• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabel, Definisi Operasional dan Pengukuran

Model teoritis yang diuji dalam penelitian ini meliputi beberapa bentuk hubungan antar variabel. Berbagai bentuk hubungan antar variabel tersebut men- cakup sepuluh variabel utama penelitian sebagai berikut:

(1) Status Sosial Ekonomi Petani (X1) (2) Tingkat Kebutuhan Petani (X2) (3) Tingkat Pengalaman Belajar (X3) (4) Tingkat Kepemimpinan Lokal (X4) (5) Intensitas Peran Pihak Luar (X5) (6) Tingkat Dukungan Penyuluhan (X6)

(7) Tingkat Kedinamisan Kelompok Pembelajar (Y1) (8) Tingkat Kapasitas Petani (Y2)

(9) Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Petani (Y3) (10)Tingkat Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Y4)

Kesepuluh variabel penelitian yang terpilih ini diuji arah dan bentuk hubungan se- cara statistik seperti dinyatakan dalam hipotesis penelitian.

Definisi operasional merupakan salah satu unsur penelitian yang mem- beritahukan “bagaimana” caranya mengukur suatu variabel penelitian (Singarim- bun dan Effendi, 1995). Dalam pengukuran perlu diperhatikan kedekatan antara realitas sosial yang diteliti dengan ‘nilai’ yang diperoleh dari pengukuran. Instru- men pengukur dipandang baik apabila hasilnya dapat merefleksikan secara tepat realitas atau fenomena yang hendak diukur.

Pengukuran pada dasarnya adalah upaya peneliti menghubungkan antara konsep dengan realitas yang akan diukur. Dalam pengukuran perlu ada proses konseptualisasi dan operasionalisasi sehingga tujuan penelitian tercapai. Konsep- tualisasi adalah proses dimana kita menentukan secara tepat apa yang kita maksudkan ketika kita gunakan istilah-istilah khusus. Operasionalisasi dilakukan untuk menjelaskan variabel yang berasal dari suatu konsep abstrak. Variabel- variabel itu perlu diperjelas dan diubah bentuknya sehingga dapat diukur dan digunakan secara operasional. Dengan kata lain, perlu ada indikator-indikator

empiris yang bisa menjadi tanda atau fakta yang menjelaskan konsep yang yang menjadi pusat perhatiannya (Babbie, 1983; Chadwick, Bahr, dan Albrecht, 1991).

Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan terhadap sepuluh variabel utama sebagai berikut:

Status Sosial Ekonomi Petani (X1)

Status Sosial Ekonomi Petani adalah karakteristik, bersifat sosial dan ekonomi, dimiliki oleh petani yang menunjukkan stratifikasi petani dalam masyarakat. Ter- dapat enam parameter status sosial ekonomi petani yang dioperasionalkan dalam bentuk indikator, seperti terlihat pada Tabel 6, yaitu: umur (X1.1), pendidikan formal (X1.2), pendidikan non-formal (X1.3), pengalaman berusahatani (X1.4), tingkat pendapatan petani (X1.5), dan tingkat partisipasi sosial (X1.6).

Pengukuran indikator dilakukan untuk mendapatkan informasi karakteristik priba- di petani dalam kontinum, nilai total terendah (sama dengan jumlah indikator) dan tertinggi (sama dengan jumlah skor maksimum). Setiap indikator merupakan skala ordinal dengan simbol 1, 2, 3, 4, 5.

Berdasarkan Tabel 4.1., untuk pengujian statistik, ukuran karakteristik pribadi petani digunakan empat parameter. Melalui proses transformasi tiap parameter memiliki nilai 0 – 100. Pedoman transformasi berdasarkan rumus sebagai berikut: (a) Transformasi indeks parameter

Jumlah skor yang dicapai per parameter jumlah skor terkecil

Indeks transformasi = x 100

Selisih skor maksimum – skor minimum tiap parameter Keterangan: Selang nilai Indeks Transformasi Indikator 1 – 100 (b) Transformasi indeks variabel

