• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.3 Metode Pengambilan Data .1 Analisa Vegetasi .1 Analisa Vegetasi .1 Analisa Vegetasi

Untuk mengetahui struktur tegakan dilakukan analisa vegetasi dengan cara nested sampling, yaitu petak besar mengandung petak-petak yang lebih kecil (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Analisa vegetasi dilakukan pada tiga keadaan hutan yaitu hutan primer yang akan dilakukan kegiatan penebangan, hutan yang baru saja dilakukan penebangan, dan hutan yang telah dilakukan penebangan dan telah dibuat jalur tanam pada lokasi yang sama dengan berbagai kelerengan yaitu datar (0-15 %), landai (15-25 %), dan sedang (25-45 %). Dengan demikian berdasarkan pengamatan tersebut dapat diketahui komposisi tegakan sebelum dan sesudah dilakukan penebangan menyangkut perubahan dan kerusakannya.

Metode pengambilan data dilakukan untuk kegiatan analisa vegetasi dapat dilihat pada Gambar 1. Data yang diperlukan untuk analisa vegetasi ini adalah nama jenis, jumlah, diameter untuk tingkat tiang dan pohon. Sedangkan untuk tingkat pancang dan semai adalah nama jenis dan jumlah.

Pada masing-masing lokasi penelitian dibuat tiga buah petak pengamatan dengan ukuran petak 100 X 100 m. Pada masing-masing petak pengamatan tersebut dibuat petak contoh dan sub petak contoh dengan ukuran sebagai berikut : 1. Tingkat pohon dengan ukuran petak 25 x 20 m sebelum penanaman dan

setelah penanaman 22 x 20 m.

2. Tingkat tiang dengan ukuran petak 10 x 10 m 3. Tingkat pancang dengan ukuran petak 5 x 5 m 4. Tingkat semai dengan ukuran petak 2 x 2 m

Untuk mengetahui tingkat permudaan pada perkembangan suksesi dipergunakan kriteria sebagai berikut :

1. Tingkat semai (seedling), permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m. 2. Tingkat pancang (sapling), permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 m dan

diameter kurang dari 10 cm.

3. Tingkat tiang (pole), pohon muda yang berdiameter 10 cm sampai 20 cm. 4. Tingkat pohon (tree), pohon yang berdiameter 20 cm keatas.

100 m 100 m 22 m Jalur tanam lebar 3 m 20 m A B C D Keterangan :

A = Sub petak intensif untuk tingkat semai (2 m x 2 m) B = Sub petak intensif untuk tingkat pancang (5 m x 5 m) C = Sub petak intensif untuk tingkat tiang (10 m x 10 m)

D = Sub petak intensif untuk tingkat pohon sebelum penebangan ukuran sub petak 25 m x 20 m dan setelah penebangan ukuran sub petak 22 m x 20 m

Gambar 1. Bagan petak pengamatan analisis vegetasi

20

m

20

m

4.3.2 Pengukuran Kerusakan Tegakan Akibat Penebangan Satu pohon Pengambilan data dilakukan pada hutan yang baru ditebang. Metode yang digunakan nested sampling, yaitu petak besar mengandung petak-petak yang lebih kecil (Soerianegara dan Indrawan, 1988).

Pohon yang ditebang yaitu yang berdiameter 40 cm ke atas. Analisa kerusakan tegakan akibat penebangan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan penebangan satu pohon menyebabkan terjadinya kerusakan pada pohon non-target.

Data yang diperlukan di dalam analisa kerusakan akibat penebangan satu pohon adalah:

a. Jumlah pohon yang rusak dirinci menurut kelas diameter (10-19 cm, 20-29 cm, 30-39 cm).

b. Bentuk kerusakan : patah, kulit batang terkelupas, tajuk rusak, perakaran atau banir rusak, roboh dan condong.

c. Persentasi kerusakan, dihitung berdasarkan antara jumlah pohon yang rusak dibagi dengan pengurangan dari jumlah pohon sebelum dilakukan penebangan kayu dikurangi jumlah pohon yang ditebang.

