• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Sederhana 7

BAB II PEMBAHASAN

C. Metode Kontrasepsi Terkini

1. Metode Sederhana 7

1) KBA

2) Metode kalender a) Mekanisme kerja

Metode kalender menggunakan prinsip berkala yaitu tidak melakukan persetubuhan pada masa subur istri. Untuk menentukan masa subur istri digunakan tiga patokan, yaitu :

1. Ovulasi terjadi 14 hari sebelum haid yang akan datang

2. Sperma dapat hidup dan membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi

3. Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi

Nampaknya cara ini mudah dilaksanakan , tetapi dalam praktiknya sukar untuk menetukan saat ovulasi dengan tepat, karena hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur, dan juga dapat terjadi variasi terutama pascapersalinan dan pada tahun-tahun menjelang menopause.

b) Cara menentukan masa aman

Pertama dicatat lama siklus haid selama tiga bulan terakhir, tentukan lama siklus haid terpendek dan terpanjang. Kemudian sikus haid terpendek dikurangi 18 hari, dan siklus haid terpanjang dikurangi 11 hari. Dua angka yang diperoleh merupakan rentang masa subur. Dalam jangka waktu subur tersebut pasangan suami istri harus

pantang melakukan hubungan seksual, sedangkan diluar waktu tersebut merupakan masa aman.

3) Metode pantang berkala

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam metode KB pantang berkala dapat diambil suatu rangkuman sebagai berikut :

a) Prinsipnya adalah tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur. Patokan masa subur adalah sebagai berikut :

1. Ovulasi terjadi 14 hari sebelum haid yang akan datang

2. Sperma dapat hidup dan membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi

3. Ovum dapat hidup selama 24 jam setelah ovulasi

b) Enam langkah menentukan masa aman dalam pantang berkala 1. Tentukan siklus haid terpendek

2. Tentukan siklus haid terpanjang 3. Siklus haid terpendek dikurangi 18 4. Siklus haid terpanjang dikurangi 11 5. Tentukan masa ovulasi

6. Tentukan masa aman

Contoh : haid terakhir tanggal 9 maret 2011, maka perhitungan pantang berkala berdasarkan enam langkah tersebut adalah sebagai berikut :

 Siklus terpendek = 29

 Siklus terpanjang = 36

 29-18 = 11

 36-11 = 25

Masa ovulasi mulai dari hari ke 16 sampai dengan hari ke 25 siklus haid, yaitu 19 maret sampai dengan 2 april 2011. Masa aman mulai hari pertama sampai ke-9 siklus haid dan hari ke 26 sampai 9 hari setelahnya yaitu mulai 9-17 maret dan 3-16 april 2011.

4) Metode Suhu Basal

Cara lain untuk menentukan masa aman ialah dengan suhu basal tubuh. Menjelang ovulasi suhu basal tubuh akan turun dan kurang lebih 24 jam setelah ovulasi suhu basal akan naik lagi sampai lebih tinggi dari pada

suhu sebelum ovulasi. Fenomena ini dapat digunakan untuk menentukan waktu ovulasi. Suhu basal dicatat dengan teliti setiap hari. Suhu basal diukur waktu pagi segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas.

Penggunaan suhu basal dan penentuan masa aman akan meningkatkan daya guna pantang berkala. Namun suhu basal tubuh dapat pula meningkat pada beberapa kondisi seperti infeksi, ketegangan dan waktu tidur yang tidak teratur. Oleh karena itu dianjurkan untuk tidak melakukan hubunganseksual sampai terlihat suhu tetap tinggi tiga hari (pada waktu pagi) berturut-turut. Panjang siklus haid yang teratur adalah 28-30 hari. Dengan mengenal tanda-tanda premenstruasi maka saat ovulasi dapat diperkirakan.

a) Efek samping

Pantang yang terlampau lama dapat menimbulkan frustasi. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian kondom atau tablet vagina saat berhubungan.

b) Daya guna

Gana guna teoritis adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna pemakaian ialah 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna dapat ditingkatkan dengan menggunakan pola cara rintangan, misalnya kondom atau spermisida disamping pantang berkala.

5) Metode lendir serviks

Metode ovulasi dikembangkan pada tahun 1950-an oleh dua orang dokter warga Negara Australia yaitu DRS. Evelyn dan John Billing. Validasi metode ini dilakukan dengan menghubungkan pengawasan terhadapa perubahan lender servik wanita yang dapat dideteksi di vulva dan peningkatan jumlah estrogen pada fase folikuler siklus menstruasi.