Jumlah indeks parameter tiap variabel

Indeks transformasi = x 100 Jumlah total maksimum tiap variabel

Tabel 4.1. Parameter dan Indikator Status Sosial Ekonomi Petani

Variabel/Parameter Indikator

(X1) Status Sosial Ekonomi Petani

(X1.1) Umur (1) Lama (tahun)

(X1.2) Tingkat pendidikan formal (1) Lama (tahun) (X1.3) Tingkat pendidikan non-

formal

(1) Macam pendidikan

(2) Intensitas pendidikan yang diperoleh (3) Kesesuaian dengan bidang usaha (X1.4) Pengalamanan berusahatani (1) Lama berusahatani

(2) Intensitas dalam melakukan kegiatan (3) Macam kegiatan yang telah dilakukan (X1.5) Tingkat Pendapatan (1) Jumlah (rupiah)

(X1.6) Tingkat Partisipasi Sosial (1) Intensitas dalam kegiatan sosial

(2) Kualitas dalam mengikuti kegiatan sosial

Tingkat Kebutuhan Petani (X2)

Tingkat kebutuhan petani adalah suatu kondisi kejiwaan pada petani yang memer- lukan pemenuhan agar memperoleh ketentraman hidup, mencakup dua parameter, yaitu: tingkat kebutuhan usahatani (X2.1), dan tingkat kebutuhan sosial (X2.2). Indikator selengkapnya ditampilkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Parameter dan Indikator Tingkat Kebutuhan Petani

Variabel/Parameter Indikator

(X2) Tingkat Kebutuhan Petani (X2.1) Tingkat Kebutuhan Usaha-

tani

(1)Kecukupan penguasaan lahan pertanian (2)Ketersediaan tenaga kerja

(3)Tersedianya sarana produksi sesuai de- ngan jenis dan kebutuhan

(4)Tersedianya dana pada saat dibutuhkan (5)Ketersediaan teknologi yang sesuai (6)Manajemen usahatani

(X2.2) Tingkat Kebutuhan Sosial (1)Pemanfaatan waktu luang untuk kegiat- an keluarga

(2)Pemanfaatan waktu luang untuk kegiat- an sosial

(3)Jumlah sumbangan sosial (4)Keberhasilan yang telah dicapai

Pengalaman Belajar (X3)

Pengalaman belajar adalah kondisi yang dialami oleh petani dalam mengakses informasi yang ada dan menghasilkan perubahan perilaku dalam pengelolaan usahatani. Empat parameter variabel ini meliputi: akses media massa (X3.1), interaksi dengan penyuluh (X3.2), interaksi dengan petani lain (X3.3), dan interaksi dengan pedagang (X3.4). Secara rinci indikator-indikator variabel ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Parameter dan Indikator Pengalaman Belajar

Variabel/Parameter Indikator

(X3) Pengalaman Belajar

(X3.1) Akses Media Massa (1)Jenis media massa yang diakses (2)Frekuensi dalam mengakses media (3)Kesesuaian informasi dengan kebutuhan

usahatani

(X3.2) Interaksi dengan Penyuluh (1)Jumlah tatap muka yang dilakukan (2)Kualitas tatap muka

(X3.3) Interaksi dengan Petani lain (1)Intensitas tatap muka yang dilakukan (2)Kualitas tatap muka

(X3.4) Interaksi dengan Pedagang (1) Intensitas tatap muka yang dilakukan (2) Kualitas tatap muka

Tingkat Kepemimpinan Lokal (X4)

Tingkat kepemimpinan lokal adalah lingkungan personal yang mempengaruhi perilaku individu dalam interaksi sosial dan pengelolaan usahatani, meliputi: fungsional (X4.1), dan situasional (X4.2). Indikator selengkapnya terlihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Parameter dan Indikator Tingkat Kepemimpinan Lokal

Variabel/Parameter Indikator

(X4) Tingkat Kepemimpinan Lokal

(X4.1) Fungsional (1)Adanya proses instrumental (2)Adanya proses proses internalisasi (3)Adanya proses identifikasi

(X4.2) Situasional (1) Perilaku yang berorientasi hubungan (2) Perilaku yang berorientasi pada tugas

Intensitas Peran Pihak Luar (X5)

