• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui: (a) observasi atau pengamatan untuk memperoleh data primer dan melihat langsung aktivitas pemanfaatan komersial kupu-kupu di lapangan; (b) wawancara mendalam dengan informan yang meliputi para pelaku pemanfaat kupu-kupu yaitu penangkap, pengumpul pedagang serta para pejabat di instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan pemanfaatan SL; serta (c) studi literatur terhadap beberapa data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui observasi dan wawancara, serta data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, data statistik dan laporan tahunan diperoleh dari instansi terkait.

Observasi awal dilakukan dengan menelusuri para pengumpul pedagang serta para penangkap secara snow ball technique untuk mendapatkan informasi mengenai para pengumpul pedagang dan penangkap yang ada di lokasi penelitian. Setiap kali melakukan kunjungan ke pengumpul pedagang, dilakukan wawancara secara mendalam mengenai aspek perdagangan dan informasi jenis-jenis kupu- kupu dilihat dari pembelian hasil tangkapan. Wawancara juga dilakukan dengan para penangkap saat melakukan aktivitas penangkapan di lapangan, guna mendapatkan gambaran tambahan mengenai jenis-jenis kupu-kupu serta sebagai suatu cross reference terhadap data yang telah disampaikan oleh para pengumpul pedagang. Wawancara mendalam juga dilakukan terhadap petugas pada instansi terkait mengenai aspek pengaturan pemanfaatan komersial kupu-kupu. Studi literatur sebagai pelengkap data dan informasi, didapatkan dari instansi terkait.

Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive. Informan yang dipilih berdasarkan pada pertimbangan tertentu yaitu bahwa orang tersebut dianggap paling tahu tentang data dan informasi apa yang diharapkan (Sugiyono 2012). Pertimbangan tertentu bagi aparatur pelaksana peraturan adalah berdasarkan pada jenjang jabatan, tugas pokok dan fungsinya yang terkait langsung dengan pemanfaatan SL. Bagi kelompok sasaran khususnya pengumpul pedagang, pertimbangannya adalah yang telah menekuni usaha pemanfaatan komersial kupu-kupu lebih dari 10 tahun.

Jumlah informan ditentukan dengan pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan, jika tidak ada lagi informasi yang dapat dijaring maka pemilihan informan sudah dapat diakhiri (Moleong 2002). Jumlah informan yang dimaksud dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Informan penelitian

Pelaksana Peraturan Jabatan Jumlah

Balai Besar KSDA Sulsel

Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Maros Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Direktorat Jenderal PHKA Pusat Penelitian Biologi LIPI

Kepala Bidang Teknis Kepala Bagian Tata Usaha

Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Perpetaan

Pengendali Ekosistem Hutan Tingkat Ahli Kepala Bidang Kehutanan

Kepala Seksi Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Kepala Seksi Aneka Usaha Kehutanan

Kepala Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Kepala Seksi Peredaran Hasil Hutan Kepala Sub bagian Tata Usaha

Kepala Seksi Wilayah II Bantimurung Pengendali Ekosistem Hutan Tingkat Ahli Polisi Kehutanan

Kepala Sub Direktorat Pengawetan dan Pemanfaatan jenis

Kepala Sub Direktorat Tertib Peredaran Kepala Sub Direktorat Lembaga Konservasi dan Perburuan

Kepala Sub Direktorat Program dan Evaluasi Penyidikan dan Pengamanan

Kepala Seksi Pembalakan Ilegal dan Satwa Liar Wilayah I

Peneliti pada Bidang Zoologi

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1

Kelompok Sasaran Kategori Jumlah

Penangkap

Pengumpul pedagang

Kelompok usia di bawah 19 tahun Kelompok usia di atas 19 tahun Memiliki izin pengedar

Tidak memiliki izin pengedar

3 6 2 5 3.3.1 Kajian tentang karakteristik sumber daya kupu-kupu (Lepidoptera)

yang dimanfaatkan secara komersial

Sumber daya kupu-kupu yang dimanfaatkan secara komersial di daerah penyangga TN Babul diketahui melalui studi terhadap jenis-jenis kupu-kupu hasil

tangkapan yang meliputi jumlah individu setiap jenis dan rasio kelamin, serta status jenis kupu-kupu yang dimanfaatkan secara komersial dari habitat alam. Pada umumnya kondisi populasi satwa liar, termasuk kupu-kupu di alam sangat sulit untuk diketahui. Hal ini disebabkan oleh luasnya habitat, letak geografis, serta sifat dari satwa liar tersebut yang tidak memungkinkan dilakukan sensus secara terstruktur dalam satu satuan waktu yang pendek (Shine et al. 1998; Schlaeper et al. 2005; Iskandar dan Erdelen 2006; Semiadi dan Sidik 2011).

Oleh sebab itu, kajian tidak langsung melalui pemantauan terhadap hasil yang dipanen/ditangkap yang ada di tingkat penangkap dapat menjadi indikator penting mengenai kondisinya di alam (TRAFFIC 2008; Semiadi dan Sidik 2011). Gambaran sesungguhnya mengenai kondisi populasi serta status jenis kupu-kupu di alam perlu terus dipantau secara reguler untuk memperoleh informasi sebagai dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengelolaan pemanfaatan kupu-kupu secara lestari.

