Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa kelas akselerasi tingkat SMP di dua sekolah berbeda yaitu SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 6 Ambon. Siswa kelas akselerasi di SMP Negeri 1 Ambon berjumlah 18 siswa. Pada SMP Negeri 6 Ambon kelas dibagi menjadi dua kelas yang masing-masing kelasnya berisi 26 siswa, sehingga jumlah siswa kelas akselerasi sebanyak 52 siswa, sehingga jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah sebanyak 70 siswa kelas akselerasi.
14
Prosedur Sampling
Dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh yang artinya semua populasi dijadikan sampel penelitian.
Pengukuran
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua alat ukur berupa skala kecerdasan emosional dan skala penyesuaian sosial. Dalam skala kecerdasan emosional, penulis memodifikasi skala tersebut dengan cara menerjemahkan skala asli ke dalam Bahasa Indonesia terlebih dahulu kemudian penulis juga mengubah kalimat yang sulit dipahami menjadi kalimat yang lebih jelas dimengerti untuk siswa SMP.
Skala kecerdasan emosional disusun oleh Schutte et al. (1998) yang terdiri atas 33 aitem dan disusun berdasarkan teori kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Salovey dan Mayer (1990) yang meliputi tiga aspek yaitu penilaian ekspresi emosi, pengaturan emosi dan pemanfaatan emosi dalam penyelesaian masalah. Berdasarkan hasil seleksi aitem didapatkan hasil dengan pengujian daya diskriminasi dan reliabilitas sebesar 0,840 dengan 8 aitem gugur dan sisa 25 aitem yang valid dari 33 aitem.
Skala kedua yaitu skala penyesuaian sosial yang disusun oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Schneiders (1964). Berdasarkan hasil seleksi aitem didapatkan hasil dengan pengujian daya diskriminasi dan reliabilitas sebesar 0,854 dengan 12 aitem gugur dan sisa 27 aitem yang valid dari 39 aitem.
Penentuan-penentuan aitem valid menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa aitem pada skala pengukuran dapat dikatakan valid apabila ≥
0,30 namun, karena aitem yang lolos jauh dari jumlah yang diinginkan maka batas kriteria koefisien korelasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah ≥ 0,25.
Skala yang digunakan adalah skala likert. Salah satu contoh item skala kecerdasan emosional yang diambil dari item nomor 1 sebagai berikut: saya tahu kapan harus berbicara tentang masalah pribadi saya kepada orang lain. Salah satu contoh item skala penyesuaian sosial yang diambil dari item nomor 1 sebagai berikut: saya sering berselisih paham dengan saudara saya.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan pengumpulan data dimulai pada tanggal 15 Oktober 2014 di SMP Negeri 6 Ambon kemudian pada tanggal 20 Oktober 2014 di SMP Negeri 1 Ambon dengan cara, penulis langsung ke sekolah SMP Negeri 6 dan SMP Negeri 1 Ambon untuk bertemu dengan subjek penelitian sebanyak 70 subjek siswa kelas akselerasi. Pada SMP Negeri 6 Ambon, kelas akselerasi A berjumlah 26 siswa, dan kelas akselerasi B berjumlah 26 siswa. Sedangkan pada SMP Negeri 1 Ambon, kelas akselerasi VII berjumlah 18 siswa. Angket yang disebar oleh peneliti kepada subjek penelitian sebanyak 70 angket.
Sebelumnya, terlebih dahulu peneliti memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan peneliti melakukan penelitian kepada para siswa dan meminta partisipasi siswa untuk berperan serta dalam penelitian ini dengan mengisi angket yang disebarkan kepada mereka. Selama pengisian angket, siswa diperkenankan bertanya jika ada materi yang terdapat di dalam skala dianggap sulit dipahami atau tidak jelas. Selama pengisian angket, peneliti berada di dalam kelas untuk memberikan penjelasan jika terdapat persoalan yang tidak dimengerti siswa. Setelah pengisian angket selesai, angket langsung diberikan kepada peneliti dan peneliti langsung mengecek angket yang telah diisi oleh siswa. Selama pelaksanaan penelitian
16
subjek-subjek dapat bekerjasama dengan baik dan cenderung menjawab setiap pernyataan dengan baik.
