• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional, yang bertujuan untuk menganalisa korelasi atau hubungan anatara derajat obstruksi saluran napas dengan jenis rokok pada penderita PPOK stabil.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli - September tahun 2013. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan menjadi rumah sakit rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis stabil di poli rawat jalan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan .

4.3.2. Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah pasien di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Kriteria Inklusi

1. Penderita PPOK stabil

2. Umur penderita 45 tahun – 75 tahun

3. Memiliki riwayat merokok ,dengan indeks Brinkman > 200 4. Memiliki riwayat menderita PPOK > 2 tahun

5. Nilai VEP1/KVP < 70% dari hasil spirometri

6. Setelah prosedur penelitian dijelaksan kepada penderita, penderita bersedia menandatangani formulir persetujuan setelah penjelasan atau informed consent yang ada.

1. Menderita asma , kanker paru dan penyakit obstruksi lainnya . 2. Penderita yang memiliki penyakit Tb

3. Penderita PPOK yang mengalami eksaserbasi 4. Penderita PPOK yang tidak kooperatif

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode consecutive sampling, yaitu penarikan sampel berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2011).

Besar sampel minimum yang diperlukan dihitung dengan rumus koefisien korelasi pada sampel tunggal.

1. Perikiraan koefisien korelasi r ( dari pustaka ) 2. Tingkat kemaknaan ,a ( ditetapkan )

3. Power atau Zβ ( ditetapkan ) n = ( Zα + Zβ ) 2 + 3

0,5ln (1+r)/(1-r) Keterangan:

n = besar sampel minimum

Zα = deviat baku normal untuk α

Zβ = deviat baku normal untuk β

r = perkiraan koefisien

Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,01 (tingkat kepercayaan 99%) sehingga didapat nilai Zα adalah sebesar 2,576. Selain itu ditetapkan nilai β sebesar 0,05 (power 95%), maka didapat nilai Zβ sebesar 1,645. Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Ika Rosdiana didapatkan r= 0,756 . Sehingga berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

n = 2,576+ 1,645 2 + 3 0,5ln (1+0,756)/(1-0,756)

n= 4,221 2 + 3 0,98

n= 21,289 n= 21 sampel

Dengan demikian besar sampel minimal yang diperlukan adalah 21.289 orang, dibulatkan menjadi 21 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masing-masing sampel penelitian, meliputi pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi . Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara langsung kepada sampel penelitian dengan panduan kuesioner penelitian . Sampel penelitian dilakukan pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan kelainan obstruksi dan bertujuan untuk penentuan derajat obstruksi penderita PPOK stabil .

4.5. Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara ditabulasi untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Statistic Package for Social Sciences (SPSS).Pada studi cross sectional. Hasil pengamatan studi cross sectional biasanya disusun dalam bentuk tabel 2 x 2 sebagai berikut:

Tabel 4.1. Penyajian Hasil Pengumpulan Data

Derajat obstruksi Ringan-sedang

( > 50% )

Berat-sangat berat ( < 50% )

Jenis rokok Rokok kretek A B

Rokok filter C D

Struktur studi cross sectional menilai peran faktor risiko dan terjadinya efek . Faktor risiko dan efek diperiksa pada saat yang sama. Rasio prevalensi adalah prevalensi efek pada

kelompok dengan risiko dibagi prevalensi efek pada kelompok tanpa risiko . RP = a/(a+b) : (c+d).

4.5.1.Cara analisa data 1. Analisis univariat

Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari seluruh variabel penelitian. Penyajian akan didistribusikan dalam bentuk tabel.

2. Analisis bivariat

Analisis data bivariat dilakukan untuk mengetahui korelasi derajat obstruksi saluran napas dengan jenis rokok pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Dan untuk menilai hubungan kebermaknaan dilakukan uji Chi square jika memenuhi syarat, yaitu, bila tidak lebih dari 20% expected count bernilai kurang dari 5 dan masing-masing sel bernilai 1 atau lebih. Jika tidak memenuhi syarat maka untuk tabel berukuran lebih besar dari 2x2 dilakukan penggabungan sel agar dapat memenuhi syarat uji Chi Square, namun jika belum juga memenuhi syarat, maka tabel diubah ke bentuk 2xn dan diuji hipotesisnya dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (Dahlan, 2005). Nilai p sebesar 0,05 (5%) atau lebih kecil dianggap bermakna atau signifikan . Metode ini dipilih karena baik data yang dihasilkan dari variabel independen (Derajat obstruksi , jenis rokok) dan dependen (PPOK stabil ) merupakan skala kategorik (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. RSUP Haji Adam Malik Medan menjadi sentra rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya. RSUP Haji Adam Malik Medan terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