Intensitas peran pihak luar adalah kondisi lingkungan yang mempunyai sifat me- nekan dan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya usahatani, meliputi: pemerintah (X5.1), lembaga swadaya masyarakat (X5.2), dan lembaga komersial (X5.3). Indikator selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Parameter dan Indikator Intensitas Peran Pihak Luar

Variabel/Parameter Indikator

(X5) Intensitas Peran Pihak Luar

(X5.1) Pemerintah (1) Keberadaan kebijakan

(2) Efektivitas implementasi kebijakan (3) Koordinasi antar instansi

(4) Kesesuaian dengan kebutuhan petani (X5.2) Lembaga Swadaya Masyara-

kat

(1) Jumlah lembaga yang relevan (2) Macam dukungan terhadap petani (3) Intensitas dukungan

(X5.3) Lembaga Komersial (1)Jumlah lembaga komersial yang terkait (2)Macam interaksi dengan petani

(3)Intensitas interaksi yang dilakukan (4)Bentuk dukungan

(5)Sifat hubungan

Tingkat Dukungan Penyuluhan (X6)

Tingkat dukungan penyuluhan adalah segala bentuk layanan yang diterima petani dari kelembagaan penyuluhan dalam meningkatkan kemampuan petani melalui peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan petani dalam mengelola sum- berdaya usahatani. Tiga parameter variabel ini meliputi: kompetensi penyuluh (X6.1), pendekatan penyuluhan (X6.2), dan kelembagaan penyuluhan (X6.3). Indikator selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Parameter dan Indikator Tingkat Dukungan Penyuluhan

Variabel/Parameter Indikator

(X6) Tingkat Dukungan Penyuluhan

(X6.1) Kompetensi Penyuluh (1) Penguasaan materi yang dibutuhkan pe- tani

(2) Kemampuan berkomunikasi secara kon- vergen

(3) Sikap egalitarian terhadap sasaran (4) Komitmen terhadap profesi penyuluhan

partisipatif

(X6.2) Pendekatan penyuluhan (1) Kesesuaian informasi

(2) Ketepatan metode interaktif yang di- gunakan

(3) Penggunaan teknik-teknik penyuluhan yang partisipatif

(4) Penggunaan media penyuluhan

(X6.3) Kelembagaan penyuluhan (1) Ketersediaan program penyuluhan par- tisipatif

(2) Kemudahan akses secara partisipatif (3) Dukungan fasilitas yang diperlukan (4) Kontinuitas pelaksanaan program

Tingkat Kedinamisan Kelompok Pembelajar (Y1)

Tingkat kedinamisan kelompok pembelajar adalah derajat yang menunjukkan situasi anggota kelompok dan situasi kelompok petani sebagai kelompok pem- belajar. Variabel ini dijabarkan dalam indikator-indikator: (a) Tujuan kelompok, (b) Struktur kelompok, (c) Fungsi tugas, (d) Pembinaan dan pengembangan kelompok, (e) Kekompakan kelompok, (f) Suasana kelompok, (g) Ketegangan kelompok, dan (h) Keefektifan kelompok. Dari indikator-indikator tersebut di- kembangkan indeks yang dijabarkan ke dalam 18 item pernyataan.

Kapasitas Petani (Y2)

Kapasitas petani adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan individu petani dalam melaksanakan perannya sesuai dengan status yang dimilikinya se- hingga mampu mengembangkan potensi pribadi, mengelola sumberdaya usaha-

tani, dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu komunitas pertanian. Varia- bel ini dijabarkan dalam tiga parameter, yaitu: peran sebagai pengelola usahatani (Y2.1), peran sebagai anggota masyarakat (Y2.2), dan peran sebagai pribadi dan kepala keluarga (Y2.3). Secara rinci indikator-indikator dalam variabel ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Parameter dan Indikator Kapasitas Petani

