• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.5 Metode Pengambilan Data

3.5.1 Bentuk dan ukuran petak pengukuran biomassa tumbuhan.

Terdapat beberapa jenis dan ukuran petak yang digunakan dalam pengukuran nilai biomassa vegetasi di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Pengukuran biomassa pohon dilakukan dengan cara non-destructive (tidak merusak bagian tumbuhan) dan untuk tumbuhan bawah dengan cara destructive

(merusak).

Plot contoh pengukuran dibuat pada setiap hektar lahan yang dipilih dengan langkah sebagai berikut (Hairiah & Rahayu 2007) :

a. Untuk lahan hutan: dibuat plot pengukuran 5 m x 40 m = 200 m2 (disebut subplot). Subplot ini digunakan untuk mengukur vegetasi dengan diameter 5

16

cm sampai 30 cm pada vegetasi yang kondisinya seragam, artinya menghindari tempat-tempat yang terlalu rapat atau terlalu jarang vegetasinya. b. Ukuran subplot diperbesar bila di dalam lahan yang diamati terdapat pohon

yang berdiameter > 30 cm. Ukuran plot berubah menjadi 20 m x 100 m (2.000 m2).

c. Untuk sistem agroforestri atau perkebunan yang memiliki jarak tanam antar pohon yang cukup lebar, ukuran subplot dibuat lebih besar dengan ukuran 20 m x 100 m = 2.000 m2.

d. Bila pada subplot terdapat tanaman tidak berkeping dua (dikotil) seperti bambu dan pisang, maka dilakukan pengukuran diameter dan tinggi masing- masing individu dalam setiap rumpun. Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang, seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya.

Keterangan :

a. subplot pengukuran tumbuhan bawah, berukuran 2 x 0,5 m x 0,5 m.

b. subplot pengukuran vegetasi berdiameter 5 cm – 30 cm, berukuran 5 m x 40 m. c. subplot pengukuran vegetasi berdiameter > 30 cm, berukuran 20 m x 100 m.

Gambar 2 Plot contoh untuk pengukuran biomassa.

Pengambilan data primer berupa pengukuran diameter pohon dilakukan karena memiliki hubungan atau korelasi yang positif dengan penghitungan biomassa pohon. Semakin besar diameter, maka semakin besar pula karbon yang tersimpan di dalam tubuh pohon tersebut. Setelah biomassa pohon diketahui, selanjutnya dapat dilakukan pendugaan jumlah cadangan karbon yang terdapat di dalam vegetasi di lokasi kajian. Untuk mengetahui nilai biomassa tumbuhan bawah dan semak belukar, dilakukan pemotongan tumbuhan bawah dan semak belukar di dalam plot pengukuran secara menyeluruh (destructive) untuk kemudian diukur berat basah dan berat keringnya. Jumlah plot pengukuran karbon di lapang tersaji dalam Tabel 6.

20 m x 100 m 5 m x 40 m

Tabel 6 Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa tipe penggunaan lahan

Penggunaan lahan Pengukuran plot (m2) Jumlah plot

Hutan sekunder 2000 11

Kebun kayu manis 2000 5

Semak belukar 0,25 3

3.5.2 Analisis data

3.5.2.1 Biomassa tersimpan

Penilaian pendugaan biomassa dihitung dengan menggunakan persamaan allometrik yang telah dibuat dan diuji oleh peneliti–peneliti sebelumnya. Persamaan tersebut disajikan di dalam Tabel 7.

Tabel 7 Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai biomassa tersimpan

Kategori biomassa Persamaan allometrik Sumber

Pohon bercabang B = 0,11ρ(D2,62)* Ketterings (2001) diacu dalam

Hairiah dan Rahayu (2007)

Nekromassa (pohon mati) B = πρ H(D2)/40* Hairiah dan Rahayu (2007)

Keterangan :

B = Biomassa (kg.pohon-1)

D = Diameter setinggi dada (cm)

H = Tinggi pohon (cm)

ρ = Kerapatan kayu (g.cm-3)

* = Sumber kerapatan kayu diperoleh berdasarkan Prosea, Soewarsono PH (1990), Anonim (1981), Martawijaya A (1992) diacu dalam ICRAF (http://www.worldagroforestry.org) dan Brown (1997).

