Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia. Penelitian ini dimulai dari Bulan Februari - Mei 2014. Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Lahan pala di Kecamatan Tapak Tuan merupakan lahan percontohan dari Forum Pala Aceh untuk petani pala Kabupaten Aceh Selatan.
2. Areal kebun merupakan lahan di daerah berlereng yang tidak terlalu luas yaitu 1.3 hektar dengan tanaman utama pala yang dikelingi tanaman nilam. 3. Areal lahan memiliki kemiringan yang cukup belereng dengan kemiringan
25-33%. Lahan yang miring yang curam mewakili kebanyakan lahan petani pala di Kabupaten Aceh Selatan.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan-bahan kimia untuk analisis sifat fisik tanah di laboratorium, plastik dan alat tulis lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi:
a) Peralatan yang digunakan untuk mengambil sampel tanah: skop, cangkul, ring sampler, meteran, karung/kotak sampel tanah.
b) Waterpass untuk menentukan koordinat (x dan y) dan ketinggian pada lahan yang digunakan untuk membuat peta kontur lahan dan memetakan sistem pemanenan hujan menggunakan saluran peresapan dan rorak di kebun pala. c) New Minidisk Infiltrometer untuk pegukuran besarnya infiltrasi di kebun pala. d) Seperangkat komputer dengan menggunakan meliputi: aplikasi microsoft
office, golden software surfer untuk membuat peta kontur kebun penelitian dan memetakan lokasi saluran peresapan dan rorak dengan mulsa, software google sketchup 8 untuk menggambar teknik.
Prosedur Analisis Data
a) Mengukur intensitas hujan dari hujan harian, intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus mononobe (Suripin 2004)
... 12 Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam) T = lamanya hujan (jam)
9 Metode tanah darat (upland method) atau metode kecepatan untuk menentukan waktu konsentrasi, menggunakan persamaan berikut (Arsyad 2010) :
l ... 13 Dimana :
Tc = waktu konsentrasi dalam (detik) l = panjang hidrolik (feet)
v = kecepatan aliran (feet/detik)
b) Persamaan matematik metode rasional USSCS untuk memperkirakan laju aliran permukaan menggunakan persamaan 1. Koefisien aliran mengunakan metode rasional Hassing yang dapat disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Koefisien aliran untuk metode rasional Hassing (Suripin 2004) Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv
topografi, Ct tanah, Cs vegetasi Cv
datar (<1 %) 0.03 pasir dan gravel 0.04 hutan 0.04
bergelombang (1-10%) 0.08 lempung berpasir 0.08 pertanian 0.11
perbukitan (10-20%) 0.16 lempung dan lanau 0.16 padang rumput 0.21
pegunungan (>20%) 0.26 lapisan batu 0.26 tanpa tanaman 0.28
c. Analisis evapotranspirasi harian di lokasi penelitian. Evapotranspirasi harian di lokasi penelitian dihitung menggunakan metode Blaney-Criddle berdasarkan data temperatur dan kelembaban harian yang dicatat (Triatmodjo 2010). Untuk data pelengkap penyinaran matahari dan kecepatan angin diambil dari data stasiun meterologi terdekat yang terjadi rerata bulan Maret-April dan Mei selama 10 tahun terakhir. Nilai koefisien tanaman pala digunakan dari pendekatan tanaman perkebunan dan kopi yang bernilai 0.95-1.10 (Triatmodjo 2010). Merrit (2002) menyatakan nilai faktor tanaman untuk tanaman buah tropika bernilai 0.98.
d. Pengukuran infiltrasi dihitung menggunakan New Minidisk Infiltrometer. Pengukuran dilaksanakan mengunakan skala laboratorium di kampus IPB Dramaga, Wageningen pada tanggal 4-5 Juli 2014. Data yang ukur berupa data penurunan tinggi muka air terhadap waktu. Data tersebut selanjutnya dikonversi ke dalam laju infiltrasi menggunakan persamaan dan program Microsoft Excel 2007 yang telah disertakan pada peralatan tersebut.
e. Pengumpulan data tanaman berupa umur tanaman, jarak tanam, pengamatan zona perakaran tanaman. Pengumpulan data tanaman mengguna mistar dan meteran kain.
f. Desain teknis pemanenan hujan yang efektif untuk zona perakaran tanaman pala. Desain teknik pemanenan hujan mempertimbangkan zona perakaran tanaman pala.