5.1.2. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan terakhir, lama merokok dan derajat obstruksi berdasarkan Indeks Brinkmann. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pria 16 76,2

Wanita 5 23,8

Total 21 100

Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 15 orang (76,2%), sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 5 orang (23,8%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Umur Responden

Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

58-60 2 9,5 61-63 4 19,0 64-66 3 14,3 67-69 2 9,5 70-72 9 42,9 73-75 1 4,8 Total 21 100

Dari Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa mayoritas reponden berumur 70-72 tahun sejumlah 9 orang (42,9 %). Sedangkan kelompok umur responden yang paling sedikit adalah umur 58 – 60 sejumlah 2 orang ( 9,5 % ) , dan 73 – 75 yaitu 1 orang responden ( 4,8 % ).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden

Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Wiraswasta Petani 2 1 9,5 4,8

Ibu Rumah Tangga 6 28,6

PNS 5 23,8

Pensiunan 7 33,3

Total 21 100

Dari Tabel 5.3. dapat dilihat bahwa sejumlah 7 orang responden (33,3%) status sebagai pensiunan . Sementara jenis pekerjaan responden yang paling sedikit adalah sebagai petani sejumlah 1 orang responden ( 4,8%).

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden

Pendidikan Terakhir Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tamat SD 1 4,8

Tamat SMP 2 9,5

Tamat SMA 13 61,9

Tamat Sarjana 5 23,8

Total 21 100

Dari Tabel 5.4. menunjukkan distribusi frekuensi pendidikan terakhir responden, dimana didapati sebanyak 13 orang (61,9%) responden pendidikan terakhirnya tamat SMA sedangkan 1 orang (4,8%) dari keseluruhan responden tamat sd .

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi PPOK berdasarkan Lama merokok

Lama riwayat merokok PPOK n % ≤ 10 tahun 6 28,6 >10 tahun 15 71,4 Total 21 100

Dari Tabel 5.5. menunjukkan bahwa dari 21 orang responden yang memiliki penyakit PPOK stabil berdasarkan lamanya riwayat merokok, didapati interval waktu antara diagnosis PPOK paling banyak adalah diatas 10 tahun yaitu sebanyak 15 orang responden ( 71,4 % ).

Tabel 5.6. Nilai spirometri berdasarkan lama merokok dengan berapa banyak rokok dalam sehari ( indeks brinkmann )

Nilai Indeks Brinkmann PPOK Jumlah ( orang ) % 200 – 600 9 42,9 >600 12 57,1 Total 21 100

` Dari Tabel 5.6. menunjukan hasil dari pengukuran spirometri pada pasien PPOK dengan nilai spirometri 200 – 600 terdapat 9 orang responden ( 42,9 % ) dan nilai spirometri >600 terdapat 12 responden ( 57,1 % ) .

Tabel 5.7. Derajat keparahan berdasarkan Nilai spirometri

Derajat obstruksi Nilai VEP1 Jumlah (Orang) Persentase (%)

Ringan > 80 % 4 19,0 Sedang Berat Sangat berat 50 % <FEV1<80 % 30 % <FEV1<50 % <30 % 5 11 1 23,8 52,3 4,7 Total 21 100

Dari Tabel 5.7. menunjukan hasil dari derajat keparahan berdasarkan hasil spirometri pada pasien PPOK dengan derajat ringan terdapat 4 responden ( 19,0 % ) ,derajat sedang terdapat 5 responden ( 23,8 % ) derajat berat terdapat 11 responden ( 52,3 % ) ,dan derajat sangat berat terdapat 1 responden ( 4,7 % ).

Tabel 5.8. Jenis rokok

Jenis rokok PPOK

n %

Rokok filter 12 57,1 Rokok kretek 9 42,9

Total 21 100

Dari table 5.8. menunjukan hasil dari jenis rokok yang terbanyak adalah jenis rokok filter 12 orang responden ( 57,1 %) dan rokok kretek 9 orang responden ( 42,9 % ).

