡3,๐‘–โ€ฒ = ๐œ‡3,๐‘–โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,๐‘–โŒ‰ sehingga |๐œ‡3,1โ€ฒ | <1

2.

Selanjutnya untuk menghitung ๐›3โ€ฒ berarti cukup menghitung ๐ฏ2 dengan menggunakan Algoritme 4.2 dan

๐›3โ€ฒ = ๐›3โˆ’ ๐ฏ2.

Demikian seterusnya, dari Langkah 3 tersebut secara rekursif bila dilanjutkan sampai ke Langkah ke-n untuk memperoleh basis โ„ฌโ€ฒ hasil transformasi dari basis latis โ„ฌ. Bukti lengkap. โˆŽ

Perhatikan bahwa makna geometrik dari transformasi โ„ฌ ke โ„ฌโ€ฒ dalam Teorema 4.3 beserta buktinya adalah memperkecil panjang vektor basis yaitu ๐‘— = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘› berlaku โ€–๐›๐‘—โ€– โ‰ฅ โ€–๐›๐‘—โ€ฒโ€–. Hal ini terlihat dari vektor proyeksi ๐ฉ๐‘–โˆ’1, hasil proyeksi dari ๐›๐‘– ke subruang ๐’ฎ๐‘–โˆ’1 untuk ๐‘– = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘› ditransformasikan ke vektor proyeksi ๐ญ๐‘–โˆ’1, hasil proyeksi dari ๐›๐‘–โ€ฒ ke subruang ๐’ฎ๐‘–โˆ’1. Jika ๐ฉ๐‘–โˆ’1โˆˆ ๐’ž({๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘–โˆ’1โˆ— }), maka ๐›๐‘– = ๐›โ€ฒ๐‘– tetapi jika ๐ฉ๐‘–โˆ’1โˆ‰ ๐’ž({๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘–โˆ’1โˆ— }), maka ๐›๐‘– bias ditransformasikan ๐›๐‘–โ€ฒ dengan vektor proyeksi pada ๐’ฎ๐‘–โˆ’1 adalah ๐ญ โˆˆ ๐’ž({๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘–โˆ’1โˆ— }) sehingga โ€–๐›๐‘–โ€– โ‰ฅ โ€–๐›๐‘–โ€ฒโ€– . Dengan demikian, Teorema 4.3 beserta buktinya merupakan landasan teori yang digunakan untuk menyusun algoritme reduksi ukuran dari algoritme LLL berikut ini.

Algoritme 4.3 (Algoritme Reduksi Ukuran) Input: โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] basis untuk โ„’(โ„ฌ).

Output: โ„ฌโˆ— = [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari โ„ฌ dan โ„ฌโ€ฒ= [๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ, โ€ฆ , ๐›๐‘›โ€ฒ] adalah hasil reduksi ukuran dari โ„ฌ.

25 1. Inisialisasi ๐›1โˆ— โ‰” ๐›1 dan ๐›1โ€ฒ = ๐›1. 2. Untuk ๐‘— = 2, 3, โ€ฆ , ๐‘› hitung: a) ๐ฉ โ‰” ๐ŸŽ b) Untuk ๐‘— = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘— โˆ’ 1 hitung i. ๐œ‡๐‘—,๐‘– =๐›๐‘—.๐›๐‘– โˆ— ๐›๐‘–โˆ—.๐›๐‘–โˆ— ii. ๐ฉ โ‰” ๐ฉ + ๐œ‡๐‘—,๐‘–๐›๐‘– c) ๐›๐‘—โˆ— โ‰” ๐›๐‘—โˆ’ ๐ฉ

d) Gunakan Algoritme 4.2 untuk menghitung vektor ๐ฏ dengan input โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘—โˆ’1] dan โ„ฌโˆ— = [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘—โˆ’1โˆ— ] serta ๐ฉ. e) ๐›๐‘—โ€ฒ โ‰” ๐›๐‘—โˆ’ ๐ฏ

3. return([๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] dan [๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ, โ€ฆ , ๐›๐‘›โ€ฒ]).

Berikut ini langkah-langkah ilustratif penyusunan algoritme reduksi ukuran LLL yang sifatnya rekursif tanpa memanggil Algoritme 4.2.

1. Untuk ๐‘— = 1, definisikan langsung

๐›1โˆ— = ๐›1 dan ๐›1โ€ฒ = ๐›1.

