• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.3 Metode Penelitian .1 Persiapan Lahan

Pertama-tama dilakukan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor kemudian dibuat petakan dengan ukuran 3 x 4 m2 disiapkan sebanyak 21 petak untuk 7 perlakuan dan 3 ulangan. Bagan petak percobaan ini disajikan pada Gambar 1.

I II III Gambar 1. Bagan Petak Percobaan Pupuk Organik Keterangan : K = Kontrol; S = Standar; PO = Pupuk Organik

3.3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan yang juga sebagai kelompok atau blok. Model persamaan matematikanya adalah sebagai berikut:

Yij = μ + τi j ij Keterangan:

Yij = pengamatan pada kelompok/ulangan ke-i dan perlakuan ke-j

μ = nilai tengah populasi

τi = pengaruh kelompok/ulangan ke-i

βj = pengaruh perlakuan ke-j

εij = pengaruh acak dari kelompok/ulangan ke-i dan perlakuan ke-j

Data hasil percobaan selanjutnya dianalisis ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati. Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test ) dengan taraf 5 %.

1 S + 1 PO (51) 0.75 S + 1.5 PO (53) K (31) 0.5 S + 1 PO (43) 0.75 S + 1 PO (46) 0.5 S + 1 PO (42) 1 S + 1 PO (49) 0.5 S + 1 PO (41) 0.75 S + 1 PO (47) 0.5 S + 1.5 PO (38) KOSONG K (29) J a la n Ci k a b a y a n 0.75 S + 1.5 PO (55) 0.5 S + 1.5 PO (39) KOSONG 1 S + 1 PO (50) 0.5 S + 1.5 PO (37) S (33) S (34) K (30) KOSONG S (35) 0.75 S + 1.5 PO (54) 0.75 S + 1 PO (45)

3.3.3 Penanaman

Tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah jagung manis Seleksi Darmaga III (SD III) yang ditanam dengan cara tugal pada jarak tanam 70 cm x 30 cm, setiap lubang ditanami dua benih. Sebelum menanam, lahan terlebih dahulu diberikan kapur dengan dosis 1.6 kg/ petak atau setara dengan 1.3 t/ha.

3.3.4 Pemupukan

Pemberian pupuk organik dilakukan dengan cara pop up, yaitu membuat dua lubang pupuk dengan tugal pada jarak 70 cm x 30 cm, lubang ke satu diisi pupuk organik dan 2 benih per lubang dan lubang ke dua diisi pupuk Urea, KCl dan SP-36. Pemupukan Urea, KCl, dan organik diberikan 2 kali yaitu masing-masing setengah dosis pada saat tanam dan pada umur 21 HST (Hari Setelah Tanam). Pemupukan kedua dengan cara yang sama, dengan cara dibuat lubang dengan jarak 5 cm dari lubang yang pertama.

Dosis masing-masing pupuk organik dan pupuk standar untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Dosis pemupukan per petak dan per hektar

Dosis per petak Dosis per ha

Perlakuan Organik Urea SP-36 KCl Organik Urea SP-36 KCl

…… gram …… …… kg …… Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 Standar 0 360 240 180 0 300 200 150 0.5 S + 1 PO 1120 180 120 90 700 150 100 75 0.5 S + 1.5 PO 1680 180 120 90 1050 75 50 37.5 0.75 S + 1 PO 1120 270 180 135 700 225 150 112.5 0.75 S + 1.5 PO 1680 270 180 135 1050 225 150 112.5 1 S + 1 PO 1120 360 240 180 700 300 200 150 Keterangan: S = Standar; PO = Pupuk Organik

3.3.5 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan, meliputi: Penyulaman, Penyiraman, dan Penyiangan dari gulma. Penyulaman dilakukan pada umur 5-7 hari setelah tanam dengan cara memberi benih jagung pada lubang yang tidak tumbuh. Pada musim kemarau penyiraman dilakukan setiap hari sedangkan untuk membantu pembungaan dan pembentukan biji diberikan air sebanyak 25 ml pada pangkal batang umur 30, 40,

50 dan 60 hari setelah tanam. Penyiangan dilakukan satu sampai tiga kali dalam siklus pertanaman jagung dengan menggunakan cored. Penyiangan pertama dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam, kedua dan ketiga dilakukan dengan melihat kondisi gulma pada umur tanaman sekitar 4-6 minggu setelah tanam.