10
Gambar 3. Rancangan penampang rorak Keterangan:
H: kedalaman rorak disesuaikan dengan zona perakaran tanaman pala B: Lebar saluran disesuaikan dengan kontur lahan dan jumlah debit aliran
permukaan
g. Pengukuran debit pada rorak dilaksanakan dengan pendekatan nilai debit yang terjadi di lapangan menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang ditempatkan di dalam rorak. Debit di rorak direkam tiap 5 menit. Pengambilan debit rerata dan tertinggi untuk mewakili debit yang berada di rorak. Selanjutnya tinggi debit dikalikan dengan luas rorak sehingga diperoleh volume rorak (m3). Hasil dari volume rorak dibagi dengan waktu rekaman 5 menit atau 300 detik sehingga diperoleh volume tiap detik di rorak. Selanjutnya dijumlahkan dengan laju infilrasi yang terjadi di rorak.
h. Analisis koefisien drainase dihasilkan dari pengolahan dari pengukuran debit di rorak lokasi penelitian mengunakan Automatic Water Level Recorder
(AWLR).
i. Pengamatan sedimen di rorak sesudah terjadi hujan di kebun pala. Pengamatan sedimen membandingkan tinggi sedimen antara rorak yang disertai mulsa dengan rorak tanpa disertai mulsa.
j. Pengukuran tinggi muka air tanah diukur pada sumur di bawah lokasi penelitian dengan menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang ditempatkan di sumur. Pengamatan water level dilaksanakan dari tanggal 22 - 28 April 2014.
11 Diagram Alir Rancang Bangun Sistem Pemanenan Hujan
Gambar 4. Diagram alir rancang bangun sistem pemanenan hujan Data tanaman Mulai Selesai Data curah hujan Data lahan dan tanah Analisis frekuensi: Debit hujan rencana
Analisis Aliran Permukaan
Analisis koefisien drainase Membuat
kontur lahan penelitian
Pengamatan jarak dan akar
tanaman
Desain tata letak rorak dan saluran peresapan
Zero runoff ?
iya tidak
12
Tahapan dan Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam tahapan sebagai berikut:
Gambar 5. Diagram alir tahapan metode penelitian
Tidak
Mulai ai
Studi literatur, pengumpulan data sekunder dan data primer
Data tanaman (umur, jarak tanam, pengamatan akar, luas lahan) Data iklim Sampel tanah
Analisis curah hujan, analisis iklim, analisis aliran permukaan, koefisien
drainase
Analisis tanah di laboratorium: (tekstur, kadar air, berat jenis,
permeabilit as)
Laju Infiltrasi
Memetakan kontur kebun penelitian dan lokasi sistem pemanenan hujan
Dihasilkan desain efektif sistem pemanenan
Selesai
iya
Desain teknis sistem pemanenan air hujan
Validasi sistem pemanenan hujan di lahan pala
13 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Aceh Selatan secara geografis berada pada koordinat 20 ’-30 6’ Lintang utara dan 9605 ‘-9705 ’ bujur timur Luas daerah Kabupaten Aceh Selatan 4 005.10 km2. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Tapak Tuan dengan luas area 92.68 km2 ( BPS 2013). Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan memiliki tingkat kemiringan sangat curam/terjal mencapai 63.45 %, sedangkan dataran hanya sekitar 34.66 % dan 1.84 % berupa kondisi lainnya (RPJMK 2013-2018).
Curah Hujan
Jumlah curah hujan bulanan di Kecamatan Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2003-2013 termasuk dalam klasifikasi bulan basah menurut klasifikasi Oldeman. Data curah hujan rerata bulanan Kabupaten Aceh Selatan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi iklim Curah hujan rerata bulanan tahun 2003-2013 Bulan Curah hujan
(mm) Klasifikasi Oldeman
Januari 263.7 Bulan Basah
Februari 227.1 Bulan Basah
Maret 324.1 Bulan Basah
April 344.9 Bulan Basah
Mei 209.8 Bulan Basah
Juni 244.3 Bulan Basah
Juli 216.2 Bulan Basah
Agustus 298.7 Bulan Basah
September 264.5 Bulan Basah
Oktober 289.1 Bulan Basah
November 416.2 Bulan Basah
Desember 278.2 Bulan Basah
Perkembangan Kebun Pala
Perkembangan kebun pala Kabupaten Aceh Selatan terus berkembang dari waktu. Pengamatan selama 10 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan. Total lahan terus meningkat dari pertumbuhan tanaman belum menghasilkan (tbm), tanaman menghasilkan (tm) sehingga total perkembangan total dan luas lahan pada tahun 2004 dari 8 357 ha menjadi 14 091 ha pada tahun 2012. Perkembangan tanaman rusak (tr) terus menurun semenjak tahun 2004 sampai tahun 2012 dari 1 684 ha menjadi 1 114 ha. Data perkembangan pala disajikan pada Tabel 3.