2. Untuk ๐‘— = 2, perhatikan bahwa ๐ฉ1 = ๐œ‡2,1๐›1โˆ—, berdasarkan Algoritme 4.2 maka

๐ฏ1 = โŒŠ๐ฉ. ๐›1

โˆ—

๐›1โˆ—. ๐›1โˆ—โŒ‰ ๐›1 = โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1.

Jadi untuk menghitung ๐›2โˆ— dan ๐›2โ€ฒ cukup menghitung dahulu ๐œ‡2,1, kemudian ๐›2โˆ— = ๐›2โˆ’ ๐ฉ1 = ๐›2โˆ’ ๐œ‡2,1๐›1โˆ—

dan

๐›2โ€ฒ = ๐›2โˆ’ ๐ฏ1 = ๐›2โˆ’ โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1.

3. Untuk ๐‘— = 3, perhatikan bahwa ๐ฉ2 = ๐œ‡3,1๐›1โˆ— + ๐œ‡3,2๐›2โˆ—, berdasarkan Algoritme 4.2 nyatakan ๐ฏ2 = ๐ฏ2,2+ ๐ฏ2,1 sehingga

๐ฏ2,2= โŒŠ๐ฉ2. ๐›2 โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ—โŒ‰ ๐›2 = โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2 dan ๐ฏ2,1 = โŒŠ(๐ฉ2โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2โˆ’ ๐œ‡3,2 โ€ฒ ๐›2โˆ—)๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ— โŒ‰ ๐›1 = โŒŠ๐œ‡3,1โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰(๐œ‡2,1)โŒ‰๐›1.

Jadi untuk menghitung ๐›3โˆ— dan ๐›3โ€ฒ dapat dilakukan secara rekursif sebagai berikut.

a) Untuk ๐‘– = 2, hitung ๐œ‡3,2, kemudian

๐›3โˆ— = ๐›3 โˆ’ ๐œ‡3,2๐›2 dan

๐›3โ€ฒ = ๐›3โˆ’ ๐ฏ2,2= ๐›3โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2 b) Untuk ๐‘– = 1, hitung ๐œ‡3,1, kemudian

๐›3โˆ— = ๐›3โˆ’ ๐œ‡3,1๐›1 dan

๐›3โ€ฒ = ๐›3โ€ฒ โˆ’ ๐ฏ2,1

26

4. Untuk ๐‘— = 4, perhatikan bahwa ๐ฉ3 = ๐œ‡4,1๐›1โˆ— + ๐œ‡4,2๐›2โˆ— + ๐œ‡4,3๐›3โˆ— berdasarkan Algoritme 4.2 nyatakan ๐ฏ3 = ๐ฏ3,3+ ๐ฏ3,2+ ๐ฏ3,1 sehingga

๐ฏ3,3 = โŒŠ๐ฉ3. ๐›3 โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ—โŒ‰ ๐›3 = โŒŠ (๐œ‡4,3๐›3โˆ—). ๐›3โˆ— ๐›3โˆ—. ๐›3โˆ— โŒ‰ ๐›3 = โŒŠ๐œ‡4,3โŒ‰๐›3 dan ๐ฏ3,2= โŒŠ(๐ฉ โˆ’ (โŒŠ๐œ‡4,3โŒ‰๐›3+ ๐œ‡4,3 โ€ฒ ๐›3โˆ—)) ๐›2โˆ— ๐›2โˆ—. ๐›2โˆ— โŒ‰ ๐›2 = โŒŠ๐œ‡4,2โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,3โŒ‰(๐œ‡3,2)โŒ‰๐›2 ๐ฏ3,1 = โŒŠ(๐ฉ โˆ’ (โŒŠ๐œ‡4,3โŒ‰๐›3+ ๐œ‡4,3 โ€ฒ ๐›3โˆ—) โˆ’ (โŒŠ๐œ‡4,2โŒ‰๐›2+ ๐œ‡4,2โ€ฒ ๐›2โˆ—)) ๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ— โŒ‰ ๐›1 = โŒŠ๐œ‡4,1โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,3โŒ‰๐œ‡3,1โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,2โŒ‰๐œ‡2,1โŒ‰๐›1.