3.3.6 Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel pertumbuhan vegetatif dan produksi. Variabel pertumbuhan vegetatif yang diamati yaitu tinggi tanaman 4, 6, dan 8 MST (Minggu Setelah Tanam) dengan mengambil 10 contoh tanaman per petak. Pengukuran tinggi tanaman jagung dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah sampai pangkal ujung daun tertinggi. Variabel produksi tanaman yang diamati yaitu: bobot tongkol dengan kelobot dan bobot berangkasan.

3.3.7 Pemanenan

Panen jagung dilakukan setelah mencapai masak fisiologis pada umur 11 MST. Tongkol diambil dari batang jagung kemudian ditimbang dengan kelobot. Biomassa tanaman berupa daun diambil 5 helai dari tanaman contoh, dibersihkan dan oven pada suhu 80oC, sebelum dan sesudah di oven daun ditimbang. Daun kering kemudian digiling dan selanjutnya dilakukan analisis tanaman di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah.

Setelah panen, contoh tanah yang terdapat dalam petakan diambil untuk dilakukan analisis tanah. Pengambilan contoh tanah secara komposit dengan mengambil lima titik secara acak pada masing-masing petak yang terletak berjauhan.

3.3.8 Analisis Laboratorium

Setelah panen, tanah dan daun masing-masing petak dibawa ke laboratorium untuk di analisis. Analisis tanah yang dilakukan di laboratorium meliputi: pH H2O (1:1), C-organik (metode Walkley and Black), dan N-total tanah (metode Kjeldahl). Selanjutnya analisis daun meliputi: penetapan kadar hara Nitrogen (%),

Fosfor (%), dan Kalium (%) daun dengan metode pengabuan basah dengan larutan H2SO4 dan H2O2.

3.4 Metode Penilaian Efektivitas Pupuk Organik

Menilai efektivitas pupuk organik yang digunakan dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh pada perlakuan pemupukan yang diuji dengan perlakuan pupuk standar dan kontrol. Metode perhitungan RAE (Relative AgronomicEffectiveness)dengan rumus sebagai berikut:

RAE (%) =

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang digunakan sebelum percobaan masing-masing disajikan pada Tabel 2. dan 3. Tabel 2. Sifat kimia dan fisik Latosol sebelum percobaan

Jenis analisis Hasil analisis Kriteria PPT (1983)

pH H2O (1:1) 4.8 Masam

C-organik (%) 2.07 Sedang

N-total (%) 0.19 Rendah

P Bray-1 (ppm) 4.2 Sangat rendah

Kation dapat ditukar (me/100g) 18.76 Sedang

Ca (me/100 g) 1.92 Rendah

Mg (me/100g) 0.77 Rendah

K (me/100g) 0.07 Sangat rendah

Na (me/100g) 0.21 Rendah Al (me/100g) 2.57 H (me/100g) 0.37 Kejenuhan Al (%) 43.49 Tinggi KB (%) 15.83 Sangat rendah Tekstur Tanah: Pasir (%) 8.92 Debu (%) 17.82 Liat Liat (%) 73.26

Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia dan fisik tanah PPT (1983) pada Tabel Lampiran 1, Latosol Darmaga memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah karena kandungan N-total rendah, K-dd dan P-tersedia termasuk sangat rendah, serta reaksi tanah tergolong masam. Kandungan P-tersedia yang sangat rendah dapat disebabkan karena rendahnya pH tanah serta P difikasi kuat oleh Al dan Fe yang membentuk Al-P dan Fe-P sehingga P tidak mudah tersedia bagi tanaman. Berdasarkan karakteristik tanah tersebut, maka diperlukan usaha perbaikan Latosol untuk menunjang pertumbuhan tanaman jagung manis yaitu dengan penambahan pupuk, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik.

Tabel 3. Komposisi hara dan bahan lain dalam pupuk organik

Parameter Satuan Nilai

pH H2O (1:5) 7.6 C-organik % 21.77 N-total % 1.1 C/N 20 P2O5 % 2.24 K2O % 2.64 Fe ppm 3525 Mn ppm 2650 Zn ppm 493 Pb ppm td Cd ppm td As ppm td Hg ppm 0.05 La ppm 0 Ce ppm 0

Keterangan: td = tidak terdeteksi

Berdasarkan komposisi kimia pupuk organik yang digunakan (Tabel 3) maka pupuk organik mengandung kadar C-organik yang cukup tinggi, dan bila dilihat dari perbandingan antara C dan N atau dikenal dengan rasio C/N maka pupuk organik tersebut sudah dapat dianggap sebagai pupuk organik. Bahan organik yang mengalami proses pengomposan baik dan menjadi pupuk organik yang stabil mempunyai C/N antara 10-20 (Sutanto, 2002). Kandungan hara dalam pupuk organik tergolong rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, namun pupuk organik ini diperkaya oleh hara mikro (Fe, Mn, dan Zn) sehingga penggunaan pupuk organik ini dapat menambaha hara mikro.