Variabel/Parameter Indikator

(Y2) Kapasitas Petani (Y2.1) Kemampuan sebagai

pengelola usahatani

(1) Kemampuan teknik usahatani

(2) Memanfaatkan potensi sumberdaya alam (3) Mengambil keputusan usahatani

(4) Sense of agribusiness (5) Ketrampilan agribisnis

(6) Orientasi pada pertanian masa depan (Y2.2) Kemampuan sebagai

anggota masyarakat

(1) Menyesuaikan diri dengan komunitas (2) Mengembangkan kerjasama

(3) Membangun jejaring

(4) Kepemimpinan dalam pengambilan ke- putusan

(Y2.3) Kemampuan sebagai pribadi dan kepala keluarga

(1) Mempunyai pengetahuan luas (2) Mempunyai perilaku mandiri (3) Ketangguhan menghadapi masalah

Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Kelompok Petani (Y3) Tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani adalah derajat ke- seluruhan peran-serta petani dalam kegiatan kelembagaan dimana petani tersebut menjadi anggota. Variabel ini terdiri atas dua parameter, yaitu: intensitas keter- libatan (Y3.1), dan kualitas keterlibatan (Y3.2). Secara rinci indikator-indikator yang menjelaskan variabel ini dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Parameter dan Indikator Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Kelompok Petani

Variabel/Parameter Indikator

(Y3) Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Kelompok Petani

(Y3.1) Intensitas keterlibatan (1) Intensitas keterlibatan dalam perenca- naan kegiatan

(2) Intensitas keterlibatan dalam pelaksa- naan kegiatan

(3) Intensitas keterlibatan dalam peman- faatan hasil

(4) Intensitas keterlibatan dalam pemeliha- raan kegiatan

(5) Intensitas keterlibatan dalam penilaian kegiatan

(Y3.2) Kualitas keterlibatan (1) Kesadaran untuk terlibat

(2) Peran atau tanggung-jawab yang diambil (3) Fungsi peran yang dilakukan

(4) Derajat pemenuhan kebutuhan (5) Derajat motivasi kerjasama (6) Derajat potensi yang dimiliki (7) Jumlah informasi yang diperoleh (8) Ketepatan informasi yang diperoleh (9) Peningkatan kualitas hasil pertanian (10) Efisiensi pengelolaan sumberdaya

pertanian

(11) Kemudahan dalam pemecahan masa- lah yang dihadapi

(12) Derajat integrasi antar anggota Tingkat Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Y4)

Tingkat kapasitas kelembagaan kelompok petani adalah suatu kondisi yang meng- gambarkan perkembangan kelembagaan kelompok petani dalam melaksanakan fungsi dan peranannya dalam mengelola sumberdaya pertanian, yang mencakup: pencapaian tujuan kelembagaan (Y4.1), fungsi dan peran kelembagaan (Y4.2), keinovatifan kelembagaan (Y4.3), dan keberlanjutan kelembagaan (Y4.4). Secara rinci indikator-indikator yang menjelaskan variabel ini dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Parameter dan Indikator Tingkat Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani

Variabel/Parameter Indikator

(Y4) Tingkat Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Y4.1) Pencapaian tujuan kelemba-

gaan

(1) Keberadaan dan kejelasan tujuan (2) Kesesuaian tujuan dengan kebutuhan

anggota

(3) Tingkat pemenuhan kebutuhan anggota (Y4.2) Fungsi dan peran kelemba-

gaan

(1) Kemampuan memperoleh informasi, tenaga kerja, modal, dan material (2) Kemampuan mengatur informasi,

tenaga kerja, modal, dan material (3) Kemampuan memelihara informasi,

tenaga kerja, modal, dan material (4) Kemampuan mengerahkan informasi,

tenaga kerja, modal, dan material (5) Kemampuan mengelola konflik (Y4.3) Keinovatifan kelembagaan (1) Peran kepemimpinan dalam lembaga

(2) Fungsi kepemimpinan dalam lembaga (3) Keberadaan nilai-nilai yang mendasari

kerjasama

(4) Pembagian peran anggota

(5) Pola kewenangan dalam lembaga (6) Komitmen anggota terhadap lembaga (7) Ketersediaan sumber-sumber pendanaan (8) Ketersediaan fasilitas-fasilitas fisik (9) Kualitas sumberdaya anggota (10) Keberadaan teknologi yang sesuai (Y4.4) Keberlanjutan kelembagaan (1) Sentimen anggota

