• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

F. Metode Penelitian

Setiap penelitian selalu dihadapkan pada suatu penyelesaian yang paling akurat, yang menjadi tujuan dari penelitian itu. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut diperlukan suatu metode. Metode dalam sebuah penelitian

adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan.25

Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library reseach). Sudut pandang yang digunakan bersifat kualitatif dengan pola deskriptif,26 Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji berbagai sumber pustaka yang berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, yang lebih jelasnya adalah membahas dan memahami dasar hukum pembelaan terpaksa yang melampaui batas melalui kajian pustaka.

2. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.27 Antara lain:

a. Data Primer

Merupakan karya yang langsung diperoleh dari tangan pertama (langsung dari sumbernya) yang terkait dengan thema penting ini.

Jadi, merupakan data pokok untuk mengumpulkan data kajian.

25 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. ke-4, 2000, hlm. 9.

26 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.105, secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk membuat pencandraan mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam cara deskriptif, peneliti tidak perlu mencari dan menerangkan saling hubungan akumulasi data kasar, mentes hipotesis, membuat ramalan, walaupun hal-hal tersebut dapat juga menjadi cakupan dalam metode deskriptif, dengan kata lain, laporan penelitian berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian dengan menganalisis data tersebut. Lihat dalam Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta: Grafindo Persada, Cet.

ke-4, 1995, hlm. 10.

27 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi), Jakarta:

Rineka Cipta, 1997, hlm. 102.

Seperti: Kitab at-Tasyri‟ al-Jinaiy al-Islamy karya Abdul Qadir Audah dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari dokumen resmi, buku yang berhubungan dengan objek penelitian, skripsi, buku-buku, artikel, jurnal penelitian, tesis dan peraturan perundang-undangan atau data yang berasal dari orang kedua artinya data merupakan interpretasi dari seorang penulis terhadap karya seseorang. Seperti: Asas-Asas Hukum Pidana Islam oleh Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia oleh Moeljatno, Hukum Pidana Islam, karya Ahmad Wardi Muslih dan buku-buku lain yang relevan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sesuai dengan penelitian ilmiah menggunakan teknik tertentu. Teknik pengumpulan data dalam kajian ini diistilahkan dengan instrumen penelitian antara lain dengan cara:

Dokumentasi (Documentation),dilakukan dengan cara pengumpulan beberapa informasi pengetahuan, fakta dan data. Sebagai bahan tambahan informasi mengenai Tinjauan Hukum Islam terhadap Pembelaan terpaksa melampaui batas dalam tindak pidana pembunuhan yang diperoleh dari perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, website, publikasi, dan hasil penelitian.28 Kemudian dari sumber-sumber yang ada, baik primer

28 Zainuddin Ali, op.cit, hlm. 106

maupun skunder akan diuji kredibilitasnya untuk mendapatkan data yang benar-benar akurat.

4. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan mengambil beberapa aturan atau ketentuan yang ada mengenai delik pembunuhan maupun tentang pembelaan terpaksa yang bersumber dari hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

Kemudian menjelaskan teks-teks yang memerlukan penjelasan, terutama dalam hukum pidana Islam

5. Metode Analisis Data

Adalah upaya yang dilakukan untuk mencari dan menata secara sistematis hasil dari data yang sudah terkumpul untuk meningkatkan pemahaman penulis tentang kasus yang diteliti. Metode analisis ini digunakan untuk menganalisis data yang berhasil dihimpun, karena kajian ini bersifat literatur murni, maka analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analisis) dengan pendekatan Induktif yang merupakan pengambilan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat khusus ke pernyataan yang bersifat umum29, metode ini penulis gunakan untuk menganalisis pasal 49 ayat 1 dan 2 tentang pembelaan terpaksa yang melebihi batas dan delik pembunuhan ditinjau dalam hukum Islam.

29 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif edisi Revisi, Bandung: Remaja Roesda Karya, 2006, hlm.10

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini, dibagi menjadi lima bab, sebagai berikut ::

BAB I Pendahuluan yang terdiri atas Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Kerangka Teori, Telaah Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika penulisan.

BAB II Memberi gambaran secara sederhana tentang pembunuhan dalam ruang lingkup hukum pidana Islam dan hukum Positif. Pembahasan ini akan dimulai dengan pendefisian mengenai delik pembunuhan dilanjutkan dengan pemaparan tentang pembagian atau ruang lingkup delik pembunuhan juga dijelaskan mengenai sanksi hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan.

BAB III Penulis menguraikan tentang Pembelaan terpaksa melampaui batas dalam hukum pidana Islam dan hukum positif. Pembahasan ini juga meliputi Pengertian Pembelaan Melampui Batas dan Batasannya, Macam-Macam Pembelaan, Syarat Pembelaan, Alasan penghapus hukuman dalam Pertanggung Jawaban Pidana.

BAB IV Merupakan bab yang berisi kajian Analisis masalah Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembelaan Terpaksa melampaui Batas dalam Tindak pidana Pembunuhan.

BAB V merupakan penutup yang terdiri dari; kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang ada, serta saran-saran sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut dan lampiran-lampiran.

BAB II

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA A. Ketentuan Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam

1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan dalam Islam

Pembunuhan secara etimologi, merupakan bentuk masdar

,

dari fi‟il

madhi yang artinya membunuh. Dalam Bahasa Arab لتقلأ berasal dari kata لتق – لتقي yang artinya membunuh.1 Adapun secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili, pembunuhan didefinisikan sebagai suatu perbuatan mematikan atau perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan bangunan kemanusiaan.2 Sedangkan menurut Abdul Qadir

„Audah, pembunuhan didefinisikan sebagai suatu tindakan seseorang untuk menghilangkan nyawa, menghilangkan ruh atau jiwa orang lain.3 Definisi lain yang dinyatakan oleh Amir Syaifuddin, bahwa yang dimaksud pembunuhan adalah tindakan menghilangkan nyawa seseorang yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Nabi karena merupakan satu sendi kehidupan.4

1 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hida Karya Agung, 1989, hlm.

331.

2 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid VI, Damaskus: Dar al-Fikr, Cet.

ke-3, 1989, hlm. 217.

3 Abdul Qadir „Audah, at-Tasyri‟i al-Jina‟i al-Islami Jilid II, Beirut: Dar al-Kitab al-„Arabi, t.t., hlm.6, Pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa orang meninggal dunia. Lihat dalam Zainuddin Ali, op.cit, hlm. 24.

4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm.258.

Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jaraim qihsash (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishash), yaitu tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau bukan jiwa menderita musibah dalam bentuk hilangnya nyawa, atau terpotong organ tubuhnya.5

Manusia selalu memiliki hak-hak dasar (basic rights) yaitu: hak untuk hidup tanpa ada perasaan takut dilukai atau dibunuh orang lain, hak kebebasan, hak untuk memilih agama (kepercayaan) dan lain-lain.6 Membunuh merupakan unsur utama dari unsur-unsur kejahatan, yaitu mengambil hak hidup. Jadi, dapat disimpulkan pengertian pembunuhan adalah, "menghilangkan nyawa, dilakukan oleh manusia yang bertanggungjawab atas perbuatannya". Itulah definisi yang dianggap suatu kejahatan yang mewajibkan untuk menerapkan sanksi qishash.7

2. Klasifikasi Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam

Pada dasarnya delik pembunuhan terklasifikasi menjadi dua golongan, yaitu:

5 As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid II, Kairo: Dar ad-Diyan li at-Turas, Cet. ke-2, 1990, hlm. 263.

6 Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Kewarga Negaraan;

Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, tim penyusun, A. Ubaidilla (et al.), Jakarta: IAIN Press, 2000, hlm. 207.