Jadi untuk menghitung ๐›4โˆ— dan ๐›4โ€ฒ dapat dilakukan secara rekursif sebagai berikut.

a) Untuk ๐‘– = 3, hitung ๐œ‡4,3, kemudian

๐›4โˆ— = ๐›4โˆ’ ๐œ‡4,3๐›3โˆ— dan

๐›4โ€ฒ = ๐›4โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,3โŒ‰๐›3. b) Untuk ๐‘– = 2, hitung ๐œ‡4,2, kemudian

๐›4โˆ— = ๐›4โˆ— โˆ’ ๐œ‡4,2๐›2โˆ— dan

๐›4โ€ฒ = ๐›4โ€ฒ โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,2โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,3โŒ‰(๐œ‡3,2)โŒ‰๐›2. c) Untuk ๐‘– = 1, hitung ๐œ‡4,1, kemudian

๐›4โˆ— = ๐›4โˆ— โˆ’ ๐œ‡4,1๐›1โˆ— dan

๐›4โ€ฒ = ๐›4โ€ฒ โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,1โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,3โŒ‰๐œ‡3,1โˆ’ โŒŠ๐œ‡4,2โŒ‰๐œ‡2,1โŒ‰.

Berdasarkan pola Langkah 4 tersebut, berikut ini diberikan algoritme reduksi ukuran yang sifatnya rekursif.

Algoritme 4.4 (Reduksi Ukuran LLL)

Input: โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] basis untuk โ„’(โ„ฌ).

Output: โ„ฌโˆ— = [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari โ„ฌ dan โ„ฌโ€ฒ= [๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ, โ€ฆ , ๐›๐‘›โ€ฒ] adalah hasil reduksi ukuran dari โ„ฌ.

1. ๐›1โˆ— โ‰” ๐›1 2. ๐›1โ€ฒ = ๐›1 3. ๐œ‡21 โ‰”๐›2.๐›1โˆ— ๐›1โˆ—.๐›1โˆ— 4. ๐›2โˆ— โ‰” ๐›1โˆ’ ๐œ‡21๐›1โˆ— 5. ๐›2โ€ฒ โ‰” ๐›2โˆ’ โŒŠ๐œ‡21โŒ‰๐›1 6. Untuk ๐‘— = 3,4, โ€ฆ , ๐‘› lakukan: a) ๐›๐‘—โˆ— โ‰” ๐›๐‘— b) ๐›๐‘— โ‰” ๐›๐‘—

27 c) ๐œ‡๐‘—,๐‘—โˆ’1 โ‰” ๐›๐‘—.๐›๐‘—โˆ’1 โˆ— ๐›๐‘—โˆ’1โˆ— .๐›๐‘—โˆ’1โˆ— d) ๐›๐‘—โˆ— โ‰” ๐›๐‘—โˆ’ ๐œ‡๐‘—,๐‘—โˆ’1๐›๐‘—โˆ’1 e) ๐›๐‘—โ€ฒ โ‰” ๐›๐‘—โ€ฒ โˆ’ ๐œ‡๐‘—,๐‘—โˆ’1๐›๐‘—โˆ’1 f) Untuk ๐‘– = ๐‘— โˆ’ 2, ๐‘— โˆ’ 3, โ€ฆ , 1 lakukan: i. ๐œ‡๐‘—,๐‘– =๐›๐‘—.๐›๐‘– โˆ— ๐›๐‘–โˆ—.๐›๐‘–โˆ— ii. ๐›๐‘—โˆ— โ‰” ๐›๐‘—โˆ’ ๐œ‡๐‘—,๐‘–๐›๐‘–โˆ— iii. ๐‘ โ‰” ๐œ‡๐‘—,๐‘–

iv. Untuk ๐‘˜ = ๐‘–, ๐‘– + 1, โ€ฆ , ๐‘— โˆ’ 2 lakukan: ๐‘ โ‰” ๐‘ โˆ’ โŒŠ๐œ‡๐‘—,๐‘˜+1โŒ‰๐œ‡๐‘˜+1,๐‘–

v. ๐›๐‘—โ€ฒ โ‰” ๐›๐‘—โ€ฒ โˆ’ โŒŠ๐‘โŒ‰๐›๐‘–

7. return([๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] dan [๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ, โ€ฆ , ๐›๐‘›โ€ฒ]).

Berikut ini merupakan langkah-langkah ilustratif penyusunan algoritme reduksi ukuran LLL dengan menggunakan rumus rekursif yang lebih sederhana.

1. Untuk ๐‘— = 1 definisikan langsung

๐›1โˆ— = ๐›1 dan ๐›1โ€ฒ = ๐›1.

2. Untuk ๐‘— = 2, perhatikan bahwa ๐ฉ1 = ๐œ‡2,1๐›1โˆ—, berdasarkan Algoritme 4.2 maka

๐ฏ1 = โŒŠ๐ฉ1. ๐›1

โˆ—

๐›1โˆ—. ๐›1โˆ—โŒ‰ ๐›1โˆ— = โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1โˆ—.