Pada penelitian ini, sebelumnya penulis telah melakukan try out pada siswa SMP dengan menguji bahasa dari aitem-aitem pada kedua skala. Dari hasil uji coba, kebanyakan subjek tidak mengerti pertanyaan pada skala kecerdasan emosional seperti pertanyaan nomor dua: ketika saya dihadapkan dengan masalah, saya ingat ketika saya menghadapi masalah yang serupa dan saya mampu mengatasinya. Penulis kemudian merevisi bahasa yang digunakan sehingga pertanyaan nomor dua berbunyi : saya mampu mengatasi masalah yang pernah saya alami sebelumnya. Begitu pula dengan item-item lainnya pada skala kecerdasan emosional. Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian diolah menggunakan bantuan program komputer SPSS 20 for windows.
Hasil
Uji Normalitas
Berdasarkan hasil dari uji normalitas Kolmogrov-Smirnov, variabel kecerdasan emosional memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,063 dengan signifikansi sebesar p = 0,200 (p > 0,05). Penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi menghasilkan nilai K-S-Z sebesar 0,066 dengan signifikansi sebesar p = 0,200 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi merupakan sebaran data yang berdistribusi normal.
Uji Linearitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berhubungan secara linear dengan variabel terikat atau tidak. Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai
Fbeda sebesar 1,216 dengan sig.= 0,283 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial adalah linear.
Analisis Deskriptif Tabel 1.
Kategorisasi pengukuran skala kecerdasan emosional
No Interval Kategori Mean N Presentase
1 105 ≤ x ≤ 125 Sangat Tinggi 95,19 14 20% 2 85 ≤ x < 105 Tinggi 45 64,28% 3 65 ≤ x < 85 Sedang 10 14,29% 4 45 ≤ x < 65 Rendah 1 1,42% 5 25 ≤ x < 45 Sangat Rendah 0 0% Jumlah 70 100% SD = 10,867Min = 62 Max = 119
Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada siswa kelas akselerasi yang memiliki skor kecerdasan emosional yang berada pada kategori sangat rendah dengan presentase 0%, 1 siswa kelas akselerasi memiliki skor kecerdasan emosional yang berada pada kategori rendah dengan presentase 1,42%, 10 siswa memiliki skor kecerdasan emosional yang berada pada kategori sedang dengan presentase 14,29%, 45 siswa kelas akselerasi memiliki skor kecerdasan emosional yang berada pada kategori tinggi dengan presentase 64,28%, dan 14 siswa kelas akselerasi memiliki skor kecerdasan emosional yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 20%.
Mean (rata-rata) sebesar 95,19, dapat dikatakan bahwa rata-rata kecerdasan emosional siswa kelas akselerasi berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 62 dan maksimum sebesar 119 dengan standar deviasi (SD) sebesar 10,867.
18
Tabel. 2
Kategorisasi pengukuran skala penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi
No Interval Kategori Mean N Presentase
1 113,4 ≤ x ≤ 135 Sangat Tinggi 106,96 21 30% 2 91,8 ≤ x < 113,4 Tinggi 43 61,43% 3 70,2 ≤ x < 91,8 Sedang 6 8,57% 4 48,6 ≤ x < 70,2 Rendah 0 0% 5 27 ≤ x < 48,6 Sangat Rendah 0 0% Jumlah 70 100% SD = 11,566 Min = 83 Max = 132
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa 21 siswa akselerasi memiliki skor penyesuaian sosial yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 30%, 43 siswa akselerasi memiliki skor penyesuaian sosial yang berada pada kategori tinggi dengan presentase 61,43%, 6 siswa kelas akselerasi memiliki skor penyesuaian sosial yang berada pada kategori sedang dengan presentase 8,57% dan tidak ada siswa kelas akselerasi yang memiliki skor penyesuaian sosial yang rendah maupun sangat rendah dengan presentase 0%.
Berdasarkan rata-rata sebesar 95,19 dapat dikatakan bahwa rata-rata penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 83 sampai skor maksimum sebesar 132 dengan standar deviasi sebesar 11,566.
Analisis Korelasi Tabel 3.
Hasil Uji Korelasi antara Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Sosial Correlations KE PS KE Pearson Correlation 1 .447** Sig. (1-tailed) .000 N 70 70 PS Pearson Correlation .447** 1 Sig. (1-tailed) .000 N 70 70
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial sebesar 0,447 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional, maka akan semakin tinggi pula penyesuaian sosial siswa akselerasi.
Pembahasan
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi pada tingkat SMP di kota Ambon, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas akselerasi tingkat SMP di kota Ambon. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,447 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Artinya bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional siswa kelas akselerasi maka semakin tinggi penyesuaian sosial siswa tersebut dan sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional maka semakin rendah penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi.