7 Mahmud Syaltut, Islam Aqidah wa Syari‟ah, Kairo: Dar al-Syuruq, 1980, hlm. 356. Oleh karena itu Mahmud Syaltut menjelaskan tidak termasuk kriteria pembunuhan apabila pembunuhan itu dilakukan bukan pada nyawa manusia, membunuh yang belum jelas hidupnya, menghilangkan nyawa orang yang pasti hidup, akan tetapi belum tentu hidup, seperti orang yang sedang sekarat karena pembunuhan sebelumnya, hilang nyawa manusia karena bukan perbuatan manusia sama sekali (mati sampai ajal), hilangnya nyawa manusia, sebab bukan perbuatan manusia dan tidak ada campur tangan, membunuh manusia oleh orang yang tidak bisa bertanggung jawab, seperti anak-anak dan orang gila, sampai anak-anak itu dewasa dan orang gila itu sembuh, kemudian menghilangkan nyawa manusia dengan suatu tindakan yang biasanya tidak membunuh, seperti meremas dengan jari dan lain-lain. Apabila seseorang membunuh di luar dari kriteria tersebut, maka pelaku pembunuhan tersebut wajib di kenakan qishash, apabila tidak mendapatkan maaf dari keluarga korban. Pembunuhan merupakan unsur dari kejahatan yang harus diberikan sanksi agar pelaku tidak mengulanginya dan hak-hak manusia terlindungi

1. Pembunuhan yang diharamkan; setiap pembunuhan karena ada unsur permusuhan dan penganiayaan.

2. Pembunuhan yang dibenarkan; setiap pembunuhan yang tidak dilatarbelakangi oleh permusuhan, misalnya pembunuhan yang dilakukan oleh algojo dalam melaksanakan hukuman qishash.8

Adapun secara spesifik mayoritas ulama berpendapat bahwa tindak pidana pembunuhan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1) Pembunuhan sengaja (qatl al- „amd)

Yaitu menyengaja suatu pembunuhan karena adanya permusuhan terhadap orang lain dengan menggunakan alat yang pada umumnya mematikan, melukai, atau benda-benda yang berat, secara langsung atau tidak langsung (sebagai akibat dari suatu perbuatan), seperti menggunakan besi, pedang, kayu besar, suntikan pada organ tubuh yang vital maupun tidak vital (paha dan pantat) yang jika terkena jarum menjadi bengkak dan sakit terus menerus sampai mati, atau dengan memotong jari-jari seseorang sehingga menjadi luka dan membawa pada kematian. Atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh. Jadi matinya korban merupakan bagian yang dikehendaki si pembuat jarimah.9

8 Wahbah az-Zuhaili, op.cit , hlm. 220.

9 Zainudin Ali, op. cit, hlm. 24. Adapun Amir Syaifudin mengemukakan bahwa pembunuhan sengaja “qatl al amd” adalah pembunuhan yang terdapat unsur kesengajaan baik dalam sasaran ataupun kesengajaan dalam alat yang digunakan. Dalam ajaran Islam, pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja terhadap orang yang dilindungi jiwanya, disamping dianggap

Al-Qur‟an dan As-Sunnah mengharamkan pembunuhan sengaja ini secara tegas dan termasuk perbuatan haram sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur‟an : (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.”

Adapun unsur-unsur dalam pembunuhan sengaja yaitu : a) Korban adalah orang yang hidup.

b) Perbuatan si pelaku yang mengakibatkan kematian korban.

c) Ada niat bagi si pelaku untuk menghilangkan nyawa korban.

Dan unsur yang terpenting diantara ketiganya ialah pada unsur yang ketiga, yaitu adanya niat si pelaku. Hal ini sangat penting karena niat pelaku itu merupakan syarat utama dalam pembunuhan sengaja.11 Dan masalah tersebut menjadi perbincangan para ulama karena niat itu terletak dalam hati, sehingga tidak dapat diketahui. Dengan demikian akan ada kesulitan dalam membuktikan bahwa seseorang melakukan pembunuhan itu apakah dengan sengaja atau tidak. Oleh karena itu para fuqaha

sebagai suatu jarimah, juga merupakan dosa paling besar, Lihat dalam Syaifudin, op.cit, hlm.

259

10 QS. Al Isra (17): 33, Anak Nabi Adam yang pertama adalah Qabil. Orang pertama yang menumpahkan darah yaitu dengan membunuh Habil. Menurut Imam Nawawi”Barang siapa yang menciptakan keburukan, lalu diikuti oleh orang lain, maka ia turut mendapat dosa pelaku setelahnya hingga hari Kiamat”

11 H.A.Djazuli, op.cit, hlm. 128-129, ”Setiap perbuatan adalah karena niatnyadan bagi seseorang adalah apa yang diniatkannya”. Karena itu harus dibedakan antara melawan hukum (al-ishyan), yang biasa terdapat pada jarimah kesengajaan (amdiyah) dan jarimah al khata’ (al-khata’) dengan kasad (maksud) melawan hukum ( qasdul-ishyan) yang hanya terdapat pada jarimah kesengajaaan. Lihat juga dalam Ahmad hanafi, op. cit, hlm. 159.

mencoba mengatasi kesulitan ini dengan cara melihat alat yang digunakan dalam pembunuhan itu.12

Sedangkan menurut as-Sayyid Sabiq, yang dimaksud pembunuhan sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang mukallaf kepada orang lain yang darahnya terlindungi, dengan memakai alat yang pada umumnya dapat menyebabkan mati.13 Sedangkan menurut Abdul Qodir „Audah, pembunuhan sengaja adalah perbuatan menghilangkan nyawa orang lain yang disertai dengan niat membunuh, artinya bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pembunuh jika orang itu mempunyai kesempurnaan untuk melakukan pembunuhan. Jika seseorang tidak bermaksud membunuh, semata-mata hanya menyengaja menyiksa, maka tidak dinamakan dengan pembunuhan sengaja, walaupun pada akhirnya orang itu mati. Hal ini sama dengan pukulan yang menyebabkan mati (masuk dalam katagori syibh „amd).14 Menurut Imam syafi‟i dan pendapat yang kuat dikalangan mazhab Hambali, dianggap sebagai pembunuhan sengaja, selama ia dengan sengaja mengadakan perbuatannya dan menghendaki pila hilangnya nyawa si korban.15

2) Pembunuhan menyerupai sengaja (qatl syibh

al-„amd)

Yaitu menyengaja suatu perbuatan aniaya terhadap orang lain, dengan alat yang pada umumnya tidak mematikan, seperti memukul

12 Jaih Mubarok, op.cit, hlm. 10.

13 As-Sayyid Sabiq, op.cit, hlm. 435.

14 Abdul Qadir „Audah, op. cit, Jilid II, hlm.10.

15 Ahmad Hanafi, op. cit, hlm. 171.

dengan batu kecil, tangan, pensil, atau tongkat yang ringan, dan antara pukulan yang satu dengan yang lainnya tidak saling membantu, pukulannya bukan pada tempat yang vital (mematikan), yang dipukul bukan anak kecil atau orang yang lemah, cuacanya tidak terlalu panas/dingin yang dapat mempercepat kematian, sakitnya tidak berat dan menahun sehingga membawa pada kematian, jika tidak terjadi kematian, maka tidak dinamakan qatl al-„amd, karena umumnya keadaan seperti itu dapat mematikan. Atau perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik, misalnya: seorang guru memukulkan penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba murid yang dipukul meninggal, maka perbuatan tersebut dinamakan syibhu al amdi.16

Dalam pembunuhan semi sengaja ini17, ada 2 (dua) unsur yang berlainan, yaitu kesengajaan di satu sisi dan kesalahan disisi lain.

Perbuatan si pelaku untuk memukul si korban adalah disengaja, namun akibat yang dihasilkan dari perbuatan tersebut sama sekali tidak diinginkan pelaku.

Menurut Prof. H.A. Jazuli, ada 3 (tiga) dalam pembunuhan semi sengaja, yaitu ;

a. Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian.

16Zainudin Ali, op. cit, hlm. 24. Hal ini sesuai dengan kaidah yang menyatakan bahwa

“Pembunuhan semi sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan dengan menggunakan alat yang pada ghalibnya tidak mematikan”, lihat dalam, Jaih Mubarok, op. cit, hlm. 15.