Pola yang diidentifikasi menunjukkan bahwa seorang wanita dapat memperkirakan masa ovulasi dengan cukup akurat tanpa harus memperhatikan perubahan basal tubuh. Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi merupakan pengaruh estrogen. Pola yang tidak subur dapat dideteksi baik pada fase pra ovulasi maupun pasca ovulasisiklus

menstruasi. Pada seorang wanita merupakan sensasi pada vulva dan keberadaan lender sepanjang hari ketika ia melakukan aktivitas hariannya, catat hasil pengamatannya sebelum hari berakhir. Selama pencatatan siklus yang pertama tidak boleh melakukan hubungan seksual agar familiar terhadap sensasi dan adanya lender. Kemudian ia harus belajar membedakan lender servik dengan cairan semen, pelumas seksual yang normal dan rabas vagina. Wanita tidak boleh melakukan penyemprotan untuk membersihkan vagina karena tindakan ini dapat menghilangkan cairan vagina. Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi adalah sebagai berikut :

a) Pada bagan terdapat beberapa hari setelah menstruasi dimana wanita memiliki pola kering pada vulva yang tidak berubah. b) Selanjutnya fase praovulasi

c) Hari-hari tidak subur pasca ovulasi dimulai pada hari keempat setelah masa puncak dan berlanjut sampai menstruasi.

Pasangan yang ingin menghindari kehamilan harus mengikuti beberapa aturan sebagai berikut :

a) Peraturan hari awal

1. Hubungan seksual harus dihindari selama hari-hari perdarahan menstruasi yang berat. Lender serviks dapat tidak terdeteksi karena ada perdarahan menstruasi

2. Hubungan seksual diperbolehkan setiap 2 malam selama hasil pengamatan menunjukkan BIP. Sehari setelah melakukan hubungan seksual dipertimbnagkan sebagai hari subur karena ada cairan semen yang dapat menghalangi pengamatan terhadap lendir.

3. Apabila terlihat perubahan dari BIP, maka pasangan tidak boleh melakukan hubungan pada hari tersebut dan hari-hari berikutnya selama masih terjadi perubahan dan tiga hari kemudian ketika BIP kembali

4. Biasanya perubahan dari BIP mengidentifikasikan dimulainya fase subur, semua perubahan ini berlanjut hingga hari puncak. b) Peraturan pada hari puncak yaitu hindari hubungan seksual

6) MAL

MLA merupakan metode kontrasepsi alamiah yang mengandalkan pemberian ASI pada bayinya. Akan tetap mempunyai efek kontrasepstif apabila menyusukan secara penuh (eksklusif), belum haid dan usia bayi kurang dari 6 bulan. Mal berfungsi efektif hingga 6 bulan, dan bila tetap belum ingin hamil, kombinasikan dengan metode kontrasepsi lain setelah bayi berusia 6 bulan.

Konseling yang dilakukan kepada klien harus jelas dan informatif, sehingga pencegahan kehamilan dapat terjadi, seperti : memberikan ASI (secara penuh) dari kedua payudara sesuai kebutuhan (sekitar 6-10 kali per hari), memberikan ASI paling sedikit satu kali pada malam hari (tidak boleh lebih dari 4-6 jam diantara 2 pemberian), tidak menggantikan jadwal pemberian ASI dengan makanan/cairan lain, jika frekuensi menyusukan kurang dari 6-10 kali @ 60 ml per hari atau atau bayi tidur semalaman tanpa menyusu (mendapat ASI), maka MLA kurang dapat diandalkan untuk metode kontrasepsi, serta menggantikan jadwal pemberian ASI dengan makanan atau suplemen lainnya maka daya hisap bayi akan berkurang sehingga mengurangi efektifitas mekanisme kerja kontraseptif MLA

Mekanisme kerja pada MAL adalah dengan adanya sekresi GnRH yang tidak teratur akan menganggu pelepasan hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (leutinizing hormone) untuk menghasilkan sel telur dan menyiapkan endometrium, penghisapan ASI yang intensif secara berulangkali akan menekan sekresi hormon GnRH (gonadotrophin releasing hormone) yang mengatur kesuburan, sehingga rendahnya kadar hormon FSH dan LH menekan perkembangan folikel di ovarium dan menekan ovulasi.

b. Perkembangan Metode dengan alat 1) Mekanis

a) Kondom 'spray-on'