4.3.3 Pengukuran Kerusakan Tegakan Akibat Kegiatan Pemanenan Kayu Kerusakan tegakan akibat kegiatan pemanenan kayu meliputi kerusakan akibat kegiatan penebangan dan kerusakan akibat penyaradan. Pengambilan data kerusakan tegakan akibat pemanenan kayu dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama kegiatan yang dilakukan adalah inventarisasi jenis, dan jumlah pohon serta penandaan dan penomoran pohon. Pada tahap kedua yaitu kegiatan yang telah dilakukan kegiatan pemanenan kayu, kegiatan yang dilakukan adalah menentukan pohon-pohon yang telah diinventarisasi. Pada kegiatan ini ditentukan jumlah dan jenis pohon yang seharusnya tinggal telah dihilangkan akibat kegiatan penebangan dan akibat kegiatan penyaradan.

Data yang diperlukan di dalam analisa kerusakan akibat kegiatan pemanenan kayu adalah :

a. Tajuk pohon rusak lebih dari 30 % atau cabang pohon patah.

b. Luka batang mencapai ukuran lebih dari ¼ keliling batang dengan panjang lebih dari 1,5 m.

c. Perakaran terpotong atau 1/3 banirnya rusak.

4.3.4 Pengukuran Keterbukaan Lahan Bekas Tebangan

Analisa keterbukaan lahan bekas tebangan dilakukan pada keadaan hutan yang baru saja dilakukan pemanenan kayu. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan pemanenan kayu dapat menimbulkan keterbukaan lahan.

Keterbukaan lahan akibat pembukaan lahan dapat diketahui dengan cara mengukur jumlah areal-areal yang terbuka akibat penebangan pohon dalam luasan satu hektar. Cara pengambilan data keterbukaan lahan ini dengan cara pengamatan dan pengukuran luas areal yang terbuka akibat penebangan pada petak pengamatan ukuran 100 x 100 m.

Keterbukaan jalan sarad dapat ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad dalam satu hektar, kemudian ditentukan luas jalan sarad tersebut, yang merupakan keterbukaan lahan akibat jalan sarad. Keterbukaan lahan akibat penebangan ditentukan berdasarkan penjumlahan luas tajuk pohon yang ditebang dan luas tajuk pohon yang tumbang akibat penebangan. Selanjutnya perhitungan luas keterbukaan lahan per hektar dengan cara menjumlahkan keterbukaan lahan akibat penebangan dan penyaradan.

4.3.5 Stratifikasi Tajuk

Metode yang digunakan untuk stratifikasi tajuk adalah metode diagram profil tajuk, yaitu dengan memproyeksikan dalam bentuk diagram hubungan antara tinggi pohon dengan panjang plot pengamatan. Plot pengamatan untuk masing-masing lokasi penelitian berukuran 10 x 100 m. Stratifikasi tajuk dilakukan pada ketiga keadaan hutan yaitu hutan primer, hutan yang baru

dilakukan pemanenan kayu, dan hutan yang sudah dilakukan penebangan dan pembuatan jalur. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

10 m

10 m

100 m

Gambar 2. Plot pengamatan stratifikasi tajuk

Data yang diperlukan dari jalur (plot) pengamatan untuk gambaran stratifikasi tajuk secara vertikal ini meliputi pengukuran diameter setinggi dada atau 20 cm di atas banir untuk pohon yang berbanir. Tinggi pohon total, tinggi cabang pertama, tinggi cabang kedua dan seterusnya sampai percabangan masih terlihat jelas, ketinggian tempat dan kelerengan.