17 Menurut Imam Syafi‟i, jika ia dengan sengaja mengadakan perbuatan dengan tidak menghendaki hilangnya nyawa korban tapi ternyata hilangnya nyawa tetap terjadi meskipun pada dasarnya perbuatan tersebut tidak membawa kematian, maka disebut pembunuhan semi sengaja.

b. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan.

c. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian korban.18

3) Pembunuhan kesalahan (qatl al-khata‟)

Yaitu pembunuhan yang terjadi dengan tanpa adanya maksud penganiayaan, baik dilihat dari perbuatan maupun orangnya. Misalnya seseorang melempari pohon atau binatang tetapi mengenai manusia (orang lain), kemudian mati.19 Menurut Sayid Sabiq, pembunuhan tidak sengaja adalah ketidaksengajaan dalam kedua unsur, yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkannya, dalam pembunuhan tidak sengaja, perbuatan tersebut tidak diniati dan akibat yang terjadipun sama sekali tidak dikehendaki.20

Adapun unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja yaitu ; a) Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian b) Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan

c) Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian korban.21

Dengan adanya pembunuhan, berarti ia telah melakukan pelanggaran tindak pidana, dan apabila seseorang melakukan tindak pidana, maka ia akan menerima konsekuensi (akibat) logis atas perbuatannya. Dalam mengartikan pembunuhan, macam-macam pembunuhan dan lain-lainnya,

18 H.A.Djazuli, op.cit,. hlm. 132.

19 Zainudin Ali, loc. cit.

20 Haliman, Hukum Pidana Syari‟at Islam Menurut Ahlus Sunnah, Jakarta: Bulan Bintang, 1972 , hlm. 152-153.

21 H.A. Djazuli, op.cit, hlm. 134-135.

para ulama banyak yang berselisih pendapat. Adapun macam-macam pembunuhan menurut Ibnu Hazm22 dan Imam Maliki itu hanya terbagi kedalam dua macam yaitu, pembunuhan sengaja (Qatl 'Amd), yaitu suatu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya, dan pembunuhan tidak sengaja (Qatl al-Khata'), yaitu pembunuhan yang dilakukan karena kesalahan. Dalam jenis pembunuhan ini ada tiga kemungkinan, yaitu:

1. Bila si pelaku sengaja melakukan perbuatan dengan tanpa maksud melakukan kejahatan, tetapi mengakibatkan kematian seseorang;

kesalahan seperti ini disebut salah dalam perbuatan (error in Concrito).

2. Bila si pelaku sengaja melakukan perbuatan dan mempunyai niat membunuh seseorang yang dalam persangkaannya boleh dibunuh, namun ternyata orang tersebut tidak boleh dibunuh, misalnya sengaja menembak musuh yang harus ditembak dalam peperangan, tetapi ternyata kawan sendiri; kesalahan demikian disebut salah dalam maksud (error in objecto).

22 Ibnu Hazm menolak pembunuhan sengaja salah (Qatl al-Khata'), seperti yang diungkapkan oleh ulama lain, lebih lanjut Ibnu Hazm berpendapat, bahwa pembunuhan sengaja salah adalah pendapat fasid yang menyalahi Nas al-Qur'an dan sunnah, karena dalam al-Qur'an dan sunnah sendiri tidak menerangkan sama sekali. Seperti macam pembunuhan yang dianut oleh Mazhab Hanafi, Hambali dan Syafi'i, yang menambahkan adanya pembunuhan semi sengaja) syibhu al amdi), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya tetapi mengakibatkan kematian. Adapun dalam pembunuhan salah Ibnu Hazm mengatakan, bahwa pembunuhan tersebut bukan suatu dosa, sebab suatu dosa itu yang dilarang Allah, sedang kesalahan itu tidak dilarang Allah Karena kesalahan itu di luar kemampuan manusia.

Oleh karena itu, segala kesalahan diampuni Allah dan tidak berdosa bagi orang yang tersalah.

3. Bila si pelaku tidak bermaksud melakukan kejahatan, tetapi akibat kelalaiannya dapat menimbulkan kematian, seperti seseorang terjatuh dan menimpa bayi yang berada di bawahnya hingga mati.23

Pendapat Ibnu Hazm di atas berdasar atas Firman Allah SWT:

 mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja)”24

 murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”25

Dalam ayat diatas Allah tidak menempatkan pembunuhan bagian ketiga, yang terletak antara pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja.

