• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di bawah tegakan Eucalyptus spp HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Sektor Habinsaran, rumah kaca dan di laboratorium biologi tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan Selama 3 bulan di mulai dari November 2010 sampai Januari 2011.

Alat dan Bahan Alat

Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penyangga, bak kaca, tabung kaca/semprong, kain kasa, karet gelang, kantong plastik, cangkol, beaker glass, pipet, gelas aqua, ayakan 2mm, stopwatch, kertas label, gelas piala, cawan aluminium, oven, timbangan, alat pengukur dan alat tulis lainnya.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah di bawah tegakan Eucalyptus spp dan tanah di bawah tegakan hutan heterogen yang terdapat di sekitar konsesi HPHTI PT.TPL Sektor Habinsaran, pasir, air dan biji jagung dan sejumlah bahan kimia lainnya yang digunakan dalam analisis tanah.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari dua jenis vegetasi dan dua kedalaman tanah yang berbeda yaitu :

1. Hutan Heterogen kedalaman 0-30 cm 2. Hutan Heterogen kedalaman 40-60 cm 3. Hutan Eucalyptus spp kedalaman 0-30 cm 4. Hutan Eucalyptus spp kedalaman 40-60 cm

Dengan demikian ada 4 perlakuan. Pengambilan sampel tanah secara acak menggunakan metode jigjak. Setiap contoh tanah yang diambil pengukuran di ulang sebanyak 3 kali dan setiap sampel pengamatan diambil dari 50 lobang yang berbeda dan kemudian dikompositkan. Diberi petunjuk serta label nama untuk setiap contoh tanah (Sutedjo, 2004) dan kemudian nilai rata-rata yang di peroleh di uji dengan uji t.

Prosedur Penelitian

Pengambilan contoh tanah

Cara pengambilan contoh tanah pada hutan tegakan Eucalyptus spp dan hutan heterogen adalah sebagai berikut:

1. Lahan yang akan diambil contoh tanahnya dibersihkan dari sisa tanaman dan kotoran–kotoran lainnya. Setelah bersih dilakukan pengambilan contoh tanah.

2. Contoh tanah individu diambil dengan menggunakan ring bar, dari bagian lapisan tanah sederhana 0-30cm dan 40-60 cm dengan masing-masing 50 titik pengambilan sampel untuk kedalaman dan

jenis hutan. Contoh–contoh tanah yang individual dengan kedalaman 0-30 cm dan 40-60 cm, selanjutnya dicampur sehingga merata dan dimasukkan ke kantong plastik (Sutedjo, 2004).

Persiapan tanah

Tanah dibersihkan dari daun-daun, sisa tanaman, ataupun kotoran-kotoran lainnya. Selanjutnya diayak dengan ayakan 2 mm dan dikering udarakan dengan cara menghamparkan ke tanah pada tempat yang terbuka yang tidak terkena matahari langsung.

Parameter Pengamatan Kadar air kering udara

1. Dimasukkan kedalam cawan tanah yang sudah kering udara sebanyak 10 g

2. Kemudian tanah yang berada dalam cawan yang diovenkan dengan suhu 1050C selama 24 jam

3. Tanah tersebut ditimbang beratnya

4. Dihitung kadar airnya dengan menggunakan rumus: KA= x100%

BK BK BB

Kadar air kapasitas lapang

1. Dimasukkan pasir ke dalam gelas piala sebanyak 1/3 gelas piala 2. Kemudian dimasukkan tabung kaca ke dalam gelas piala

3. Setelah itu dimasukkan tanah yang telah dikering udarakan ke dalam gelas piala sebanyak 2/3 gelas piala

4. Selanjutnya dimasukkan air ke dalam gelas piala hingga batas pasir 5. Ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet

6. Di inkubasi selama 24 jam

7. Ditentukan kadar airnya dengan menyingkirkan tanah bagian atas sehingga tanah yang diambil merupakan tanah yang berada di tengah-tengah gelas yang diambil dari 4 titik, yaitu: 2 titik sebelah kanan tabung kaca dan 2 titik lagi sebelah kiri tabung kaca. Sama seperti proses pada penentuan kadar air kering udara dengan perhitungan:

KAKL= x100%

BK BK BB

Daya jerap tanah

1. Tanah yang sudah diayak dimasukkan ke dalam tabung kaca yang berukuran 20 cm sebanyak 24 tabung kaca dan pada setiap ujung tabung kaca ditutup kain kasa dan diikat rapat

2. Kemudian tabung kaca yang telah berisi tanah dicelupkan ke dalam bak yang telah berisi air secara serentak

3. Diusahakan tabung kaca yang tercelup sampai batas kain kasa saja dan untuk itu diperlukan penyangga agar tabung kaca tidak tercelup semua

4. Diamati kenaikan air setelah satu jam pengamatan

5. Diamati kenaikan air maksimum dan dicatat waktu yang diperlukan 6. Diukur berapa banyaknya air yang diserap pada setiap 1 jam

pengamatan

7. Setelah air naik semua dan sudah mencapai kenaikan maksimum, sampel tanah yang berada dalam tabung kaca ditentukan daya jerapnya dengan satuan cm/jam.

Kandungan air tersedia

Setelah kadar air kapasitas lapang dan kadar air titik layu permanen diperoleh, besarnya kandungan air tersedia dihitung dengan menggunakan rumus:

KA tersedia= KAKL-KATLP Keterangan:

KA tersedia = Kandungan air tersedia KAKL = kadar air kapasitas lapang KATLP = Kadar air titik layu permanen

Untuk kadar air titik layu dan titik layu permanen dihitung dengan cara:

1. Pada setiap tabung gelas yang beris sampel tanah sebelunya dipindahkan ke dalam gelas aqua kemudian ditanami biji jagung 2. Kemudian diamati perkembangan jagung hingga tumbuh, apabila

jagung layu pada siang hari dan segar pada malam hari berarti tanah pada kondisi titik layu

3. Apabila jagung layu pada siang maupun pada malam hari berarti kondisi tanah mencapai titik layu permanen. Pengamatan ini untuk menentukan kadar air tersedia

4. Kemudian diambil sebanyak 10 gram tanah dari gelas aqua dan dimasukkan ke dalam cawan timbang lalu di ovenkan dengan suhu 105 0C selama 24 jam. Kemudian di hitung kadar airnya dengan rumus sebagai berikut:

KATLP= 100 %

BK BK BB

Tekstur tanah

Penetapan tekstur di laboratorium dilakukan dengan analisa mekanis, dengan menggunakan metode pipet (Hakim, et al.,1986) dengan prosedur sebagai berikut:

1. Tanah diayak dengan menggunakan ayak 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam Erlemeyer 250 l

2. Ditambahkan larutan natrium piropospat, dikocok sampai homogen, lalu disebarkan selama 24 jam

3. Digoncang dengan menggunakan alat pengoncang (shaker) selama 15 menit

4. Selanjutnya dipindahkan ke dalam silinder (gelas ukur) volume 15 ml dan ditambahkan aquadest sebanyak 15 ml

5. Dikocok 20 kali sebelum dilakukan pembacaan, bila perlu didapat ditambahkan amil alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat

mengganggu pembacaan. Ini dilakukan untuk pembacaan pertama untuk liat dan debu

6. Dimasukkan hydrometer untuk pembacaan yang kedua, untuk mendapatkan jumlah liat

7. Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: %(liat + debu) = ah contoh tan berat detik 40 setelah hydrometer pembacaan x 100% %liat = ah contoh tan berat jam 3 setelah hydrometer pembacaan x 100%

% debu = % (liat + debu) - % liat

Bahan organik

Untuk menentukan C-organik dalam tanah dilakukan dengan prosedur:

1. Ditimbang 0,5 gr tanah kering udara,dimasukkan kedalam Erlemeyer 500 ml

2. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 (dengan menggunakan pipet tetes) lalu digoncang dengan tangan

3. Ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian digoncang 3 menit, selanjutnya didiamkan selama 30 menit

4. Ditambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85% pekat dan NaF 4% 2,5 ml. kemudian di tambahkan 5 tetes diphenylamine, diaduk, maka akan timbul larutan berwarna biru tua kehijauan kotor

5. Dititrasi dengan Fe dari buret, hingga berwarna menjadi hijau terang 6. Dilakukan prosedur dengan nomor 2-5 tetapi sample tanpa tanah,

7. Selanjutnya dihitung C-organik dengan menggunakan rumus: %C-organik = 5(1-t/s) 0.78

Dimana t = titrasi s = blanko

Selanjutnya dihitung bahan organik dengan menggunakan rumus: %BO = %C-organik x 1,724 (IPB, 1997).