Sedangkan untuk proyeksi horizontalnya (tampak atas) dibuat dengan menentukan koordinat pohon pada sumbu jalur dan memproyeksikan lebar tajuk yang diambil dari empat titik terluar dari tajuk dan ditentukan azimuthnya dari pangkal pohon yang diukur, yaitu dengan bantuan orang lain yang berdiri pada titik terluar tajuk tersebut. Kemiringan lereng hutan diukur dengan menggunakan kompas brunton untuk penggambaran tajuk secara vertikal.

4.3.6 Pengukuran Sifat Fisika dan Kimia Tanah

Pengukuran kepadatan tanah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan pemanenan terutama yang disebabkan oleh penyaradan. Pegukuran dilakukan dengan menggunakan metode tanah tidak terusik dengan menggunakan ring tanah. Pada jalan sarad dan areal hutan yang belum ditebang sebagai kontrol. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara sistematik yaitu pada kedua sisi dan bagian tengah jalan sarad dan selang 10 m ke arah memanjang jalan sarad. Penentuan sifat fisika tanah yaitu dengan melakukan pengambilan contoh tanah baik yang utuh (tidak terusik) maupun yang tidak utuh (terusik). Pengambilan contoh tanah untuk penentuan sifat fisika tanah ini dilakukan di areal hutan yang belum ditebang dan yang sudah ditebang. Adapun sifat fisika tanah yang diamati antara lain tekstur tanah, berat isi, ruang pori dan kadar air

contoh tanah. Untuk mengetahui tekstur tanah dapat dilakukan dengan pengambilan contoh tanah terusik.

Cara pengambilan tanah utuh adalah sebagai berikut :

a. Lapisan tanah diratakan dan dibersihkan dari serasah serta bahan organik lainnya, kemudian tabung diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah. b. Tanah di sekitar tabung digali dengan sekop.

c. Tanah dikerat dengan pisau sampai hampir mendekati bentuk tabung. d. Tabung ditekan sampai 3/4 bagiannya masuk ke dalam tanah.

e. Tabung lainnya diletakkan tepat diatas tabung pertama, kemudian ditekan kembali sampai bagian bawah dari tabung ini masuk ke dalam tanah kira-kira 1 cm.

f. Tabung kedua dipisahkan dengan hati-hati, kemudian tanah yang berlebihan pada bagian atas dan bawah tabung dibersihkan.

g. Tabung ditutup dengan tutup plastik.

Untuk menganalisa sifat kimia tanah (pH tanah, kandungan bahan organik dan nitrogen, serta unsur-unsur hara makro dan mikro), diambil contoh tanah terusik dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanah (2004) yaitu sebagai berikut :

1. Tentukan tempat atau titik pengambilan contoh tanah individu, dengan cara : (1) sistematik, seperti sistem diagonal atau zig-zag, atau (2) acak

2. Pengambilan contoh tanah pada: areal 1 datar (low land), areal 2 miring, areal 3 datar terpisah (upland)

3. Bersihkan permukaan tanah dari rumput, batu, atau kerikil, dan sisa-sisa tanaman atau bahan organik segar atau serasah.

4. Cangkul tanah tersebut sedalam lapisan olah (20 cm), kemudian pada sisi yang tercangkul, tanah diambil setebal 1,5 cm dengan menggunakan sekop atau cangkul. Apabila menggunakan bor tanah (auger atau tabung), maka pada setiap titik pengambilan dibor sedalam 20 cm.

5. Campur dan aduk contoh tanah individu tersebut (10-15 contoh) dalam satu tempat (ember atau hamparan plastik), kemudian ambil kira-kira 1 kg, dan dimasukkan ke dalam kantong plastik (ini merupakan contoh tanah komposit). 6. Beri label yang berisi keterangan: tanggal dan kode pengambilan (nama pengambil), nomor contoh tanah, lokasi (desa/kecamatan/kabupaten), dan kedalaman contoh tanah.

Pengambilan contoh tanah komposit ini dilakukan secara sistematik (zig-zag) sebanyak tiga titik. Berat contoh tanah yang diambil adalah 250 gram dari setiap petak pengamatan.

4.4 Analisis Data

Dokumen terkait