• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi adalah petani berlahan sempit di Jakarta Timur, Depok, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung, yang memiliki ciri-ciri antara lain: umumnya tumbuh pesat di perkotaan yang sedang melakukan pembangunan fisik, terdapat pada perkotaan dataran rendah maupun dataran tinggi, umumnya mengusahakan komoditas berumur pendek yaitu sayuran. Sayuran merupakan jenis komoditas terbanyak kedua setelah tanaman hias yang ditanam petani di perkotaan (Adiyoga, 2002). Dengan demikian, populasi penelitian ini adalah petani sayuran yang luas lahan garapan kurang dari 0,5 Ha di perkotaan. Mereka adalah petani sayuran yang menggarap ataupun yang mengusahakan lahan pertanian baik lahannya sendiri (sebagai pemilik) maupun lahan yang disewa yang ada di sekitar wilayah perkotaan.

Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak kelompok (cluster

random sampling) nonproporsional. Metode ini dilakukan untuk menjamin keterwakilan setiap kelompok atau lapisan dalam populasi. Beberapa kriteria

“kelompok” (clustered) yang digunakan adalah (1) perkotaan dan pinggiran

perkotaan dataran rendah dan dataran tinggi; (2) kecamatan berpenduduk petani sayur dengan jumlah terbesar. Metode sampling nonproporsional dapat dilakukan jika jumlah populasi di sejumlah wilayah penelitian tidak imbang (Malo, 2000)

Berdasarkan pertimbangan–pertimbangan yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka yang dipilih menjadi sampel pada lapisan tahap pertama adalah petani sayuran di wilayah Jakarta Timur, Depok, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung. Jakarta dan Depok mewakili karakteristik wilayah dataran rendah, Kota dan Kabupaten Bandung mewakili karakteristik wilayah dataran tinggi. Petani berlahan sempit di wilayah tersebut tergolong ekstrim yaitu dengan tantangan pembangunan fisik di sekitarnya yang cukup pesat, dengan sarana dan prasarana

cukup banyak, yang secara bersamaan memberi tekanan terhadap kegiatan pertanian lahan sempit.

Dasar penentuan wilayah sampel ini adalah wilayah Jakarta dan Bandung termasuk dalam dua propinsi besar dengan rasio jumlah petani berlahan sempit dan jumlah keseluruhan petani paling tinggi (BPS, 2004), serta kecepatan pembangunan fisik yang relatif lebih tinggi karena ada di wilayah pengembangan perkotaan. Pembangunan fisik merupakan tantangan bagi petani-petani di wilayah tersebut, termasuk petani berlahan sempit. Fenomena kecepatan pembangunan fisik akan bergeser ke wilayah lain (pinggiran perkotaan), oleh karena itu petani berlahan sempit di wilayah tersebut juga akan menghadapi tantangan ini.

Lapisan tahap kedua yang menjadi sampel adalah tiga kecamatan yang memiliki penduduk dengan mata pencaharian pertanian sayuran yang besar serta mengalami pembangunan fisik pesat. Kota Jakarta Timur dipilih Kecamatan Ciracas, Cakung, dan Cipayung; Kota Depok dipilih Kecamatan Limo, Sawangan, dan Cimanggis; Kota Bandung dipilih Kecamatan Bandung Kulon, Marga Cinta, dan Cibiru; serta Kabupaten Bandung dipilih Kecamatan Soreang, Pasir Jambu, dan Ciwidey. Lampiran 25 sampai 28 menyajikan kecamatan lokasi penelitian.

Jumlah petani di empat wilayah penelitian tidak seimbang (Lampiran 7), sehingga jumlah sampel untuk setiap kecamatan ditentukan oleh peneliti secara nonproporsional, yaitu sebesar 20 petani sayuran, secara acak. Dengan demikian, jumlah sampel dari masing-masing kota adalah 60 petani sayuran. Jumlah sampel keseluruhan adalah 4 X 60 = 240 orang petani.

Tabel 14 Sebaran responden

No. Wilayah Jumlah Responden

1. Kota Jakarta Timur 60

2. Kota Depok 60

3. Kota Bandung 60

4. Kabupaten Bandung 60

Rancangan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengembangkan strategi penyuluhan pertanian lahan sempit; yaitu melalui penemuan faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi kompetensi agribisnis petani berlahan sempit. Untuk mencapai tujuan tersebut, rancangan penelitian ini berbentuk explanatory research, yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena perubahan kompetensi petani berlahan sempit, serta menjelaskan hubungan dan pengaruh antar variabel melalui pengujian hipotesis.

Sesuai dengan tujuan penelitian, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah survei menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini juga melakukan pendekatan kualitatif agar memperoleh informasi sebanyak- banyaknya, yaitu melalui pengamatan, wawancara kelompok terarah (focus group discussion) dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada sejumlah informan kunci yaitu tokoh petani senior pilihan petani serta penyuluh pilihan petani, untuk melengkapi data dan informasi yang tidak dapat diungkap melalui metode survei.

Data dan Instrumentasi Data

Penelitian ini mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan dari setiap individu anggota populasi yang menjadi sampel penelitian. Data primer dikumpulkan melalui survei terhadap sampel penelitian menggunakan kuesioner, serta menggunakan wawancara mendalam terhadap informan kunci atau tokoh-tokoh penting yang terkait. Data primer yang dikumpulkan adalah: data karakteristik petani yaitu umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, kebutuhan petani, motivasi berusahatani, sifat kewirausahaan; data faktor lingkungan usahatani meliputi akses sarana, akses sumber modal, dan akses sumber informasi; data akses pembelajaran yang meliputi: data akses penyuluhan dan akses kelompok tani; data kompetensi agribisnis yang meliputi data pengetahuan, sikap mental dan keterampilan agribisnis petani; serta data kinerja petani berlahan

sempit yang meliputi pendapatan usahatani, pemupukan modal, cakupan pelanggan, dan komitmen bertani.

Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada dan kajian pustaka yang relevan dengan penelitian, serta data yang telah dikumpulkan dan dimiliki lembaga lain; misal: Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian tingkat Kabupaten dan Kota, serta Kecamatan. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data jumlah rumah tangga pertanian, luas wilayah usahatani di wilayah penelitian, rencana program pembangunan pertanian di Jakarta Timur, Depok, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung.

Variabel, Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel

Data penelitian akan diperoleh melalui pengukuran terhadap nilai variabel- variabel penelitian. Variabel merupakan suatu karakteristik dari suatu objek yang akan diteliti. Variabel merupakan konsep atau karakteristik yang mempunyai nilai; sebagai contoh “pengetahuan” adalah konsep, sedangkan “tingkat pengetahuan” merupakan variabel karena mempunyai nilai dari “tingkat” yang dapat diukur. Tabel 15 sampai dengan Tabel 27 menyajikan variabel penelitian yang telah dilengkapi dengan indikator variabel, parameter penelitian, dan skala parameter.

Variabel-variabel penelitian dikembangkan berdasarkan parameter- parameternya kedalam bentuk pertanyaan dan pernyataan, sehingga menjadi suatu instrumen penelitian. Instrumen dikembangkan dalam dua bentuk, yaitu: (1) instrumen utama berupa kuesioner dalam bentuk penyataan, pertanyaan tertutup, dan pertanyaan terbuka; dan (2) kuesioner tambahan berupa rincian pertanyaan yang akan digunakan sebagai acuan peneliti untuk melakukan wawancara mendalam. Hasil wawancara tersebut digunakan untuk melengkapi informasi yang diperoleh menggunakan kuesioner.

Kuesioner utama dikembangkan dalam skala Likert, masing-masing variabel yang terdiri atas beberapa parameter dikembangkan dalam bentuk pernyataan dengan empat pilihan kesesuaian dengan persepsi responden; yaitu: (1) sangat sesuai, (2) sesuai, (3) tidak sesuai, dan (4) sangat tidak sesuai. Khusus untuk kuesioner variabel

pengetahuan agribisnis, pilihan jawaban hanya terdiri tiga pilihan, yaitu “ya”, “tidak”, dan “tidak tahu”. Variabel kinerja diukur secara pengukuran sendiri (self assesment) oleh responden (Ilyas, 2002). Untuk memperkaya informasi yang dijaring dari responden, beberapa penyataan dilengkapi dengan pertanyaan tertutup maupun pertanyaan terbuka, agar responden leluasa menyampaikan informasi yang dimiliki.

Neuman (1977) menjelaskan pengukuran merupakan sejumlah prosedur yang memungkinkan dilakukannya observasi secara empiris untuk menunjukkan secara simbolik dan mengkonseptualisasikan “apa yang akan dijelaskan” dalam penelitian, terhadap perangkat sosial atau perangkat psikologis individu. Mengukur ciri-ciri atau sifat objek pengamatan tidak mungkin dilakukan secara langsung terhadap objek yang diamati, terutama objek penelitian di bidang sosial, sehingga harus menginferensikan sifat-sifat atau ciri-ciri objek pengamatan tersebut. Pengukuran variabel penelitian didasarkan atas pemahaman tentang variabel, indikator, dan parameter penelitian yang disusun sesuai arah penelitian.

Pengukuran parameter dilakukan untuk memperoleh informasi kualitas variabel-variabel pada penelitian ini dalam bentuk kontinuum nilai total terendah (sama dengan jumlah indikator) dan nilai total tertinggi (sama dengan jumlah skor maksimum). Terdapat perkecualian untuk parameter yang bersifat profil individu, maka nilai total terendah dan tertinggi bukan berdasarkan jumlah indikator, tetapi sesuai nilai ordinal atau nilai nominal sesungguhnya (misal umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman lama berusahatani).

Pengukuran dilakukan terhadap variabel penelitian berikut:

(1) Tingkat Kompetensi Agribisnis (Y1) adalah kemampuan petani melaksanakan

tugas-tugas di bidang usahatani, yang diukur berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan tentang (1) keuntungan berusahatani, (2) kerjasama antar subsistem pertanian, (3) nilai tambah produk pertanian, dan (4) pertanian yang berkelanjutan. Variabel kompetensi agribisnis diukur berdasarkan indikator dan parameter variabel seperti terlihat pada Tabel 15, 16, dan 17. Setiap parameter dibagi atas empat jenjang nilai menurut Skala Likert, yang menghasilkan nilai skala ordinal; sedangkan parameter untuk variabel

pengetahuan dibagi atas tiga jenjang nilai jawaban yaitu “ya”, “tidak”, dan “tidak tahu”. Setiap variabel dipisahkan menjadi tiga kategori, yaitu: Kategori Rendah, jika skor yang dimiliki berada antara 0 sampai dengan 50 persen skor terendah; Kategori Sedang, jika skor yang dimiliki berada antara 51 persen sampai dengan 75 persen skor terendah; dan Kategori Tinggi, jika skor yang dimiliki berada diatas 75 persen skor terendah.

Tabel 15 Indikator dan parameter pengetahuan agribinis (Y1.1)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Tingkat keyakinan/ pengetahuan tentang konsep keuntungan berusahatani 1. perencanaan usahatani 2. informasi kebutuhan konsumen

3. keuntungan jangka panjang 2. Tingkat pengetahuan

tentang konsep kerjasama

dengan subsistem pertanian

3. pengertian kerjasama 4. kesepakatan kerjasama

3. Tingkat pengetahuan tentang konsep nilai tambah produk pertanian

3. pengertian nilai tambah produk pertanian 4. proses-proses memberikan nilai tambah Tingkat Pengetahuan Agribisnis (Y1.1) 4. Tingkat pengetahuan tentang konsep pertanian berkelanjutan 1. pengertian pertanian berkelanjutan 2. kegiatan pendukung pertanian berkelanjutan Jumlah aitem=9 Nilai: -minimum=9 -maksimun=27 -tengah=18 Kategori: -rendah (<18) -sedang (19-23) -tinggi (>23)

Tabel 16 Indikator dan parameter sikap mental agribinis (Y1.2)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Minat terhadap keuntungan berusahatani

1. perencanaan usahatani

2. informasi kebutuhan konsumen 3. keuntungan jangka panjang 2. Minat terhadap kerjasama

dengan subsistem pertanian

1. pihak yang diajak kerjasama 2. kesepakatan kerjasama 3. Minat terhadap nilai

tambah produk pertanian

1. proses-proses memberikan nilai tambah Kualitas Sikap Mental Agribisnis (Y1.2)

4. Minat terhadap pertanian berkelanjutan 1. tindakan pertanian berkelanjutan Jumlah aitem=8 Nilai: -minimum=8 -maksimun=32 -tengah=20 Kategori: - rendah (<20); - sedang (21- 26) - tinggi (>26)

Tabel 17 Indikator dan parameter keterampilan agribinis (Y1.3)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Tindakan tentang keuntungan berusahatani