5.1.3. Hasil Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antara jenis rokok dengan derajat obstruksi saluran napas pada pasien PPOK stabil . Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.9. korelasi derajat obstruksi dengan jenis rokok pada penderita PPOK stabil

Derajat obstruksi Ringan – sedang

Derajat obstruksi Berat – sangat

FEV1 > 50% FEV1berat < 50 %

n (%) n (%) N (%)

Rokok filter 4 26,6 11 73,3 15 100

Rokok kretek 5 83,3 1 16,6 6 100

Dari Tabel 5.9. dapat dilihat bahwa dari 15 orang responden yang memiliki riwayat merokok menggunakan jenis rokok filter dengan 11 orang responden termasuk derajat obstruksi berat – sangat berat < 50 % ( 73,3% ) dan rokok jenis filter sebanyak 6 orang responden dengan 5 diantaranya merupakan derajat obstruksi ringan – sedang > 50% ( 83,3 % )

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode Pearson dengan tingkat kemaknaan 1 dan interval tingkat kemaknan uji pearson adalah :

*nilai 0 : tidak ada korelasi

*nilai 0,00 – 0,25 : korelasi sangat lemah *nilai 0,25 – 0,50 : korelasi cukup *nilai 0,50 – 0,75 : korelasi kuat *nilai 0,75 – 0,99 : korelasi sangat kuat *nilai 1 : korelasi sempurna

diperoleh nilai p (p value) adalah 1 (p = 1) yang berarti bahwa ada Korelasi sempurna derajat obstruksi dengan jenis rokok pada penderita PPOK stabil. Dapat pula dilakukan perhitungan ratio prevalensi (RP) sebagai berikut:

Derajat obstruksi

Ringan sedang > 50 %

Berat – sangat berat > 50% Rokok Kretek Rokok Filter 5 4 1 11 RP = a/(a+b) : c (c+d) RP =5 / (5 + 1 ) :4 ( 4 + 11 ) RP = 3,1

Pada penelitian ini didapat besarnya ratio prevalensi adalah 3,1. Ratio prevalensi yang lebih besar dari 1 menunjukkan adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini besarnya ratio prevalensi di atas angka 1, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini pada PPOK stabil dengan jenis rokok merupakan salah satu faktor risiko kelompok derajat obstruksi . Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa orang yang memiliki riwayat merokok dengan jenis rokok filter berisiko 3 kali lebih besar mengalami derajat obstruksi berat – sangat berat < 50% dibandingkan dengan orang yang memiliki riwayat merokok kretek.

5.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil karakteristik responden penelitian, mayoritas responden berjenis kelamin pria yaitu sejumlah 16 orang (76,9%), sedangkan responden yang berjenis kelamin wanita berjumlah 5 orang (23,8%). Hasil penelitian menurut Bold Study di 12 negara menunjukkan kasus PPOK pada jenis kelamin pria dengan usia yang lebih tua adalah 5 kali lipat berbanding pada perempuan. Hal ini dikarenakan pria lebih banyak yang merokok, .

Pada penelitian ini seluruh responden berusia di atas 50 tahun, dimana kelompok umur dengan frekuensi paling tinggi yaitu kelompok umur 70-72 tahun sebanyak 9 orang ( 42,9 % ) . Dari karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, sebanyak 7 orang responden (33,3%) bekerja sebagai pensiunan. Berdasarkan tingkat ekonomi ternyata PPOK menduduki peringkat lima dari negara berkembang berdasarkan data morbiditas (WHO). Sementara itu, karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir diperoleh sebanyak 13 orang (61%) responden memiliki pendidikan terakhir SMA, sedangkan sebanyak 5 orang (24%) memiliki pendidikan terakhir tamat sarjana. Hal ini sesuai dengan data yang

terdapat pada profil kesehatan Indonesia 2010 yang menyatakan bahwa prevalensi PPOK cendrung menurun seiring dengan peningkatan tingkat pendidikan (Depkes, 2011).

Kemudian berdasarkan riwayat lama merokok dengan terjadinya PPOK pada dasarnya riwayat merokok > 10 tahun sebanyak 15 orang responden ( 72% ) hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabaningtyas O di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2010 terdapat hubungan yang signifikan antara lamanya merokok dengan derajat merokok pada kejadian PPOK dan kecenderungan penderita PPOK mempunyai riwayat merokok yang > 10 tahun .

Berdasarkan hasil nilai indeks brinkmann nilai FEV1 yaitu >600 terdapat 12 responden ( 57,1 % ) itu termasuk derajat obstruksi berat .Sementara pada derajat obstruksi yang berat dengan jenis rokok filter yang terbanyak terdapat 11 responden ( 52 %) .Pada penelitian ini hubungan antara kedua variabel tersebut ditemukan (p= 1 CI 99%), dengan ratio prevalensi sebesar 3,1.).

Penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan antara dua variabel paling baik dilakukan dengan desain kohort (prospektif), yakni dengan pengamatan dan follow up ke masa yang akan datang. Dengan follow up yang cukup akan didapati apakah satu variabel memiliki hubungan yang kuat dengan variabel lainnya. Kelemahan penelitian ini terletak pada desain penelitian yang hanya menggunakan studi

cross sectional, dimana pengamatan yang bagus bersifat retrospektif, yaitu melihat apakah selama ini responden memiliki faktor risiko terhadap derajat obstruksi saluran napas dengan konsumsi jenis rokok yang berbeda , melihat keparah derajat obstruksi. Tetapi keterbatasan waktu pengamatan ini menyebabkan ketidakmampuan dalam menggambarkan perjalanan penyakit.

Pada penelitian ini korelasi derajat obstruksi saluran napas dengan jenis rokok pada penderita PPOK stabil dapat dibuktikan adanya korelasi antara dua variabel tersebut. Dimana pada penelitian yang dilakukan banyak pederita PPOK stabil memiliki riwayat merokok jenis filter dibandingkan dengan jenis rokok kretek dan terbukti derajat keparahan obstruksi dengan jenis rokok filter lebih tinggi persentasenya dan hasil didukung oleh pengukuran spirometri.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, dimana dikatakan bahwa kedua variabel ini berhubungan. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai hal ini harus dilakukan dengan mengatasi hal-hal yang telah peneliti ungkapkan di atas, khususnya dalam hal desain penelitian, sehingga dapat diketahui data yang lebih valid mengenai berapa lama waktu yang diperlukan penderita PPOK yang terpapar rokok menyebabkan derajat obstruksi pada saluran pernapasan.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Dari 21 orang responden penelitian 15 orang responden memiliki riwayat merokok menggunakan jenis rokok filter (71,4 %) dan 6 responden menggunakan rokok kretek (28,6% ) .

2. Dari rokok filter berat-sangat berat < 50% sejumlah ( 73,3%) 3. Dari rokok kretek ringan-sedang > 50% sejumlah ( 83,3%)

4. Ada hubungan korelasi derajat obstruksi saluran napas dengan jenis rokok pada penderita PPOK Stabil dengan nilai (p = 1) dengan makna korelasi sempurna.

5. Dengan nilai ratio prevalensi 3,1 yaitu memiliki riwayat merokok dengan jenis rokok filter berisiko 3 kali lebih besar mengalami derajat obstruksi berat – sangat berat < dibandingkan memiliki riwayat merokok kretek.

6.2. Saran

Pada penelitian ini korelasi derajat obstruksi dengan jenis rokok pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis stabil dapat dibuktikan dengan tingkat derajat keparah berat – sangat berat disebabkan oleh rokok jenis filter . Maka dari itu, bagi sarana pelayanan kesehatan diharapkan agar lebih waspada ketika mendapati PPOK dengan derajat obstruksi berat- sangat berat.

Edukasi kepada pasien yang memiliki risiko tersebut penting dilakukan untuk mencegah terjadinya derajat obstruksi yang tingkat keparahannnya tinggi pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis.

PPOK merupakan penyakit yang memiliki banyak faktor risiko. Diharapkan kepada masyarakat agar lebih peduli dan berpartisipasi dalam upaya pencegahan derajat obstruksi PPOK, khususnya bagi individu yang memiliki risiko tinggi.

Diharapkan untuk pemerintah dan lembaga kesehatan lebih memerhatikan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok dengan cara mengedukasi masyarakat melalui media massa seperti iklan di televise , brosur atau leaflet di jalan raya dan spanduk – spanduk di jalan dengan memotivasi setiap individu yang memiliki faktor risiko agar berhenti merokok karena efek dari merokok ini bersifat sistemik bagi tiubuh kita..

Bagi peneliti selanjutnya banyak kelemahan pada penelitian ini, diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggunakan desain kohort (studi prospektif). Studi prospektif

dapat dilakukan dengan melakukan follow up pada setiap pasien PPOK di klinik atau di rumah sakit tertentu. Sehingga akan didapatkan data yang lebih valid mengenai berapa lama waktu yang diperlukan penderita PPOK stabil menyebabkan derajat obstruksi dengan jenis rokok dengan kurun waktu berapa lama dapat menyebabkan derajat obstruksi yang parah .

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait