• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai Mei 2015 di perairan Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Identifikasi jenis makrozoobenthos akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5 liter,

Eckman grab, saringan, pH meter, GPS (Global positioning System), termometer, botol film, lakban, kertas label, pipet tetes, keping secchi, kamera digital, kantong plastik 5 kg, plastik bening, tali penduga, stop watch, bola pelampung, botol BOD, meteran rol, alat tulis, buku identifikasi, baki, peralatan titrasi, tali meteran, kotak pendingin. Bahan yang digunakan adalah sampel makrozoobenthos, aquades, alkohol 70%, air, tisu, dan bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air adalah bahan kimia untuk titrasi MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3 dan amilum. Alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Deskripsi Area

Lokasi pengambilan sampel berada di perairan Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas ± 6 ha. Masing-masing lokasi stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada

Lampiran 1. Di danau ini terdapat berbagai aktivitas masyarakat, seperti perkebunan dan lain-lain. Lokasi penelitian di Danau Pondok Lapan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

a. Stasiun I

Stasiun I merupakan outlet atau daerah keluaran air Danau Pondok Lapan, yang secara geografis terletak pada 3o30’27,02” LU dan 98o17’22,47BT. Lokasi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.

b. Stasiun II

Stasiun II merupakan daerah outlet atau daerah keluaran air danau yang berjarak sekitar 533 meter dari stasiun I, terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, yang secara geografis terletak pada 3o30’43,97” LU dan 98o17’25,24” BT. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Stasiun 2 c. Stasiun III

Stasiun III merupakan daerah perkebunan yang terletak sekitar 191 meter dari staiun II, terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, yang secara geografis terletak pada 3o30’38,05” LU dan 98o17’26,95” BT. Lokasi stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 5.

d. Stasiun IV

Stasiun IV ini merupakan daerah perkebunan yang berjarak sekitar 234 meter dari stasiun III, terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, yang secara geografis terletak pada 3o30’30,90” LU dan 98o17’28,81” BT. Lokasi stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Stasiun 4

Metode Penelitian

Penentuan lokasi dilakukan dengan metode “Purposive Random Sampling”, yaitu pemilihan stasiun secara acak dengan maksud atau tujuan tertentu, dengan menentukan empat stasiun pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan pada 4 titik yang berada pada masing-masing stasiun.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan

Eckman grab dan saringan. Pengambilan sampel dengan Eckman grab digunakan pada lokasi yang dengan substrat lumpur. Pengambilan sampel dengan Eckman grab dilakukan dengan cara menurunkannya hingga ke dasar danau dengan

kondisi terbuka, pada saat mencapai dasar danau tali ditarik sehingga Eckman grab menutup bersama dengan masuknya substrat, selanjutnya di saring dengan menggunakan saringan. Sampel yang didapat disortir selanjutnya dibersihkan dengan aquades dan direndam dengan alkohol 70% sebagai pengawet lalu diberi label. Kemudian sampel dibawa ke Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk di identifikasi dengan menggunakan buku identifikasi.

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisa faktor fisika dan kimia perairan mencakup :

a. Suhu Air (oC)

Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada termometer tersebut. Pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan dilapangan.

b. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya diukur menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping secchi yang tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

c. Kedalaman

Kedalaman diukur dengan tali berskala yang diberi pemberat, lalu dimasukkan ke dalam badan air sampai mencapai dasar perairan. Kemudian dibaca skala pada tali yang sejajar dengan permukaan air.

d. pH

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pada pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

e. DO (Dissolved Oxygen)

DO (Dissolved Oxygen) diukur dengan menggunakan metode Winkler dapat dilihat pada Lampiran 4. Pengukuran DO dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Sampel air diambil dari permukaan perairan tanpa gelembung dan dimasukkan ke dalam botol Winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut.

f. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode Winkler dapat

dilihat pada Lampiran 5. Pengukuran BOD5 dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol Winkler kemudian dilakukan pengukuran BOD5.

g. COD (Chemical Oxygen Demand) (Alaerts dan Santika, 1984)

Pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan metode Refluks dapat dilihat pada Lampiran 6. Sampel air diambil dari danau kemudian diberi perlakuan sesuai dengan metode Refluks.

COD = ((A-B) x N x 8000)/(volume sampel) Keterangan :

A : Volume FAS yang dibutuhkan blanko (ml)

B : Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk sampel (ml) Batas COD (100-300) mg/L

N : Normalitas larutan FAS

h. Kandungan Organik Substrat (Effendi, 2003)

Pengukuran kandungan organik substrat dapat dilihat pada Lampiran 7. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan metoda analisa abu, dengan cara substrat diambil, ditimbang sebanyak 100 gr dan dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 450C sampai beratnya konstan (2-3 hari), substrat yang kering di gerus dan dimasukkan kembali kedalam oven dan dibiarkan selama 1 jam pada temperatur 450C agar substrat benar-benar kering. Kemudian ditimbang 25 gr dan diabukan dalam tanur dengan temperatur 7000C selama 3,5 jam. Kemudian substrat yang tertinggal ditimbang berat akhirnya dan dihitung kandungan organik substrat dengan rumus :

KO =AB

A x 100%

Keterangan :

KO : Kandungan Organik A : Berat Konstan Substrat B : Berat Abu

i. Jenis Substrat/Fraksi Substrat

Sampel substrat diambil dari dasar perairan dan dibawa ke Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jenis substrat dianalisis berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu pada segitiga Millar dapat dilihat pada Lampiran 8.

Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (in situ) dan secara tidak langsung (ex situ). Secara keseluruhan pengukuran faktor fisika, kimia dan biologi beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Analisis Data

Data makrozoobenthos yang diperoleh, diolah dengan menghitung kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon, indeks ekuitabilitas dan analisis korelasi dengan persamaan sebagai berikut :

a. Kepadatan Populasi (K) (Barus, 2004)

Kepadatan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

K = ai

b

Keterangan :

K : Kepadatan Populasi

ai : Jumlah Individu Suatu Spesies (ml) b : Luas Area (m)

b. Kepadatan Relatif (KR) (Brower, dkk., 1990)

Perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis terhadap kelimpahan seluruh individu yang tertangkap dalam suatu komunitas, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

KR = ni

Ʃ Nx 100 %

Keterangan :

KR : Kepadatan Relatif

ni : Jumlah individu spesies ke-i N : Jumlah individu semua spesies

c. Frekuensi Kehadiran (FK) (Barus, 2004)

Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

FK =Jumlah Plot yang Ditempati Suatu Jenis

Jumlah Total Plot x 100 %

Keterangan :

FK = 0 - 25% : Kehadiran sangat jarang FK = 25 - 50% : Kehadiran jarang

FK = 50 - 75% : Kehadiran sedang

FK = 75 - 100% : Kehadiran sering/absolute

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai FK > 25%

d. Indeks Diversitas Shannon (H’) (Ludwiq dan Reynodl, 1988)

Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi

jumlah individu masing-masing jenis pada suatu komunitas. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

H’ = - ∑

��

�log�

��

atau

-∑ Pi log Pi

Keterangan :

H’ : Indeks Diversitas

ni : Jumlah spesies ke-i

N : Jumlah semua spesies

pi : Peluang kepentingan untuk tiap spesies = ni/N

e. Indeks Keseragaman (E) (Odum, 1994)

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran jumlah individu antar spesies maka semakin besar derajat keseimbangan komunitas, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

E = H′ ln S Keterangan : E : Keseragaman S : Jumlah Jenis H’ : Keanekaragaman Makrozoobenthos

f. Indeks Dominansi (Odum, 1994)

Untuk mengetahui ada tidaknya, digunakan indeks dominan simpson adalah sebagai berikut :

C =∑ (ni N

)

Keterangan :

C = Indeks Dominansi Simpson ni = Jumlah Individu Spesies ke-i N = Jumlah Individu Semua Spesies

Nilai indeks dominasi berkisar antara 0 – 1, indeks 1 menunjukkan dominasi oleh satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun). Sedangkan indeks 0 menunjukkan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang dominasi.

g. Kemiripan Habitat Antar Stasiun (Krebs, 1989)

Kemiripan habitat antar stasiun berdasarkan kesamaan sifat fisika dan kimia perairan dapat dihitung menggunakan Indeks Similaritas Canberra :

Ic = 1 - 1 n

�∑

�X1i− X2j X1i + X2j

�=1

Keterangan :

Ic = Indeks Similaritas Canberra

n = Jumlah Parameter yang Dibandingkan

X1j dan X2j = Nilai Parameter ke-i dan ke-j Pada Daerah yang Berbeda

h. Kemiripan Habitat Antar Spesies (Krebs, 1986)

Kemiripan habitat antar spesies berdasarkan kesamaan sifat fisika dan kimia perairan dapat dihitung menggunakan Indeks Matrik Canberra :

C = 1 n

�∑

�Xij− Xik Xij + Xik

�=1

Keterangan :

C = Perbedaan Koefisien Matrik Canberra antara sampel j dan k n = Jumlah Spesies Dalam Sampel

i. LQI (Lincoln Quality Index)

Organisme yang telah ditemukan diidentifikasi sampai dengan famili dapat dilihat pada lampiran 9. Setelah itu diberi skor berdasarkan tabel skor BMWP (Biological Monitoring Working Party), kemudian skor itu dijumlahkan seluruhnya dan dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP. Nilai BMWP dibagi dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada tempat pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 10. Nilai X dan Y kemudian dikalkulasi untuk mengetahui nilai OQR (Overall Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut :

OQR = (X + Y) / 2

Nilai OQR digunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Index (LQI) yang terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai OQR (Overall Quality Rating) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya.

Nilai OQR Indeks Interpretasi

6+ A++ Kualitas excellent

5.5 A+ Kualitas excellent 5 A Kualitas excellent 4.5 B Kualitas baik 4 C Kualitas baik 3.5 D Kualitas sedang 3 E Kualitas sedang 2.5 F Kualitas rendah 2 G Kualitas rendah

1.5 H Kualitas sangat rendah

1 I Kualitas sangat rendah

j. FBI (Family Biotic Index)

Indeks ini dikembangkan oleh Dr. William Hilsenhoff pada tahun 1977 untuk mengetahui status pencemaran perairan. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai kelimpahan organisme indikator yang ditemukan tersebut berdasarkan famili dengan nilai yang terdapat pada tabel nilai FBI dapat dilihat pada Lampiran 11. Jumlah total tersebut dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan kriteria kualitas air yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggolongan kriteria kualitas air Indeks Kualitas Air

0.00 - 3.75 Excellent 3.76 - 4.25 Sangat baik 4.26 - 5.00 Baik 5.01 - 5.75 Sedang 5.76 - 6.50 Agak Buruk 6.51 - 7.25 Buruk 7.26 - 10.00 Sangat buruk

Dokumen terkait