14
Tabel 3. Perkembangan lahan pala Kabupaten Aceh Selatan
Tahun Luas lahan pala (ha) Produksi
tbm tm tr Total (ton) 2012 6459 6518 1114 14091 5192 2011 7044 5597 1182 13823 4650 2010 7310 4997 1209 13516 4168 2009 6351 4651 1159 12161 3909 2008 6357 4759 1284 12400 3909 2007 5909 4747 1231 11887 4096 2006 5004 4380 1486 10870 3714 2005 3807 4086 1591 9484 3643 2004 2687 3986 1684 8357 3389 (sumber : BPS 2005-2013)
Produksi pala Kabupaten Aceh Selatan terus mengalami peningkatan produktivitas. Data tahun 2003-2012 menunjukkan bahwa produktivitas panen pala meningkat dari tahun 2003 hanya 3 389 ton mencapai 5 192 ton pada tahun 2012 (Gambar 6).
Gambar 6. Grafik Produksi Pala Kabupaten Aceh Selatan (sumber : BPS 2005-2013)
Perkembangan Konservasi Tanaman Pala
Perkembangan konservasi tanah dan air begitu penting di kebun pala mengingat kebanyakan lahan pala di Kabupaten Aceh Selatan berada di lahan berbukit dan penggunungan serta curah hujan yang tinggi di Kabupaten Aceh Selatan. Bappeda (2010) menyatakan bahwa sebagian petani pala sudah menerapkan konservasi secara vegetatif meliputi: sistem tanam acak mencapai 18.33%, sistem tanaman dalam jalur 21.67%, sistem penanaman menurut kontur untuk tanaman monokultur mencapai 26.67% dan sistem penanaman menurut kontur untuk tanaman tumpang sari 33.33%. Data konservasi secara vegetatif disajikan pada Gambar 7.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 P ro duks i (T o n ) Tahun Produksi (ton)
15
Gambar 7. Diagram persentase konservasi tanaman pala secara vegetatif Sumber: Bappeda (2010)
Bappeda (2010) menyatakan sebagian besar petani pala tidak melakukan tindakan konservasi tanah secara mekanik. Hanya sebagian kecil petani pala yang membuat teras individu mencapai 1.56% dan teras disertai saluran pembuangan mencapai 1.56%. Konservasi tanah secara mekanik ini perlu dilakukan sebagai teknologi untuk mengendalikan aliran permukaan dan memperkecil terjadinya erosi yang terjadi di lahan berlereng. Data persentase konservasi tanaman pala secara mekanik disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram persentase konservasi tanaman pala secara mekanik Sumber: Bappeda (2010)
18.33%
21.67%
26.67% 33.33%
Sistem Tanam Acak
Sistem Tanam Dalam Jalur
Sistem Tanam Menurut Kontur Monokultur Sistem Tanam Menurut kontur Tumpang Sari
96.9%
1.6% 1.6%
Tidak berteras
Teras individu
Teras disertai Saluran pembuangan dan trucuk
16
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Sifat Fisik Tanah
Sifak fisik tanah di lahan pala diamati dengan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ring sample pada kedalaman 0-25 cm, 25-50 cm, 50-75 cm selanjutnya pengolahan bekerjasama dengan analisis laboratorium fisika tanah dan lingkungan Universyitas Syiah Kuala (UNSYIAH) .
Bulk Density (BD)
Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan volume tertentu. Volume tanah adalah volume kepadatan tanah termasuk pori-pori tanah. Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dibawahnya.
Tabel 4. Nilai bulk density
kode sampel kedalaman (cm) BD (g/cm3) Rerata (g/cm3) A 0-25 0-25 1.27 1.26 B 0-25 0-25 1.25 C 0-25 0-25 1.26 A 25-50 25-50 1.24 1.27 B 25-50 25-50 1.28 C 25-50 25-50 1.28 A 50-75 50-75 1.32 1.32 B 50-75 50-75 1.34 C 50-75 50-75 1.31
Hasil analisis laboratorium, menunjukkan bahwa kedalaman 0-25 cm memiliki tingkat bulk density rerata sebesar 1.26 gr/cm3. Tanah pada kedalaman 25-50 cm memiliki nilai bulk density kedalaman 0-25 cm memiliki nilai rerata sebesar 1.27 cm. tanah pada kedalaman 50-27 cm memiliki nilai bulk density
paling tinggi dengan nilai rerata sebesar 1.32 cm.
Secara keseluruhan nilai bulk density di lokasi penelitian berada 1.26-1.32 g/cm3. hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Hardjowigeno (2010) Pada umumnya bulk density berkisar dari 1.1-1.6 g/cm3. Semakin rendah semakin bagus, semakin dalam semakin padat nilai bulk density.
Porositas
Porositas merupakan persentase volume dari total muatan yang tidak ditempati oleh benda padat karena pori-pori tanah terisi oleh air dan udara
17 (Wirosoedarmo, 2010). Porositas tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Tanah-tanah dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive. Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno 2010). Nilai rerata porositas di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rerata porositas pada tiap kedalaman kode sampel kedalaman
(cm) porositas rerata (%) (%) A 0-25 0-25 49.71 49.87 B 0-25 0-25 54.83 C 0-25 0-25 45.06 A 25-50 25-50 48.94 50.30 B 25-50 25-50 52.91 C 25-50 25-50 49.04 A 50-75 50-75 45.14 48.36 B 50-75 50-75 51.72 C 50-75 50-75 48.22
Hasil analisis laboratorium nilai porositas di lokasi penelitian pada kedalaman 0-25 cm nilainya berada 45.06-54.83 % dengan rerata 49.87 % , pada kedalaman 25-50 cm nilainya berada 48.94-52.91 % dengan rerata 50.30 %, pada kedalaman 50-75 cm nilainya berada 45.14-51.72 % dengan rerata 48.36 %. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat meningkatkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju aliran permukaan. Nilai permeabilitas selengkapnya disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai permeabilitas di lokasi penelitian kode sampel kedalaman
(cm) Permeabilitias nilai (cm/jam) Kriteria A 0-25 0-25 1.41 agak lambat B 0-25 0-25 1.37 agak lambat C 0-25 0-25 0.91 agak lambat A 25-50 25-50 1.17 agak lambat B 25-50 25-50 0.31 lambat C 25-50 25-50 0.27 lambat A 50-75 50-75 0.22 lambat B 50-75 50-75 0.22 lambat C 50-75 50-75 0.19 lambat
Berdasarkan analisis laboratorium, nilai permeabilitas di lokasi penelitian pada kedalaman 0-25 cm nilainya berada 0.91-1.47 cm/jam dengan kriteria lambat,
18
pada kedalaman 25-50 cm nilainya berada 0.22-0.31 cm/jam dengan kriteria lambat dan agak lambat, pada kedalaman 50-75 cm nilainya berada 0.19-0.22 cm/jam dengan kriteria lambat. Nilai permeabilitas 0.19-1.41 cm/jam di lokasi penelitian, menurut Donahue (1958) termasuk lambat karena berada diantara 1.27-5.08 mm/jam.
Kadar Air Tanah
Kadar air tanah merupakan perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir tanah tersebut, dan dinyatakan dalam persen. kadar air tanah pada zona perakaran harus cukup memenuhi kebutuhan air tanaman atau berada dalam kondisi kapasitas lapangan, agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal, sehingga produksi tanaman yang optimal. Pada penelitian ini hanya dianalisis kadar air tanah pada pf 2.54. Rerata kadar air tanah pada kedalaman 0-25 cm sebesar 29.88%, pada kedalaman 0-25-50 cm sebesar 30.02%, pada kedalaman 50-75 cm sebesar 26.54%.
Tabel 7. Kadar air tanah pada pf 2.54 di kebun pala Kode
sampel
Kedalaman (cm)
Kadar air tanah
pada pf 2.54 Rerata (%) (%) A 0-25 0-25 32.14 29.88 B 0-25 0-25 28.17 C 0-25 0-25 29.33 A 25-50 25-50 35.22 30.02 B 25-50 25-50 27.80 C 25-50 25-50 27.04 A 50-75 50-75 26.71 26.54 B 50-75 50-75 26.22 C 50-75 50-75 26.70 Tektur Tanah
Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat, yaitu partikel tana yang diameter efektifnya ≤ m Di dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan. Bahan organik terlebih dahulu didestruksi dengan hydrogen peroksida (H2O2). Tektur tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan (Departemen Pertanian 2007). Suripin (2002) menyatakan tektur tanah merupakan perbandingan antara fraksi-fraksi liat, lempung dan pasir. Material tanah adalah partikel mineral yang mempunyai diameter lebih kecil dari 2 mm, atau lebih kecil dari kerikil. Partikel tanah meliputi pasir, lempung atau geluh, dan liat.
Tekstur tanah sangat terkait dengan berat volume tanah, pergerakan air, pergerakan zat terlarut dan udara. Kemampuan mengikat air yang paling tinggi adalah kelas tektur liat, selanjutnya debu dan pasir. Pada penelitian ini analisis tektur tanah mengunakan metode segitiga tekstur United States Department Of Agriculture (USDA).
19 Tabel 8. Tekstur tanah menurut segitiga tekstur USDA
kode sampel
kedalaman (cm)
tekstur tanah : filtering, pipette; menurut segitiga tekstur USDA
pasir (sand) debu (silt)
liat
(clay) kelas tekstur
A 0-25 0-25 3 87 10 Debu
B 0-25 0-25 21 67 12 Lempung berdebu
C 0-25 0-25 12 62 26 Lempung berdebu
A 25-50 25-50 14 63 23 Lempung berdebu
B 25-50 25-50 26 43 31 Lempung berliat
C 25-50 25-50 14 51 35 Lempung liat berdebu
A 50-75 50-75 5 50 45 Liat berdebu
B 50-75 50-75 8 37 55 Liat
C 50-75 50-75 12 44 44 Liat berdebu
Pada kedalaman 0-25 cm rerata kelas tektur adalah lempung berdebu, pada kedalaman 25-50 cm bervariasi dengan kelas tektur lempung berdebu, lempung berliat dan lempung liat berdebu. Sedangkan pada kedalaman 50-75 cm rerata kelas tektur berada pada liat berdebu.
Infiltrasi
Triatmodjo (2010) menyatakan infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai. Pada perhitungan pertama kapasistas infiltrasi mencapai kontan pada 0.0014 cm/jam atau 0.0136 mm/jam. Pada pengukuran kedua Kapasistas infiltrasi mencapai kontan pada 0.07 cm/jam atau 0.74 mm/jam Kapasistas infiltrasi pada pengukuran ketiga infiltrasi mencapai kontan pada 0.502 cm/jam atau 5.9017 mm/jam. Rerata kapasitas laju infiltrasi yang terjadi di kebun pala bernilai 2.21 mm/jam. Menurut klasifikasi infilrasi Donahue (1958) kapasitas infiltasi 2.21 mm/jam termasuk sangat lambat karena berada dibawah 0.1 inch/jam (2.54 mm/jam). Data pengukuran infiltrasi terlampir pada lampiran 3.
Pengamatan Data Tanaman Karakteristik Pala pada Kebun Penelitian
Pertanian pala di Kabupaten Aceh Selatan kebanyakan adalah lahan milik masyarakat. Pengambilan lokasi penelitian dilaksanakan pada kebun pala di Kecamatan Tapak Tuan. Umur tanaman pala di lokasi penelitian berkisar antara 6-9 tahun. Dengan jarak tanaman 4-8 meter. Perbedaan jarak dan umur tanaman disebabkan sebagian pala di Kabupaten Aceh Selatan banyak mati karena jamur akar putih dan hitam serta hama penggerek batang. Berikut pengukuran beberapa tamanan di dekat rorak yang diukur pada 23-24 Maret 2014 pada pukul 16.00-18.00 wib. Karakteristik tanaman pala di kebun penelitian disajikan pada Tabel 9.
20
Tabel 9. Karakteristik tanaman pala di kebun penelitian Panjang tajuk (searah kontur) (cm) Lebar tajuk (searah lereng) (cm) Lingkaran batang ( ketinggian 100 cm) (cm) Jarak terdekat (cm) 420 397 29 517 840 570 4.4 4.46 366 305 21.6 399 522 514 42.5 510 380 370 27.9 740 622 480 41.5 471 552 624 43.8 577 426 468 35.9 586 607 410 37.3 445 288 266 25 407 460 585 41.1 720 472 442 36.2 720 546 545 35.4 667 484 523 37.7 654
Pengamatan Akar Tanaman
Pengamatan akar tanaman dilaksanakan pada 22-27 April 2014 dengan mengamati 3 tanaman pala yang sedang tidak berbuah. Pemilihan tanaman yang sedang tidak berbuah dilakukan agar menghindari kegagalan panen akibat proses penggalian akar. Proses menentukan kedalaman dilaksanakan dengan menggunakan 2 penggaris, 1 penggaris sebagai pembatas jarak akar paling atas sebelum tanah, 1 lagi untuk dimasukkan kedalam zona perakaran yang sudah digali.
Keliling tanaman pala 1 yang diamati mempunyai keliling lingkaran batang adalah 45.5 cm, tanaman pala 2 mempunyai keliling lingkaran batang 43.9 cm, tanaman 3 mempunyai keliling lingkaran batang 40.4 cm dengan umur tanaman 8 tahun. Pegamatan akar tanaman paling banyak berkonsentrasi pada kedalaman 20-30 cm.
Tabel 10. Perakaran tanaman pala Kedalaman zona perakaran (cm) Jumlah akar Sekunder Jumlah akar Primer 0-10 8-10 1 0-20 14-15 1 20-30 21-26 1 30-40 15 1
Pada proses penggalian kedalaman 30-40 cm akar tanaman sudah mulai sedikit, terutama akar serabut pada akar sekunder. Proses penggalian di kedalaman 30-40 cm hanya 1 tanaman pala yang berhasil dihitung secara keseluruhan akarnya berjumlah 15. Pada 2 tanaman lain hanya diamati bahwa
21 akar pada zona tersebut sudah berkurang terutama akar serabut yang berada pada akar sekunder. Hal ini tidak dilakukan penggalian secara menyeluruh supaya tidak merusak zona akar 20-30 cm yang banyak akar serabut pada akar sekunder serta menghindari kerusakan akar zona 30-40 cm.
Gambar 9. Kondisi akar tanaman pada kedalaman 0-30 cm Hasil Panen Pala
Panen pala di lokasi penelitian terus meningkat, semenjak dibangun rorak pada tanggal 24 Februari 2014. Pemanenan pala pada 3 April 7.1 kg/pohon, 16 April 7.2 kg, 29 Mei 10.8 kg/pohon dan pada tanggal 11 Juni 16 kg/pohon. Hasil perlakuan pembangunan rorak dan saluran peresapan dapat mempengaruhi pertumbuhan panen pala sebesar 7.2-16 kg (Gambar 10). Selama penelitian berlangsung intensitas hujan meningkat pada bulan Maret dan April 2014 sebesar 213.6 mm dan 691 mm.
Gambar 10. Grafik hasil panen pala
Pengamatan hasil panen 20 Juli 2014, dilakukan pengamatan antara tanaman pala yang disertai rorak dan saluran peresapan dan tanaman pala yang tanpa rorak dan saluran peresapan. Rata-rata panen pala sebesar 15.83 kg/pohon untuk tanaman pala yang memiliki rorak dan saluran peresapan. Sedangkan pada tanaman tanpa rorak diamati rata-rata panen 12.6 kg/pohon. Peningkatan hasil pemanenan sesuai dengan penelitian Surdianto (2012) melakukan perlakuan sistem pemanenan hujan menggunakan saluran peresapan dan rorak di kebun belimbing manis Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok menyatakan bahwa cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman belimbing
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 22/ 03/ 14 11/ 04/ 14 01/ 05/ 14 21/ 05/ 14 10/ 06/ 14 re ra ta pa n en ( K g/po h o n ) Tanggal
22
manis untuk tumbuh dan berproduksi sepanjang tahun. Wu et al. (2009) menyatakan pemanenan air memiliki kontribusi yang cukup untuk ketersediaan air dalam meningkatkan hasil produksi tebu, tembakau, dan murbei di lembah kering barat daya China.
Spesifik panen ukuran buah pala di lokasi penelitian dengan cara mengambil 10 sampel buah pala secara acak ketika panen. Data spesifik hasil panen pala disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Spesifik ukuran buah pala Berat (gram) keliling tengah (cm) Tinggi buah (cm) Lebar buah (cm) 50.5 14.3 5.4 4.6 60.0 14.3 5.3 4.6 60.0 14.3 5.4 4.7 50.0 14.1 5.2 4.5 55.0 14.0 5.2 4.7 60.0 14.5 5.6 4.7 60.0 14.5 5.7 4.7 45.0 13.0 5.2 4.4 55.0 13.9 5.3 4.5 50.0 13.6 5.4 4.5
Berat pemanenan rerata pemanenan di lokasi penelitian pala berkisar 7 kg tiap pohon. Pemanenan secara besar dilakukan 3 kali setahun, namun pada bulan-bulan tertentu tetap dilakukan pemanenan kecil tiap bulan-bulan karena ketidak seragaman jadwal pemanenan.
Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi dari curah hujan rencana untuk penelitian ini menggunakan data curah hujan 2004-2013 di Kecamatan Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan. Hasil analisis frekuensi diharapkan akan menghasilkan periode ulang yang terbaik untuk desain rorak dan saluran peresapan di lahan pala. analisis frekuensi disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisis frekuensi curah hujan rencana Periode
Ulang
Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana (mm/hr) Normal Log Normal Gumbel Pearson III Log
Pearson III
Tr2 41.32 40.60 40.21 40.71 40.41
Tr5 48.24 47.93 50.04 48.03 47.90
Tr10 51.86 52.28 56.54 52.20 52.45
23 Pemilihan periode ulang 5 tahun (Tr5) menggunakan pendekatan untuk desain drainase pertanian. Distribusi yang akan digunakan adalah distribusi Gumbel karena paling rendah deviasi 1.77 dan rerata persen error sebesar 3.50. Periode ulang 5 tahun lebih sesuai untuk pendekatan desain drainase pertanian dengan nilai 50.04 mm/hari. Intensitas hujan dihitung menggunakan rumus
mononobe sehingga menghasilkan nilai intesintas hujan 17.35 mm/jam. Pengamatan Iklim selama di lokasi Penelitian
Pengamatan curah hujan menggunakan pengukur curah hujan manual dengan dimensi luas penampung curah hujan 100 cm2. Setelah terkumpul selanjutnya diukur dengan dua gelas ukur. Pengukuran gelas ukur yang pertama langsung menghasilkan tinggi untuk luas penampung curah hujan 100 cm2. pengukuran gelas ukur yang kedua hasil ukurnya dalam volume dalam satuan mililiter. Setelah diperoleh volume dari tapungan maka akan dibagi dengan luas penampung yang selanjutnya akan diperoleh tinggi curah hujan pada hari tersebut. Hasil pengukuran kedua gelas ukur sama setelah dikonversi.
Gambar 11. Grafik curah hujan harian 27 Februari – 01 Mei 2014
Kebutuhan air tanaman pada bulan Maret – April 2014 tercukupi oleh curah hujan karena termasuk bulan basah dengan adanya 10 hari hujan pada bulan Maret sebesar 213.6 mm. Hujan harian yang terjadi pada bulan April adalah 11 hari hujan sebesar 691 mm. Menurut klasifikasi Oldeman pada bulan Maret dan April 2014 termasuk bulan basah.
Evapotranspirasi Lahan Pala
Evapotranspirasi (ETc) harian lahan pala dihitung menggunakan metode Blaney-Criddle berdasarkan data temperatur dan kelembaban harian yang dicatat dilokasi penelitian. Untuk data pelengkap penyinaran matahari dan kecepatan angin diambil dari data stasiun meterologi terdekat pada bulan Maret sampai Mei selama 10 tahun terakhir. Nilai faktor tanaman (kc) diambil dari pendekatan
0 50 100 150 200 250 27/02/14 04/03/14 20/03/14 22/03/14 28/03/14 02/04/14 05/04/14 10/04/14 14/04/14 17/04/14 21/04/14 27/04/14 01/05/14 C ur a h H uj a n ( m m /h a ri ) Tanggal
24
tanaman perkebunan dan kopi yang bernilai 0.95-1.10 (Triatmodjo 2010). Merrit (2002) menyatakan nilai faktor tanaman untuk tanaman buah tropika bernilai 0.98.
Perhitungan nilai evapotranspirasi maksimum pada bulan Maret sebesar