Jadi, untuk menghitung ๐›2โˆ— dan ๐›2โ€ฒ , cukup menghitung dahulu ๐œ‡2,1, kemudian

๐›2โˆ— = ๐›2โˆ’ ๐ฉ1 = ๐›2โˆ’ ๐œ‡2,1๐›1โˆ— dan

๐›2โ€ฒ = ๐›2โˆ’ ๐ฏ1 = ๐›2โˆ’ โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1. 3. Untuk ๐‘— = 3, dari uraian sebelumnya,

๐›3โ€ฒ = (๐›3โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›โˆ—2) โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,1โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰(๐œ‡2,1)โŒ‰๐›1 = (๐›3โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2โˆ—) โˆ’ โŒŠ(๐›3โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2). ๐›1 โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ— โŒ‰ ๐›1 = ๐ฑ โˆ’ ๐ฒ ๐ฑ = (๐›3โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰(๐›2โ€ฒ + โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1โˆ—)) ๐ฒ = โŒŠ(๐›3โˆ’โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰(๐›2 โ€ฒ+โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1โˆ—)).๐›1โˆ— ๐›1โˆ—.๐›1โˆ— โŒ‰ ๐›1 ๐ฑ = ๐›3โ€“ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2โ€ฒ โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1โˆ— ๐ฒ = โŒŠ(๐›3โ€“ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2 โ€ฒ โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1โˆ—). ๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ— โŒ‰ ๐›1 = โŒŠ(๐›3โ€“ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2 โ€ฒ. ๐›1โˆ—). ๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ— โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰โŒ‰ ๐›1 = โŒŠ(๐›3โ€“ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2 โ€ฒ. ๐›1โˆ—). ๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ— ๐›1โŒ‰ โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰โŒŠ๐œ‡2,1โŒ‰๐›1. Dengan demikian, diperoleh

28

๐›3โ€ฒ = (๐›3โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2โ€ฒ) โˆ’ โŒŠ(๐›3โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2

โ€ฒ). ๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ— โŒ‰ ๐›1.

Jadi untuk menghitung ๐›3โˆ— dan ๐›3โ€ฒ, dapat dilakukan secara rekursif sebagai berikut.

(a) Untuk ๐‘– = 2, hitung ๐œ‡3,2 kemudian

๐›3โˆ— = ๐›3โˆ— โˆ’ ๐œ‡3,2๐›2โˆ— dan

๐›3โ€ฒ = ๐›3โˆ’ โŒŠ๐œ‡3,2โŒ‰๐›2โ€ฒ. (b) Untuk ๐‘– = 1, hitung ๐œ‡3,1 kemudian

๐›3โˆ— = ๐›3โˆ— โˆ’ ๐œ‡3,1๐›1โˆ— dan

๐›3โ€ฒ = ๐›3โ€ฒ โˆ’ โŒŠ๐›3

โ€ฒ . ๐›1โˆ— ๐›1โˆ—. ๐›1โˆ—โŒ‰ ๐›1โ€ฒ.

Berdasarkan pola dari 3 langkah tersebut, berikut ini diberikan algoritme reduksi ukuran yang sifatnya rekursif.

Algoritme 4.5 (Reduksi ukuran LLL)

Input: โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] basis untuk โ„’(โ„ฌ).

Output: โ„ฌโˆ— = [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari โ„ฌ dan โ„ฌโ€ฒ= [๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ, โ€ฆ , ๐›๐‘›โ€ฒ] adalah hasil reduksi ukuran dari โ„ฌ.

1. ๐›1โˆ— โ‰” ๐›1 2. ๐›1โ€ฒ = ๐›1 3. Untuk ๐‘— = 2, 3, โ€ฆ , ๐‘› lakukan: a) Untuk ๐‘– = ๐‘— โˆ’ 1, ๐‘— โˆ’ 2, โ€ฆ ,1 lakukan: i. ๐œ‡๐‘—,๐‘– โ‰”๐›๐‘—.๐›๐‘– โˆ— ๐›๐‘–โˆ—.๐›๐‘–โˆ— ii. ๐›๐‘—โˆ— โ‰” ๐›๐‘—โˆ—โˆ’ ๐œ‡๐‘—,๐‘–๐›๐‘–โˆ— iii. ๐œ‡๐‘—,๐‘–โ€ฒ โ‰”๐›๐‘— โ€ฒ.๐›๐‘–โˆ— ๐›๐‘–โˆ—.๐›๐‘–โˆ— iv. ๐›๐‘—โ€ฒโ‰” ๐›๐‘—โˆ’ โŒŠ๐œ‡๐‘—,๐‘–โ€ฒ โŒ‰๐›๐‘– 4. return([๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] dan [๐›1โ€ฒ, ๐›2โ€ฒ, โ€ฆ , ๐›๐‘›โ€ฒ]). Algoritme LLL dan Analisisnya