Macam-macam pembunuhan menurut Mahmud Syaltut, pembunuhan itu hanya terbagi kedalam dua macam yaitu, pembunuhan sengaja (pembunuhan yang dilakukan karena unsur kesengajaan), dan pembunuhan salah (Pembunuhan yang dilakukan karena unsur ketidaksengajaan yang mengakibatkan kematian), adapun mengenai alat pembunuhan tidak dapat diterapkan dalam pembunuhan karena dalam al-Qur'an dan hadis sahih pun

tidak menjelaskan alat yang digunakan dalam pembunuhan, akan tetapi hanya menjelaskan macam-macam pembunuhan saja. Sedangkan mengenai alat pembunuhan diserahkan kepada ketentuan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat itu sendiri.26

Mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana pembunuhan yaitu27 :

a. Pembunuhan dengan muhaddad, yaitu seperti alat yang tajam, melukai, dan menusuk badan yang dapat mencabik-cabik anggota badan.

Ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa alat yang digunakan dalam pembunuhan sengaja haruslah alat yang dapat melukai (Tajam) seperti pisau, pedang, panah, tombak kayu dan lain-lain yang dapat menghilangkan nyawa tanpa ada keraguan. Hal ini didasarkan atas keharusan adanya keyakinan yang nyata bahwa hilangnya nyawa atau kematian korban adalah suatu yang dikehendaki.

b. Pembunuhan dengan musaqqal, yaitu alat yang tidak tajam, seperti tongkat dan batu. Mengenai alat ini fuqaha berbeda pendapat apakah termasuk pembunuhan sengaja yang mewajibkan qishash atau syibh

„amd yang sengaja mewajibkan diat.

c. Pembunuhan secara langsung, yaitu pelaku melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan matinya orang lain secara langsung (tanpa perantaraan), seperti menyembelih dengan pisau, menembak dengan pistol, dan lain-lain.

26 Mahmud Syaltut, op. cit, hlm. 359.

27 Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, Jilid II, Beirut: Dar al-Fikr, Cet.

ke-2, 1981, hlm. 232.

d. Pembunuhan secara tidak langsung (dengan melakukan sebab-sebab yang dapat mematikan). Artinya dengan melakukan suatu perbuatan yang pada hakikatnya (zatnya) tidak mematikan tetapi dapat menjadikan perantara atau sebab kematian.

Adapun sebab-sebab yang mematikan itu ada tiga macam,28 yaitu : 1) Sebab Hissiy (perasaan/psikis) seperti paksaan untuk membunuh.

2) Sebab Syar‟iy, seperti persaksian palsu yang membuat terdakwa terbunuh, keputusan hakim untuk membuat seseorang yang diadilinya dengan kebohongan atau kelicikan (bukan karena keadilan) untuk menganiaya secara sengaja.

3) Sebab „Urfiy, seperti menyuguhkan makanan beracun terhadap orang lain yang sedang makan atau menggali sumur dan menutupinya sehingga ada orang terperosok dan mati.

e. Pembunuhan dengan cara menjatuhkan ke tempat yang membinasakan, seperti dengan melemparkan atau memasukkan ke kandang srigala, harimau, ular dan lain sebagainya.

f. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan dan membakar.

g. Pembunuhan dengan cara mencekik.

h. Pembunuhan dengan cara meninggalkan atau menahannya tanpa memberinya makanan dan minuman.

i. Pembunuhan dengan cara menakut-nakuti atau mengintimidasi.

Pembunuhan tidak hanya terjadi dengan suatu perbuatan fisik, karena

28 Ibid, hlm. 233.

terjadi juga melalui perbuatan ma‟nawi yang berpengaruh pada psikis seseorang, seperti menakut-nakti, mengintimidasi dan lain sebagainya.

3. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan

Sanksi pidana dalam hukum Islam disebut dengan al-'Uqubah yang

Sanksi pidana dalam hukum Islam disebut dengan al-'Uqubah yang

Dokumen terkait