1. perencanaan usahatani 2. informasi kebutuhan konsumen

3. keuntungan jangka panjang 2. Tindakan tentang

kerjasama dengan subsistem pertanian

1. pihak yang diajak kerjasama 2. kesepakatan kerjasama 3. Tindakan tentang nilai

tambah produk pertanian

1. proses-proses memberikan nilai tambah Tingkat Keterampilan Agribisnis (Y1.3) 4. Tindakan tentang pertanian berkelanjutan 1. tindakan pertanian berkelanjutan Jumlah aitem=9 Nilai: -minimum=9 -maksimun=36 -tengah=23 Kategori: - rendah (<23) - sedang (24-30) - tinggi (>30)

(2) Tingkat Kinerja Petani berlahan sempit (Y2) merupakan hasil kerja atau

keberhasilan usaha petani berlahan sempit dalam berusahatani yang diukur berdasarkan persepsi petani terhadap (1) pendapatan usahatani, (2) pemupukan modal, (3) jumlah pelanggan, dan (4) komitmen berusahatani dalam satu tahun terakhir. Kuesioner berupa pertanyaan terbuka, menghasilkan nilai skala ratio. Tabel 18 menyajikan indikator dan parameter kinerja petani lahan sempit (Y2).

Tabel 18 Indikator dan parameter kinerja petani berlahan sempit (Y2)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Pendapatan usahatani (Y2.1) 1. rendah: 0-Rp500rb 2. sedang: (Rp501rb – Rp1.2juta) 3. tinggi: > Rp1.2juta) 2. Pemupukan modal (Y2.2) 1. rendah: 0-Rp200rb 2. sedang: (Rp201rb – Rp700juta) 3. tinggi: > Rp700juta) 3. Cakupan pelanggan (Y2.3) 1. rendah: 1-2 pelanggan 2. sedang: 3-4 pelanggan 3. tinggi: > 4 pelanggan Tingkat Kinerja Petani Berlahan Sempit (Y2) 4. Komitmen berusahatani (Y2.4)

1. Kemauan melanjutkan usahatani 2. Cara menghadapi keterbatasan

lahan pertanian Indikator 1 dan 2: pertanyaan terbuka; Indikator 3: terdapat tiga (3) pilihan jawaban; Indikator 4: terdiri atas dua (2) aitem; aitem 1 memiliki 3 pilihan jawaban; aitem 2 memiliki 4 pilihan jawaban.

(3) Faktor Individu Petani (X1) adalah karakteristik yang dimiliki petani berlahan sempit sebagai hasil dari proses kematangan (maturity), aktivitas terhadap lingkungan (activity), dan pengaruh sosial (social transmission), yang telah terjadi sepanjang hidupnya. Karakteristik tersebut meliputi: kebutuhan, motivasi, dan sifat kewirausahaan; serta umur, pendidikan, dan pengalaman. Variabel Kualitas

faktor individu diukur berdasarkan indikator dan parameter variabel seperti terlihat pada Tabel 19, 20, 21, dan 22. Umur, tingkat pendidikan, dan kualitas pengalaman diukur langsung dan menghasilkan skala ratio; sedangkan kebutuhan, motivasi, dan sifat kewirausahaan diukur dengan pertanyaan tertutup yang dibagi atas lima jenjang nilai menurut Skala Likert, menghasilkan nilai skala ordinal.

Tabel 19 Indikator dan parameter umur (X1.1), pendidikan (X1.2), dan pengalaman (X1.3)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

Umur (X1.1)

Jumlah tahun sejak lahir sampai dilakukan penelitian

Jumlah tahun < 25 tahun; 25 – 40 tahun 41 – 55 tahun; > 55 tahun Pendidikan

(X1.2)

Jenjang Pendidikan Formal < SD; SD; SMP; SMU; Perguruan Tinggi < SD=1; SD=2; SMP=3; SMU=4; Perguruan Tinggi=4 Pengalaman (X1.3)

Lama berusahatani Jumlah tahun berusahatani

<11 tahun = baru >11 tahun = lama

Tabel 20 Indikator dan parameter kebutuhan petani (X1.4)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Kebutuhan akan keberadaan atau kebutuhan dasar

Tingkat kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan

2. Kebutuhan hubungan atau kebutuhan sosial

Tingkat kebutuhan pendidikan, rekreasi, transportasi, interaksi sosial, berkelompok Tingkat Kebutuhan (X1.4) 3. Kebutuhan untuk berkembang

Tingkat kebutuhan (tabungan, pelatihan tambahan, akses terhadap informasi, mengembangkan usahatani

Jumlah aitem=13 Nilai: -minimum=13 - maksimun=52 - tengah=33 Kategori: rendah (<33); sedang (34-42); tinggi>42

Tabel 21 Indikator dan parameter motivasi berusahatani (X1.5)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

Tingkat Motivasi (X1.5)

Motivasi Ekstrinsik

1. berusahatani untuk menghidupi keluarga 2. berusahatani karena pendapatannya lebih

besar dari usaha lain

3. berusahatani karena ada tempat bertanya atau mencari informasi

4. berusahatani karena banyak pembeli yang membutuhkan sayur Jumlah aitem=7 Nilai: -minimum=7 - maksimun=28 - tengah= 15 Kategori: - rendah (<15) - sedang (16-22) - tinggi (>23)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran Motivasi

Intrinsik

1. berusahatani karena ingin menunjukkan bertani bisa berhasil seperti orang lain 2. berusahatani karena senang dibanding

pekerjaan lain

3. berusahatani karena dapat melestarikan pertanian di wilayahnya

Tabel 22 Indikator dan parameter sifat kewirausahaan petani (X1.6)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

Instrumental Memanfaatkan kesempatan dan lingkungan untuk mencapai tujuan;

Memanfaatkan sumber informasi (tokoh, pakar, penyuluh, orang baru)

Prestatif Tahu yang dibutuhkan dan cara mendapatkan; Berusaha tampil lebih baik dari prestasi sebelumnya

Kerja keras Tidak menyerah dalam kesulitan sampai selesai; Mengisi waktu dengan perbuatan nyata, tidak mau bertopang tangan

Pengambil resiko

Tidak takut kesulitan meskipun pemecahan belum pasti Berhitung cermat/antisipasi segala tindakan/ kesulitan

Keyakinan diri

Percaya kemampuan sendiri/ tidak ragu bertindakan; Yakin yang dilakukan akan menyelesaikan masalah

Mandiri Bertanggungjawab atas perbuatannya;

Bisa bekerja sendiri,dapat mengambil keputusan/ tindakan Tingkat Sifat Kewira- usahaan (X1.6)

Inovatif Tidak terpaku masa lalu, siap menghadapi apapun yang akan terjadi;

Cenderung mencoba hal baru yang telah disesuaikan dg kondisi setempat Jumlah aitem=14 Nilai: -minimum=14 - maksimun=56 - tengah= 35 Kategori: - rendah (<35) - sedang (36-46) - tinggi (>46)

3. Kualitas Faktor Lingkungan (X2) merupakan kondisi yang ada diluar individu petani berlahan sempit, berupa kehadiran individu lain secara nyata maupun simbolik, benda-benda, atau tata cara kehidupan masyarakat yang menjadi lingkungan seseorang, yang ikut menentukan perubahan kemampuan petani berlahan sempit melalui proses belajar. Faktor lingkungan petani berlahan sempit adalah sistem dan usaha agribisnis, yang diukur berdasarkan variabel: akses pembelajaran agribisnis, akses sarana agribisnis, akses sumber modal, akses sumber informasi, dan akses kelompok tani yang disajikan pada Tabel 23, 24, 25, 26, dan 27. Parameter untuk menentukan kualitas faktor lingkungan menghasilkan nilai skala ordinal.

Tabel 23 Indikator dan parameter penyuluhan agribisnis (X2.1)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

Intensitas penyuluhan

Jumlah pertemuan dalam satu bulan Kemampuan penyuluh Kemampuan penyuluh melakukan penyuluhan agribisnis Akses Penyuluhan Agribisnis (X2.1) Kesesuaian materi agribisnis

Kesesuaian materi dg kebutuhan /masalah petani &

perkembangan IPTEK pertanian

Jumlah aitem=9 Nilai: -minimum=9 -maksimun=36 -tengah= 23 Kategori: rendah (<23); sedang (24-30); tinggi (>30)

Tabel 24 Indikator dan parameter kelompok tani (X2.2)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Dasar pembentukan organisasi petani

1.Dibentuk penyuluh dinas pertanian

2.Dibentuk petani

3.Dibentuk pedagang pengumpul 3.Interaksi dengan

anggota

Tingkat keterikatan dengan anggota

Akses Kelompok Tani (X2.2)

