• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah metode eksperimental menggunakan 16 unit korang dengan 8 jenis korang berisi kombinasi atraktor a (rumput laut (RL) dan daun kelapa (DK)) serta korang lainnya berisi kombinasi atraktor b (rumput laut (RL)). Pengecekan hasil tangkapan dilakukan satu kali dalam dua hari. Penelitian dilakukan sebanyak 21 kali ulangan selama 42 hari.

Korang dioperasikan dengan metode frame berbentuk persegi panjang yaitu dengan panjang tali 15 m dan lebar 10 m. Main line diikatkan pada bagian dalam frame. Jarak masing-masing main line 3 m. Kelebihan dari metode frame ini adalah lebih kuat dan kokoh untuk menahan arus dan gelombang yang kuat karena keempat sisinya diikatkan jangkar kayu yang memiliki berat masing-masing 30 kg. Pada keempat sisi frame diikatkan pelampung tanda agar frame selalu berada di permukaan dan sebagai tanda alat tersebut dipasang.

Urutan penempatan jenis atraktor yang dirangkaikan pada 4 main line, ditempatkan pada posisinya dengan cara pemberian nomor urut mulai dari nomor 1 hingga 16. Pemberian nomor urut dilakukan secara berselang-seling dengan melihat kombinasi jenis atraktor. Satu main line terdiri dari empat korang yaitu

22

dua berisi kombinasi atraktor a dan lainnya berisi kombinasi atraktor b. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar 16 berikut.

Tabel 1 Urutan dan penempatan atraktor pada main line

Main line No. Korang Atraktor

1* 1 A 2 B 3 A 4 B 2 5 B 6 A 7 B 8 A 3 9 A 10 B 11 A 12 B 4 13 B 14 A 15 B 16 A

Keterangan: * = Terletak mendekati perairan pantai; A = Atraktor rumput laut dan daun kelapa;

B = Araktor rumput laut;

Proses setting dipasang dari urutan korang nomor satu pada main line pertama. Urutan korang tidak dapat tertukar karena korang telah dirangkaikan berdasarkan urutan pada main line. Korang akan selalu terangkai sesuai dengan urutan penempatannya. Korang tersebut akan selalu berada di perairan walaupun tidak dilakukan pengecekan. Hal ini berguna untuk menumbuhkan substrat- substrat yang dihasilkan dari atraktor.

Gambar 16 Rangkaian korang saat operasi

Perlakuan yang dicoba adalah perbandingan perbedaan jenis atraktor. Atraktor yang dibandingkan adalah rumput laut dan daun kelapa (RL & DK) serta rumput laut (RL). Tidak ada perlakuan khusus mengenai banyaknya rumput laut yang dimasukkan. Namun ada perlakuan khusus untuk daun kelapa yaitu daun kelapa yang dimasukkan berjumlah 2 pelepah dan dibentuk kepang yang memiliki celah agar juvenil lobster dapat bersembunyi. Perendaman dilakukan selama 10 hari untuk menghilangkan bahan kimia yang berada di korang dan menumbuhkan substrat pada atraktor dan pada hari berikutnya dilakukan pengecekan serta pengambilan data.

Konstruksi korang yang digunakan dalam penelitian terdiri dari kerangka berbentuk lingkaran (3 buah), lembaran jaring (webbing) dan tali penghubung korang ke main line. Kerangka terbuat dari bahan kawat, lembaran jaring (webbing) terbuat dari bahan Poly amide (PA 210 D/18) dan tali penghubung terbuat dari PE (Poly ethylene) berdiameter 0,5 mm. Kerangka pertama berdiameter 17 cm, kerangka kedua berdiameter 31 cm, dan kerangka ketiga berdiameter 31,5 cm. Korang ini biasanya digunakan oleh pemancing ikan di sungai untuk meletakkan hasil tangkapan agar ikan yang ditangkap tetap hidup. Di

24

daerah Palabuhanratu, alat ini biasa dinamakan pocong karena bentuknya yang menyerupai pocong.

Korang ini memiliki ukuran mesh size 3,5 cm dan pintu masuk 17 cm. Ukuran mesh size tersebut cukup untuk memasukkan juvenil lobster ke dalam korang. Korang itu sendiri sudah diberi perlakuan yaitu dengan menambahkan waring di bawah dan sabut kelapa di atas alat tersebut. Waring digunakan agar juvenil yang masuk ke dalam korang tidak keluar pada saat pengecekan hasil tangkapan karena sifat lobster ini yang relatif akan diam atau lari ke bagian bawah saat ada gangguan dari luar. Selain itu, waring ini berfungsi untuk memperkuat bagian bawah alat korang tersebut apabila suatu saat terjadi kerusakan. Sabut kelapa digunakan agar memperkecil juvenil lobster untuk keluar dan mencegah predator besar seperti ikan, hiu, kepiting, dan gurita masuk ke korang.

