• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Pengelompokan Kabupaten/Kota Berdasarkan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah Menggunakan Metode

5. Metode Ward

Metode Ward adalah salah satu metode pengelompokan hirarki yang pengelompokannya berdasarkan pada sum square error (SSE). Langkah-langkah pengelompokan menggunakan metode Ward adalah sebagai berikut:

Dimulai dari setiap objek dianggap sebagai sebuah cluster tersendiri, maka terdapat 35 cluster (karena terdapat 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah) yang mempunyai satu objek. Pada tahap ini SSE bernilai nol.

Menghitung nilai SSE untuk setiap kombinasi dua pasang cluster dari 35 cluster, lalu memilih dua pasang cluster yang memiliki nilai SSE terkecil untuk digabungkan menjadi satu cluster. Secara sistematik, 35 cluster akan berkurang 1 pada setiap tahap. Diberikan contoh perhitungan SSE untuk Kab. Cilacap dan Kab. Banyumas. Data yang digunakan adalah nilai-nilai dari principal component (Lampiran 6).

Nilai rata-rata Kab. Cilacap dan Kab. Banyumas sebagai berikut: (-0,30701 + 1,91600 -0,39474 + 0,87607) / 4 = 0,52258. Rata-rata yang diperoleh digunakan untuk menghitung SSE Kab. Cilacap dan Kab. Banyumas. Berdasarkan persamaan (3.10) diperoleh nilai SSE Kab. Cilacap dan Kab. Banyumas sebagai berikut:

61

. Dua objek yang mempunyai nilai SSE paling kecil

akan bergabung menjadi satu cluster.

Setelah terbentuk satu cluster yang terdiri dari dua objek pada tahap pertama, kemudian membuat kombinasi dua pasang cluster baru lagi. Dua pasang cluster baru tersebut terdiri dari satu cluster yang telah terbentuk pada tahap pertama dan cluster yang lain, kemudian menghitung nilai SSE lagi. Memilih dua pasang cluster yang memiliki nilai SSE terkecil untuk digabungkan menjadi satu cluster. Demikian seterusnya sampai semua objek bergabung menjadi satu cluster.

Untuk mempermudah proses pengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Tengah menggunakan metode Ward, digunakan program SPSS 20. Tahapan pembentukan cluster dapat dilihat dari output SPSS bagian agglomeration schedule (Lampiran 9).

Pada tahap pertama, terlihat bahwa objek nomor 21 (Kab. Demak) dan nomor 24 (Kab. Kendal) bergabung menjadi satu cluster, karena memiliki jarak (pada kolom coefficients) paling kecil yaitu 0,006. Hal ini menunjukkan bahwa jarak antara kedua kabupaten tersebut merupakan jarak yang paling dekat dari banyaknya kombinasi jarak 35 kabupaten/kota. Dengan kata lain, Kab. Demak dan Kab. Kendal merupakan dua pasang objek yang memiliki nilai SSE paling kecil dari banyaknya kombinasi SSE 35 kabupaten/kota. Kemudian pada kolom next stage, menunjukkan angka 14 yang menjelaskan bahwa pada stage ke-14 proses pengelompokan dilanjutkan.

62

Tahap kedua yaitu pada stage ke-14 terlihat objek nomor 21 (Kab. Demak) bergabung dengan objek nomor 22 (Kab. Semarang) dengan jarak 0,504. Jarak tersebut merupakan jarak minimal objek terakhir yang bergabung (Kab. Semarang) dengan dua objek sebelumnya yaitu Kab. Demak dan Kab. Kendal. Pada kolom next stage, menunjukkan angka 24 yang menjelaskan bahwa pada stage ke-24 proses pengelompokan dilanjutkan.

