• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Kandungan Kimia Daun Teh

2.3.5. Stasiun Pengeringan

2.3.5.1. Metode Pengolahan Teh

Pengeringan teh pada saat ini dilakukan dengan metode konvensional dan metode fluidisasi. Pada metode konvensional partikel teh pada rangkaian nampan yang digerakkan rantai lingkar dalam mesin pengering (Endless Chain Pressurized Dryer - ECPD) melaju melawan arah aliran udara panas bertekanan tinggi. Pada awal proses pengeringan, partikel teh terpapar udara bertemperatur relatif rendah (49º-54ºC) dan pada akhir pengeringan udara bertemperatur tinggi. Sebaliknya, pada metode fluidisasi dalam Fluid Bed Dryer (FBD), partikel teh langsung terpapar udara bertemperatur tinggi, dan pada akhir proses pengeringan bertemperatur relatif lebih rendah.

a. Metode Konvensional

Kecepatan reaksi oksidasi enzimatik meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur sampai titik tertentu, untuk kemudian menurun akibat berhentinya aktivitas enzim. Untuk mendapatkan karakter teh jadi yang diinginkan, aktivitas enzim harus dihentikan pada saat yang tepat. Temperatur udara 49º-54ºC yang keluar dari ECPD

Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.

USU Repository © 2009

merupakan temperatur yang dapat menurunkan aktivitas enzim ke titik paling rendah, dan bila kadar air telah mencapai 20 %, aktivitas enzim relatif terhenti, tetapi akan mudah aktif kembali bila terpapar udara luar. Karena itu teh dikeringkan hingga kadar air mencapai 3%.

TSD (Two Stage Dryer) merupakan salah satu jenis ECPD yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan jenis ECPD sebelumnya yang terdiri dari tiga tahap rangkaian nampan (Three Stage Dryer). Luas permukaan penampang melintang TSD lebih besar dan berketinggian lebih rendah, hingga kecepatan udara yang melewati dua rangkaian nampan cukup rendah dibandingkan dengan pengering tiga rangkaian nampan. Kecepatan aliran udara yang relatif rendah ini dapat mengurangi terjadinya turbulensi udara. Selain itu pada TSD, partikel teh langsung diletakkan pada nampan teratas dari mesin pengering, hingga segera terpapar udara panas yang dapat menghentikan aktivitas enzim dengan cepat. Tingginya kecepatan pengeringan pada awal tahap pertama dan rendahnya kecepatan pengeringan pada akhir tahap kedua pada TSD, menghasilkan kualitas teh kering yang baik dan dapat disimpan lebih lama.

Dalam metode ini temperatur udara-masuk (ti) sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengeringan, karena temperatur yang tinggi akan meningkat perbedaan temperatur antara udara dan partikel teh. Pada awal proses pengeringan, temperatur udara-keluar (to) harus cukup tinggi untuk dapat menghambat aktivitas enzim. Pada temperatur yang relatif lebih rendah, reaksi oksidasi enzimatik akan berlanjut dengan kecepatan yang rendah, hingga terjadinya stewing, yaitu liqour menjadi soft dan hilangnya zat mudah menguap serta zat mudah larut. Selain itu sekitar 10 % katekin

Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.

USU Repository © 2009

yang terbentuk pada akhir proses fermentasi akan terurai, yang dapat menyebabkan teh kehilangan karakter. Dari penelitian Benton, Stewing yang lebih parah dapat menyebabkan hilangnya seluruh karakter yang baik, disebabkan teh kering yang baru keluar dari mesin pengering dibiarkan menumpuk selagi masih panas di penampungannya yang akan menyebabkan teh berkeringat.

Pada proses pengeringan terjadi difusi air dari dalam sel daun ke permukaan partikel teh untuk kemudian menguap. Tetapi bila temperatur udara-keluar terlalu tinggi, kecepatan penguapan pada tahap awal proses pengeringan akan menjadi sangat besar, hingga permukaan teh akan mengering yang akan menghambat difusi dan penguapan air,(Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006) serta menyebabkan suatu keadaan teh yang bagian luar sudah cukup kering sedangkan bagian dalam belum kering. Kejadian ini dikenal sebagai case-hardening. Keadaan kurang keringnya teh akan menyebabkan oksidasi enzimatik dapat berlanjut, dengan demikian akan menurunkan kualitas teh keringnya. (Anonim.,2002). Untuk menghindarkan terjadinya case-hardening, temperatur udara-keluar sebaiknya tidak lebih tinggi dari 52ºC, yang dapat menyebabkan terlalu cepatnya penghentian oksidasi enzimatik.

b. Metode Fluidisasi

Fluidisasi merupakan fenomena yang diakibatkan perlakuan fluida (zat cair atau gas) terhadap zat padat, hingga zat padat akan bersifat sebagai cairan atau gas. Dalam hal pengeringan teh dengan cara fluidisasi, zat padatnya adalah partikel teh, sedangkan fluidanya adalah udara. Hal-hal yang mempengaruhi operasional FBD yaitu :

Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.

