• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALQURAN DAN LIVING QURAN

Berikut ini akan dibahas mengenai metode penelitian kualitatif Alquran dan metode penelitian living Alquran yang digali dari beberapa literatur studi Alquran kontemporer yang beredar di Indonesia. Pada bagian ini yang dikemukakan tidak terkait dengan studi teks Alquran dan content Alquran tetapi terkait studi fenomen keagamaan kaum muslimin ketika berinteraksi dengan Alquran di yang hadir di tengah-tengah kehidupan mereka. Beberapa literatur di bawah ini akan menunjukkan bagaimana kajian semacam itu dilakukan.

Tulisan Waryono Abdul Ghafur1 yang berjudul “Metodologi Penelitian Kualitatif Al-Qur`an dan Tafsir”meski dipublikasikan dalam buku Hermeneutika AlQur`an Mazhab Yogya (2003), tidak dimasukkan ke dalam kelompok penggagas hermeneutika Alquran karena isinya yang relatif netral. Penelitian kualitatif Alquran menurut Ghafur, adalah penelitian terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Alquran yang selama ini terumuskan dan dikenal dengan istilah

‘ulum al-Qur`an wa at-tafsir dan kandungan maknanya. Sedangkan yang berkaitan dengan kajian kualitatif untuk tafsir adalah penelitian terhadap persepsi dan interpretasi para mufassir yang tertuang dalam karya-karya sepanjang sejarahnya semenjak ada sampai sekarang. Antara keduanya agak sulit dipisahkan, meskipun bisa dibedakan.

1 Waryono Abdul Ghafur adalah Dosen Fakultas Dakwah IAIN Sunan KAlijaga Yogyakarta. Menyelesaikan program pascasarjananya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan konsentrasi Studi Hubungan Antaragama. Saat menulis tulisan ini, dia tercatat sebagai mahasiswa S3 di almamaternya. Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika AlQur`an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), 280-281.

Sebab bila kualitatif untuk Alquran sudah dihasilkan, maka ia adalah tafsir juga.2

Untuk itu, sebelum melakukan penelitian kualitatif yang berangkat dari beberapa aksioma sebelumnya, ada prosedur yang mesti diperhatikan. Pertama, konsentrasi penelitian kualitatif adalah pada proses, bukan pada produk. Kedua, penelitian kualitatif adalah penelitian terhadap makna atau pemaknaan dalam rangka pemahaman realitas. Ketiga, penelitian harus masuk ke dalam lingkungan objeknya dalam rangka merekam perilaku ilmiahnya. Di sinilah kemudian diketahui bahwa baik penelitian terhadap Alquran ataupun tafsir seseorang peneliti biasanya masuk dalam wilayah lingkungan dunia dialek sejarah bahasa dan lain-lain. Keempat, ungkapan penelitiannya bersifat deskriptif, baik dengan kata atau gambar. Kelima, karena bersifat induktif, maka peneliti harus mengembangkan abstraksi konsep hipotesis dan teori-teori dari detail-detail yang ada.3

Penelitian kualitatif untuk Alquran, menurut Ghafur, berkaitan dengan ‘Ulum al-Qur`an dan kandungan maknanya. Seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu sosial, kajian terhadap aspek internal Alquran mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga pembacaan Alquran semakin kaya dengan penggunaan beberapa pendekatan yang berkembang dalam ilmu-ilmu sosial. Hal ini sesuai dengan eksistensinya sebagai bagian dari rumpun ilmu-ilmu sosial (human behavioral science) dan humaniora (humanity scienties), sementara afiliasi pendekatan kualitatif adalah antropologi, sosiologi, dan sejarah. Sementara untuk penelitian kualitatif untuk tafsir berkaitan dengan persepsi dan interpretasi mufassir. Penelitian tafsir pada hakikatnya penelitian pada beberapa pandangan atau pendapat mufasir mengenai permasalahan yang dipersoalkan. Sebagaimana paradigma kualitatif untuk sampai pada pandangan yang utuh dan mendekati sebenarnya, maka seorang peneliti harus berusaha masuk dalam dunia mufassir yang menjadi bahan penelitiannya. Penelitian

2 Waryono Abdul Ghafur, “Metodologi Penelitian Kualitatif Al-Qur`an dan Tafsir” dalam Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika AlQur`an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), 202.

kualitatif tafsir juga secara niscaya menggunakan beberapa teori atau pendekatan dalam ilmu sosial dengan seperangkat metodologinya. Oleh karena itu, prosedurnya hampir sama dalam penelitian kualitatif untuk Alquran.4