Tahap ketiga yaitu pada stage ke-24 terlihat objek nomor 19 (Kab. Kudus) bergabung dengan objek nomor 21 (Kab. Demak) dengan jarak 3,134. Jarak tersebut merupakan jarak minimal objek terakhir yang bergabung (Kab. Kudus) dengan tiga objek sebelumnya yaitu Kab. Demak, Kab. Kendal, dan Kab. Semarang. Pada kolom next stage, menunjukkan angka 25 yang menjelaskan bahwa pada stage ke-25 proses pengelompokan dilanjutkan. Demikian seterusnya dari stage 25 dilanjutkan ke stage 29 sampai ke stage terakhir, sehingga semua objek bergabung menjadi satu cluster.

Banyaknya cluster dapat ditentukan dengan melihat dendogram (Lampiran 10). Dendogram dibaca dari kiri ke kanan. Garis vertikal menunjukkan cluster yang digabung, sedangkan garis horizontal menunjukkan jarak cluster yang digabung. Tiga tahap terakhir penggabungan terlihat bahwa cluster digabung dengan jarak yang tinggi. Penggabungan ini menyebabkan kesamaan (homogenitas) yang rendah antar anggota dalam suatu cluster. Oleh karena itu, ditetapkan banyaknya

63

cluster yang terbentuk sebanyak empat cluster. Anggota-anggota tiap cluster dapat dilihat pada output cluster membership (Lampiran 11) dan dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.11. Cluster Membership Metode Ward

No Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 1 Kab. Cilacap Kab. Purbalingga Kota Magelang Kota Semarang 2 Kab. Banyumas Kab. Banjarnegara Kota Surakarta

3 Kab. Magelang Kab. Kebumen Kota Salatiga 4 Kab. Grobogan Kab. Purworejo Kota Pekalongan 5 Kab. Pati Kab. Wonosobo Kota Tegal

6 Kab. Pemalang Kab. Boyolali 7 Kab. Tegal Kab. Klaten 8 Kab. Brebes Kab. Sukoharjo

9 Kab. Wonogiri 10 Kab. Karanganyar 11 Kab. Sragen 12 Kab. Blora 13 Kab. Rembang 14 Kab. Kudus 15 Kab. Jepara 16 Kab. Demak 17 Kab. Semarang 18 Kab. Temanggung 19 Kab. Kendal 20 Kab. Batang 21 Kab. Pekalongan

Dari tabel 3. 11 terlihat bahwa cluster 1 terdiri dari 8 kabupaten, cluster 2 terdiri dari 21 kabupaten, cluster 3 terdiri dari 5 kota, dan cluster 4 terdiri dari 1 kota.

64 6. Metode Average Linkage

Metode Average Linkage adalah metode pengelompokan yang jarak antara dua cluster didefinisikan sebagai rata-rata jarak seluruh pasangan yang berada dalam satu cluster dengan cluster yang lain. Langkah-langkah pengelompokan menggunakan metode average linkage adalah sebagai berikut:

Menghitung jarak dua objek berdasarkan persamaan (3.9), kemudian memilih dua pasang objek yang memiliki jarak paling dekat. Dari Lampiran 12 terlihat bahwa objek nomor 21 (Kab. Demak) dan nomor 24 (Kab. Kendal) bergabung menjadi satu cluster dengan jarak 0,011. Selanjutnya, menghitung jarak antara cluster yang telah terbentuk pada tahap pertama (Kab. Demak & Kab. Kendal) dengan cluster yang lain menggunakan persamaan (3.11). Dari Lampiran 12 terlihat bahwa objek yang bergabung selanjutnya adalah objek nomor 22 (Kab. Semarang). Kab. Semarang inilah yang mempunyai jarak paling dekat dengan (Kab. Demak & Kab. Kendal) daripada kabupaten/kota yang lainnya. Adapun jarak antara (Kab. Demak & Kab. Kendal) dan Kab. Semarang adalah sebagai berikut:

(3. 24)

Begitu seterusnya sampai semua kabupaten/kota bergabung menjadi satu cluster.

Untuk mempermudah proses pengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Tengah menggunakan metode Average Linkage, digunakan program

65

SPSS 20. Tahapan pembentukan cluster dapat dilihat dari output SPSS bagian agglomeration schedule (Lampiran 12).