Pengamatan jenis-jenis kupu-kupu hasil tangkapan dilakukan terhadap masing-masing 3 orang penangkap pada 3 lokasi penangkapan di daerah penyangga TN Babul Kabupaten Maros. Pemilihan lokasi pengamatan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan cara mengikuti pilihan para penangkap yang biasanya melakukan aktivitas penangkapan. Selama melakukan pengamatan didampingi oleh dua orang pengenal jenis kupu-kupu yang mampu mengidentifikasi kupu-kupu dengan baik.

Pengamatan dilakukan pada bulan Februari, Mei, dan Agustus 2013 di setiap lokasi penangkapan. Pemilihan waktu pengamatan berdasarkan pertimbangan bahwa intensitas curah hujan pada bulan-bulan tersebut secara berturut-turut adalah tinggi, sedang dan rendah. Selain itu, menurut informasi para pengumpul pedagang bahwa komposisi jenis kupu-kupu hasil tangkapan selama 1 hingga 2 bulan relatif sama. Jadi dengan asumsi rentang waktu pengamatan selama 3 bulan, maka akan memperoleh data komposisi jenis kupu-kupu hasil tangkapan yang berbeda. Masing-masing lokasi dilakukan pengamatan selama 3 hari. Pengamatan dilakukan pada pagi hari (08.00-12.00 WITA) dan siang hingga sore hari (pukul 13.00-16.00 WITA). Pengamatan penangkapan kupu-kupu dilakukan di sepanjang jalur berukuran lebar 20 meter dengan panjang 150 meter, menggunakan metode sensus transek (transect count) (Pollard dan Yates 1993; Noerdjito dan Aswari 2003). Rincian waktu pengamatan aktivitas penangkapan kupu-kupu di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Waktu pengamatan aktivitas penangkapan kupu-kupu di lokasi penelitian tahun 2013

Bulan Desa Kalabbirang Desa Jenetaesa Desa Samangki

Februari Mei Agustus Tanggal 4 Tanggal 6 Tanggal 19 Tanggal 13 Tanggal 16 Tanggal 24 Tanggal 23 Tanggal 27 Tanggal 31 Penangkapan kupu-kupu oleh para penangkap menggunakan jaring serangga

(sweep net) berdiameter 50 cm dengan panjang tongkat 200 cm. Penangkapan

dilakukan dengan cara berjalan perlahan atau menunggu sambil terus mengawasi keberadaan kupu-kupu untuk ditangkap. Pada setiap jalur pengamatan, jenis kupu-

kupu yang tertangkap dicatat jumlahnya, nama jenis dan perbedaan jenis kelaminnya. Cara memperkirakan rasio kelamin dari populasi kupu-kupu adalah dengan menghitung perbandingan jantan dengan betina hasil tangkapan. Asumsi yang mendasari praktek ini bahwa koleksi kupu-kupu liar di alam sehubungan dengan rasio kelamin adalah acak (Idris dan Hassan 2014).

Data jenis-jenis kupu-kupu hasil tangkapan berupa jumlah individu setiap jenis dan rasio kelamin diketahui dengan cara menghitung seluruh individu yang tertangkap di dalam transek selama waktu pengamatan. Data hasil pengamatan kemudian ditabulasi dan dijabarkan secara deskriptif.

3.3.2 Kajian tentang karakteristik pelaku, teknik penangkapan dan perdagangan kupu-kupu

Kajian ini meliputi pelaku penangkapan, metode menangkap, pelaku perdagangan, aktivitas perdagangan, klasifikasi kualitas dan harga kupu-kupu, serta upaya budi daya kupu-kupu. Karakteristik penangkapan kupu-kupu dari habitat alam untuk tujuan perdagangan berkaitan dengan siapa saja yang terlibat dalam aktivitas penangkapan. Observasi lapangan serta wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah penangkap yang secara aktif melakukan penangkapan, metode menangkap (menjaring), lokasi serta waktu penangkapan kupu-kupu.

Data dan informasi tentang karakteristik perdagangan (peredaran) kupu- kupu dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi lapangan untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan kupu-kupu, aktivitas pelaku perdagangan, klasifikasi kualitas dan harga kupu-kupu yang diperdagangkan, serta perilaku warga dalam melakukan budi daya kupu-kupu. Pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul dihitung jumlahnya serta digambarkan dalam bagan alir tata niaga kupu- kupu.

3.3.3 Kajian tentang keefektifan implementasi peraturan pemanfaatan komersial satwa liar

Keefektifan implementasi peraturan pemanfaatan komersial SL meliputi isi peraturan, tingkat pemahaman, dukungan masyarakat, dan pembagian tugas pokok dan fungsi instansi. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi studi literatur peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemanfaatan SL, dan wawancara mendalam dengan para informan untuk mengetahui tingkat pemahaman peraturan. Pemahaman peraturan oleh para pelaksana peraturan terdiri atas aparatur pada Balai Besar KSDA Sulsel, Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel, dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros, serta kelompok sasaran yang terdiri atas para penangkap dan pengumpul pedagang. Observasi dan wawancara mendalam dengan para informan terkait dengan implementasi peraturan perundang-undangan pemanfaatan komersial SL di lapangan.

3.3.4 Kajian tentang penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu

Penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul Kabupaten Maros meliputi tahapan: (1) identifikasi permasalahan kelembagaan yang terkait dengan karakteristik jenis kupu-kupu

(Lepidoptera) yang dimanfaatkan secara komersial, karakteristik penangkapan

dan peredaran (perdagangan) kupu-kupu, dan keefektifan implementasi peraturan pemanfaatan komersial SL; dan (2) merumuskan penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu.

3.4 Analisis Data