Permeabilitas tanah

Permeabilitas merupakan sifat bahan berpori, dan dapat mengalir/ merembes dalam tanah, (dalam tanah dapat terjadi perkolasi air). Tinggi rendahnya permeabilitas ditentukan ukuran pori. Persamaannya adalah :

Q x L K = t x h x A Dimana: K = Permeabilitas (cm/jam)

Q = Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml) t = Waktu pengukuran (jam)

L = Lebar contoh tanah (cm)

h = ”water head” tinggi permukaan air dari contoh tanah (cm) A = Luas permukaan contoh tanah (cm2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar air kapasitas lapang, kadar air kering udara, daya jerap tanah dan kandungan air tersedia menunjukkan bahwa kedalaman tanah dan tegakan hutan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air kapasitas lapang, kadar air kering udara daya jerap tanah dan kandungan air tesedia. Rataan kadar air kapasitas lapang, kadar air kering udara daya jerap tanah dan kandungan air tesedia pada tegakan hutan dan kedalaman tanah serta hasil uji t disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar air kapasitas lapang, kadar air kering udara, daya jerap tanah,

kandungan air tersedia pada jenis tegakan hutan dan kedalaman tanah (%)

Parameter Kedalaman tanah Hutan Heterogen Hutan Eucalyptus spp

Kadar air 0-30 cm 63.44 41.32 kapasitas lapang 40-60 cm 47.65 ` 40.57 Kadar air 0-30 cm 35.30 24.86 kering udara 40-60 cm 27.72 17.64 Daya jerap 0-30 cm 0.57 0.53 tanah 40-60 cm 0.52 0.51 Kandungan air 0-30 cm 45.42 24.28 tersedia 40-60 cm 37.60 26.50

Hasil analisis sidik ragam terhadap bahan organik dan permeabilitas tanah menunjukkan kedalaman tanah dan tegakan hutan tidak berpengaruh nyata terhadap bahan organik dan permeabilitas tanah. Rataan bahan organik dan permeabilitas tanah pada tegakan hutan dan kedalaman tanah serta hasil uji t disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan organik dan permeabilitas tanah pada jenis tegakan hutan dan kedalaman tanah (%)

Parameter Kedalaman tanah Hutan heterogen Hutan Eucalyptus spp Keterangan

Bahan organik 0-30 cm 7.56 3.56 Tinggi 40-60 cm 3.08 2.18 Sedang

Permeabilitas 0-30 cm 3.50 2.78 Sedang 40-60 cm 2.94 2.29 Sedang

Hasil analisis tekstur tanah disajikan pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Analisis tekstur pada jenis tegakan hutan dan kedalaman tanah (%)

Hutan dan kedalaman tanah Pasir Debu Liat Keterangan Hutan Eucalyptus spp (0-30 cm) 68.56 16 15.44 Lempung berpasir Hutan Eucalyptus spp (40-60 cm) 74.56 12 13.44 Lempung berpasir Hutan heterogen (0-30 cm) 77.56 13 9.44 Lempung berpasir

Pembahasan

Kadar air kapasitas lapang Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar air kapasitas lapang

menunjukkan bahwa kedalaman tanah, tegakan hutan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air kapasitas lapang. Pada tabel 1 di atas dapat kita lihat bahwa kadar air kapasitas lapang terbesar berada pada hutan heterogen pada tanah lapisan atas (0-30 cm) yaitu sebesar 63.44% dan yang paling kecil terdapat pada hutan Eucalyptus spp pada tanah lapisan bawah (40-60 cm) yaitu sebesar 40.57%. Hal ini disebabkan karena kandungan bahan organik di tanah hutan heterogen

lebih bear dibandingkan di tanah hutan Eucalyptus spp. Menurut Hakim,

et al., (1986) bahwa semakin tinggi bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Vegetasi yang terdapat pada hutan heterogen merupakan tumbuhan yang sudah tua sehingga memiliki banyak serasah, ranting dan juga batang pohon yang tumbang dan mengalami dekomposisi di bawah