Pada tahap pertama, terlihat bahwa objek nomor 21 (Kab. Demak) dan nomor 24 (Kab. Kendal) bergabung menjadi satu cluster, karena memiliki jarak (pada kolom coefficients) paling kecil yaitu 0,011. Hal ini menunjukkan bahwa jarak antara kedua kabupaten tersebut merupakan jarak yang paling dekat dari banyaknya kombinasi jarak 35 kabupaten/kota. Kemudian pada kolom next stage, menunjukkan angka 14 yang menjelaskan bahwa pada stage ke-14 proses pengelompokan dilanjutkan.

Tahap kedua yaitu pada stage ke-14 terlihat objek nomor 21 (Kab. Demak) bergabung dengan objek nomor 22 (Kab. Semarang) dengan jarak 0,165. Jarak tersebut merupakan jarak minimal objek terakhir yang bergabung (Kab. Semarang) dengan dua objek sebelumnya yaitu (Kab. Demak dan Kab. Kendal). Perolehan jarak tersebut sama seperti persamaan (3. 24). Pada kolom next stage, menunjukkan angka 22 yang menjelaskan bahwa pada stage ke-22 proses pengelompokan dilanjutkan.

Tahap ketiga yaitu pada stage ke-22 terlihat objek nomor 11 (Kab. Sukoharjo) bergabung dengan objek nomor 21 (Kab. Demak) dengan jarak 0,516. Jarak tersebut merupakan jarak minimal objek terakhir yang bergabung (Kab. Sukoharjo) dengan tiga objek sebelumnya yaitu (Kab. Demak, Kab. Kendal, dan Kab. Semarang). Pada kolom next stage, menunjukkan angka 27 yang menjelaskan bahwa pada stage ke-27 proses

66

pengelompokan dilanjutkan. Demikian seterusnya dari stage 27 dilanjutkan ke stage 31 sampai ke stage terakhir, sehingga semua objek bergabung menjadi satu cluster.

Banyaknya cluster dapat ditentukan dengan melihat dendogram (Lampiran 13). Tahap terakhir penggabungan terlihat bahwa cluster digabung dengan jarak yang tinggi. Penggabungan ini menyebabkan kesamaan (homogenitas) yang rendah antar anggota dalam suatu cluster. Karena akan dilakukan perbandingan hasil cluster dengan metode Ward, maka ditetapkan banyaknya cluster yang terbentuk sebanyak empat cluster. Anggota-anggota tiap cluster dapat dilihat pada output cluster membership (Lampiran 14) dan dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.12. Cluster Membership Metode Average Linkage

No Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kota Magelang Kota Semarang 2 Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kota Surakarta

3 Kab. Tegal Kab. Banjarnegara Kota Salatiga 4 Kab. Brebes Kab. Kebumen Kota Pekalongan

5 Kab. Purworejo Kota Tegal

6 Kab. Wonosobo 7 Kab. Magelang 8 Kab. Boyolali 9 Kab. Klaten 10 Kab. Sukoharjo 11 Kab. Wonogiri 12 Kab. Karanganyar 13 Kab. Sragen 14 Kab. Grobogan 15 Kab. Blora 16 Kab. Rembang 17 Kab. Pati 18 Kab. Kudus

67

No Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4

19 Kab. Jepara 20 Kab. Demak 21 Kab. Semarang 22 Kab. Temanggung 23 Kab. Kendal 24 Kab. Batang 25 Kab. Pekalongan

Dari tabel 3.12 terlihat bahwa cluster 1 terdiri dari 4 kabupaten, cluster 2 terdiri dari 25 kabupaten, cluster 3 terdiri dari 5 kota, dan cluster 4 terdiri dari 1 kota.

7. Penentuan Metode Terbaik

Setelah terbentuk 4 cluster dari masing-masing metode, dilakukan penentuan metode yang menghasilkan hasil cluster terbaik. Pengecekkan dilakukan menggunakan simpangan baku dalam cluster (within cluster) dan antar cluster (between cluster). Adapun perhitungannya sebagai berikut:

a. Metode Ward

1. Simpangan baku dalam cluster ( )

Diketahui cluster yang terbentuk sebanyak 4 buah (K = 4).