Ada beberapa kemungkinan kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial memiliki hubungan positif yang signifikan. Ditinjau dari aspek-aspek kecerdasan
20
emosional yaitu penilaian ekpsresi emosi, pengaturan emosi dan pemanfaatan emosi dalam menyelesaikan masalah, ditemukan bahwa ketika seseorang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan memiliki penyesuaian sosial yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Engelberg dan Sjoberg (2004) mengatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan penyesuaian sosial.
Pertama, indikator pada aspek penilaian ekspresi emosi meliputi mengenali emosi diri sendiri secara verbal maupun non-verbal, mengenali emosi orang lain secara verbal maupun non-verbal, dan empati akan membuat individu dapat melakukan penyesuaian sosial. Emosi non-verbal tersebut terlihat pada ekspresi wajah seseorang. Ketika seseorang mampu mengenali ekpresi wajah orang lain maupun diri sendiri dengan baik akan membantu individu dalam melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosialnya. McArthur dan Baron, (1983) mengatakan bahwa informasi yang diterima dari ekspresi wajah orang lain dapat meningkatkan perilaku interpersonal yang dapat menolong untuk meningkatkan kemampuan sosial seseorang.
Informasi yang didapat melalui ekspresi wajah berkaitan juga dengan verbal terkait komunikasi yang dilakukan seperti nada suara dan gerakan badan yang ditunjukkan seseorang. Misalnya, perkataan yang positif harus juga diikuti dengan ekspresi wajah yang positif pula. Hal ini dapat diaplikasikan dalam melakukan penyesuaian sosial baik di lingkungan keluarga ketika berbicara dengan orang tua, maupun ketika berada di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Selanjutnya, Nagle dan Anand (2012) mengatakan bahwa empati juga memberikan kontribusi yang besar dalam melakukan penyesuaian pada remaja. Empati adalah mampu merasakan yang dirasakan oleh orang lain, remaja yang memiliki empati terlihat lebih mampu memiliki interaksi yang baik dengan teman mereka sehingga
mereka memiliki penyesuaian sosial yang baik. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang memiliki penilaian ekspresi emosi yang baik maka individu tersebut dapat bersosialisasi, membina hubungan dengan orang lain yang baik sehingga dapat melakukan penyesuaian sosial dengan orang lain di sekitarnya.
Kedua, pengaturan emosi atau regulasi emosi, mengacu pada bagaimana individu mampu memonitor, mengevaluasi diri dan mengatur emosi dalam diri sendiri. Penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk mampu bersosialisasi dan mampu membina hubungan dengan orang lain, maupun dengan lingkungan sekitar. Untuk menampilkan hal tersebut, seseorang harus mampu mengendalikan dirinya sebaik mungkin dalam bersosialisasi, sehingga mereka mampu melakukan penyesuaian sosial yang maksimal. Hal ini dapat terlihat dari kemampuan pengaturan emosi yang dimiliki oleh individu.
Pengaturan emosi atau regulasi emosi memiliki peran yang penting dalam penyesuaian sosial. Individu yang memiliki pengaturan emosi yang baik memiliki pengendalian diri yang kuat untuk tidak meluapkan emosinya ketika berhadapan dengan orang lain atau saat berada di lingkungan sosialnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Gottman (1997) yang mengatakan bahwa remaja yang belajar mengenali dan menguasai emosinya cenderung akan menjadi orang yang sehat secara emosi.
Aspek ke tiga yaitu pemanfaatan emosi dalam menyelesaikan masalah melalui perencanaan yang fleksibel, berpikir kreatif, memiliki fokus pada masalah meskipun emosi yang kuat terjadi dan mampu memotivasi diri sendiri juga dapat mendukung terjadinya penyesuaian sosial yang baik. Menurut Denham, Izard dan Trentacosta (dalam Izard, Stark, Trenacosta & Schultz, 2008), pengetahuan mengenai emosi dapat memfasilitasi seseorang untuk memanfaatkan emosi yang dialami. Informasi emosi
22
yang diterima dapat mengarahkan pada pengetahuan emosi yang lebih akurat, yang berkontribusi pada pemanfaatan emosi sehingga tercipta interaksi interpersonal yang baik, perkembangan perilaku sosial yang adaptif. Ketika individu mampu memiliki pengendalian diri atas emosi yang terjadi maka individu tersebut dapat menggunakan cara-cara di atas untuk mengatasi emosi tersebut. Hal ini membuat individu menjadi orang yang lebih dapat diterima di lingkungannya karena tidak meluapkan emosinya pada orang lain, sehingga memiliki penyesuaian sosial yang baik.