4. Manfaat Wadah belajar, wadah usahatani bersama, dan kerjasama

Jumlah aitem=4 Nilai: -minimum=4 - maksimun=20 - tengah= 12 Kategori: rendah (<12); sedang (13-16); tinggi (>16)

Tabel 25 Indikator dan parameter sarana agribisnis (X2.3)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Jenis sarana Pengairan; Pasar; dan toko Saprodi

Akses Sarana Agribisnis (X2.3)

2. Kesesuaian Mudah, murah, tepat waktu,sesuai kebutuhan, mendukung pengembangan usahatani Jumlah aitem=6 Nilai: minimum=6; maksimun=24; tengah= 15 Kategori: rendah (<15); sedang (16-20); tinggi (>20)

Tabel 26 Indikator dan parameter sumber modal agribisnis (X2.4)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Jenis Sumber Modal

Pribadi, bank pemerintah, bank swasta, koperasi Akses

Sumber Modal Agribisnis (X2.4)

2. Kesesuaian Persyaratan mudah, sesuai kebutuhan, mendukung pengembangan usahatani Jumlah aitem=4 Nilai - minimum=4 - maksimun=16 - tengah= 10 Kategori: rendah (<10); sedang (11-13); tinggi (>114)

Tabel 27 Indikator dan parameter sumber informasi agribisnis (X2.5)

Variabel Indikator Parameter Pengukuran

1. Jenis Sumber Informasi

Penyuluh, perguruan tinggi, petani lain, pedagang pengumpul; Akses

Sumber Informasi Agribisnis

(X2.5) 2. Kesesuaian Mudah/dekat, murah, tepat waktu, sesuai kebutuhan/masalah

Jumlah aitem=4 Nilai: minimum=4, maksimun=16, tengah= 10 Kategori: rendah (<10); sedang (>11-13); tinggi (>13)

Instrumentasi

Instrumen dalam penelitian ini disusun peneliti berdasarkan kajian literatur dan kuesioner tersebut belum pernah digunakan atau diuji kesahihannya baik oleh peneliti sendiri maupun oleh orang lain. Sebelum digunakan untuk pengumpulan data, agar instrumen memenuhi persyaratan sebagai instrumen yang sahih dan handal, perlu dilakukan uji kesahihan (validitas) dan keterandalan (reliabilitas) terhadap instrumen.

Kesahihan Instrumen

Kuesioner sebagai alat untuk pengumpulan data harus mengukur konsep yang hendak diukur. Suatu alat ukur dikatakan sahih atau valid apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang sebenarnya ingin diukur; alat ukur tersebut memberikan nilai yang sesungguhnya dari apa yang kita inginkan (Neuman, 1997; Borg dan Gall, 1989). Kesahihan kuesioner harus didasarkan pada logika dan pembuktian statistik.

Untuk mengetahui tingkat kesahihan kuesioner maka dilakukan uji tingkat kesahihan dalam bentuk; yaitu: (1) kesahihan konstruk (construct validity) dan (2) kesahihan isi (content validity). Kesahihan konstruk menunjukkan kesahihan kuesioner melalui pengujian menggunakan beberapa indikator sehingga menunjukkan bahwa kuesioner tersebut mengukur kerangka konsep yang jelas. Kesahihan konstruk bisa diukur menggunakan analisis Korelasi Product Moment. Sedangkan kesahihan isi menunjukkan bahwa kuesioner tersebut mengukur semua isi sesuai definisi yang digunakan; sehingga menunjukkan bahwa kuesioner tersebut sudah mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Kesahihan isi dapat diukur melalui proses pengujian kuesioner oleh pakar-pakar dibidang penyuluhan pertanian, sampai kuesioner tersebut dinyatakan sahih secara isi.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian kesahihan kuesioner adalah: (1) membuat definisi yang operasional terhadap konsep-konsep yang digunakan; (2) menyusun indikator dan parameter yang digunakan sesuai definisi operasional dari konsep yang digunkan; (3) membuat pertanyaan yang operasional,

alternatif jawaban yang harus dijawab responden, serta nilai setiap alternatif jawaban; (4) membuat tabulasi nilai jawaban responden; (5) mengukur nilai validitas dengan cara menghitung korelasi masing-masing aitem atau pertanyaan dengan nilai total seluruh pertanyaan pada variabel tersebut. Jika angka korelasi yang diperoleh melebihi angka pada Tabel r-product moment, maka kuesioner tersebut dikatakan sahih atau valid. Berdasarkan hasil uji tingkat kesahihan tersebut penulis melakukan perbaikan kuesioner sampai memenuhi tingkat kesahihan dapat diterima. Tabel 28 menyajikan hasil uji kesahihan kuesioner.