(2) Kesadaran anggota (3) Kekompakan anggota (4) Kepercayaan anggota (5) Ketersediaan bantuan luar (6) Pola komunikasi antar anggota (7) Kerjasama dengan pihak lain

Pengumpulan Data

Penelitian ini bersifat eksplanatory, yaitu menjelaskan berbagai hubungan mengenai suatu fenomena interaksi sosial masyarakat, dalam hal ini menyangkut: karakteristik sosial ekonomi petani, berbagai aktivitas petani, kegiatan usahatani, kegiatan petani, dan kelembagaan kelompok petani. Pelaksanaan penelitian meng-

gunakan metode survei dan analisis data dilakukan dengan statistika deskriptif maupun statistika inferensial.

Jenis data penelitian yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani, tokoh masyarakat (pemuka panda- pat) di lokasi penelitian, dan pejabat dari institusi yang terkait. Pelaksanaan pe- ngumpulan data primer dilakukan dengan: pengamatan, wawancara terstruktur dengan responden terpilih. Selain itu dilakukan wawancara mendalam (indepth- interview) kepada informan terpilih. Data sekunder diperoleh melalui: penelusur- an hasil-hasil penelitian yang sudah ada, kajian pustaka yang relevan, serta pen- catatan data yang telah dikumpulkan oleh pihak-pihak yang berkompeten, seperti: BPS (Biro Pusat Statistik), Dinas Pertanian, dan instansi yang terkait lainnya.

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Provinsi Jawa Tengah, dengan meng- ambil tiga daerah kabupaten, yaitu: Kabupaten Klaten, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Karanganyar. Ketiga kabupaten dipilih dengan berbagai pertimbang- an. Kabupaten Klaten merupakan lokasi yang mewakili wilayah persawahan (komoditas padi) dengan institusi sosial (gotong-royong) paling banyak jumlah- nya (BPS, 2003). Kabupaten Grobogan merupakan lokasi yang mewakili wilayah persawahan tadah hujan (komoditas palawija) dengan institusi sosial (gotong- royong) paling sedikit jumlahnya (BPS, 2003). Kabupaten Karanganyar dipilih sebagai lokasi penelitian karena mewakili wilayah dengan areal pegunungan (komoditas sayuran).

Kecamatan lokasi penelitian dari masing-masing kabupaten terpilih, di- ambil berdasarkan karakteristik yang menonjol atas kondisi usahatani yang di- kelola, yaitu: usahatani padi, usahatani palawija, dan usahatani sayuran. Pemilih- an desa dari masing-masing kecamatan didasarkan pada kriteria yang sama. Dari tiap desa maksimal diambil tiga kelompok tani. Pemilihan kelompok-kelompok petani dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan kelompok- kelompok petani yang ada.

Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang tergabung dalam suatu kelompok petani yang mengelola sumberdaya-sumberdaya pertanian, yaitu: Ke- lompok Tani Padi Sawah, P3A, Kelompok Tani Palawija, dan Kelompok Tani Sayuran. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan multistage stratified cluster random sampling, yaitu: dengan memilih dan menetapkan lokasi kecamat- an, desa, dan kelompok tani berdasarkan kriteria tertentu; menetapkan anggota kelompok petani berdasarkan statusnya, yaitu: ketua, pengurus, dan anggota; memilih responden secara acak. Setiap desa diambil responden sebanyak 15 orang. Jumlah responden petani secara keseluruhan sebanyak 405 orang, dengan rincian: Lokasi I (Kabupaten Klaten) pengurus sebanyak 53 orang dan anggota sebanyak 82 orang, Lokasi II (Kabupaten Grobogan) pengurus sebanyak 52 orang dan anggota sebanyak 83 orang, dan Lokasi III (Kabupaten Karanganyar) pe- ngurus sebanyak 51 orang dan anggota sebanyak 84 orang. Jumlah responden tokoh masyarakat, baik formal maupun non-formal, sebanyak 46 orang. Berda- sarkan pertimbangan tersebut di atas maka persebaran lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 4.10.