Persamaan lain yang akan digunakan untuk menduga nilai biomassa tumbuhan bawah adalah sebagai berikut (Hairiah dan Rahayu 2007) :

Total BK g =�� subcontoh g

�� subcontoh g x Total BB (g) Keterangan :

BK = Berat kering total

BKc = Berat kering contoh BBc = Berat basah contoh

BB = Berat basah total

3.5.3.2 Cadangan Karbon

Pada penelitian ini, nilai cadangan karbon yang terdapat di tiap tipe penggunaan lahan dihitung dengan menggunakan persamaan yang digunakan oleh Lasco et al. (2004) sebagai berikut :

Cadangan karbon di hutan sekunder = biomassa x 44,6%

Cadangan karbon di hutan agroforestri dan perkebunan = biomassa x 44% Cadangan karbon di padang rumput/belukar = biomassa x 42,9%

18

Hasil pengukuran pendugaan cadangan karbon dapat menunjukkan pula seberapa besar pendugaan pelepasannya, pelepasan tersebut adalah dalam bentuk senyawa CO2. Untuk mengetahui CO2 yang hilang, nilai C dikonversi ke dalam bentuk CO2 dengan mengalikan nilai C dengan faktor konversi sebesar 3,667 (von Mirbach 2000). Hasil konversi nilai C menjadi CO2 tersebut akan menunjukkan pendugaan pelepasan karbon dari lokasi penelitian dengan asumsi kehilangan karbon tersebut seluruhnya dalam bentuk gas. Nilai 3,667 sendiri diperoleh dari perbandingan antara berat molekul senyawa CO2 sebesar 44 terhadap berat atom unsur C yang sebesar 12.

CO2 = C x 3,667 Keterangan :

CO2 = kandungan karbondioksida (ton/ha) C = kandungan karbon (ton/ha)

3.5.2.3 Pendugaan cadangan karbon

Pendugaan cadangan karbon berdasarkan data spasial dilakukan dengan menggunakan informasi luas penggunaan lahan hasil klasifikasi yang kemudian dikalikan dengan data hasil perhitungan cadangan karbon di atas tanah (above ground carbon stock) dari kelas penggunaan lahan yang bersangkutan. Langkah awalnya adalah dengan melakukan klasifikasi kelas penggunaan lahan berdasarkan hasil interpretasi lapang yang telah dilakukan, hasil klasifikasi tersebut selanjutnya dikonversi menjadi kelas cadangan karbon berdasarkan atribut cadangan karbon.

Gambar 3 Tahap pendugaan cadangan karbon di berbagai tipe penggunaan lahan.

3.5.2.4 Peta penggunaan lahan terklasifikasi

Peta penggunaan lahan yang digunakan pada penelitian ini dihasilkan dari citra landsat 5 TM dan landsat 7 ETM dari tahun yang telah ditentukan yaitu tahun 1988 dan 2008 yang telah melalui tahap klasifikasi sesuai dengan bentuk penggunaannya. Data penggunaan lahan yang dihasilkan dari dua citra tahun yang berbeda ini digunakan untuk melakukan analisis perubahan penggunaan lahannya. Proses analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi perbandingan pengunaan lahan multi waktu (time series) dari kedua peta yang telah dibuat.

Pembuatan peta penggunaan lahan terklasifikasi ini diawali dengan melakukan koreksi geometrik pada citra satelit yang akan digunakan. Koreksi geometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan non-sistematis yang terjadi

Pengolahan citra Pohon

20

pada citra satelit. Kesalahan yang mungkin terjadi seperti variasi ketinggian tempat, variasi ketinggian satelit, variasi kecepatan sensor, kesalahan panoramik, kelengkungan bumi, refraksi atmosfer, variasi bentuk relief permukaan bumi dan ketidaklinieran cakupan sensor satelit (Prahasta 2005). Koreksi geometrik dilakukan dengan menghubungkan citra satelit dengan peta acuan yang tersedia. Peta acuan yang digunakan berupa peta sungai, danau dan peta garis pantai rupa bumi Indonesia (RBI). Dalam prosesnya, hubungan antara kedua peta ini ditunjukkan dengan penempatan ground control point (GCP) pada kedua peta tersebut. Akurasi koreksi geometrik sendiri ditunjukkan dengan nilai RMS-error

(root mean square-error) yang dihasilkan, dimana jika semakin kecil nilai RMS-

error, maka ketepatan titik GCP pun akan semakin tinggi. Untuk melihat hasil akhir dari koreksi geometrik, dilakukan uji keakuratan terhadap citra hasil koreksi tersebut dengan cara melakukan overlay antara citra hasil koreksi dengan peta acuan yang digunakan. Proses ini akan memperlihatkan besarnya penyimpangan pada citra hasil koreksi geometrik. Koreksi geometrik yang telah dilakukan dapat diterima dan dapat digunakan jika posisi penyimpangannya tidak melebihi satu piksel pada citra atau seluas 900 m2 pada kondisi sebenarnya.

