• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

METODOLOGI PENELITIAN

3.4.3 Metode Pengolahan Data

a. Kriteria Pembagian Hutan Rakyat berdasarkan luas lahan

Hutan rakyat dibagi menjadi 3 strata dengan batasan luasan sebagai berikut :

i. Strata I : Luas lahan kurang dari 0,5 Ha ii. Strata II : Luas lahan antara 0,5-1 Ha iii. Strata III : Luas lahan lebih besar dari 1 Ha b. Penerimaan dan Pendapatan Petani Hutan Rakyat

Penerimaan merupakan perkalian jumlah hasil produk dengan harga satuannya. Selanjutnya pendapatan merupakan selisih total penerimaan (total revenue) dengan total biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengelolaan hutan (total cost). Untuk menentukan pendapatan dengan cara membagi jenis pendapatannya. Misalnya perolehan pendapatan dari padi, dari hutan rakyat, jasa, dagang, dan pengelolaan hutan rakyatnya. Setelah itu membagi jenis pendapatannya ke dalam beberapa strata. Sesuai dengan pembagian hutan rakyat

12

berdasarkan luas lahan. Setelah itu jumlahkan rata-rata dari masing-masing strata. Secara sistematis untuk menentukan pendapatan dituliskan sebagai berikut:

Pendapatan = TR-TC

Keterangan :

TR = Total Revenue TC = Total Cost

c. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis Deskriptif Kualitatif menyangkut analisis tingkat pendapatan dan sumbangan masing-masing sektor ekonomi sebagai sumber pendapatan rumah tangga yaitu hutan rakyat dan non hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga buruh dan pekerja jasa dengan tujuan untuk melihat pengaruh kedua jenis usaha petani hutan rakyat. Adapun analisis yang digunakan adalah :

1. Rata-rata Pendapatan dan pengeluaran petani

Diperoleh dengan cara membagi antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dari para petani per tahun dari jenis usaha tersebut dengan banyaknya rumah tangga responden.

2. Rata-rata Pendapatan san Pengeluaran Total Rumah Tangga Petani

Diperoleh dengan menjumlahkan total semua pendapatan dan pengeluaran rumah tangga para petani dari berbagai jenis usaha yang ada di tempat itu dengan banyaknya rumah tangga responden.

3. Kontribusi Kegiatan

Sumber pendapatan petani tidak sama antara lain usaha tani, hutan rakyat, dan jasa. Dalam hal ini hanya membandingkan dua saja yaitu mencari pendapatan masyarakat dari usaha hutan rakyat dan peranannya terhadap pendapatan total masyarakat. Hasil hutan rakyat biasanya dijadikan sebagai sumber penghasilan. Nantinya diharapkan dapat membandingkan kontribusi dari masing-masing kegiatan seperti mencari kontribusi pendapatan dan pengeluaran responden hutan rakyat terhadap pendapatan dan pengeluaran total rata-rata selama tahun 2008. Untuk mencari pendapatan rumah tangga dari usaha bertani :

13

X

ki

=

x100% Xti Xwi

Keterangan :

∑Xwi = Pendapatan rumah tangga dari petani per tahun jenis usaha ke–i

∑Xti = Pendapatan rumah tangga total dari petani per tahun jenis usaha ke–i Xki = Kontribusi kegiatan yang diperoleh petani

d. Analisis Kelayakan Usaha 1. Nilai Sekarang (Present Value)

Konsep nilai sekarang atau Present Value merupakan konsep untuk mengetahui nilai uang sekarang dan akan datang.

Dalam perhitungan PV tersebut ditentukan discount factor untuk menilai uang terhadap waktu. Rumus discount factor adalah :

df =

t r) 1 ( 1  keterangan :

df = discount factor t = jangka waktu (thn) r = suku bunga PV = present value

Sehingga rumus untuk PV adalah

PV =

t n t r Vt ) 1 ( 1 

 keterangan :

Vt = Value pada tahun ke-t

5. Net Persent Value (NPV)

Net Persent Value merupakan nilai sekarang dari manfaat atau pendapatan dan biaya atau pengeluaran. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif dapat diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha. Sebaliknya NPV yang bernilai negatif menunjukan kerugian.

NPV =

n t t i Ct Bt ) 1 ( 1  

14

i = discount rate yang berlaku (%) Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t n = umur proyek (tahun)

1. NPV>0 ; maka proyek menguntungkan dan dapat atau layak dilaksanakan. 2. NPV=0 ; maka proyek tidak untung dan tidak juga rugi, jadi tergantung pada

penilaian subyektif pengambilan keputusan.