Validitas dan Reliabilitas

Validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterandalan) sangat penting dalam merancang pengukuran suatu penelitian. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur, sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat diper- caya atau dapat diandalkan.

Singarimbun dan Effendi (1995) membagi validitas dalam enam jenis, yaitu:

(a) Validitas isi, yang menggambarkan sejauhmana alat ukur mewakili semua dimensi atau aspek dari kerangka konsep. Validitas ini didasari pada pendapat ahli baik dari kajian pustaka maupun pembimbing sesuai dengan tujuan pene- litian dan dari uji validitas logika, yaitu dengan menghubungkan teori kebu- tuhan dengan teori pengambilan keputusan.

Tabel 4.10. Persebaran Lokasi Penelitian

Kabupaten Kecamatan Desa Kelompok Tani

! ! " ! # $ $ % & % & ' " ( ) $ ) ( & & % % % # $ % ) " % % $ % ' ' ' * ( " % $ $ & + " & & ( & " % ) $ % & + $ & $ # ( " ! $ " % $ *

(b) Validitas eksternal, yaitu kemampuan alat ukur untuk mengukur gejala sosial yang memberikan hasil yang sama dengan alat ukur yang sudah ada.

(c) Validitas konstruk, yaitu suatu evaluasi sejauhmana instrumen mengukur konstruk yang secara teoritis diharapkan peneliti untuk diukur.

(d) Validitas prediktif, yaitu kemampuan alat ukur untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

(e) Validitas budaya, yaitu sejauhmana suatu alat ukur bisa digunakan untuk responden pada suatu masyarakat yang berbeda dimensi budayanya.

(f) Validitas rupa, yaitu jenis validitas yang menekankan aspek “rupanya” suatu alat pengukur tampaknya mengukur apa yang ingin diukur.

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauhmana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Singarimbun dan Effendi, 1995). Kerlinger (2004) menyebutkan ada tiga pendekatan untuk mengukur reliabilitas, yaitu: (a) suatu alat ukur dikatakan relia- bel apabila alat ukur tersebut digunakan berulangkali memberikan hasil yang sama, (b) suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut dapat meng- ukur hal yang sebenarnya dari sifat yang diukur, dan (c) reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari galat pengukurannya.

Black dan Champion (1992) membagi reliabilitas dalam dua bentuk, yaitu: bentuk eksternal dan bentuk internal. Reliabilitas eksternal terdiri dari dua ben- tuk, yaitu: (a) bentuk test-retest, dan (b) bentuk paralel dari test yang sama. Re- liabilitas internal terdiri dari dua bentuk, yaitu: (a) bentuk teknik splith-half, dan (b) bentuk diskriminasi soal. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji reliabilitas dengan pendekatan tes-ulang (test-retest), yaitu penyajian instrumen ukur pada satu kelompok subyek dua kali dengan memberi tenggang waktu diantara dua penyajian itu. Koefisien korelasi antara kedua distribusi skor ke- lompok tersebut merupakan koefisien reliabilitas yang dihitung dengan rumus (Azwar, 2004) sebagai berikut:

(

)( )

(

)

[

][

( )∑

]

=

n

Y

Y

n

X

X

n

Y

X

XY

r

xy

/

/

/

2 2 2 2 Keterangan: rxy = Koefisien reliabilitas,

X dan Y = skor masing-masing variabel,

Berdasarkan hasil uji reliabilitas menunjukkan koefisien reliabilitas se- bagai berikut:

Tabel 4.11. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Variabel Utama Kisaran Koefisien Korelasi (X1) Status Sosial Ekonomi Petani 0.663 - 0.997**)

(X2) Tingkat Kebutuhan Petani 0.694 - 0.887**)

(X3) Pengalaman Belajar 0.707 - 0.811**)

(X4) Tingkat Kepemimpinan Lokal 0.677 - 0.874**) (X5) Intensitas Peran Pihak Luar 0.698 - 0.849**) (X6) Tingkat Dukungan Penyuluhan 0.782 - 0.871**) (Y1) Tingkat Kedinamisan Kelompok 0.767 - 0.883**)