tegakan tersebut. Pada keadaan seperti ini akan sangat mendukung keberadaan

mikroorganisme di dalam tanah yang akan memperbaiki struktur dan pori-pori tanah. Menurut Hanafiah (2005) bahwa keberadaan bahan organik dan juga dominansi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang sehingga luas situs sentuhnya menjadi luas dan menghasilkan daya pegang terhadap air yang cukup kuat. Hal ini menyebabkan air dan udara cukup mudah masuk dan keluar tanah sehingga sebagian air akan tertahan. Pada tabel 1 di atas kadar air kapasitas lapang di hutan heterogen pada tanah lapisan atas (0-30 cm) lebih besar dibandingkan pada tanah hutan Eucalyptus spp pada tanah

lapisan bawah (40-60 cm). Hal ini disebabkan karena kandungan debu dalam tanah hutan heterogen pada lapisan atas lebih besar di bandingkan di tanah hutan

Eucalyptus spp pada lapisan bawah. Menurut Harjwowigeno (1993), tanah-tanah dominan pasir memiliki kemampuan struktur tanah sangat rendah, mudah jenuh air, sehingga kapasitas infiltrasinya cepat menurun dan sebaliknya tanah yang teksturnya didominasi debu akan kuat mengikat air . Hal ini membuktikan bahwa hutan heterogen masih memiliki bahan organik yang lebih banyak dari hutan

Eucalyptus spp sehingga air yang berada pada tanah tersebut dengan mudah diserap oleh tanaman dan daya infiltrasi tinggi. Keadaan ini dapat disebabkan karena perubahan sifat fisik tanah dan air hujan yang langsung jatuh ke tanah yang dapat mengakibatkan penyumbatan pori-pori tanah yang akan mempengaruhi laju infiltrasi tanah semakin kecil. Asdak (1995), mengemukakan bahwa tanah hutan dengan jenis vegetasi yang banyak mempunyai laju infiltrasi permukaan yang tinggi dan makroporositas yang relatif banyak, diiringi dengan tingginya aktivitas biologi tanah dan perakaran. Masuknya akar ke dalam tanah dengan kedalaman tertentu dapat membuat agregat-agregat tanah renggang, sehingga akan menimbulkan celah-celah jalan masuknya air ke dalam tanah.

Kadar air kering udara Dari tabel 1 di atas dilihat bahwa kadar air kering udara tertinggi terdapat

pada hutan heterogen pada tanah lapisan atas (0-30 cm) yaitu sebesar 35.30% dan terendah terdapat pada hutan Eucalyptus spp pada tanah lapisan bawah (40-60 cm) yaitu sebesar 17.64%. Hal ini di sebabkan karena kandungan bahan organik pada tanah hutan heterogen pada lapisan atas 7.56% lebih besar dibandingkan dengan

(40-60cm) yaitu sebesar 2.18%. Menurut Harjwowigeno (1993) bahwa bahan organik dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah yaitu menambah kemampuan tanah untuk menahan air dan unsur-unsur hara yang tinggi serta memperbaiki struktur

tanah. Tingginya kadar air kering udara pada tanah hutan heterogen juga di

pengaruhi oleh tekstur tanah. Pada hutan heterogen di tanah lapisan atas (0-30cm) tekstur liatnya sebesar 15.44% sedangkan pada hutan Eucalyptus spp pada tanah lapisan bawah memiliki liat sebesar 11.44%. Liat adalah jenis tanah yang sangat kuat untuk menahan air selain karena daya tarik partikel tanah (daya adhesi tanah) dan luas permukaan partikel yang tinggi, juga kemampuan liat untuk mengembang pada saat basah. Sehingga pada saat tanah dikering udarakan air

tanah lebih banyak tersisa (tertahan) pada tanah hutan heterogen.