Citra hasil koreksi geometrik selanjutnya disederhanakan sesuai dengan kebutuhan lokasi penelitian melalui proses pemotongan citra (subset image) dengan menggunakan digitasi polygon peta batas Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur). Hasil pemotongan citra digunakan sebagai peta panduan selama kegiatan survei lapang. Peta ini akan membantu dalam menentukan titik lokasi pengukuran biomassa tersimpan di setiap tipe penggunaan lahan yang terdapat di lokasi penelitian selama kegiatan lapang berlangsung. Titik-titik lokasi pengambilan data lapang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan proses klasifikasi citra secara terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing akan menghasilkan peta yang telah dikategorikan menjadi beberapa tipe penggunaan lahan. Selain menggunakan titik lokasi pengambilan data lapang, proses klasifikasi terbimbing pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan link google map yang dapat menunjukkan penggunaan lahan terkini di lokasi penelitian. Peta penggunaan lahan multi waktu hasil klasifikasi terbimbing yang telah melalui proses recode dilengkapi dengan atribut berupa kerapatan

karbon di setiap tipe penggunaan lahan yang nilainya diperoleh dari hasil pengukuran lapang. Klasifikasi penggunaan lahan di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) dibagi menjadi lima kelas penggunaan lahan yaitu Hutan sekunder, kebun kayu manis, semak belukar, lahan terbuka dan awan dan bayangan (no data).

Uji akurasi harus dilakukan terhadap peta hasil klasifikasi terbimbing sebelum peta tersebut benar-benar bisa digunakan. Proses ini dilakukan untuk mengetahui keakuratan hasil klasifikasi terbimbing yang telah dilakukan dengan melihat perbedaan antara titik survei lapang dengan peta hasil klasifikasi terbimbing. Hasil klasifikasi terbimbing dapat diterima jika nilai akurasi yang diperoleh mencapai 85%. Selanjutnya dapat diketahui jumlah perubahan cadangan karbon di lokasi penelitian yang dihitung berdasarkan data cadangan karbon di setiap tipe penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan pada waktu yang berbeda. Alur tahap pendugaan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur) tersaji dalam Gambar 4.

22

Gambar 4 Alur pembuatan peta pendugaan cadangan karbon di Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi (Lempur).

3.5.2.5 Pendugaan perubahan cadangan karbon

Pendugaan perubahan cadangan karbon dilakukan dengan mengaitkan data hasil pengukuran karbon di atas tanah (above ground carbon stock) dengan luas setiap tipe penggunaan lahan di lokasi penelitian. Selanjutnya, nilai karbon dari setiap tipe penggunaan lahan hasil perhitungan akan dijadikan nilai karbon

Koreksi geometrik Klasifikasi tidak terbimbing Survei lapang Pemotongan citra Pengukuran karbon

Areal contoh Klasifikasi terbimbing

Citra terklasifikasi Tidak

Terima Akurasi

Analisis perubahan cadangan karbon

Data perubahan cadangan karbon Pengolahan data Peta penggunaan lahan Cadangankarbon Citra satelit

RBI dan peta batas kawasan

Cadangan karbon di berbagai tipe penggunaan lahan

pembanding pada dua citra terklasifikasi yang digunakan. Data penggunaan lahan citra terklasifikasi tahun 1988 dan 2008 digunakan dalam pendugaan perubahan cadangan karbon. Pendugaan cadangan karbon pada dua citra terklasifikasi dengan tahun yang berbeda pada dasarnya dilakukan sebagai proses pemberian atribut ulang pada peta penggunaan lahan dengan data cadangan karbon pada skala plot tipe penggunaan lahan yang sama. Hasil yang diharapkan adalah dugaan cadangan karbon berdasarkan tipe penggunaan lahan pada waktu yang berbeda, sehingga dapat diketahui perubahan cadangan karbon berdasarkan perubahan penggunaan lahan.

Dokumen terkait