Seorang penemu di Jerman telah membuat kondom dengan sistem semprot. Dengan kondom ini, dijamin tak akan ada lagi yang bingung mencari kondom yang sesuai sebab kondom akan menyesuaikan ukuran dengan sendirinya. Menurut sang penemu, Jan Vinzenz Krause,

direktur Institute for Condom Consultancy Jika pergi ke toko obat untuk membeli kondom, yang kebanyakan dijual adalah yang pas untuk pria dengan panjang penis rata-rata 14,5 cm. Tetapi banyak orang yang memiliki penis lebih kecil atau lebih besar dari ukuran itu. Maka Krause menciptakan kondom yang disebut kondom 'spray-on' dengan sistem pompa yang menyemprotkan lateks cair ke alat kelamin dalam hitungan detik. Krause telah mengajukan hak paten untuk sistem penyemprotan lateks yang ia ciptakan. Ia mengaku sudah memiliki prototipe yang sukses dan penemuannya ini dalam percobaan dapat menyesuaikan ukuran dengan ukuran yang paling besar sekalipun.

Untuk menggunakan kondom semprot ini, pria memasukkan penisnya ke dalam tabung dan menekan tombol untuk menyemprotkan lateks cair dari cartridge yang bisa dilepas. Karet lateks akan mengering dalam hitungan detik. Setelah selesai digunakan, kondom ini bisa dilepas seperti kondom biasa. Waktu yang dibutuhkan agar lateks dapat mengering adalah sekitar 20 - 25 detik. Tapi Krause sedang mengupayakan agar waktunya bisa dipercepat lagi menjadi 10 detik.

Dalam survei yang lakukan, ditemukan ada 2 tanggapan yang berbeda dari para pria. Beberapa pria mengatakan itu ide yang hebat dan akan sangat membantu karena sulit menemukan kondom yang pas. Sedangkan lainnya mengatakan tidak bisa membayangkan cara penggunaannya. Masalahnya adalah karena memakai kondom dianggap mengganggu hubungan seks. Kondom spray-on ini dijual dengan harga yang lebih mahal daripada kondom konvensional.

b) Kondom Spray

Sebuah perusahaan Cina bernama Blue Cross Bio-Medical menawarkan suatu spray kondom (foam condom) yang dibuat dari silver “nanotech” partikel. Alat kontrasepsi terbaru dengan spray condom. Alat kontrasepsi ini tidak digunakan bagi laki-laki tetapi digunakan oleh pihak wanita.

Penggunaannya busa spray tersebut disemprotkan ke vagina, setelah itu busa spray akan membentuk semacam selaput dan mencegah konsepsi serta melindungi terhadap infeksi. Semprotan spray

menggunakan polyvinyl alcohol resin sebagai bahan dasarnya, yang sudah terkandung dengan silver “ nanotech ” partikel, sehingga memberikan spermicide dan antiseptik pelumas yang dapat membantu mencegah penyakit menular seksual (PMS).

c) Pemanasan

Telah lama diketahui bahwa kenaikan suhu yang sebentar pada bagian testis dapat menekan pembentukan sperma (spermatogenesis), sementara kenaikan suhu yang lebih lama dapat mempengaruhi patologi testis dan terjadinya cryptorchidism, varicocele serta ketidaksuburan sementara.

Penelitian klinis yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi dari alat pembungkus bagian scrotal untuk digunakan sebagai metode kontrasepsi pria yang praktis menunjukkan penurunan yang reversible terhadap jumlah sperma tetapi masih kurang kuat untuk dijadkan metode kontrasepsi yang terpercaya. Karena masih terdapat hal yang meragukan termasuk masalah keamanan dari metode ini, maka penelitian lebih lanjut masih terus dilakukan.

1. Suspensory

Alat ini dirancang untuk menjaga testis pada tempatnya, meningkatkan temperaturnya yang berdampak pada berkurangnya produksi sperma. Alat yang berbentuk seperti celana dalam pria ini, harus digunakan setiap hari agar efektif.

2. External Heat

Sumber panas dari luar ini mirip dengan suspensory yaitu meningkatkan temperatur disekitar alat vital untuk mengurangi produksi sperma. Karena tergantung dengan temperatur tubuh, waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan menggunakan suspensory. Sauna, alat penghangat dan beberapa peralatan bisa digunakan untuk membuat temperatur tubuh meningkat dan produksi sperma berkurang.