3. NPV<0 ; maka proyek ini merugikan karena keuntungan lebih kecil dari biaya, jadi lebih baik tidak dilaksanakan.

6. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return yaitu tingkat suku bunga yang membuat proyek akan mengembalikan semua investasi salama umur proyek. Jika dinilai Internal Rate of Return lebih kecil dari discount rate maka NPV<0, artinya sebaiknya proyek itu tidak dilaksanakan.

Inti analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan dengan pengeluaran, dimana suatu kegiatan atau usaha adalah feasible apabila pendapatan lebih besar dari pengeluaran.

IRR =

(2 1) 2 1 1 1 x i i NPV NPV NPV i   

Keterangan : i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negative

NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negative

1. IRR > discount rate yang berlaku ; maka kegiatan investasi layak dijalankan

2. IRR < discount rate yang berlaku ; maka kegiatan investasi tidak layak dijalankan

7. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio merupakan suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek. BCR diperoleh dengan membagi jumlah pendapatan terdiskonto dengan

15

jumlah hasil diskonto biaya. Apakah usaha tersebut sudah layak dilaksanakan atau tidak,maka kita perlu menghitung nilai BCRnya. Kriteria usaha tersebut haruslah lebih besar dari 1.

BCR =

    n t t t n t t t i C i B 1 1 ) 1 ( ) 1 (

Keterangan : Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t

t = umur proyek (tahun)

i = discount rate yang berlaku (%) BCR > 1 ; maka proyek layak atau menguntungkan

BCR < 1 ; maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan

e. Kemitraan

Mengetahui pola kemitraan dengan mengetahui bentuk-bentuk kerjasama yang terjadi. Bentuk kerjasama dapat berupa :

1. Kemitraan Insidental

Bentuk kemitraan ini didasarkan pada kepentingan ekonomi bersama dalam jangka pendek dan dihentikan jika kegiatan tersebut telah selesai, dengan atau tanpa kesepakatan tertulis atau kontrak kerja.

2. Kemitraan Jangka Menengah

Bentuk kemitraan ini didasarkan pada motif ekonomi bersama dalam jangka menengah atau musim produksi tertentu, dengan atau tanpa perjanjian tertulis. 3. Kemitraan Jangka Panjang

Kemitraan ini dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang dan terus- menerus dalam skala besar dan dengan perjanjian tertulis.

16

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Lokasi

Kabupaten Konawe Selatan beribukota Andoolo dan secara geografis terletak di bagian selatan khatulistiwa. Luas wilayahnya 451.421 Ha atau 11,83% dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara, dengan jumlah penduduk 226.734 jiwa.

Kabupaten Konawe Selatan terdiri dari 11 kecamatan dengan 286 desa dan 10 kelurahan. Dari 296 desa/kelurahan yang terdapat di Konawe Selatan 211 (71,28 %) masuk klasifikasi desa swadaya mula dan 85 sisanya (28,72 %) desa swadaya madya (BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2005).

Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2005, jumlah penduduk Kabupaten Konawe Selatan sebanyak 228.765 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Konawe Selatan sebesar 2,71 persen pertahun (BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2005).

Batas wilayah :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Konawe dan kota Kendari b) Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan Laut Maluku c) Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Bombana dan Muna d) Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Kolaka

Permukaan tanah pada umumnya bergunung dan berbukit yang diapit dataran rendah yang sangat potensial untuk perkembangan sektor pertanian.

4.2Sejarah Koperasi Hutan Jaya Lestari

Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) dibentuk pada bulan Maret tahun 2003 sebagai bagian dari program kehutanan sosial Konawe Selatan yang dikelola oleh anggota masyarakat di sekitar area hutan produksi jati milik negara di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Pendirian koperasi ini di inisiasi oleh 46 ketua kelompok Social Forestry (SF) dari 46 desa, dalam 6 kecamatan, di wilayah kabupaten Konawe Selatan. Program ini diprakarsai dan difasilitasi oleh jaringan LSM lokal yang berbasis masyarakat yang dikenal dengan nama Jaringan

17

Untuk Hutan (JAUH), Dinas Kehutanan Propinsi, BPDAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai), Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan, dan Tim Kelompok Kerja Kehutanan Sosial (Pokja SF) dari Dinas Kehutanan.