4.1.2 Pertumbuhan Jagung

Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 13, 14, dan 15) penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik berpengaruh nyata pada rataan tinggi tanaman jagung 4, 6, dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST). Hasil uji Duncan pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan tinggi tanaman jagung 4, 6 dan 8 MST disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan tinggi tanaman jagung umur 4, 6, dan 8 MST

Perlakuan 4 MST 6 MST 8 MST ……. cm ……. Kontrol 48.90 b 78.50 b 89.60 b Standar 64.90 a 139.30 a 191.30 a 0.5 S + 1 PO 71.40 a 136.32 a 193.20 a 0.5 S + 1.5 PO 71.80 a 140.74 a 200.90 a 0.75 S + 1 PO 73.00 a 143.21 a 199.10 a 0.75 S + 1.5 PO 65.90 a 137.30 a 192.30 a 1 S + 1 PO 71.70 a 144.86 a 206.50 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%.

Tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang paling mudah dilihat serta sensitif terhadap faktor lingkungan sehingga tinggi tanaman sering diamati dalam suatu percobaan. Pada awal pertumbuhan vegetatif, tanaman memerlukan berbagai unsur hara untuk memacu pertumbuhan tinggi tanaman tersebut. Rataan tinggi tanaman jagung yang diamati pada umur 4, 6, dan 8 MST pada perlakuan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik nyata lebih tinggi daripada kontrol, tetapi antara perlakuan pupuk standar dengan perlakuan pupuk organik tidak berbeda nyata (Tabel 4). Meskipun secara statistik tidak berbeda, perlakuan 1 S + 1 PO cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain termasuk standar.

4.1.3. Produksi Jagung (Bobot Tongkol dengan Kelobot dan Bobot Brangkasan)

Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 16 dan 17) perlakuan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik berpengaruh nyata pada rataan bobot tongkol dengan kelobot dan bobot brangkasan. Hasil uji Duncan pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan bobot tongkol dengan kelobot dan bobot brangkasan per petak dan per hektar disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan bobot tongkol jagung dengan kelobot dan bobot brangkasan jagung per petak dan per hektar

Perlakuan Bobot tongkol jagung dengan kelobot Bobot brangkasan jagung Bobot tongkol jagung dengan kelobot Bobot brangkasan jagung ……. kg/petak ……. ……. t/ha……. Kontrol 3.00 b 2.50 b 2.50 b 2.08 b Standar 14.33 a 16.33 a 11.94 a 13.61 a 0.5 S + 1 PO 15.67 a 14.33 a 13.06 a 11.94 a 0.5 S + 1.5 PO 13.83 a 14.33 a 11.53 a 11.94 a 0.75 S + 1 PO 15.83 a 15.83 a 13.19 a 13.19 a 0.75 S + 1.5 PO 15.33 a 15.50 a 12.78 a 12.92 a 1 S + 1 PO 17.17 a 18.67 a 14.31 a 15.56 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan bobot tongkol jagung dengan kelobot serta rataan bobot brangkasan pada perlakuan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik nyata lebih tinggi daripada kontrol, tetapi antara perlakuan pupuk standar dengan perlakuan kombinasi dengan pupuk organik tidak berbeda nyata (Tabel 5). Meskipun secara statistik tidak berbeda, perlakuan 1 S + 1 PO cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain termasuk standar.

4.1.4 Kadar Hara (N, P, dan K) Daun Jagung Manis

Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 18, 19, dan 20) pengaruh pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik tidak berpengaruh nyata untuk rataan kadar hara N- dan P-daun, sedangkan rataan kadar K-daun berpengaruh nyata. Hasil uji Duncan pada rataan kadar N-, P-, K- daun akibat penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik disajikan pada Tabel 6.

Penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik tidak berpengaruh pada rataan kadar hara N dan P daun, sedangkan rataan kadar K-daun nyata lebih tinggi daripada kontrol, tetapi antara perlakuan pupuk standar dengan perlakuan pupuk organik tidak berbeda nyata (Tabel 6). Meskipun secara statistik tidak berbeda, perlakuan 1 S + 1 PO menunjukkan hasil pada rataan kadar N-daun dan perlakuan 0.75 S + 1.5 PO pada hasil rataan kadar P-, dan K-daun cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemupukan yang lain termasuk terhadap perlakuan standar.

Tabel 6. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan kadar N-, P-, dan K-daun jagung manis

Perlakuan N-daun P-daun K-daun

……. (%) ……. Kontrol 1.89 0.212 0.65 c Standar 1.97 0.217 1.61 ab 0.5 S + 1 PO 1.91 0.207 1.12 bc 0.5 S + 1.5 PO 1.91 0.208 1.72 ab 0.75 S + 1 PO 1.93 0.219 1.54 ab 0.75 S + 1.5 PO 2.01 0.244 2.19 a 1 S + 1 PO 2.08 0.221 1.51 ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%.

4.1.5 Sifat Kimia Tanah setelah Panen

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan pemupukan berpengaruh nyata pada pH, tetapi tidak berpengaruh pada kadar N-total dan C-organik tanah (Tabel Lampiran 21, 22, dan 23). Hasil uji Duncan pada rataan pH tanah dan rataan N-total dan C-organik akibat penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan pH tanah, N-total tanah, dan C-organik tanah

Perlakuan

pH

N-total Tanah C-organik Tanah

……. (%) …... Kontrol 5.0 ab 0.21 2.54 Standar 4.8 ab 0.22 2.71 0.5 S + 1 PO 5.0 ab 0.23 2.67 0.5 S + 1.5 PO 5.1 a 0.23 2.69 0.75 S + 1 PO 4.7 b 0.24 2.70 0.75 S + 1.5 PO 4.8 ab 0.23 2.73 1 S + 1 PO 4.8 ab 0.23 2.79

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%.

Pada Tabel 7 Pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada pH tanah hanya pada perlakuan 0.5 S + 1.5 PO nyata lebih tinggi daripada pengaruh perlakuan 0.75 S + 1 PO, sedangkan antar perlakuan lainnya tidak berbeda. Namun, meskipun rataan N-total dan C-organik tanah secara statistik tidak berbeda, penambahan pupuk organik cenderung menghasilkan N-total dan C-organik lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

4.1.6 RAE (Relative Agronomic Effectiveness)

Produksi yang digunakan untuk menghitung RAE adalah bobot tongkol jagung dengan kelobot (Tabel 8). Hasil perhitungan RAE untuk setiap perlakuan, diketahui bahwa penambahan pupuk organik yang dikombinasikan dengan dosis anjuran pupuk standar menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan pupuk standar saja, kecuali pada perlakuan 0.5 S + 1.5 PO (Tabel 8). Perlakuan 1 S + 1 PO menghasilkan nilai RAE 25% lebih tinggi dibandingkan dengan standar dan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Oleh karena itu, pemberian pupuk organik efektif dalam meningkatkan produksi.

Tabel 8. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik pada produksi bobot tongkol jagung dengan kelobot dan nilai RAE

Perlakuan Bobot Tongkol Jagung dengan kelobot (ton/ha) RAE (%)

Standar 11.94 100 0.5 S + 1 PO 13.06 112 0.5 S + 1.5 PO 11.53 96 0.75 S + 1 PO 13.19 113 0.75 S + 1.5 PO 12.78 109 1 S + 1 PO 14.31 125

Namun demikian, perlakuan 0.5 S + 1.5 PO memberikan hasil RAE lebih rendah daripada perlakuan standar karena pada petak perlakuan 0.5 S + 1.5 PO diulangan kedua hasil bobot tongkol dengan kelobot lebih rendah daripada petak perlakuan 0.5 S + 1.5 PO diulangan satu dan tiga. Hal ini diduga pada petak diulangan kedua mengalami ketidak seimbangan hara atau ada faktor pembatas untuk mendapatkan produksi sebagaimana yang didapat di ulangan 1 dan 3.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta analisis di laboratorium, secara umum perlakuan 1 S + 1 PO menunjukkan hasil tertinggi dan nyata lebih tinggi daripada kontrol (rataan tinggi tanaman dan produksi jagung) serta cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan standar (rataan tinggi, produksi, kadar N-tanaman dan C-organik tanah) serta nilai RAE 25% lebih tinggi daripada standar, sedangkan pada perlakuan 0.75 S + 1.5 PO menunjukkan rataan kadar P- dan K-daun lebih tinggi daripada kontrol dan standar. Meskipun dosis pupuk anorganik lebih rendah daripada dosis standar, penambahan pupuk organik masih dapat memberikan hasil yang cenderung lebih tinggi daripada perlakuan kontrol dan standar.

