• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci dengan berat 1,5-2 kg. Hewan kelinci ditempatkan dalam kandang yang terpisah yaitu 1 ekor setiap kandang.

3.3 Prosedur

3.3.1 Penyiapan bahan tumbuhan 3.3.1.1 Pengambilan bahan tumbuhan

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dari daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelapa sawit yang diambil dari perkebunan kelapa sawit PTPN Nusantara II di Tanjung Morawa Provinsi Sumatera Utara.

3.3.1.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense (MEDA), Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara (Bate’e, 2013).

3.3.1.3 Pengolahan bahan tumbuhan

Sampel yang diperoleh dipisahkan dari tulang daunnya, dicuci hingga bersih, ditiriskan, ditimbang, lalu dikeringkan di dalam lemari pengering pada suhu 40-50oC. Selanjutnya sampel dihaluskan atau diserbukkan menggunakan blender, dimasukkan ke dalam wadah plastik, kemudian disimpan pada suhu kamar.

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol. Sebanyak 1200 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam suatu bejana, dituangi dengan 9 L (75 bagian) etanol, ditutup. Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk lalu diserkai. Ampas dimaserasi dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 12 L (100 bagian). Pindahkan maserat ke dalam bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari, enap tuangkan. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu ± 50oC hingga diperoleh ekstrak kental, selanjutnya di freeze dryer pada suhu -40oC hingga diperoleh ekstrak kering (Depkes RI, 1979).

3.3.2 Karakterisasi simplisia dan ekstrak 3.3.2.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.

Cara kerja:

Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5 g sampel yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan

toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.3.2.2 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g sampel dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama. Kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama yang diperoleh selanjutnya diuapkan sampai kering ke dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998).

3.3.2.3 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g sampel dimaserasi selama 24 jam di dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat yang diperoleh selanjutnya diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998).

3.3.2.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g sampel dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus pijar perlahan-lahan sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan ditambahkan air panas saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke

dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu total dalam persen dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998).

3.3.2.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu didihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didingankan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998).

3.3.3 Pembuatan formula sediaan 3.3.3.1 Pembuatan basis gel

Pembuatan basis gel menurut Soeratri (2004), adalah sebagai berikut: R/ Hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) 2,75 g

Propilen glikol 20 g

Metil paraben 0,15 g

Propil paraben 0,05 g

Akuades 77,05 g (ad 100 g)

Cara pembuatan: HPMC didispersikan terlebih dahulu dengan menaburkan secara merata ke dalam air panas, lalu didiamkan beberapa saat hingga HPMC mengembang. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan ke dalam propilen glikol. Campuran yang diperoleh ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam HPMC yang telah mengembang dan terdispersi dengan baik, lalu ditambahkan dengan sisa akuades hingga 100 g dan digerus perlahan sampai homogen.

Sediaan gel yang dibuat menggunakan basis gel HPMC kemudian dibuat dalam 4 formula dengan komposisi masing-masing 10 g yang terlihat pada Tabel 3.1 di bawah ini

Tabel 3.1 Komposisi formula gel EEDKS

No Formula Komposisi

Basis gel (g) EEDKS (g)

1 F1 10 -

2 F2 9,75 0,25

3 F3 9,5 0,5

4 F4 9,25 0,75

Keterangan: F1: basis gel tanpa EEDKS, F2: gel EEDKS 2,5%, F3: gel EEDK 5% F4: gel EEDKS 7,5%.

Cara pembuatan: pada lumpang yang panas dimasukkan EEDKS masing-masing dengan konsentrasi 2,5, 5 dan 7,5%, lalu ditambahkan sedikit demi sedikit basis gel sambil di gerus sampai homogen.

3.3.4 Uji stabilitas sediaan gel

Uji stabilitas sediaan gel meliputi pemeriksaan stabilitas fisik sediaan, pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan pH dan pemeriksaan viskositas yang dilakukan selama 28 hari penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 hari (Abdassah, dkk., 2009).

3.3.4.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan

Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual (Suardi, dkk., 2008). Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau dan penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan.

Cara: sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada keping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen, dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1985).

3.3.4.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan gel ekstrak etanol daun kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara: alat pH meter yang akan digunakan terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,0) dan larutan dapar pH asam (pH 4,0) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut, elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Sediaan gel yang akan di uji dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu dengan menimbang 1 g sediaan gel lalu dilarutkan dalam 100 ml air suling, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.3.4.4 Penentuan viskositas sediaan

Penentuan viskositas sediaan gel menggunakan viskometer Brookfield dengan cara: sediaan gel dimasukkan ke dalam beaker glass sampai mencapai volume 100 ml, lalu spindel diturunkan hingga spindel tercelup ke dalam formulasi. Selanjutnya alat dihidupkan dengan menekan tombol ON. Kecepatan spindel diatur, kemudian dibaca skalanya (dial reading) dimana jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas dalam sentipoise (cps) diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor koreksi (f) khusus untuk masing-masing kecepatan spindel.

D1

D2

D3

D4

Kelinci terlebih dahulu dicukur bagian punggungnya, kemudian dibuat luka bakar pada kelinci dengan cara menempelkan lempeng besi berdiameter 2,2 cm yang telah dipanaskan dalam air mendidih dengan suhu 100oC selama 15 menit dan ditempelkan pada punggung kelinci yang telah dianastesi dengan lidokain HCl selama 15 detik, selanjutnya diameter luka diukur dengan menggunakan jangka sorong dan dianggap sebagai diameter hari ke-0. Selanjutnya pada kulit yang melepuh atau yang mengalami luka bakar, dioleskan sediaan gel EEDKS satu kali sehari secara merata pada luka bakar untuk semua kelompok. Pengamatan dilakukan secara visual setiap hari sampai luka bakar sembuh dengan mengukur pengurangan diameter luka menggunakan jangka sorong. Luka dianggap sembuh jika diameter luka sama dengan nol.

Diameter luka dihitung rumus:

Keterangan: d : diameter rata-rata d1 : diameter pertama d2 : diameter kedua d3 : diameter ketiga d4 : diameter keempat

3.3.6 Analisa data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (statistic Product and Service Solution) 16. Data dianalisis menggunakan metode One Way

ANAVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.

BAB IV

Dokumen terkait