• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi dokumenter/studi kepustakaan merupakan sumber utama penelitian ini karena penelitian ini memusatkan pada data sekunder. Bahan-bahan kepustakaan yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan, diteliti dan di telaah untuk disaripatikan dengan judul skripsi yaitu Alasan Penghapus Pidana Densus 88 Antiteror Mabes Polri Terkait Dengan Tembak di Tempat Terduga Teroris.

D. Metode Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dengan baik yang diperoleh dari studi kepustakaan kemudian diolah dengan cara sebagai berikut

a Editing, yaitu data yang didapatkan dari penelitian diperiksa dan diteiti kembali untuk mengetahui apakah data yang didapat itu sudah sesuai dengan pokok bahasan penelitian ini. Sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan data.

b Interpretasi, menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.

c Sistematisasi, yaitu proses penyusunan dan penenmpatan sesuai dengan pokok permasalahan secara sistematis sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini disajikan secara kualitatif normatif. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan melakukan analisa deskriptif yaitu berusaha memberikan data yang ada dan menilainya kemudian menganalisa masalah-masalah yang ada yang berkaitan dengan kebijakan penanggulangan terorisme dengan hukum pidana serta memberikan saran-saran untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam usaha penanggulangan terorisme tersebut.

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti paparkan di dalam Pembahasan, dapat disimpulkan bahwa, dasar hukum alasan penghapus pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri melakukan tembak di tempat terduga teroris adalah :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Pasal 7 Ayat (1) angka 10 menentukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan dalam melaksanakan tugasnya wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Tindakan lain yang dimaksud dalam angka 10 Pasal 7 KUHAP adalah termasuk melakukan tembak mati di tempat pada orang yang diduga atau tersangka yang terkait dalam suatu tindak pidana termasuk kejahatan terorisme. Upaya tembak mati ialah tindakan lain dalam melaksanakan tugasnya yang dilakukan dalam hal sebagai upaya terakhir untuk menghindarkan orang yang diduga atau tersangka tersebut melarikan diri maupun melakukan perlawanan kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia.

b) Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.

Dalam bertugas di lapangan anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dituntut dapat menerapkan pasal undang-undang yang kadang-kadang

belum diatur jelas ketentuannya, untuk itu penerapan diskresi Kepolisian perlu dipelajari dan perlu dipahami model-model permasalahan apa yang dapat didiskresi karena dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian memang tidak definitif menyebut istilah “diskresi” tetapi “bertindak menurut penilaiannya sendiri, Selanjutnya ayat (2) menegaskan syarat pelaksanaan diskresi, yaitu “dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”

c) Kewenangan mengenai prosedur tembak di tempat juga diatur dalam Pasal 7 dan 8 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuataan Dalam Tindakan Kepolisian, apabila seluruh prosedur dalam peraturan tersebut dilaksanakan sesuai aturan yang ada tersebut dengan terlebih dahulu melakukan komunikasi lisan/ucapan dengan cara membujuk, memperingatkan dan memerintahkan untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dan apabila pelaku kejahatan tindak pidana terorisme justru membahayakan aparat penegak hukum dan masyarakt umum maka pelaksanaan tembak di tempat oleh anggota Densus 88 Anti Teror dapat dibenarkan.

Pertanggungjawaban Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan tembak di tempat terduga teroris sehingga ada alasan penghapus pidana adalah:

a) Apabila telah sesuai dengan beberapa ketentuan ketentuan khusus yang ada dalam KUHP dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Tahapan Pengunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian maka hilanglah unsur pidananya.

b) Prosedur-prosedur yang dilakukan dengan benar dan memperhatikan semua hal dalam proses penangkapan yang menyebabkan penembakan pada terduga atau tersangka teroris oleh anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri tidak dapat diminta pertanggungjawabannya karena dilindungi oleh alasan Pembenar yang menyatakan pembelaan terpaksa atau “noodweer” (Pasal 49 Ayat (1) KUHP), karena sebab menjalankan perintah Undang-undang (Pasal 50 KUHP), karena melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 Ayat (1) KUHP) Serta Kewenangan mengenai tembak di tempat dalam Pasal 7 dan 8 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuataan Dalam Tindakan Kepolisian.

B. Saran

1. Dalam kaitannya dengan dasar hukum alasan penghapus pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan tembak di tempat terduga teroris sebaiknya lebih dipahami secara keseluruhan mengenai berbebagai aturan – aturan terkait sehingga tidak ada penyimpangan dalam proses atau prosedur pelaksanaan nya.

2. Dengan tidak adanya pertanggungjawaban pidana terhadap Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan tembak di tempat terduga teroris, sebaiknya menjadikan kinerja Densus 88 Anti Teror Mabes Polri semakin profesional,bertanggung jawab serta menggunakan peran intelejennya

dengan baik agar tidak ada kesalahan dalam memberantas tindak pidana teroris di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Abimanyu Bambang, 2005, TerorBom di Indonesia, Jakarta: Grafindo.

Adji Seno Indriyanto, 2001, Terorisme dan HAM dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia.Jakarta: O.C. Kaligis & Associates.

Andrisman Tri, 2009, Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Lampung, Penerbit Universitas Lampung

M Fall, 1991, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Praduya Pramita, Jakarta,

Muryati Sri, 2003,Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU No.15 tahun 2003 Jakarta:Konsiderans.

---,Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia, Jakarta: O.C. Kaligis & Associates Prodjodikoro Wiryono, 2003, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia; Jakarta

Refika Aditama.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press.

---, 1982,Kesadaran dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Rajawali.

Zulkarnain Muhammad, 2008, Pro dan Kontra Densus 88 Anti Teror Mabes Polri, Jakarta , Sinar Grafika

Undang-Undang

Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Terorisme

Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana

Skep Kapolri No. 30/VI/2003 Tentang Pembentukan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian

Internet

http://kabarcepat.com/2013/05/10/lagi-densus-88-gerebek-terduga-teroris-di lampung

Tommy Elvani, 2009, Jurnal Vol I : Pertanggungjawaban Pidana Tembak di Tempat

Dokumen terkait