Keterandalan Instrumen

Reliabilitas atau keterandalan menyangkut kemampuan alat ukur untuk mengukur gejala secara konsisten, teliti, dan sebagai alat ukur yang tepat dalam mengukur gejala yang sama; sehingga alat ukur dapat dipercaya, dapat diandalkan, dan memberikan hasil relatif sama dalam beberapa kali pengukuran terhadap objek yang sama (Neuman, 1997; Borg dan Gall, 1989). Untuk mengukur keterandalan instrumen yang tinggi dapat dilakukan uji coba terhadap intrumen yang digunakan terhadap sejumlah responden dan waktu yang berbeda. Selanjutnya, hasil

pengukuran pertama dengan kedua di tes melalui Korelasi Product Moment.

Kuesioner yang terandal akan menunjukkan korelasi yang nyata, yaitu apabila angka korelasi melebihi nilai kritik dalam Tabel nilai R, artinya pengukuran pertama dan kedua konsisten. Apabila nilai korelasi tidak nyata, instrumen diperbaiki, terutama bagian yang menunjukkan ketidakkonsistenan pengukuran tersebut.

Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 38 orang petani yang memiliki karakteristik relatif sama dengan responden; yaitu petani berlahan sempit di Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan petani di Kecamatan Pasir Jambu, Bandung. Hasil uji coba tersebut di tes melalui Korelasi Product Moment, untuk mengetahui keterandalan kuesioner yang telah penulis susun. Selanjutnya, dilakukan penyempurnaan kuesioner sampai memiliki tingkat keterandalan yang dapat diterima. Tabel 28 menyajikan hasil uji coba terhadap keterandalan instrumen (Nilai Tabel-r product moment untuk n=38).

Tabel 28 Hasil uji kesahihan dan keterandalan instrumen (n=38*)

No. Variabel Jumlah Aitem Kesahihan (rentang nilai) Keterandalan 1. Kebutuhan 13 0.6181-0.6888 0.6746 Kebutuhan Pokok 4 0.7500-0.8500 0.8889 Kebutuhan Sosial 5 0.5602-0.6335 0.6856 Kebutuhan Berkembang 4 0.5192-0.6456 0.6333 2. Motivasi Berusahatani 7 0.5634-0.6703 0.6406 Motivasi Ekstrinsik 4 0.5925-0.6548 0.6551 Motivasi Intrinsik 3 0.5920-0.6157 0.6363 3. Sifat Kewirausahaan 12 0.8878-0.9059 0.8998 9. Pengetahuan Agribisnis 9 0.7272-0.7760 0.7687 10. Keterampilan Agribisnis 9 0.6962-0.7548 0.7407

11. Sikap Mental Agribisnis 8 0.6125-0.6304 0.6474

12. Kinerja 5 0.6125-0.6880 0.6569

Keterangan: * = nilai Tabel-r adalah 0.23

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan (1) teknik survei menggunakan instrumen terhadap sampel penelitian, (2) wawancara kelompok terarah (focus group discussion), serta (3) menggunakan wawancara mendalam terhadap informan kunci yaitu petani senior pilihan, tokoh setempat, dan penyuluh pilihan petani. Pengumpulan data primer dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh empat tenaga enumerator. Tenaga enumerator adalah Sarjana Pertanian Jurusan Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, yang telah berpengalaman.

Pengumpulan data sekunder dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada dan kajian pustaka yang relevan dengan penelitian, serta data yang telah dikumpulkan dan dimiliki lembaga lain; misal: Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian tingkat Kabupaten dan Kota, dan Kecamatan. Beberapa data tambahan diperoleh melalui kantor Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Timur, Koordinator penyuluhan pertanian Kabupaten Bandung, sejumlah penyuluh di wilayah penelitian, Kepala Balai Penerapan Teknologi Pertanian, serta dari peneliti pertanian perkotaan di Balai Penelitian tanaman Sayuran di Lembang.

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Jakarta Selatan, Kota Depok, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Pemilihan wilayah tersebut dilakukan karena merupakan

Dokumen terkait