Untuk penelitian kualitatif Alquran dan tafsir, Ghafur mengajukan format penelitian sebagai berikut. Pendahuluan cukup 2-3 halaman. Pendahuluan yang baik harus memenuhi empat kriteria: (1) bisa mendorong pembaca untuk tertarik pada topik; (2) memaparkan masalah hingga mengarah pada studi lanjut; (3) posisi penelitian dalam konteks luas literatur ilmiah; (4) menjangkau audien yang spesifik. Dalam pendahuluan terdapat permasalahan, tujuan studi, pertanyaan utama, dan urgensi studi. Kemudian prosedur, yang meliputi: asumsi dan rasionalitas, desain kualitatif, tipe desain yang digunakan, prosedur pengumpulan data, prosedur analisis data, metode outline

studi, dan hubungan dengan studi dan literatur.5

Berikutnya adalah metodologi penelitian living Quran. Hasil penelusuran bibliografis menunjukkan bahwa buku yang membahas mengenai kajian living Quran masih sangat sedikit. Kebanyakan literatur studiAlquran pada umumnya membahas aspek metodologinya dalam bentuk kajian teks, sementara living Quran merupakan kajian empirik terkait interaksi pembaca dan pengguna Alquran dengan Alquran sebagai kitab suci. Hanya ada satu buku yang ditemukan yang sebagian isinya secara khusus membahas living Quran yaitu

Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis (2007) ditulis oleh M. Mansyur, Muhammad, Muhammad Yusuf, dan Abdul Mustaqim.

Apa yang dimaksud dengan living Quran? Menurut M. Mansyur,

living Quran adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran Alquran atau keberadaan Alquran di sebuah komunitas muslim tertentu. Misalnya, fenomena sosial terkait dengan pelajaran membaca Alquran di lokasi tertentu, fenomena penulisan bagian-bagian tertentu dari Alquran di tempat-tempat tertentu, pemenggalan unit-unit Alquran yang kemudian menjadi formula pengobatan, doa-doa dan sebagainya yang ada dalam

4 Ghafur, “Metodologi”, 203-205.

masyarakat muslim tertentu. Karena fenomena ini dikaitkan dengan Alquran maka kemudian diinisiasikan dalam wilayah studi Alquran dengan nama living Quran. Mansyur menyebutnya sebagai fenomena

Quran in Everyday Life, yakni makna dan fungsi Alquran yang riil dipahami dan dialami masyarakat muslim.6

Menurut Muhammad Yusuf, living Qur`an adalah upaya untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan Alquran oleh masyarakat, dalam arti respon sosial (realitas) terhadap Alquran. Baik itu Alquran dilihat masyarakat sebagai ilmu (science), dalam wilayah profan (tidak keramat) di satu sisi dan sebagai petunjuk (huda) dalam yang bernilai sakral (sacred value) di sisi lain. Menurutnya, living Quran berkaitan dengan hubungan antara Alquran dan masyarakat Islam serta bagaimana Alquran disikapi secara teoritik maupun dipraktikkan secara memadai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, menurutnya, living Quran adalah studi tentang Alquran yang tidak bertumpu pada eksistensi tekstualnya, melainkan studi tentang fenomena sosial yang lahir terkait dengan kehadiran Alquran dalam wilayah geografi dan mungkin pada masa tertentu pula.7

Fenomena apa saja yang dapat dikategorikan sebagai objek kajian living Quran? Menurut Muhammad ada sejumlah fenomena terkait pengalaman muslim berinteraksi dengan Alquran, yaitu (1), belajar membaca Alquran dan metode yang digunakan untuk belajar membacanya; (2) membaca Alquran terkait dengan cara membaca, waktu membaca, surah dan ayat tertentu yang dibaca dan motivasi membaca Alquran; (3) Kesan yang muncul pada pembaca dari pesan ayat tertentu dalam Alquran; (4) menghafal Alquran terkait motivasi menghafal, metode menghafal, suka duka menghafal, jumlah hafalan, jadwal setoran hafalan, cara ustaz menyimak hafalan dan sebagainya; (5) gambaran atau pandangan pembaca Alquran tentang Alquran yang muncul dari hasil pengalamannya berinteraksi dengan Alquran;

6 M. Mansyur, “Living Qur`an dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an” dalam M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press dan Teras, 2007), 5-8.

7 Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur`an” dalam M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press dan Teras, 2007), 36-37 dan 39.