Inti dari algoritme LLL adalah mentransformasikan basis latis ke basis latis โ„ฌโ€ฒ yang tereduksi LLL sebagaimana dinyatakan dalam Definisi 4.11. Dengan demikian, hal pertama yang harus dilakukan adalah mereduksi ukuran dari โ„ฌ dengan menggunakan algoritme reduksi ukuran. Kemudian, ketika ada indeks ke-๐‘— sehingga syarat kedua dari Definisi 4.11 tidak terpenuhi yaitu

๐›ฟโ€–๐œ‹๐‘—(๐›๐‘—)โ€–2 > โ€–๐œ‹๐‘—(๐›๐‘—+1)โ€–2 โŸบ (๐›ฟ โˆ’ (๐œ‡๐‘—+1,๐‘—)2) โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 > โ€–๐›๐‘—+1โˆ— โ€–2,

maka urutan ๐›๐‘— dan ๐›๐‘—+1 ditukar dan reduksi ukuran diulang. Jika ada beberapa pasang (๐›๐‘—, ๐›๐‘—+1) yang tidak memenuhi syarat kedua tersebut, tidak ada masalah mana yang harus dipilih untuk ditukar. Bahkan, dapat dipilih beberapa pasang vektor yang saling bebas untuk ditukar bersamaan, ini mengarah pada varian algoritme LLL paralel. Algoritme LLL aslinya pasangan nilai yang dipilih adalah nilai ๐‘— terkecil. Berikut ini diberikan secara garis besar deskripsi algoritme LLL.

29 1. (Langkah Reduksi Ukuran) terapkan algoritme reduksi ukuran pada โ„ฌ. 2. (Langkah Penukaran) jika ada ๐‘— โˆˆ {2, 3, โ€ฆ , ๐‘›} sehingga

(๐›ฟ โˆ’ (๐œ‡๐‘—,๐‘—โˆ’1)2) โ€–๐›๐‘—โˆ’1โˆ— โ€–2 > โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 maka tukar ๐›๐‘—โˆ’1 dan ๐›๐‘—, kemudian kembali ke Langkah 1. 3. Jika tidak, algoritme selesai.

Sedangkan bentuk praktis algoritme LLL diberikan berikut ini. Algoritme 4.6

Input: โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] basis untuk โ„’(โ„ฌ) dan 1

4< ๐›ฟ < 1.

Output: โ„ฌ = [๐›1, ๐›2, โ€ฆ , ๐›๐‘›] adalah adalah basis tereduksi LLL untuk โ„’(โ„ฌ) dan โ„ฌโˆ—= [๐›1โˆ—, ๐›2โˆ—, โ€ฆ , ๐›๐‘›โˆ—] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari โ„ฌ.

1. ๐›1โˆ— โ‰” ๐›1 2. ๐‘— โ‰” 2

3. Reduksi Ukuran. Ketika ๐‘— โ‰ค ๐‘›, lakukan: (a) ๐›๐‘—โˆ—โ‰” ๐›๐‘— (b) Untuk ๐‘– = ๐‘— โˆ’ 1, ๐‘— โˆ’ 2, โ€ฆ ,1 lakukan: i. ๐œ‡๐‘—,๐‘– โ‰”๐›๐‘—.๐›๐‘–โˆ— ๐›๐‘–โˆ—.๐›๐‘–โˆ— ii. ๐›๐‘—โˆ— โ‰” ๐›๐‘—โˆ—โˆ’ ๐œ‡๐‘—,๐‘–๐›๐‘–โˆ— iii. ๐›๐‘— โ‰” ๐›๐‘— โˆ’ โŒŠ๐œ‡๐‘—,๐‘–โŒ‰๐›๐‘–

(c) Penukaran. Jika (๐›ฟ โˆ’ (๐œ‡๐‘—,๐‘—โˆ’1)2) โ€–๐›๐‘—โˆ’1โˆ— โ€–2 > โ€–๐›๐‘—โˆ—โ€–2 maka i. Jika ๐‘— = 2, Tukar ๐›1 dan ๐›2 ๐›1โˆ— โ‰” ๐›2 ii. Jika ๐‘— > 2, Tukar ๐›๐‘—โˆ’1 dan ๐›๐‘—

Dokumen terkait