Daya jerap tanah

Laju daya jerap tanah tertinggi terhadap air (kecepatan air mengalir) tertinggi terdapat pada hutan heterogen pada lapisan tanah atas (0-30cm) yaitu sebesar 0.57 cm/jam dan daya jerap tanah terendah terdapat pada tanah hutan

Eucalyptus spp pada tanah lapisan bawah (40-60 cm) yaitu sebesar 0.51 cm/jam (tabel 1). Hal ini disebakan selain karena kandungan bahan organik yang lebih besar pada tanah hutan heterogen juga karena kandungan debu dan liat dalam tanah hutan heterogen pada lapisan atas lebih besar di bandingkan dengan tanah hutan Eucalyptus spp pada lapisan bawah. Menurut Hanafiah (2005) bahwa dominansi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang sehingga jumlah situs sentuhnya menjadi luas dan menhasilkan

daya pegang terhadap air yang cukup kuat. Hal ini menyebabkan air dan udara cukup mudah masuk dan keluar tanah sehingga sebagian air akan tertahan. Hasil analisis sidik ragam terhadap daya jerap tanah menunjukkan bahwa pada tegakan hutan dan kedalaman tanah dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap daya jerap tanah. Rataan daya jerap tanah pada jenis tegakan hutan dan kedalaman tanah serta hasil uji t disajikan pada tabel 1.

Kandungan air tersedia

Hasil analisis sidik ragam terhadap kandungan air tersedia menunjukkan bahwa jenis vegetasi dan kedalaman tanah di hutan heterogen tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan air tersedia. Rataan kandungan air tersedia pada jenis tegakan hutan dan kedalaman tanah serta hasil uji t disajikan pada tabel 1.

Berdasarkan tabel 1. jumlah kandungan air tersedia terbesar terdapat pada hutan haterogen pada tanah lapisan atas (0-30 cm) yaitu sebesar 45.42 % dan kandungan air terendah terdapat pada hutan Eucalyptus spp pada tanah lapisan bawah (40-60 cm) yaitu sebesar 24.28 %. Hal ini disebabkan karena kandungan debu dan liat di hutan heterogen pada lapisan atas (0-30 cm) yaitu 16 % dan 15.44% lebih besar dibandingkan di tanah hutan eucalyptus spp pada lapisan atas (0-30 cm) yaitu sebesar 13% dan 9.44%. Menurut Foth (1988) bahwa tanah dominan debu mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Debu memiliki permukaan yang lebih luas dan memiliki laju pelapukan dan pelepasan hara terlarut yang lebih cepat untuk pertumbuhan tanaman.

Tekstur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi laju infiltrasi air terhadap tanah, kemampuan tanah dalam menampung air, pertumbuhan tanaman, proses-proses biologi dan hidrologi tanah. Kapasitas tanah menahan air berhubungan dengan luas permukaan absorbsi dan volume ruang pori, semakin banyak persentasi debu dan liat dalan tanah maka kemampuan tanah menyerap air semakin tinggi, dan sesuai dengan pernyataan Asdak (2005) semakin banyak jumlah pori-pori dan semakin luas permukaan partikel tanah maka kemampuan tanah untuk menyerap air akan semakin tinggi dan semakin sedikit jumlah pori tanah maka semakin rendah kemampuan tanah untuk menyerap air.

Tekstur tanah

Tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang menentukan laju infiltrasi dan perilaku air tanah. Tekstur tanah dari ke empat jenis tanah yang dianalisis hasilnya adalah lempung berpasir. Pasir memiliki pori-pori yang besar menyebabkan air mudah merembes kedalam tanah yang berarti infiltrasi besar. Kartasapoetra (1989) mengatakan infiltrasi besar apabila di permukaan banyak melakukan rembesan kedalam tanah, seperti tanah-tanah berpasir, lempung berpasir yang mempunyai kedalaman lapisan kedap air yang dalam atau dengan kata lain pada tanah bertekstur kasar.

Hanafiah (2005) mengatakan bahwa tanah yang didominasi pasir akan banyak memiliki pori-pori makro (Besar), (disebut lebih porous) tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang) (agak porous), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil)

dan tidak porous. Dengan demikian, jika tanah yang lebih porous akan makin mudah akar untuk berpenetrasi, serta makin mudah air dan udara untuk bersirkulasi, tetapi makin mudah pula air untuk hilang dari tanah. Tanah yang tidak porous akan makin sulit akar untuk berpenetrasi, serta makin sulit air dan udara untuk bersirkulasi, tetapi air yang ada tidak mudah hilang dari tanah.