Kegiatan pengorganisasian sejak awal hingga terbentuknya Koperasi Hutan jaya Lestari tidak lepas dari peran LSM yang peduli terhadap kelestarian lingkungan, oleh karena itu sebuah jaringan LSM lokal Sultra yang bernama JAUH-Sultra dengan segenap kemampuannya secara intensif mendampingi kelompok masyarakat untuk mewujudkan program pemerintah tersebut.

Hutan yang rakyat miliki saat ini dulunya merupakan hutan tanaman jati milik orang tua mereka. Orang tua mereka menanam jati agar nantinya anak cucu mereka bisa menikmati jati yang mereka tanam. Koperasi Hutan Jaya Lestari merupakan koperasi yang di bentuk oleh masyarakat konawe untuk menjaga kelestarian hutan. Koperasi mewajibkan anggotanya untuk menanam agar hutan yang mereka miliki lestari. Awalnya sebelum masyarakat bergabung dengan KHJL, mereka menjual kayu kepada pabrik-pabrik dengan harga yang murah. Namun setelah mereka bergabung dengan koperasi, masyarakat diajari tentang pentingnya menanam untuk masa depan dan kelestarian. Pada awal 2004 banyak masyarakat yang mulai mengikuti atau masuk menjadi anggota KHJL. Sehingga tahun 2004 merupakan tahun awal penanaman jati di konawe selatan ini.

Koperasi Hutan Jaya Lestari didirikan ditengah keprihatinan masyarakat terhadap lajunya degradasi hutan Konawe Selatan, oleh karena itu salah satu tujuan Koperasi ini dibentuk adalah untuk menekan kegiatan pembalakan tak legal yang marak terjadi di kawasan hutan produksi Konawe Selatan sekaligus mengembalikan dan mewujudkan cita – cita „Koperasi sebagai soko guru

perekonomian masyarakat‟.

Koperasi Hutan jaya Lestari dalam usahanya lebih mengedepankan nilai sosial yang dibangun dengan mengangkat kearifan lokal yang selama ini sangat dipatuhi oleh masyarakat, hal ini sangat efektif dalam kegiatan pengelolaan hutan secara lestari, dan secara umum dapat mempertahankan budaya local dalam upaya melestarikan hutan.

18

Tabel 1. Daftar anggota KHJL tahun 2004

No unit Unit/Desa Nama KU Kecamatan Jml Anggota

1 Lambakara Husen Laeya 53

2 Aoreo Abd. Maal Lainea 43

3 Pamandati Ramli Lainea 12

4 Anggoroboti Sultan H. A. Laeya 31

5 Eewa Jahar Palangga 17

6 Onembute Zakaria Palangga 22

7 Wonua Raya Warma S. Baito 47

8 Matabubu Kadir M. Baito 54

9 Rahamenda Syafrudin Andoolo 35

10 Mekarsari Siong Palangga 50

11 Koeono Chunding Palangga 14

12 Sawah Harami Kolono 44

13 Sambahule Haris Sp. Baito 31

14 Keaea Sailan Palangga 11

15 Mataiwoi Arbal Kolono 36

16 Polewali Taharuddin Lainea 13

17 Palendia Sarmudin Buke 28

18 Watumerembe Berdin Manus Palangga 17

19 Andinete Laode Hadisi Kolono 14

20 Lalobao Saenudin Sp Andoolo 4

21 Labokeo Kadir Laeya

22 Adayu Indah M. Toha

23 Buke Agustan Buke

24 Matabubu Jaya Togasi Lainea 3

19

4.3Profil Koperasi Hutan Jaya Lestari

Pengurus KHJL berjumlah 5 orang dan Pengawas KHJL berjumlah 3 orang, yang dipilih setiap 3 tahun dalam satu periode masa jabatan yang berasal dari pengurus di unit kerja tiap desa.

Karyawan KHJL terdiri dari : a) Supervisor 2 orang

b) Staf administrasi 1 orang c) Staf inventarisasi 3 orang d) Staf grading 2 orang

Seluruhan karyawan KHJL direkrut melalui penjaringan dan seleksi. Tugas masing-masing karyawan diberikan berdasarkan kontrak kerja yang memuat tentang tata tertib kerja, hak dan tanggung jawab. Pengangkatan dilakukan dengan Surat Keputusan Pengurus.

20

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keadaan Umum Responden

Petani yang mengikuti program Koperasi Hutan Jaya Lestari di Desa Lambakara ini berjumlah 579 orang. Untuk pengambilan sampel digunakan statistik parametrik yang membutuhkan sampel minimal 30 sampel. Dari total petani tersebut diambil sampel sebanyak 55 orang sebagai responden. Dasar yang digunakan di dalam pengambilan sampel adalah luasan lahan hutan rakyat, dimana petani dibagi kedalam tiga strata yaitu strata I dengan luasan lahan <0,5 ha dengan jumlah responden 14 orang (25,45%), strata II dengan luasan lahan 0,5-1 ha dengan jumlah responden 11 orang (20%), dan strata III yang mempunyai luasan lahan lebih dari 1 ha dengan jumlah responden 30 orang (54,55%). Responden mempunyai tingkat pendidikan tergolong sedang. Dari 55 responden, yang menyelesaikan sekolah sampai tingkat SMP dan SMA masing-masing sebesar 13 orang dan 15 orang. Sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SD dengan jumlah 18 responden dan 5 orang melanjutkan ke jenjang kuliah dengan beragam tingkat seperti D1, D3, dan S1. Sedangkan responden yang tidak pernah sekolah sebanyak 4 orang (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Strata Responden

Pendidikan I (<0,5 ha) II (0,5-1 ha) III (>1 ha) Jumlah

n % n % n % n % Tidak Sekolah 1 7.14 1 9.09 2 6.67 4 7.27 SD 4 28.57 6 54.55 8 26.67 18 32.73 SMP 5 35.71 2 18.18 6 20.00 13 23.64 SMA 1 7.14 2 18.18 12 40.00 15 27.27 Kuliah 3 21.43 0 0.00 2 6.67 5 9.09 Jumlah 14 100 11 100 30 100 55 100

Dari data di atas dapat diketahui tingkat pendidikan responden tergolong rendah, karena masih banyak orang yang lulusan SD tinggal di daerah tersebut. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pola pikir responden dalam menjawab soal- soal quisioner serta di dalam mengelola hutan rakyatnya.

21

Seluruh responden mempunyai status sudah berkeluarga dengan jumlah anggota keluarga rata-rata 4-5 jiwa. Mata pencaharian pokok yaitu sebagai petani baik pada strata I (64%), strata II (91%), maupun pada strata III (53,33%). Mata pencaharian pokok yang menempati urutan kedua yaitu mata pencaharian yang berhubungan dengan wiraswasta. Dalam hal ini wiraswasta dapat diartikan mereka yang memperoleh hasil dari membuka lapangan pekerjaan sendiri seperti warung, ataupun sebagai pengrajin dan penjual jasa. Dari tabel 3 terlihat bahwa pada strata I sebanyak 3 responden (21%) bermata pencaharian sebagai wiraswasta, strata II sebanyak 1 responden (9%), strata III sebanyak 8 responden (26,67%). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok

Strata Responden

Mata

I (<0,5 ha)

II (0,5-1

ha) III (>1 ha) Jumlah

Pencaharian n % n % n % n % PNS 0 0 0 0 3 10.00 3 5.45 Guru 0 0 0 0 1 3.33 1 1.82 Tani 9 64 10 91 16 53.33 35 63.64 Wiraswasta 3 21 1 9 8 26.67 12 21.82 Karyawan 2 14 0 0 0 0.00 2 3.64 Kades 0 0 0 0 2 6.25 2 3.64 Total 14 100 11 100 30 100 55 100

5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

5.2.1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman

Masyarakat di sana umumnya menanam tanaman jati diselingi dengan tanaman tumpang sari. Tanaman tumpang sari yang banyak diminati oleh para petani yang mengikuti koperasi KHJL ini umumnya lada. Bibit lada yang mereka dapat berasal dari bantuan-bantuan, sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk membeli bibit lada.

Untuk jarak tanam, petani hutan rakyat sudah punya inisiatif untuk menanam jati dalam ukuran 3x3m. Biasanya mereka menanam dengan menyelingi tanaman tumpang sari, sehingga mereka memperoleh manfaat ganda dan penghasilan tambahan dalam mengelola hutan rakyat.

22

Petani hutan rakyat Desa Lambakara umumnya menanam jati. Mereka berpikir bahwa jati akan memberikan pendapatan yang tinggi di masa depan dibandingkan tanaman lain.