Gambar 17 Alat tangkap korang

Urutan pembuatan kombinasi atraktor yaitu memasukkan rumput laut yang merupakan habitat dari juvenil lobster tersebut. Setelah itu memasukkan daun

T2 Keterangan : ms = 3,5 cm T1 = 13,5 cm T2 = 20,4 cm d1 = 17 cm d2 = 31 cm d3 = 31,5 cm T1 d3 d2

kelapa ke dalam korang dan sabut kelapa bagian atas untuk menutupi lubang pintu atas.

Gambar 18 Susunan kombinasi atraktor a

Urutan pembuatan atraktor rumput laut yaitu memasukkan rumput laut yang merupakan habitat dari juvenil lobster tersebut. Setelah rumput laut dimasukkan, sabut kelapa dimasukkan untuk menutupi lubang pintu atas agar memperkecil juvenil lobster untuk keluar dan mencegah masuk predator alaminya yaitu ikan, hiu dan gurita serta kepiting yang ukuran tubuhnya lebih besar daripada juvenil lobster.

Gambar 19 Susunan kombinasi atraktor b Sabut Kelapa Daun Kelapa Rumput Laut Waring Sabut Kelapa Rumput Laut Waring

26

Cara pengoperasian korang dalam penelitian ini menggunakan sistem rawai yang diletakkan di dalam frame. Pengoperasian dari korang ini membutuhkan satu unit perahu. Satu unit perahu membutuhkan dua sampai tiga orang untuk melakukan pengoperasian alat ini.

Cara pemasangannya yaitu membuat frame yang berbentuk segi empat, kemudian menurunkan 4 main line. Satu main line terdiri dari 4 korang dengan menggunakan atraktor yang berbeda yang dipilih secara selang-seling. Tiap main line berjarak kurang lebih 3 meter, sedangkan jarak antara satu korang dengan korang lainnya dalam main line berjarak kurang lebih 2 meter. Kedalaman pada tiap korang yaitu sekitar 1,5 meter. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Lipcius dan Eggleston (2000) yang menyatakan bahwa juvenil lobster bersifat neuroplankton dimana juvenil lobster melayang dan terbawa arus pada lapisan permukaan yaitu pada kedalaman 1-2 meter tergantung pada keadaan faktor oseanografi seperti suhu, salinitas, arus, dan faktor biologi.

Cara ini belum pernah dilakukan oleh nelayan setempat dikarenakan nelayan setempat baru mengenal korang yang digunakan untuk penangkapan. Mereka biasanya mengumpulkan bibit lobster (Panulirus sp.) dengan cara mengikat baju–baju usang (tidak layak pakai) mereka di bagan terapung atau dengan cara menyelam di sekitar batu pantai dengan kedalaman kurang lebih 1,5 – 2 meter menggunakan masker selam dan alat tangkap berupa serokan.

Proses pengecekan (hauling) pertama kali dilakukan dengan mendorong perahu dari daratan ke perairan. Setelah berada di air, perahu menggunakan dayung untuk melawan sapuan ombak. Apabila perahu menggunakan mesin, setelah menjauhi pesisir pantai mesin dijalankan.

Setelah pelampung tanda terlihat, kemudian diletakkan korang di atas perahu untuk kemudian diperiksa satu per satu dan langsung dicatat sekaligus di dokumentasi apabila mendapatkan hasil tangkapan. Setelah melakukan pengecekan, korang tersebut di setting kembali pada lokasi yang sama. Pengecekan dilakukan pada empat buah main line.

Sebelum menuju daratan, hasil tangkapan akan ditampung di keramba jaring apung yang berada dekat fishing base hingga siap untuk dipasarkan. Setelah

semua selesai dilakukan maka mesin perahu dinyalakan kembali menuju pantai, kemudian mesin dimatikan dan perahu didorong menuju daratan.

Alasan dilakukan pengecekan pada pagi hari karena lobster adalah hewan nokturnal. Hewan nokturnal seperti lobster ini mencari makan dan melakukan kegiatan lainnya pada malam hari dan cenderung bersembunyi pada siang hari. Untuk itu, dilakukan pengecekan pada pagi hari.

Data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer yang dikumpulkan melalui uji coba penangkapan diantaranya adalah jumlah hasil tangkapan dari setiap perlakuan. Hasil tangkapan dari setiap unit korang per ulangan dicatat untuk kemudian dibandingkan.

Dokumen terkait