Dari uraian di atas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, maka tinggi pula penyesuaian sosialnya, sehingga individu tersebut mampu beradaptasi atau bersosialisasi dengan sekitarnya baik itu di keluarga, sekolah maupun dalam masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa kecerdasan emosional siswa kelas akselerasi berada pada kategori tinggi sebesar 64,29%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi kelas akselerasi tingkat SMP memiliki kecerdasan emosional yang baik. Begitu pula dengan penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi yang berada pada kategori tinggi sebesar 61,43%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi kelas akselerasi memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang baik.
Selain itu, Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial, kecerdasan emosional memberikan kontribusi sebesar 19,98% dan sebanyak 80,02% dipengaruhi oleh faktor lain di luar kecerdasan emosi yang dapat berpengaruh terhadap penyesuaian sosial. Misalnya seperti faktor dari lingkungan seperti budaya yang menurut Schneiders (1964) dapat mempengaruhi pembentukan sikap, nilai dan norma seseorang dalam melakukan penyesuaian social,
selain itu faktor dari dalam diri seperti karakteristik individu juga dapat mempengaruhi penyesuaian sosial seseorang. Ketsetzis, Ryan dan Adams (1998), juga menyebutkan bahwa proses dalam keluarga seperti interaksi orang tua dengan anak juga turut berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial anak. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional memberikan kontribusi terhadap penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi, sehingga nampak jelas bahwa kecerdasan emosional mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi.
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagi berikut:
1. Ada hubungan positif yang signifikansi antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas akselerasi tingkat SMP di kota Ambon. Semakin tinggi kecerdasan emosional siswa maka semakin tinggi pula penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi.
2. Besarnya sumbangan efektif kecerdasan emosional sebesar 19,98%. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian sosial pada siswa akselerasi tingkat SMP di kota Ambon.
24
3. Kecerdasan emosional sebagian besar siswa kelas akselerasi (64,29%) berada pada ketegori tinggi dan penyesuaian sosial sebagian besar siswa kelas akselerasi (61,43%) yang juga berada pada kategori tinggi.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, maka peneliti mengajukan saran kepada beberapa pihak, sebagai berikut:
1. Bagi siswa kelas akselerasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyesuaian sosial siswa kelas akselerasi tingkat SMP berada pada kategori tinggi. Para siswa disarankan dapat mempertahankan bahkan bisa mengembangkan lagi diri mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan diri siswa kelas akselerasi, yaitu dengan cara meningkatkan kecerdasan emosional pada diri masing-masing siswa, seperti siswa disarankan mengikuti training atau pelatihan yang kemudian didesain khusus untuk anak usia remaja. Siswa juga diharapkan untuk terlibat aktif dalam kegiatan di luar kegiatan belajar seperti berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler yang ada.
2. Bagi sekolah dan guru.
Di sekolah, guru yang memegang peranan penting dalam mendidik para siswa. Maka kepada pihak sekolah khususnya guru sebagai seorang fasilitator di sekolah, disarankan lebih untuk tidak hanya mengejar materi dan hal-hal terkait akademis siswa namun juga memperhatikan sisi psikologis terkait afektif para siswa. Selain itu, meningkatkan kualitas mendidik dan mengajar siswa khususnya siswa kelas akselerasi dengan menambah kelas BK, sehingga siswa kelas akselerasi ini mampu meningkatkan kecerdasan emosional mereka untuk dapat melakukan penyesuaian
sosial yang lebih baik lagi saat berada di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
2. Bagi peneliti selanjutnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada faktor lain di luar kecerdasan emosional yang memengaruhi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sebesar 80,02%. Pengaruh yang sangat besar berasal dari variabel lain selain kecerdasan emosional yang hanya berkontribusi 19,98% terhadap penyesuaian sosial. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan dengan metode penelitian yang berbeda, sehingga terungkap faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian sosial siswa akselerasi terutama pada tingkat SMP di kota Ambon seperti budaya, proses dalam keluarga, interaksi orang tua dan anak, dan karakteristik anak akan mempengaruhi penyesuaian sosialnya seperti kepribadian, jenis kelamin, inteligensi, dan konsep diri. Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis seperti penentuan sampel yang tidak maksimal karena pada saat melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Ambon, kelas yang diwakilkan dalam penelitian ini hanya 1 kelas yaitu kelas VII sehingga nampak keterlibatan kelas VIII dalam penelitian ini tidak ada.