Petani memperoleh benih jati dari BPDAS Sampara. Benih diberikan secara gratis tanpa dipungut biaya sedikitpun. Namun sering kali benih yang sampai ke tangan masyarakat busuk. Hal ini dikarenakan oleh lamanya benih yang didistribusikan ke masyarakat dan tempat penyimpanan benih yang tidak layak karena benih hanya di bungkus dengan kantong plastik yang tidak kedap udara. Dalam penyimpananya, sering kali benih terjemur terlalu lama dan terkena hujan. Ini terjadi karena pihak koperasi tidak mempunyai tempat khusus dalam penyimpanan benih sehingga benih diletakkan di halaman depan koperasi. Untuk menutupi kekurangan bibit di masyarakat, kebanyakan masyarakat mencari bibit- bibit jati yang berasal dari pohon induk. Biasanya mereka menunggu musim dimana pohon jati berbunga. Dalam mengambil bibit yang jatuh pun ada perhitungannya. Umumnya masyarakat di sana mempunyai pohon induk yang digunakan dalam memperoleh bibit jati.

5.2.2 Tahapan Pembangunan Hutan Rakyat

Pembangunan hutan rakyat di desa Lambakara ini terdiri dari beberapa kegiatan antara lain : Penyediaan benih, pembersihan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

1. Pengadaan benih

Benih jati diperoleh dari BPDAS yang dibagikan secara gratis. Ada juga yang memanfaatkan benih jati yang petani ambil saat jati memasuki musim berbunga. Benih-benih yang diberikan tadi terlebih dahulu dilakukan seleksi, sehingga di mana benih yang diberikan secara gratis itu benar-benar benih yang bagus. Sering kali benih yang diberikan itu kondisinya sudah rusak dan jelek dikarenakan jarak yang ditempuh dan waktu yang dibutuhkan untuk sampainya benih itu ke tangan masyarakat cukup lama.

2. Persiapan lahan

Kegiatan persiapan lahan ini dilakukan dengan cara membersihkan alang- alang maupun gulma lain yang ada di sekitar hutan rakyat. Setelah pembersihan

23

lahan selesai baru dipasang ajir, dengan jarak tanam 3x3m. Setelah pemasangan ajir selesai dilakukan maka langkah selanjutnya adalah pembuatan lubang tanam, dimana lubang tanam dibuat dengan ukuran 1x1x1m. Setelah pembuatan lubang tanam maka bibit siap untuk ditanam.

3. Penanaman dan Pemupukan

Setelah penebangan dilakukan, para anggota koperasi diwajibkan untuk menanami kembali tanah-tanah mereka yang terdaftar dengan jumlah bibit yang memadai untuk menggantikan pohon-pohon yang telah ditebang. Keberhasilan penyemaian (penanaman) yang ditanami oleh anggota koperasi dipantau secara dekat selama tiga tahun pertama untuk memastikan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.

Di kawasan hutan jati rakyat, dengan pohon dan anak jati yang tumbuh secara berdekatan, para anggota akan diajari untuk senantiasa memperjarang penanaman (hanya untuk pohon jati) agar tingkat pertumbuhan pohon maksimal dan berkualitas tinggi.

Sesuai dengan standar SOP yang ada bahwa dalam proses penanaman, bibit yang siap ditanam dimasukkan di dalam lubang yang telah disiapkan, setelah dikeluarkan dari polybag dengan cara disobek dengan hati-hati agar tidak merusak akar. Bibit itu haruslah ditanam bersama tanahnya agar akar jati tidak terlambat pertumbuhannya. Dalam menanam jati, hendaknya kita membuat lubang yang dalam untuk menghindari kekeringan akar dan akar tidak terlipat.

Setelah bibit di masukkan ke dalam lubang, timbun lubang tanam itu dengan tanah dan tinggikan di sekitar batang tanaman agar genangan air tidak terkumpul di akar jati yang baru ditanam. Bila jati ditanam terlambat pada musim kemarau, maka di sekitar batang jati ± 1m di sekeliling batang tanahnya dibuat lebih rendah (cekungan) agar air yang ada terkumpul di sekitar akar pohon dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan.

Dalam perawatannya, bibit jati seharusnya diberi perlakuan yang baik. Perlakuan itu meliputi pemindahan bibit dari persemaian ke lokasi penanaman harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak akar dan mengakibatkan stres. Selama proses pemindahan, usahakan bibit tidak mengalami proses kekeringan. Penanaman harus dilakukan setelah bibit dipindahkan ke lokasi penanaman dan

24

jangan sekali-kali memangkas akar bibit jati yang akan ditanam. Semakin banyak akar akan membuat pertumbuhan semakin baik.

Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu diberi pupuk kandang pada lubang tanaman, kemudian baru bibit ditanam. Untuk lahan yang dikelola secara tumpang sari penanaman bibit tanaman pokok diikuti dengan penanaman tanaman pertanian di sela-sela tanaman pokok, dengan jenis tanaman jagung, lada, dan singkong.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan cara pemangkasan cabang. Untuk lahan yang dikelola secara tumpangsari, pemangkasan cabang dilakukan sepanjang lahan masih ditanami tanaman pertanian yaitu sampai tahun ke tiga. Sedangkan untuk lahan yang dikelola secara monokultur pemangkasan cabang hanya dilakukan pada tahun pertama saja.

5. Pemanenan

Tahapan perencanaan panen dimulai dari up-date data inventarisasi dan menetapkan JTT kemudian dikeluarkan data layak panen untuk keseluruhan anggota KHJL. Koordinator unit akan mengajukan permohonan panen yang dilampiri dengan permohonan uang muka. Setelah dihitung biaya dan menyesuaikan jumlah volume yang akan dikirim, maka KHJL akan mengeluarkan ijin panen. Pelaksanaan panen akan dimulai apabila uang muka telah diberikan sebesar 60% dari estimasi volume pohon berdiri dan pemanenan diawasi oleh tim Grading yang siap memberi identitas COC pada setiap potongan kayu yang akan dibentuk square.

6. Pemasaran

Untuk pemasaran tanaman pokok hutan rakyat, koperasi mewajibkan para anggotanya untuk menjual kayunya kepada koperasi. Jika ada anggotanya yang menjual kayunya kepada orang lain, maka koperasi berhak untuk memberi sanksi kepada yang melanggar. Dan si pelanggar bisa dicabut status keanggotaannya oleh pengurus koperasi KHJL.

25

5.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat

5.3.1 Pendapatan Rumah Tangga Petani

Dari 55 responden, sebanyak 53 responden memperoleh penghasilan dari bertani. Baik itu petani sawah yang menghasilkan padi,maupun petani lahan kering yang menghasilkan hasil bumi seperti palawija maupun buah-buahan. Penghasilan petani sangat beragam. Hal ini tergantung dari luasan lahan yang mereka garap dan mereka punyai. Seluruh responden yang mengikuti KHJL ini umumnya semua mempunyai mata pencaharian sampingan.

Perbedaan sumber-sumber mata pencaharian responden akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan responden. Pendapatan masyarakat selama setahun terakir dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Pendapatan rata-rata responden dari berbagai sumber pada tahun 2008

Sumber I (<0,5 ha) II (0,5-1 ha) III (>1 ha)

Pendapatan (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) Usaha tani 4,130,000 38.0 6,854,545 53.1 5,476,667 29.5 Hutan rakyat 2,207,143 20.3 2,309,091 17.9 3,715,000 20.0 Peternakan 821,429 7.6 254,545 2.0 311,333 1.7 Sumber lain 3,714,286 34.2 3,500,000 27.1 9,041,667 48.8 Jumlah 10,872,858 100 12,918,181 100 18,544,667 100

Dari tabel 4 strata I dapat diketahui bahwa pendapatan petani terbesar diperoleh dari usaha tani sebesar Rp.4.130.000.00 per tahun (38%). Tidak terlalu berbeda jauh dengan sumber pendapatan dari sumber lain seperti wiraswasta dan gaji bulanan pekerjaan lain seperti guru, PNS, dan lain-lain, yaitu sebesar Rp. 3.714,286.00 per tahun (34,2%). Pendapatan paling kecil terdapat di sektor peternakan yaitu Rp. 821.429.00 per tahun (7,6%). Hal ini terjadi karena banyak responden yang tidak mau menjual ternak mereka dan kebanyakan ternak mereka dikonsumsi sendiri. Sehingga dapat kita ketahui bahwa pada strata I responden lebih memprioritaskan pada pertanian dan sumber lain.

Pada strata II dapat kita ketahui bahwa pendapatan terbesar dari sektor pertanian atau usaha tani sebesar Rp. 6.854.545.00 per tahun (53,1%). Sedangkan sumber pendapatan terkecil terletak pada sektor peternakan yaitu Rp. 254.545.00 per tahun (2%). Pada strata II terlihat bahwa selain dari sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama, mata pencaharian sumber lain memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan total petani.

26

Pada strata III sektor pertanian tidak memberikan kontribusi yang banyak terhadap pendapatan petani. Hal ini terlihat pada sektor pertanian yang tidak terlalu besar yaitu Rp. 5.476.667.00 per tahun (29,5%). Sedangkan dari sumber pendapatan lain seperti wiraswasta dan gaji bulanan pekerjaan lain seperti guru, PNS, dan lain-lain, memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan total

Dokumen terkait