USU Repository © 2009

a. Kecepatan Pengisian

Pengisian teh fermen ke dalam FBD harus dilakukan secara berkesinambungan dan dengan kecepatan yang tetap untuk memperoleh proses pengeringan yang efektif dan kinerja yang konsisten. Volume dan kecepatan pemasukan teh fermen ke dalam FBD haruslah sedemikian rupa agar diperoleh teh kering dengan kadar air yang diinginkan. Sedangkan kadar air teh kering pada titik pengeluaran tergantung pada temperatur teh terfluidisasi pada tahap akhir pengeringan, hingga temperatur teh terfluidisasi sesaat sebelum keluar menjadi acuan untuk pengaturan pemasukan teh fermen ke dalam FBD. Temperatur partikel teh pada tahap akhir ini juga tergantung pada temperatur udara-masuk, kondisi fluidisasi dan kelancaran serta konsistensi pemasukan teh fermen. Untuk mengetahui temperatur teh yang tepat dan kaitannya dengan kadar air teh kering, perlu diadakan pengamatan yang seksama. Sedangkan temperatur udara-masuk dipengaruhi kontinuitas peudara-masukan teh fermen secara merata. Karena itu pengawasan yang intensif terhadap pemasukan teh fermen ke dalam FBD perlu dilakukan untuk memperoleh hasil yang memuaskan.

b. Volume Udara

Karena partikel teh pada tahap awal proses pengeringan adalah basah dan lengket, aliran volume udara di ujung pemasukan (tahap awal) harus lebih besar daripada di ujung pengeluaran (tahap akhir). Volume udara yang rendah akan mengakibatkan fluidisasi yang kurang baik (under-fluidized atau packed). Selain oleh rendahnya aliran volume udara, under-fluidized dapat juga disebabkan oleh pemasukan teh

Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.

USU Repository © 2009

fermen dalam jumlah besar dalam waktu yang pendek. Peristiwa tersebut lebih sering terjadi pada tahap awal pengeringan daripada tahap lainnya dan dapat menyebabkan stewing karena partikel teh terpapar udara panas untuk waktu yang cukup lama tanpa terjadinya penguapan air dari sel daun.

Ketebalan atau ketinggian lapisan fluidisasi teh selain ditentukan oleh kecepatan pengisian dan besarnya aliran volume udara, juga tergantung pada ketinggian bendungan di ujung pelat berperforasi. Penelitian di Sri Lanka menyimpulkan bahwa kapasitas pengeringan FBD tergantung pada ketebalan lapisan fluidisasi teh. Pada setiap situasi saat terjadi reaksi biokimia, seperti oksidasi enzimatik, temperatur dan waktu memegang peranan yang sangat penting. Kurangnya perhatian terhadap kedua parameter tersebut mengakibatkan rendahnya kinerja peralatan pengolahan teh, seperti mesin pengering, baik TSD maupun FBD. Yang dimaksud dengan kinerja pengeringan adalah efisiensi dan efektivitas dari alat pengering, yaitu dapat menghasilkan teh kering bermutu baik sesuai dengan karakteristik yang dimiliki bahan baku (daun teh) dan dilakukan dengan metode pengolahan sesuai prosedur operasional baku.

c. Waktu Pengeringan.

Berbeda dari ECPD, yaitu waktu pengeringan dapat diatur secara mekanik (kecepatan laju nampan), waktu pengeringan pada FBD adalah lebih kompleks.Pada FBD dengan luas permukaan lapisan fluidisasi teh dan ketinggian bendungan konstan, dengan jelas dapat diketahui bahwa kecepatan teh yang keluar dari FBD adalah sebanding dengan teh yang masuk, dan bila pengisian dihentikan teh yang keluar juga terhenti.

Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.

USU Repository © 2009

Penguapan air pada awal proses pengeringan berjalan dengan cepat dan berangsur menurun dan pada akhir proses pengeringan kecepatan penguapan air menjadi lebih lambat. Kapasitas FBD yang relatif lebih tinggi daripada ECPD cenderung memperpanjang waktu penguapan air pada tahap awal dan memperlambat penguapan air pada tahap akhir.

d. Kadar Air Teh Kering

Tujuan utama proses pengeringan adalah untuk mempertahankan kualitas teh, hingga sewaktu tiba di konsumen, karakternya tidak jauh berbeda dengan waktu keluar dari pengering. Pada kenyataannya hal ini sangat sulit dicapai, karena teh bersifat higroskopik dan pada umumnya selama sortasi, pengepakan dan transportasi kadar air teh dapat mencapai lebih dari 4-6 % hingga reaksi oksidasi enzimatik masih tetap berlangsung. Bila teh dikeringkan ke tingkat kadar air yang lebih tinggi atau menyerap cukup banyak air setelah pengeringan, reaksi enzimatik akan berlangsung terlalu, hingga karakter teh menjadi gone off atau fade off. Keadaan demikian dapat juga terjadi pada teh yang disimpan untuk jangka waktu yang lama. (Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006).

Dokumen terkait