Dari Tabel 3 diatas dapat kita lihat bahwa tekstur pasir yang paling tinggi dimiliki oleh hutan Eucalyptus spp pada tanah lapisan bawah (40-60) yaitu 80.56% dan yang paling kecil berada pada hutan heterogen pada lapisan atas yaitu 68.56, ini membuktikan bahwa hutan heterogen memiliki bahan organik lebih banyak sehingga jumlah pasir sedikit dan sebaliknya hutan Eucalyptus spp jumlah bahan organiknya lebih sedikit sehingga jumlah pasirnya semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjowegeno (1993) menyatakan bahwa tanah dengan tekstur kasar seperti pasir tahan terhadap erosi karena butir-butir yang besar tersebut memerlukan lebih banyak tenaga untuk mengangkut hasil erosi tanah. Demikian pula dengan tanah bertekstur halus seperti liat, tahan terhadap erosi karena daya kohesi dari liat tersebut karena gumpalan –gumpalannya sulit untuk dihancurkan.

Dari tabel 3, diketahui bahwa hutan heterogen maupun hutan Eucalyptus

spp semakin kedalam maka persentasi fraksi pasir semakin tinggi. Pada tanah yang teksturnya didominasi oleh pasir sangat sedikit menyerap air dan kandungan bahan organiknya lebih rendah. Kartasapoetra (1986), menyatakan bahwa pada fraksi berpasir daya infiltrasi tinggi dibandingkan dengan liat tetapi kemampuan untuk mengikat air sangat rendah. Menurut Hakim, et al., (1986), setiap jenis tanah mempunyai kemampuan untuk berinfiltrasi yang berbeda-beda, yang

bervariasi dari yang sangat tinggi sampai rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi karena ruang pori besar tapi daya kohesi antara tanah dan air sangat rendah sehingga sedikit menyimpan air.

Bahan organik

Hasil analisis sidik ragam terhadap bahan organik menunjukkan bahwa pada tegakan hutan dan kedalaman tanah serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap bahan organik. Rataan analisis bahan organik pada jenis tegakan hutan dan kedalaman tanah serta hasil uji t disajikan pada tabel 2.

Pada tabel 2 diatas menunjukkan bahwa bahan organik terbesar terdapat pada hutan heterogen pada kedalaman tanah lapisan atas (0-30 cm) yaitu sebesar 7.56% dan yang paling rendah terdapat di hutan Eucalyptus spp pada kedalaman tanah lapisan bawah (40-60 cm) yaitu sebanyak 2.18%. Bahan organik tanah atau humus sangat berperan dalam pengaturan tata air. Bahan organik berperan untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam meningkatkan laju penyerapan air tanah. Oleh karena itu keberadaan bahan organik dalam tanah perlu diketahui dan di pertahankan. Menurut kartasaputra (1989) ketika hujan turun air yang jatuh dapat mengakibatkan lepasnya partikel-partikel halus tanah. Bahan akan sangat berfungsi menahan pukulan air. Air yang jatuh akan terserap oleh bahan organik (humus) dan selanjutnya dengan kecepatan yang relatif lambat akan meresap terus ke lapisan tanah bawah.

Dari tabel 2 diatas kita dapat melihat bahwa hutan heterogen memiliki tapak yang lebih bagus dari pada hutan Eucalyptus spp baik pada kedalaman 0-30 dan kedalaman 40-60 cm. Penurunan bahan organik di hutan Eucalyptus spp

disebabkan oleh pengolahan lahan yang kurang tepat dan juga penggunaan pupuk secara terus-menerus dalam jumlah besar sehingga mengganggu struktur tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brady (1990), terjadinya degradasi tanah dapat diakibatkan pamakaian pupuk buatan secara terus-menerus dalam jumlah besar dan kerusakan fisik tanah dapat diakibatkan kerusakan struktur tanah yang dapat mengakibatkan pemadatan tanah.

Dari tabel 2 diatas kita dapat membandingkan dengan hasil analisis tanah bahwa tanah di hutan heterogen yang terdapat di sekitar lingkungan PT Toba Pulp Lestari sektor Habinsaran cukup baik, tapi setelah ditanami dengan vegetasi eukaliptus terjadi penurunan bahan organik yang signifikan. Dan kalau ini tidak diatasi kemungkinan besar akan mengakibatkan rusaknya tanah di lingkungan konsesi PT TPL tbk.

Kandungan bahan organik tanah menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah-tanah yang cukup mengandung bahan organik umumnya menyebabkan struktur tanah menjadi mantap sehingga tahan terhadap erosi.

Dokumen terkait