Simpangan baku cluster 1, rata-rata nilai principal component tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 15 (tabel 1) dengan rata- rata nilai principal component cluster 1 = 0,160444. Berdasarkan persamaan (2. 6) diberikan perhitungan sebagai berikut:

68

Simpangan baku cluster 2, rata-rata nilai principal component tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 15 (tabel 2) dengan rata- rata nilai principal component cluster 2 = -0,21369.

Simpangan baku cluster 3, rata-rata nilai principal component tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 15 (tabel 3) dengan rata- rata nilai principal component cluster 3 = 0,01779.

69

Simpangan baku cluster 4 bernilai 0, karena cluster 4 hanya terdiri dari satu kota saja.

Berdasarkan persamaan (3.12) diperoleh nilai simpangan baku dalam cluster ( ) sebagi berikut:

2. Simpangan baku antar cluster ( )

Telah diketahui bahwa rata-rata nilai principal component cluster 1 = 0,160444, cluster 2 = -0,21369, cluster 3 = 0,01779, cluster 4 = 3,115045. Diberikan perhitungan rata-rata seluruh cluster sebagai berikut:

=

Berdasarkan persamaan (3.13) diperoleh nilai simpangan baku antar cluster ( ) sebagi berikut:

70

b. Metode Average Linkage

1. Simpangan baku dalam cluster ( )

Diketahui cluster yang terbentuk sebanyak 4 buah (K = 4).

Simpangan baku cluster 1, rata-rata nilai principal component tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 16 (tabel 1) dengan rata- rata nilai principal component cluster 1 = 0,277563. Berdasarkan persamaan (2. 6) diberikan perhitungan sebagai berikut:

Simpangan baku cluster 2, rata-rata nilai principal component tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 16 (tabel 2) dengan rata- rata nilai principal component cluster 2 = -0,17257.

71

Simpangan baku cluster 3, rata-rata nilai principal component tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 16 (tabel 3) dengan rata- rata nilai principal component cluster 3 = 0,01779.

Simpangan baku cluster 4 bernilai 0, karena cluster 4 hanya terdiri dari satu kota saja.

Dengan menggunakan persamaan (3.12) diperoleh nilai simpangan baku dalam cluster ( ) sebagi berikut:

72 2. Simpangan baku antar cluster ( )

Telah diketahui bahwa rata-rata nilai principal component cluster 1 = 0,277563, cluster 2 = -0,17257, cluster 3 = 0,01779, cluster 4 = 3,115045. Diberikan perhitungan rata-rata seluruh cluster sebagai berikut:

=

Berdasarkan persamaan (3.13) diperoleh nilai simpangan baku antar cluster ( ) sebagi berikut:

Dari hasil perhitungan nilai simpangan baku dalam cluster ( ) dan simpangan baku antar cluster ( ) kedua metode, dicari perbandingan (rasio) dari kedua simpangan baku tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan tabel nilai simpangan baku dalam dan antar cluster:

73

Tabel 3.13. Simpangan baku dalam dan antar cluster

Simpangan Baku Metode Ward Metode Average Linkage simpangan baku

dalam cluster ( )

simpangan baku

antar cluster ( )

Simpangan baku dalam cluster ( ) metode Ward lebih kecil daripada metode average linkage, sedangkan simpangan baku antar cluster ( ) metode Ward lebih besar daripada metode average linkage. Perbandingan (rasio) antara dan kedua metode sebagai berikut:

. Tabel 3.14. Perbandingan (rasio) dan

Rasio Metode Ward Metode Average Linkage

Dari tabel 3.14 terlihat bahwa rasio metode Ward sebesar lebih kecil daripada rasio metode average linkage sebesar . Metode yang mempunyai rasio terkecil merupakan metode dengan kinerja terbaik. Dengan kata lain, untuk mengelompokkan kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan tahum 2014 lebih baik menggunakan metode Ward.

Dokumen terkait