• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada sub-bab ini akan dijelaskan beberapa metode pengurangan noise pada citra yang akan digunakan. Semua metode yang akan dijelaskan berikut merupakan metode yang berbasis wavelet, sehingga perlu dilakukan transformasi wavelet terhadap citra terlebih dahulu sebelum menerapkan metode untuk mengurangi noise pada citra. Dalam penjelasan selanjutnya, diasumsikan persamaan mendeskripsikan sinyal atau citra noisy yang didapat dari citra bersih ditambah dengan noise . Transformasi wavelet dari sinyal-sinyal tersebut dinotasikan dengan dan . Karena transformasi wavelet bersifat linear, maka berlaku .

2.7.1 Thresholding

Thresholding adalah salah satu metode pengurangan noise yang paling sederhana dan menjadi dasar bagi beberapa metode pengurangan noise yang lain. Untuk melakukan thresholding, terlebih dahulu ditetapkan sebuah nilai yang dianggap sebagai batas atau threshold. Nilai threshold ini ditetapkan sedemikian rupa supaya besarnya melebihi nilai-nilai fluktuasi yang kecil yang mewakili noise pada citra yang dianalisis. Kemudian dilakukan operasi thresholding pada . Ada 2 jenis thresholding, yaitu hard thresholding dan soft thresholding. Rumus untuk hard thresholding adalah berikut:

(2.35)

(2.36)

dengan y adalah nilai-nilai pada sinyal dan λ menyatakan nilai threshold.

2.7.2 VisuShrink

Teknik VisuShrink ini diperkenalkan oleh David Donoho dan Johnstone pada tahun 1994. Secara orisinil, teknik VisuShrink ini adalah pengaplikasian soft thresholding menggunakan universal threshold, yang didapatkan dengan rumus

(2.37) , dengan σ menyatakan simpangan baku noise, dan n menyatakan besar sinyal atau jumlah data pada sinyal. Walaupun secara aslinya metode VisuShrink ini menggunakan soft thresholding, hard thresholding juga dapat digunakan untuk melakukan VisuShrink. Simpangan baku σ didapatkan melalui rumus estimasi median berikut.

(2.38) Kelemahan utama dari VisuShrink ini adalah sangat kaburnya gambar hasil pengurangan noise. Hal ini disebabkan oleh penggunaan universal threshold yang nilainya terlalu tinggi. Dari hasil percobaan, secara relatif nilai threshold yang menghasilkan hasil yang optimal untuk teknik VisuShrink ini adalah untuk penggunaan soft thresholding dan jika menggunakan hard thresholding. Kelemahan lainnya adalah penggunaan satu nilai threshold untuk melakukan shrinkage terhadap seluruh bagian citra, tanpa

memperhatikan statistik lokal dari subband dan tingkatan dekomposisi wavelet yang berbeda-beda.

2.7.3 BayesShrink

Sebuah algoritma untuk thresholding yang bergantung pada distribusi lokal dari koefisien-koefisien wavelet, yang disebut BayesShrink, mengusulkan digunakannya nilai threshold yang berbeda untuk sub-band dan level transformasi wavelet yang berbeda. Karena isi dari sub-band antara tingkatan yang satu dengan yang lain adalah berbeda, penggunaan beberapa threshold yang nilai bergantung pada distribusi lokal dari nilai-nilai yang ada lebih masuk akal daripada menggunakan sebuah threshold uniform untuk semua subband-nya pada setiang tingkatan dekomposisi.

Pada BayesShrink, threshold universal tidak digunakan pada seluruh tingkatan dekomposisi wavelet. BayesShrink menggunakan beberapa threshold yang berbeda untuk setiap sub-band yang berbeda pada level dekomposisi yang berbeda. BayesShrink mengadopsi pendekatan Bayesian yang berasumsi bahwa distribusi peluang dari sinyal asli diketahui dan berusaha mengoptimalkan nilai threshold dengan tujuan meminimalkan peluang resiko. Secara lebih rinci, diasumsikan koefisien-koefisien wavelet , berukuran dan terletak pada subband {horisontal, vertikal, diagonal} dari level dekomposisi {1,2,...,J} dapat dimodelkan dengan distribusi Gaussian umum atau Generalized Gaussian Distribution (GGD).

Untuk menentukan nilai threshold Bayes , parameter GGD, yaitu simpangan baku dan parameter bentuk , perlu diestimasi. Parameter

tidak perlu secara eksplisit dimasukkan ke persamaan . M aka dari itu, kita cukup langsung mengestimasi . M odel observasi kita adalah

, dengan X adalah sinyal asli, Y sinyal terkontaminasi dan W adalah noise. Karena X dan W independen satu sama lain, maka berlaku

(2.39)

, dimana adalah ragam dari noise dan adalah ragam dari Y yang dapat dihitung dengan:

(2.40)

, dengan adalah ukuran subband yang sedang dipermasalahkan. Nilai threshold optimal dapat dihitung dengan rumus berikut.

(2.41)

, dimana

(2.42)

Jika , maka diambil . Hal ini berarti , atau dalam

prakteknya .

Secara ringkas, metode thresholding BayesShrink melakukan soft thresholding dengan threshold optimal yang bersifat adaptif, digerakkan oleh

data, dan bergantung pada subband dan tingkatan dekomposisi, yang diberikan oleh rumus

(2.43)

untuk setiap subband {horisontal, vertikal, diagonal} dan tiap level

dekomposisi .

