• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Silvikultur dan Rumah Kaca Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan April 2005 sampai dengan Juni 2005.

Bahan dan Alat

Bahan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah untuk bahan inokulum dari lima lokasi (Wakuru, Raha, Matakidi di Kabupaten Muna, Ewa di Kabupaten Konawe Selatan dan Sampolawa di Kabupaten Buton) asal Sulawesi Tenggara, polibag ukuran 20 cm x 22 cm sebanyak 120 buah, aquades, tanah yang digunakan untuk media tanam kontrol adalah Alluvial yang di ambil dari persemaian Tlogoarto yang terletak di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea dan tanah tersebut tidak di steril, larutan PVLG ( 8,33 gr polyvinyl alkohol, 50 ml air dan 50 ml lactat acid serta 5 ml glicerin) perwarna Melzer’s reagent (iodine 1,5 gram, potassium iodide 5 gram dan air 100 ml), glukosa 60% (v/w), KOH 2,5 %(v/w) dan HCl2% (v/v).asam asetit, alkohol 70 %, pewarna (staining: gliserol 400 ml, asam laktat 400 ml, dan trypan blue 0,05%).

Alat.Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah saringan spora (45

µm, 65 µm, 125 µm), mikroskop compound, mikroskop stereo, cawan petri, timbangan analitik, kaliper, pengaris besi, stik berwarna, tabung sentrifuse, gunting, kamera digital, cover glass, objek glass, tempat film, dan alat tulis.

Metode Penelitian Pengambilan contoh tanah

Contoh tanah untuk bahan inokulum diambil dari bawah tegakan jati, tepatnya di bawah pohon jati “Plus” yang tersebar di lima lokasi, yaitu : Matakidi (8 sampel tanah), Raha (9 sampel tanah), Wakuru (9 sampel tanah), Sampolawa (8 sampel

tanah) dan Ewa (5 sampel tanah), dan tanah untuk perlakuan kontrol (Alluvial) diambil dari kebun percobaan Persemaian Tlogoarto di Desa Cihideung Hilir Ciampea.

Persiapan benih.

Benih jati yang digunakan diperoleh dari Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Seleksi benih dilakukan dengan cara memisahkan benih dari kotoran dan benih yang rusak, cukup kering, tidak diserang hama penyakit (Kuswanto 1996). Sebelum penyemaian, benih jati dijemur kemudian direndam dalam larutan accu dan air dengan perbandingan 1:10. Perendaman dilakukan selama 7 menit kemudian benih ditiriskan dan benih siap disemai.

Persiapan media perkecambahan dan media tanam.

Media perkecambahan benih menggunakan pasir yang telah dikeringkan dan diayak. Media pasir ditempatkan pada bak-bak kecambah dengan ketebalan 10 cm. Selanjutnya benih jati ditanam satu persatu dengan pusar menghadap kebawah. Setelah itu benih ditutup dengan media pasir setebal 1 cm (Gambar 4 a dan b).

Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah Alluvial yang diambil dari kebun percobaan Persemaian Tlogoarto yang terletak di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sebelum tanah dimasukan kedalam polibag, terlebih dahulu tanah-tanah dibersihkan dari akar-akar dan dan kemudian disaring dengan saringan kawat 4 mm x 4 mm. Tanah tersebut tidak disterilisasi. Selanjutnya media tanam ditempatkan kedalam kantong-kantong plastik (polybag) 22 cm x 22 cm (Gambar 5).

Penyapihan Jati.

Penyapihan dilakukan pada saat kecambah telah siap untuk disapih yaitu kecambah yang telah terbentuk dua daun pertama kira-kira berumur 21 hari dan siap dipindahkan ke media tanam dalam polybag. Inokulum dilakukan pada saat penyapihan, dengan cara memberikan inokulum CMA yang diambil dari bawah

tegakan Jati Muna, sebanyak 50 gram sesuai dengan perlakuan di sekitar akar semai Jati.

Gambar 4. Perkecambahan benih jati (a) bibit jati yang mulai berkecambah (b).

Gambar 5. Persiapan media tanam

Persiapan Inokulum CMA

Inokulum tanah yang berasal dari bawah tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di Daerah Wakuru, Raha, Matakidi di Kabupaten Muna, Sampolawa di Kabupaten Buton dan Ewa di Kabupaten Konawe Selatan. Dari tanah hasil eksplorasi tersebut diambil sebanyak 50 gram tanah yang dijadikan sebagai inokulum CMA yang diinokulasikan pada bibit Jati.

Pemindahan Semai dan Inokulasi

Benih yang telah berkecambah dikecambahkan pada media tanah campur pasir yang steril. Setelah kecambah berumur dua minggu (2 daun pertama keluar) dipindahkan ke polybag sesuai dengan percobaan, sekaligus dengan pelakuan inokulasi mikoriza dengan tiap semai sebanyak 50 gram inokulum tanah

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiraman yang dilakukan pada pagi hari secara teratur sesuai kebutuhan sampai kapasitas lapang, pencabutan rumput dan pemeliharaan semai dari gangguan hama penyakit juga dilakukan secara manual bila diperlukan. Pertumbuhan bibit Jati selama 8 minggu di Rumah Kaca Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan (Gambar 6).

Gambar 6. Pemeliharaan bibit Jati selama 8 Minggu di rumah kaca

Pengamatandan Pengumpulan Data

Perhitungan jumlah daun

Pertambahan jumlah daun diamati sebanyak 2 kali masing-masing pada umur 4 minggu dan 8 minggu setelah tanam. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung

semua daun pada setiap saat pengamatan. Untuk menentukan pertambahan jumlah daun adalah dengan cara mengurangkan jumlah daun pada pengamatan kedua dengan jumlah daun pada pengamatan pertama.