Alat kontrasepsi kimiawi sering dipadukan dengan kondom dan lainnya, saat ini bahan kimiawi banyak diproduksi bersamaan langsung dengan alat kontrasepsi mekanik, sehingga menimbulkan efek yang lebih baik untuk mencegah kehamilan.

2. Metode Modern

a. Kontrasepsi hormonal

1) Suntik KB hormonal pada pria

Alat kontrasepsi akan semakin bermacam pilihan dan tentunya akan menjadi alternative bagi pasangan suami isteri untuk menentukan metode keluarga berencananya. Selama ini alat kontrasepsi suntikan ataupun pil Kb hanya monopoli kaum wanita. Namun dengan penemuan yang terbaru ini, lelaki sudah bisa menggunakan alat kontrasepsi suntik. Disatu sisi hal ini mungkin menguntungkan kaum wanita karena bisa bergantian menggunakan alat kontrasepsi, namun dilain pihak juga khawatir penemuan ini akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas lelaki karena pria tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang sah.

Keterlibatan laki-laki dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia memang masih rendah. Selain kondom, vasektomi (memotong saluran benih untuk menghambat transportasi sperma) merupakan pilihan dari jenis kontrasepsi yang saat ini tersedia untuk pria. Untuk mencari alternatif kontrasepsi terbaru, kini para ahli tengah meneliti kontrasepsi pria yang lebih efektif, yakni suntikan testoteron. Berdasarkan uji coba terhadap 1.045 pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina, suntikan testoteron terbukti efektif sebagai alat kontrasepsi pria.

Para responden yang memiliki pasangan usia subur tersebut disuntik dengan 500 miligram formula testoteron setiap bulan selama 30 bulan. Hasil penelitian menunjukkan angka kegagalan (terjadinya kehamilan) hanya 1,1 per 100 pria dalam kurun waktu 24 bulan. Para peneliti juga melaporkan tidak ditemukannya efek samping dalam penggunaan suntikan ini. Selain itu, setelah penghentian suntikan, kemampuan memproduksi sperma pada laki-laki tersebut kembali normal.

Selain itu para peneliti di Manchester telah mengkombinasikan pemberian desogestrel (digunakan pada pil kontrasepsi untuk wanita) dan koyo yang mengandung testosterone untuk digunakan sebagai kontrasepsi pada pria. Cara kerjanya adalah : desogestrel akan menghentikan produksi testosterone di testis sehingga produksi sperma juga terhenti, sedangkan koyo testosterone akan menyediakan kebutuhan testosterone yang diperlukan oleh bagian tubuh yang lain (tanpa adanya testosterone, maka pria akan Kehilangan bulu-bulu di wajah dan payudara akan membesar). Akan tetapi kesuksesan metode ini pada pria yang penggunakannya hanya sekitar 60 %.

Oleh sebab itu, maka penggunaan kontrasepsi hormonal pada pria sampi saat ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut, walaupun tidak mustahil suatu saat nanti akan ada kontrasepsi hormonal untuk pria yang se-efektif dan se-aman seperti kontrasepsi hormonal untuk wanita.

3) Androgen

Metode kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi testosteron ester (testosteron enanthate) pertama kali diuji klinik di Eropa dan Amerika Serikat tahun 1970. Dosis testosteron yang dicobakan sangat tinggi (200 mg intramuskuler injeksi) sehingga merupakan dosis supra-fisiologis. Pada relawan laki-laki sehat, “testosteron enanthate” berhasil memacu terjadinya azoospermia pada 40-50 persen peserta, sedangkan oligozoospermia berat terjadi pada 35- 45 persen. Antara tahun 1985 dan 1995, WHO mendanai dua penelitian multi-senter antar negara tentang penggunaan adrogen tersebut. Hasilnya apabila telah terjadi azoospermia dan atau oligozoospermia berat karena rangsangan androgen dari luar tersebut maka pengaruhnya sebagai kontrasepsi dapat dijamin. Pada penelitian kedua, dilakukan uji klinik dengan memberikan injeksi testosteron enanthate 200 mg/minggu selama 18 bulan kepada 500 pria. Pada enam bulan pertama, sementara menunggu proses terjadinya azoospermia atau oligozoospermia berat maka pasangannya menggunakan kontrasepsi jenis lain.

Androgen meningkatkan masa tubuh (body mass), kepadatan mineral tulang, dan menurunkan lemak tubuh. Tergantung dasar penilaian yang dipakai, bagi beberapa laki-laki dari negara sedang berkembang hal tersebut

dapat dilihat memberikan benefit yang positif. Kadar testosteron darah yang melibihi nilai ambang batas fisiologis dapat meningkatkan kejadian jerawat dan berat badan.