Hasil penelitian menunjukkan kontrol (tanpa pemberian pupuk) memiliki tinggi serta produksi tanaman jagung, kadar NPK daun serta analisis tanah setelah panen paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa tanaman membutuhkan unsur hara, khususnya NPK dalam jumlah cukup selama pertumbuhannya. Tanaman membutuhkan 16 unsur hara untuk pertumbuhan, yaitu: hara C, H, O, N, P, dan K diperlukan dalam jumlah banyak, hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang, serta hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan dalam jumlah sedikit. Hara N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl dapat ditambahkan dengan pemupukan sedangkan C, H, dan O berasal dari air dan udara yang diperoleh dari hasil fotosintesis (Leiwakabessy et al., 2003).

Penggunaan pupuk anorganik yang dikombinasikan dengan pupuk organik memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman, terutama perlakuan kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik dosis rekomendasi atau perlakuan (1 S + 1 PO) memberikan hasil yang cenderung lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya termasuk standar (pupuk anorganik saja). Hal ini diduga karena kondisi tanah yang sangat mendukung bagi perkembangan perakaran maupun proses penyerapan hara pada petakan yang ditambah pupuk organik, selain itu adanya penambahan hara mikro dari pupuk organik diduga menunjang peningkatan pertumbuhan/produksi tanaman, karena kebutuhan hara baik makro maupun mikro relatif tercukupi selama pertumbuhannya, baik yang berasal dari

pupuk organik maupun anorganik. Perlakuan 1 S + 1 PO memberikan produksi lebih besar 19.85% (2,37 ton/ha) dibandingkan dengan perlakuan standar, dan lebih besar 472.4% (11,81 ton/ha) daripada perlakuan kontrol (tanpa pemberian pupuk). Hasil ini mendukung penelitian yang menunjukkan bahwa pemberian bahan organik yang dikombinasi dengan pupuk anorganik dapat meningkatkan produksi tanaman jagung (Djuniwati et al., 2003; Banuwa et al., 2008; Idris et al., 2008).

Pupuk organik secara umum mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dengan kondisi tanah yang baik akan menciptakan lingkungan tumbuh yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman, yaitu tercermin pada penampilan tanaman seperti tinggi tanaman, bobot tongkol, serta bobot brangkasan tanaman yang lebih tinggi. Bahan organik yang dikandung oleh pupuk organik mampu memperbaiki sifat fisik (memperbaiki struktur dan agregat tanah) serta dapat meningkatkan KTK tanah sehingga mampu menyimpan unsur hara anorganik dan menyediakan pada saat tanaman memerlukannya (Yunus, 1991). Dengan penambahan bahan organik maka sifat pupuk anorganik (urea dan KCl) yang mudah hilang akan diperkecil karena pupuk organik mampu mengikat unsur hara dan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhannya, sehingga dengan adanya pupuk organik efektifitas dan efisiensi pemupukan menjadi lebih tinggi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik efektif dalam meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kadar hara N-, P-, dan K-daun tanaman jagung manis di Latosol Darmaga.

Dari tujuh perlakuan yang diuji, perlakuan kombinasi 1 S + 1 PO memberikan hasil pertumbuhan (tinggi tanaman), produksi (bobot tongkol jagung dengan kelobot dan bobot brangkasan), serta kadar N-daun tertinggi, sedangkan perlakuan 0.75 S + 1.5 PO memberikan hasil rataan kadar P-daun dan K-daun tertinggi.

Berdasarkan produksi (bobot tongkol dengan kelobot per hektar) , nilai RAE pada perlakuan 1 S + 1 PO adalah 125% atau 25% lebih tinggi daripada perlakuan standar. Selanjutnya, produksi jagung (bobot tongkol dengan kelobot) pada perlakuan 1 S + 1 PO lebih besar 19.85% (2.37 t/ha) dibandingkan dengan perlakuan standar dan 472.4% (11.81 t/ha) lebih besar daripada perlakuan kontrol (tanpa pemberian pupuk).

5.2 Saran

Perlu pengujian lanjut terhadap dosis optimal (1 S + 1 PO) pada jenis tanah dan lokasi yang berbeda.

EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN,

Dokumen terkait