Tinggi bibit jati.

Dalam pengukuran tinggi dilakukan setelah penyapihan, selanjutnya dilakukan setiap dua minggu sekali selama dua bulan pengamatan. Pengukuran tinggi dilakukan dengan menggunakan mistar mulai dari pangkal batang hingga ke titik tumbuh tunas pucuk semai.

Diameter bibit jati

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan kaliper, diukur pada ketinggian sekitar 1 cm di atas pangkal batang. Pengukuran dilakukan awal dan akhir penelitian selama 2 bulan.

Pengukuran berat kering total (BKT)

Pengukuran berat kering total dilakukan pada akhir penelitian, setiap tanaman dibagi menjadi bagian akar dan pucuk, lalu kedua bagian tersebut dioven dalam bungkus terpisah selama 24 jam pada suhu 70-80oC. Setelah dioven lalu dilakukan penimbangan. Berat kering total diperoleh dengan menambahkan berat akar dan berat kering pucuk (batang) dengan rumus :

Nisbah pucuk akar

Nisbah pucuk akar diperoleh dengan membandingkan berat kering pucuk dan berat kering akar, dengan rumus:

NPA = berat kering pucuk (gr) berat kering akar (gr)

Persentase akar yang terinfeksi.

Pengamatan persentase akar yang terinfeksi dengan CMA pada akar tanaman dilakukan melalui perwarnaan akar (staining ) dengan cara sebagai berikut (Setiadi et al. 1992):

1. Contoh akar dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium luar. 2. Bagian akar yang muda (serabut) diambil dan dimasukan kedalam tabung

reaksi dan direndam dalam larutan KOH 2,5 %, dibiarkan selama satu malam atau sampai akar berwarna kuning bersih.

3. Setelah akar berwarna kuning bersih larutan KOH 2,5% dibuang dan akar dibilas dengan air.

4. Larutan HCl 2% ditambahkan dan dibiarkan sampai akar berwarna kuning jernih selama 24 jam.

5. HCl dibuang dan digantikan dengan larutan Staining (gliserol, Asam laktat dan aquades dengan perbandingan 2:2:1 (v/v/v) dan ditambah trypan blue

sebanyak 0,05%) dan dibiarkan semalam.

6. Larutan staining dibuang dan digantikan dengan larutan destaining (larutan

staining tanpa trypan blue dengan perbandingan gliserol, Asam laktat, dan aquades sebesar 2:2:1 (v/v/v)) dan dibiarkan semalam.

7. Akar-akar tersebut dipotong-potong sepanjang 1 cm, dan disusun pada gelas objek (1 gelas objek untuk 10 potong akar) dan diamati dengan mikroskop binokuler.

8. Persentase akar yang terinfeksi dihitung berdasarkan rumus.

% Infeksi akar = x 100% diamati yang akar contoh seluruh jumlah i terinfeks yang akar contoh jumlah

Menghitung Jumlah Spora CMA.

Ekstraksi spora dan perhitungan jumlah spora dilakukan dengan mencampurkan tanah sebanyak 50 gram dengan 200-300 ml air dan diaduk. Kemudian dalam satu set saringan dengan ukuran (45 µm, 65 µm, 125 µm), secara

berurutan dari atas ke bawah. Dari hasil saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian saringan paling atas lepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Setelah saringan kedua dilepas sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse sebanyak 20-25 ml.

Tanah sisa dan air hasil saringan terakhir pada proses teknik tuang-saring di dalam sentrifuse ditambah dengan glukosa 60%. Tabung sentrifuse ditutup rapat dan disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit. Selanjutnya larutan supernatant tersebut disaring dalam saringan 45 µm, dicuci dengan air yang mengalir (air kran) untuk menghilangkan glukosa. Total jumlah spora dihitung dengan menggunakan mikroskop.

Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pengawet Melzer dan pengawet PVLG yang diletakkan secara terpinsah pada satu kaca preparat. Spora- spora CMA yang diperoleh setelah dihitung jumlah diletakkan dalam larutan Melzer dan PLVG dan jenis spora CMA yang ada dikedua larutan ini sama. Selanjutnya spora-spora tersebut dipencahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat menggunakan ujung lidi. Perubahan warna spora dalam larutan Melzer adalah salah satu indikator untuk menentukkan tipe spora.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 40 perlakuan. Perlakuan yang diuji adalah 39 inokulum tanah yang diambil dari bawah Tegakan Jati Muna dari 5 lokasi yang berbeda di Sulawesi Tenggara (Matakidi 8 contoh tanah, Raha 9 contoh tanah, Wakuru 9 contoh tanah, Ewa 5 contoh tanah dan Sampolawa 8 contoh tanah) dan 1 perlakuan kontrol. Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan, sehingga jumlah unit perlakuan sebanyak 40 x 3 = 120 unit percobaan.

Model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah : Yij = µµ + ααi + εεij,

dimana :

i = 1,2,3,4,5,……….40. j = 1,2,3

Yij = nilai pengamatan perlakuan inokulum CMA taraf ke-i dan ulangan ke-j.

µ µ = nilai tengah umum.

αi = pengaruh inokulum CMA taraf ke-i.

εij = Galah atau nilai kesalahan percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-k Data hasil percobaan dianalisis dengan analisis sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan pada taraf nyata 5%. Apabila dalam analisis sidik ragam tersebut ada pengaruh nyata terhadap nilai rata-rata perlakuan maka untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji jarak berganda Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2000).

Data pengamatan yang tidak memenuhi syarat kenormalan galat dan keseragaman ragam kemudian ditransformasi menggunakan Box-Cox dengan menggunakan piranti lunak Minitab v14.0.

Dokumen terkait