(Y2) Kapasitas Petani 0.734 - 0.812**)

(Y3) Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan kelompok petani

0.816 - 0.854**) (Y4) Tingkat Kapasitas Kelembagaan

kelompok petani

0.767 - 0.883**)

Keterangan: *) nyata pada α = 0,05 **) nyata pada α = 0,01

Analisis Data

Data dan semua informasi yang diperoleh dianalisis, baik secara kuanti- tatif maupun kualitatif. Untuk mendiskripsikan variabel penelitian digunakan analisis statistik deskriptif. Selanjutnya dilakukan pengujian hubungan kausal antar berbagai variabel terpilih untuk menghitung besarnya pengaruh, baik lang- sung maupun tidak langsung. Uji statistik yang digunakan adalah analisis regresi berganda dan analisis lintasan (path analysis).

Analisis dengan model regresi berganda dengan n variabel bebas dapat digambarkan sebagai berikut:

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + …… + bnXn

Dimana, Y = variabel terikat

Xi = variabel bebas ke i, untuk i = 1,2,3,…n

bi = koefisien regresi parsial tak baku ke i, untuk i = 1,2,3,….n

bo = intersep

Selanjutnya apabila Sy didefinisikan sebagai simpangan baku contoh dari variabel

terikat Y, Sx1, Sx2, Sx3, ….Sxn sebagai simpangan baku contoh dari variabel bebas

X1, X2, X3….Xn, maka dari model di atas dapat dihitung koefisien regresi baku

Sxi

Bi = bi , i = 1, 2, 3….n

Sy

Koefisien lintasan (path coeficient) pada dasarnya adalah serupa dengan koefisien beta. Apabila Ci didefinisikan sebagai koefisien lintasan variabel baku Xi

(variabel bebas Xi yang dibakukan sehingga berdistribusi normal dengan nilai

rata-rata = 0 dan ragam = 1), maka pada dasarnya koefisien Ci dapat dihitung

berdasarkan rumus di atas atau dengan kata lain Bi = Ci.

Apabila koefisien lintasan Ci telah diketahui, maka beberapa informasi

penting akan diperoleh berdasarkan metode analisis lintasan, yaitu:

(a) Pengaruh langsung variabel bebas yang dibakukan Xi terhadap variabel terikat

Y yang telah dibakukan, yang diukur oleh atau ditunjukkan dengan koefisien lintasan Ci.

(b) Pengaruh tidak langsung variabel bebas yang dibakukan Xi terhadap variabel

terikat Y, melalui variabel bebas yang dibakukan Xj yang diukur oleh besaran

(Cjrij).

(c) Pengaruh galat (error/residual) yang tidak dapat dijelaskan oleh model anali- sis lintasan diukur dengan rumus:

2 n Cs = 1 − ∑

C

jrij i=1 _ 2 Cs =

Cs 2

Besaran Cs dalam analisis adalah serupa dengan besaran (1−R2) dalam

analisis multiple regression. Model analisis lintasan tersebut terutama akan digu- nakan untuk menguji beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut:

Hipotesis 1:

Tingkat kedinamisan kelompok pembelajar dipengaruhi secara nyata oleh status sosial ekonomi petani, tingkat kebutuhan petani, pengalaman belajar, tingkat kepemimpinan lokal, intensitas peran pihak luar, dan tingkat dukungan pe- nyuluhan.

Bentuk hubungan antar variabel tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1. di bawah.

Gambar 4.1. Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesis Satu Hipotesis 2:

Tingkat kapasitas petani dipengaruhi secara nyata oleh tingkat kedinamisan kelompok, status sosial ekonomi, tingkat kebutuhan petani, pengalaman belajar, tingkat kepemimpinan lokal, intensitas peran pihak luar, dan tingkat dukungan penyuluhan.