26
Daftar Pustaka
Adeyemo, D. A. (2006). The buffering effect of emotional intelligence on the adjustment of secondary school students in transition. Electronic Journal in Educational Psychology, 6(2), 79-90. Retrieved August 4, 2014, from EBSCOhost.
Anggoro, P. I. (2008). Masalah-masalah yang dihadapi dan harapan bantuan pemecahannya pada siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler SMP Negeri di kota Malang. (Skripsi tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang, Malang.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi (Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cohorn, C. A., & Giuliano, T. A. (1999). Predictors of adjustment institutional attachment in 1st-year college students. Psi Chi Journal of Undergraduate Research, 4(2), 47-56.
Dharamvir., Tali, D. B., & Goel, A. (2011). A comparative study on anxiety and emotional maturity among adolescents of coeducational and unieducational schools. ACADEMICA, 1(3), 2249-7137. Retrieved from http://www.saarj.com
Engelberg, E., & Sjoberg, L. (2004). Emotional intelligence, affect intensity, and social adjustment. Personality & Individual Diferencces, 37, 533-542.
Gibson, J. T. (1980). Psychology for the classroom (2th ed.). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Gottman, J. (2001). Kiat-kiat membesarkan anak yang memiliki kecerdasan emosional (terjemahan). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Gunarsa, S. D. (2000). Psikologi praktis: Anak, remaja, dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.
Hawadi, R. A. (2004). Akselerasi a-z informasi program percepatan belajar dan anak berbakat intelektual. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Izard, C., Stark, K., Trentacosta, C., & Schultz, D. (2008). Beyond emotion regulation: Emotion utilization and adaptive functioning. Child Development Perspectives, 2(3), 156-163.
Jdaitawi, M. T., Ishak, N. A., & Mustafa, F. T. (2011). Emotional intelligence in modifying social and adjustment among first year university student in North Jordan. International Journal of Psychological Studies, 3(2), 1-7. doi:10.5539/ijps.v3n2p135
Maimunah, S. (2012). Gambaran penyesuaian sosial dan emosi siswa program akselerasi. Prosiding Seminar Nasional dalam rangka Konaspi CI+BI, 34-46. Diunduh pada tanggal 20 agustus 2013, dari http://report.umm.ac.id/index.php/researchreport/article/viewFile/373/484_umm _scientific_journal.pdf
McArthur, L. Z., & Baron, R. M. (1983). Toward an ecological theory of social perception. Psychological Review, 90, 215-238.
Mestre, J. M., Guil, R., Lopes, P. N., Salovey, P., & Gil-Olarte, P. (2006). Emotional intelligence and social and academic adaptation to school. Psicothema, 18, 112-117. Retrieved from http://www.psicothema.com
Munandar, U. (1992). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Jakarta: PT. Gramedia.
Nagle, Y. K., & Anand, K. (2012). Empathy and personality traits as predictors of adjustment in Indian youth [Abstract]. Industrial Psychiatry Journal, 21(2).
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development 9th edition. New York: McGraw Hill Inc.
Primasari, A. (2008, Oktober 12). Menilik kembali akselerasi. http://ardiprimasari.blogspot.com/2008/10/menilik-kembali-akselerasi.html Punia, S., & Sangwan, S. (2011). Emotional intelligence and social adaptation of
school children. J Psychology, 2(2), 83-87.
Richardson, T. M. & Benbow, C. P. (1990). Long-term effects of acceleration on the social-emotional adjustment of mathematically precocious youths. Journal of Educational Psychology, 8(3), 464-470.
Rifayanti, R. (2006). Permasalahan dan strategi coping siswa akselerasi studi di SMU N 1 Samarinda (Tesis tidak diterbitkan). Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional intelligence (pp. 185-211). New Haven: Baywood Publishing Co., Inc.
28
Schneiders, A. A. (1964). Personal adjustment and mental health. New York, USA.
Schutte, N.S., Malouff, J. M., Hall, L. E., Haggerty, D. J., Cooper, J. T., Golden, C. J. & Dornheim, L. (1998). Development and validation of a measure of emotional intelligence. Personality and Individual Differences, 25, 167-177.
Somantri, S. T. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Yusuf, S. (2009). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Wandasari, Y. (2004). Peran dukungan orangtua dan guru terhadap penyesuaian sosial anak berbakat intelektual. Provitae, 1(1), 29-42.