4) Androgen dan Kombinasi dengan Progestin

Bahan lain yang dapat menekan gonadotropin, misalnya progestin, akan dapat mengurangi kadar androgen yang diperlukan untuk kontrasepsi pria karena memiliki pengaruh yang saling sinergistik. Beberapa jenis progestin dan testosteron pernah diteliti sebelumnya. Penilitian beberapa waktu membandingkan pengaruh injeksi testosteron enthantate 100 mg/ minggu dengan testosteron yang dikombinasi dengan pemberiaan levonogestrel per oral dengan dosis 250 µg per hari. Hasilnya menunjukkan kombinasi antara androgen dengan progestin memberikan efikasi 94 persen, sedangkan androgen tanpa progestin hanya 61 persen. Proses menjadi azoospermia atau oligozoospermia dapat dicapai masing-masing dalam waktu 8,9 minggu untuk kombinasi androgen dengan progestin dan14,4 minggu untuk androgen tanpa kombinasi. Penelitian berikutnya dapat membuktikan bahwa dosis levonorgestrel dapat diturunkan menjadi 125 µg per hari tanpa penurunan supresi spermatogenik tetapi menurunnya berat badan dan supresi serum HDL dengan penambahan progestin per oral. Testosterom enanthate telah dicoba diberikan bersama injeksi depotmedroksi progesterone acetat (DMPA), desogestrel oral, dan cyproterone acetate (progestin dengan antiandrogenik). Pada semua penelitian ini terlihat bahwa progestin memperkuat efek androgen. Testosteron undecanoate telah diteliti bersama-sama pill levonogestrel (250 µg/hari) dan injeksi norethisterone enathate (200 mg/6 bulan secara i.m.). Kombinasi antara testosteron undecanoate dengan norethisterone enanthate sangat efektif dalam menekan spermatogenesis menjadi azoospermia, sedangkan kombinasi dengan levonorgestrel oral menjadi semakin lemah. Demikian juga kombinasi antara testosteron pelet (800 mg) bersama-sama dengan DMPA (300 mg injeksi) sangat efektif sehingga terjadi azoospermia. Tidak seperti halnya injeksi, testosteron tempel (patch) kombinasi dengan levenorgestrel secara oral atau implan memiliki pengaruh yang lemah terhadap proses azoospermia, hanya berkisar 25-30 persen. Penelitian lain sedang atau baru

saja diselesaikan antara lain: 1) kombinasi testosteron undecanoate dengan injeksi norethisterone, injeksi DMPA, atau etonogestrel impan, 2) testosteron peelt dengan DMPA injeksi, levonorgesterel, atau etonogestrel impan, 3) 7-α metil-19-nor-testosteron (MENT) implan dan levonorgestrel impant, dan 4) testosteron decanoate injeksi dengan etnogestrel oral atau implan. Cyproterone acetate (CPA) adalah progestin dalam bentuk oral yang sangat kuat sekali. Apabila CPA diberikan secara tersendiri, maka terjadi penurunan kadar serum testosteron dan hipogonadism. CPA dikombinasi dengan testosteron enanthate (100 mg/minggu atau 250 mg/ 2 atau 3 minggu sekali), pengobatan menghasilkan azoospermia atau hampir mendekati azoospermia disemua subjek pria yang dikaji. Pada subyek tersebut tidak didapatkan perubahan serum lipid. Dosis tinggi CPA (50 mg atau lebih) menurunkan hematokrit darah, meskipun testosteron diberikan pada dosis fisiologis. Penurunan dosis CPA menjadi 20 mg/hari akan menghilangkan gejala tersebut. CPA sekarang tidak dicoba lagi sebagai obat kontrasepsi pria. Progestin lain yang memiliki aksi anti-androgenik adalah dienogest. Penelitian mulai dilakukan pada obat baru ini dan hasilnya belum dipublikasikan.