Uji statistik yang digunakan adalah analisis analisis jalur (path). Bentuk hubungan antar variabel tersebut dapat dilihat pada di bawah:

Status Sosial Ekonomi (X1)

Tingkat Kedinamisan Kelompok (Y1) Pengalaman Belajar (X3)

Tingkat Dukungan Penyuluhan (X6) TingkatKepemimpinan Lokal (X4) Tingkat Peran Pihak Luar (X5)

Tingkat Kebutuhan Petani (X2)

Gambar 4.2. Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesis Dua

Status Sosial Ekonomi (X1)

Kapasitas Petani (Y2) Tingkat Kebutuhan Petani (X2#

Intensitas Peran

Pihak Luar (X5) Tingkat Dukungan Penyuluhan (X6) Pengalaman Belajar (X3) Tingkat Kedinamisan Kelompok (Y1) Tingkat Kepemimpinan Lokal (X4)

Hipotesis 3:

Tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani dipengaruhi se- cara nyata oleh tingkat kedinamisan kelompok tani, tingkat kapasitas individu, status sosial ekonomi petani, tingkat kebutuhan petani, pengalaman belajar, tingkat kepemimpinan lokal, intensitas peran pihak luar, dan tingkat dukungan penyuluhan.

Uji statistik yang digunakan adalah analisis jalur (path).

Bentuk hubungan antar variabel tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah.

Hipotesis 4:

Tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani dipengaruhi se- cara nyata oleh kapasitas petani yang ditunjukkan oleh kemampuannya sebagai petani, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai pribadi dan kepala keluarga.

Gambar 4.3. Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesis Tiga

Status Sosial Ekonomi (X1) Tingkat Kebutuhan Petani (X2#

Intensitas Peran Pihak Luar (X5)

Tingkat Dukungan Penyuluhan (X6) Pengalaman Belajar (X3)

Tingkat Kapasitas Petani (Y2)

Tingkat Kepemimpinan Lokal (X4)

Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Kelompok Petani (Y3)

Tingkat Kedinamisan Kelompok (Y1)

Uji statistik yang digunakan adalah analisis jalur (path).

Bentuk hubungan antar variabel dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Hipotesis 5:

Kapasitas kelembagaan kelompok petani dipengaruhi secara nyata oleh kapasitas petani yang ditunjukkan oleh kemampuan sebagai pengelola usahatani, kemam- puan petani sebagai anggota masyarakat, dan kemampuan sebagai pribadi.

Uji statistik yang digunakan adalah analisis jalur.

Bentuk hubungan antar variabel dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Hipotesis 6:

Kapasitas kelembagaan kelompok petani dipengaruhi secara nyata oleh tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani yang ditunjukkan dengan intensitas partisipasi dan kualitas partisipasi.

Gambar 4.5. Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesis Lima

Kapasitas Petani (Y2) Kelembagaan Kelompok Tingkat Kapasitas Petani (Y4) Sebagai anggota

masyarakat (Y2.2) Sebagai petani (Y2.1)

Sebagai pribadi dan kepala keluarga (Y2.3) Kapasitas Petani

(Y2)

Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Kelompok Petani (Y3)

Gambar 4.4. Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesis Empat

Sebagai anggota masyarakat (Y2.2) Sebagai petani (Y2.1)

Sebagai pribadi dan kepala keluarga (Y2.3)

Uji statistik yang digunakan adalah analisis jalur.

Bentuk hubungan antar variabel dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Hipotesis 7:

Kapasitas kelembagaan kelompok petani dipengaruhi secara nyata oleh tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani, kapasitas petani, status sosial ekonomi, tingkat kebutuhan petani, pengalaman belajar, intensitas peran pihak luar, dan tingkat dukungan penyuluhan.

Uji statistik yang digunakan adalah analisis jalur.

Bentuk hubungan antar variabel dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.7. Gambar 4.6. Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesis Enam

Intensitas partisipasi (Y3.1)

Kualitas partisipasi (Y3.2) Tingkat Partisipasi Petani dalam

Kelembagaan (Y3)

Tingkat Kapasitas Kelembagaan Kelompok

Petani (Y4)

Gambar 4.7. Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesis Tujuh Tingkat Kebutuhan Petani (X2# Intensitas Peran Pihak Luar (X5) Tingkat Dukungan Penyuluhan (X6) Tingkat Kepemimpinan

Dokumen terkait