Seperti diilustrasikan dalam Tabel 2.2, BayesShrink menggunakan nilai threshold optimal yang berlainan tidak hanya dari satu level dekomposisi ke yang lain, tetapi juga dari satu subband ke subband yang lain. Perhatikan bahwa untuk skala yang lebih halus (level dekomposisi rendah atau resolusi tinggi), digunakan nilai threshold yang lebih besar, dan untuk skala yang lebih kasar (level dekomposisi tinggi atau resolusi rendah), digunakan nilai threshold yang relatif lebih kecil.

Tabel 2.2 Contoh threshold optimal untuk beberapa level dekomposisi wavelet dalam metode BayesShrink untuk sebuah citra dengan simpangan baku noise =

25

Threshold Level Dekomposisi Wavelet

Horisontal Vertikal Diagonal

1 130.09 77.66 219.09

2 43.42 25.90 55.99

3 16.43 9.52 17.92

4 6.82 3.62 7.34

Jelas bahwa metode thresholding BayesShrink lebih adaptif daripada VisuShrink karena ia beradaptasi dengan variabilitas yang terdapat dalam tiap subband dan level dekomposisi wavelet dengan menggunakan nilai threshold yang berbeda.

2.7.4 Algoritma Cycle Spin

Walaupun dapat mereduksi noise, metode thresholding wavelet masih memiliki kekurangan. Salah satu masalah dengan penggunaan transformasi wavelet tradisional yang paling umum adalah sering munculnya artifak visual yang mengganggu, yaitu fenomena pseudo-Gibbs yang cenderung mudah diperhatikan pada bagian tepi. Hal ini muncul karena tidak adanya invariansi pergeseran dari basis wavelet.

Untuk mengurangi masalah ini, dapat digunakan teknik cycle spin. Cycle spin mendapatkan atribut invariansi pergeseran dengan cara merata-ratakan semua pergeseran dari citra digital. Lebih lengkapnya, citra digital digeser secara vertikal, horisontal atau diagonal, kemudian dilakukan reduksi noise terhadap citra hasil pergeseran menggunakan metode thresholding wavelet, kemudian menggeser balik citra yang telah direduksi noisenya. Hal ini dilakukan sebanyak beberapa pergeseran, kemudian seluruh hasilnya dirata-ratakan.

Karena pada dasarnya algoritma cycle spin adalah pengulangan, maka algoritma ini sangat konsumtif secara komputasi. M elakukan algoritma ini sebanyak K pergeseran untuk metode reduksi noise apapun akan memultiplikasi kompleksitas komputasi sebanyak K kali.

2.7.5 Context-Based Thresholding

Untuk sebuah nilai threshold λ, operasi soft thresholding dan hard thresholding secara alami bersifat global dan non-adaptif. M ereka diaplikasikan pada koefisien-koefisien wavelet dengan cara yang sama tanpa memperhatikan lokasi atau konteksnya. Koefisien threshold hanya bergantung pada nilai koefisien noise dan independen terhadap koefisien tetangga atau konteksnya.

Walaupun transformasi wavelet melakukan dekorelasi hingga batas tertentu, terbukti bahwa ada sejumlah redundansi dalam pohon dekomposisi wavelet. Faktanya, struktur citra natural pada umumnya memiliki kesamaan antara skala-skala resolusi dari koefisien-koefisien waveletnya. Sebagai contoh, koefisien wavelet yang koresponden dengan sub-area beraktivitas tinggi (sepeti tepian) seringkali berkumpul dan tersalin melintasi berbagai resolusi dan subband dari pohon wavelet seperti pada Gambar 2.6 berikut.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ada dependensi hingga tingkat tertentu antara koefisien-koefisien wavelet yang bertetangga yang berkoresponden dengan sub-area beraktivitas tinggi pada citra. M aka, melakukan thresholding terhadap koefisien-koefisien ini secara independen merupakan hal yang kurang baik.

Seperti dijelaskan di atas, tampaknya merupakan hal yang beralasan untuk mempertimbangkan beberapa konteks dari tiap koefisien wavelet sebelum melakukan thresholding. Ada banyak cara untuk mendefinisikan sebuah konteks yang sesuai untuk sebuah koefisien wavelet. Di sini akan dijelaskan sebuah operasi thresholding yang bersifat context-based dan terlokalisasi. Sebuah konteks sederhana, yang memuat koefisien-koefisien wavelet tetangga yang berpusat pada koefisien yang hendak di-threshold dipertimbangkan. Yaitu, untuk setiap koefisien wavelet, , konteksnya didefinisikan oleh mask berukuran

yang berpusat pada , dinotasikan sebagai . Untuk konteks ini, nilai maksimum dari konteks ini adalah yang didefinisikan sebagai berikut:

(2.44) Untuk sebuah nilai threshold λ, digunakan operator context-based soft dan hard

thresholding yang telah termodifikasi berikut: a. Operator context-based hard thresholding

b. Operator context-based soft thresholding

(2.46)

Pada bab 2 ini telah dijelaskan teori-teori yang menjadi dasar dalam pengembangan program aplikasi reduksi noise. Teori-teori tadi menjelaskan secara ilmiah istilah-istilah dan metode yang digunakan, serta proses-proses yang akan dilakukan oleh program aplikasi untuk mereduksi noise pada citra digital. Pada bab berikutnya akan dijelaskan secara mendetail rancangan untuk program aplikasi reduksi noise yang akan dikembangkan.

Dokumen terkait