(6) menerjemahkan ayat Alquran terkait motivasi, tujuan dan pengalaman penerjemah serta hasil terjemah; (7) menafsirkan ayat Alquran berdasarkan interpretasi pembaca untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui perkataan maupun perbuatan; dan (8) ayat-ayat favorit dari Alquran yang dijadikan sebagai semboyan hidup baik oleh perorangan, kelompok, organisasi maupun lembaga pendidikan.8

Versi lain terkait fenomena terkait kajian living Quran dalam bentuk everyday life of the Qur`an dikemukakan oleh Muhammad Yusuf. Dia mengemukakan 19 fenomena terkait respon masyarakat muslim terhadap kehadiran Alquran dalam kehidupan mereka, yaitu: (1) pembacaan Alquran (keseluruhan atau bagian tertentu) secara rutin pada waktu dan tempat tertentu; (2) penghafalan Alquran baik keseluruhan maupun sebagian atau surah dan ayat tertentu; (3) penulisan atau ukiran potongan-potongan ayat-ayat tertentu (dalam bentuk kaligrafi yang bernilai estetis) pada benda tertentu untuk dijadikan hiasan; (4) pembacaan ayat-ayat Alquran oleh para qari` (pembaca profesional) dalam acara dan peristiwa tertentu; (5) Pengutipan ayat-ayat Alquran yang dicetak sebagai aksesoris pada stiker, kartu ucapan, gantungan kunci, undangan resepsi pernikahan; (6) pembacaan ayat Alquran pada upacara kematian; (7) Lomba tilawah dan tahfizh Alquran baik lokal, nasional maupun internasional; (8) penggunaan Alquran sebagai jampi-jampi, terapi jiwa (pelipur lara), doa untuk pasien, dan obat penyakit-penyakit tertentu; (9) penggunaan ayat Alquran sebagai jimat; (10) dalil dan hujjah Alquran yang dipakai oleh mubaliigh, khatib atau da’i; (11) penggunaan ayat Alquran sebagai slogan politis sejumlah parpol Islam; (12) puitisasi Alquran dan pembacaannya; (13) penggunaan Alquran pada lagu dan sinetron religi yang bersifat dakwah; (14) penggunaan ayat Alquran oleh ruhaniawan sebagai pengusir jin, makhluk jahat, ruh gentayangan atau fenomena kegaiban lainnya; (15) penggunaan wirid dengan bilangan tertentu untuk memperoleh “kemuliaan” atau “keberuntungan” melalui riyadhah

8 Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan Al-Qur`an” dalam M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian Living Qur`an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press dan Teras, 2007), 13-34.

meski terkadang terkontaminasi dengan unsur-unsur mistis dan magis; (16) penggunaan ayat Alquran sebagai bacaan dalam menempuh latihan beladiri dari perguruan beladiri Islam; (17) pendokumentasian Alquran dalam bentuk kaset, CD, LCD, DVD, Harddisk dan HP baik visual maupun audiovisual; (18) penggunaan ayat Alquran oleh para terapis dalam praktik ruqyah dan penyembuhan alternatif; dan (19) potongan ayat-ayat Alquran yang dijadikan media pembelajaran Alquran (TPA, TPQ dsb) sekaligus belajar bahasa Arab. Ini hanyalah sebagian inventarisasi fenomenologis terkait living Quran, tentu masih ada fenomena lain yang belum dikemukakan.9

Metode apa yang dapat digunakan untuk mengkaji living Quran? Belum ada metode khusus yang dipastikan sebagai metode yang tepat dalam mengkaji living Quran. Metode-metode yang dikemukakan terkait kajian ini hanyalah merupakan tawaran yang masih perlu dikaji ketepatannya dalam mengkaji model penelitian dan kajian Alquran jenis ini. Di antara gagasan metodologis terkait kajian living

Quran ini, ada dua tawaran metodologis yang dikemukakan oleh sarjana muslim di Indonesia. Pertama, pemikiran metodologis dari Muhammad Yusuf. Setelah memaparkan sejumlah fenomena terkait dengan living Quran, ia menggagas aspek metodologi yang mungkin digunakan untuk mengkajinya.

Yusuf memasukkan kajian living Quran sebagai bagian dari

religious research, yakni penelitian agama sebagai gejala sosial. Dengan menempatkan living Quran sebagai sistem keagamaan, maka kajiannya ditempatkan sebagai sistem keagamaan, yakni sistem sosiologis, jadi bukan meletakkan agama sebagai doktrin, tetapi agama sebagai gejala sosial. Di sini penelitian living Quran diharapkan dapat menemukan segala sesuatu dari hasil pengamatan (observasi) yang cermat dan teliti atas perilaku komunitas muslim dalam pergaulan sosial-keagamaannya hingga ditemukan segala unsur yang menjadi komponen dari perilaku yang terjadi melalui struktur luar dan struktur

Dokumen terkait