Androgen Selektif dan Modulator Progestin Reseptor (SPRM) Modulator steroid reseptor tertentu bertugas merancang molekul yang bekerjanya dapat bersifat agonistik pada steroid pada jaringan target tertentu, atau bekerja antagonistik pada steroid yang sama tetapi ditempat yang berbeda. Contoh untuk ini ialah modulator estrogen reseptor tertentu (selective oestrogen receptor modulators atau disingkat SERMS), misalnya tamoxifen dan raloxifen yang memiliki sifat agonis di tulang tetapi antagonis di payudara. Tamoxifen bekerja agonis di uterus, raloxifen tidak. MENT adalah modulator selektif androgen reseptor yang bekerja agonis pada glandula pituitaria dan otot tetapi kurang poten untuk merangsang pertumbuhan prostat dan testosteron. Pada penelitian klinis, MENT terbukti dapat memelihara fungsi seksual pada laki-laki yang mengalami defisiensi androgen. Atas dasar beberapa penelitian ini pabrik farmasi mulai mencari obat yang dapat diberikan sekali sehari, tetapi memiliki efek agonistik sebagai androgen ke hipotalamus, otot, sumsum tulang dan efek antagonis yang netral terhadap kelenjar prostat. Demikian juga SPRM sedang

dikembangkan untuk berpengaruh supresif terhadap gonadotropin yang mengendalikan progesteron tetapi memiliki efek minimal pada metabolisme lipid dan karbohidrat. Secara teoritis, hybrid antara SARM dan SPRM dapat diproduksi dan dipakai untuk kontrasepsi hormonal bagi pria.

5) Androgen dan GnRH Antagonis

GnRH agonis pada perempuan sangat kuat potensinya untuk tidak menimbulan ovulasi. GnRH agonis pada pria tidak dapat dipakai untuk memprediksi terjadinya proses spermatogenesis. GnRH agonis, jika diberikan dengan dosis yang tinggi, atau infuse bersama-sama androgen pada laki-laki maka akan terjadi supresi pengeluaran hormon LH dan FSH. Namun demikian, cara ini belum belum berhasil menekan sampai kondisi azospermia dan oligozoozpermia. Disisi lain, GnRH antagonis (diberikan secara injeksi subkutan secara harian) dan dikombinasikan dengan androgen akan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Namun demikian obat ini dapat menimbulkan gatal-gatal dikulit, karena reaksi yang mirip terhadap histamin dari luar tubuh.

6) Androgen dan Kombinasi dengan Estrogen

Penelitian pada tikus dan kera-kera menunjukkan bahwa kombinasi estradiol implant dengan testosteron implan menghasilkan supresi dari spermatogenesis yang terlihat lebih lengkap. Estrogen kemungkinan memiliki potensi menimbulkan efek samping dan merangsang terjadinya gynaecomastia. Sementara itu, estrogen juga memiliki efek menguntungkan pada tulang serta menurunkan kadar HDL. Spermatogenesis terhambat tetapi bukan karena efek estradiol dan testosteron yang semula diduga memilki efek additif.

b. Pil Kontrasepsi Non Hormonal

1) Ekstrak Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa)

Saat ini tengah dikembangkan metode kontrasepsi bagi pria dari ekstrak tanaman Gandarusa. salah seorang peneliti dari universitas Airlangga Surabaya, Drs. Bambang Prayogo, Apt. yang meneliti khasiat dari tanaman

Gandarusa dan pengaruhnya sebagai kontrasepsi alami bagi pria. Kandungan kimia tanaman gandarusa adalah Alkaloid, saponin, Flavonoid, Polifenol, Alkaloid yustisina dan minyak atsiri, bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh bagian tumbuhan.

Tanaman gandarusa memiliki sifat antispermatozoa, dan saat ini proses penelitian tersebut sudah memasuki uji klinis. Menurut Drs. Bambang, cara kerja senyawa ekstrak gandarusa ini mirip seperti metode hormonal KB. Yakni menurunkan aktifitas enzim hialuronidase didalam spermatozoa, sehingga sel sperma tidak mampu menembus sel telur. Pada fase pertama penelitiannya, dilibatkan 36 subyek sehat dan subur. Setelah itu, obyek penelitian dilipatgandakan menjadi 120 pasangan usia subur (PUS). Dari hasil uji klinik tersebut, ternyata 100 persen memiliki hasil maksimal. Tidak terjadi kehamilan pada si wanita. Dalam uji coba ketiga ini Drs. Bambang telah mengujikan hasil temuannya kepada sekira 350 pasangan muda subur. Proses uji coba ini masih berjalan dan sebentar lagi akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Diungkapkan Bambang untuk membuat kapsul dibutuhkan waktu yang sangat lama. Bukan hanya satu atau dua tahun, tetapi membutuhkan waktu puluhan tahun karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Mulai

Dokumen terkait