• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode dan Strategi Pendidikan Akhlak

BAB III : PENDIDIKAN AKHLAK BAGI PESERTA DIDIK MENURUT

C. Metode dan Strategi Pendidikan Akhlak

Secara etimologi, kata metode berasal dari kata dalam bahasa grekk, “Meta” dan “Hodos”. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan atau cara”. Jadi metode berarti jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam

leksikologi arab, kata metode diungkapkan dalam berbagai kata, yaitu al-thariqah,

al-manhaj dan al-washilah.At-thariqah biasa diartikan cara atau jalan. Al-manhaj

biasa diartikan sistem, sedang al-washilah diartikan perantara atau mediator. Dari

ketiga istilah tersebut yang lebih mendekati makna metode adalah at-thariqah,

sehingga metode pendidikan merupakan alih bahasa dari istilah thariqah

al-tarbiyah.

Metode mengajar ialah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pelajaran. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Oleh karena itu metode mengajar yang

baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar.9

Adapun yang dimaksud metode mengajar akhlak ialah suatu cara menyampaikan materi pendidikan akhlak dari seorang guru kepada siswa dengan memilih satu atau beberapa metode mengajar sesuai dengan topik pokok bahasan.

9

Cahbib thoha, dkk. Metodologi pengajaran agama, (semarang: IAIN walisongo semarang pustaka pelajar, 1999), h. 123

60

Pemikiran Hamka tentang pendekatan atau metode pendidikan dapat

dicermati dalam menafsirkan ayat al-Qur’an dalam Q.S. Nahl ayat 125, dimana

Hamka menyimpulkan bahwa setidaknya terdapat tiga pendekatan dalam

pendidikan, pertama, al-hikmah yaitu bahwa proses pendidikan harus dilakukan

dengan cara yang bijaksana, menggunakan akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, serta menarik perhatian peserta didik. Pendekatan al-hikmah ini menuntut adanya konsistensi antara ucapan, tindakan dan sikap dengan

pandangan hidup, dalam setiap pelaksanaan proses pendidikan. Kedua,

al-mau’izhah hasanah yaitu bahwa suatu proses pendidikan memerlukan kelemahlembutan dan kehalusan dalam bertutur kata, agar pesan-pesan

(masage/materi pendidikan) dapat terkomunikasikan secara efektif. Ketiga,

jadilhum billati hiya ahsan yaitu bahwa proses pendidikan harus dilakukan secara

dialogis, yang dalam pelaksanaannya selalu memerhatikan prinsip-prinsip

persamaan, kesetaraan, demokratis, dan rasional.10

Adapun metode-metode mengajar akhlak adalah sebagai berikut: menurut Prof. Dr. Hamka. metode pendidikan akhlak ialah:

1. Metode Alami

Sebagai berkat anugrah Allah, menusia diciptakan telah dilengkapi dengan akal, syahwat dan nafsu marah. Semua anugrah tersebut berjalan sesuai dengan hajat hidup manusia yang diperlukan adanyab keseimbangan. Metode

10

Nur hamim, Manusia Dan Pendidikan Elaborasi Pemikiran HAMKA, (Sidoarjo: Qisthos digital press, 2009), h. 123

61

alami ini adalah suatu metode dimana akhlak yang baik diperoleh bukan melalui didikan, pengalaman ataupun latihan, tetapi diperoleh melalui insting atau naluri yang dimilikinya secara alami.

Sebagaimana firman Allah:

َ ۚا ۡيلع ساهنل رطف يتهل هَ ترۡطف ۚاٗفينح نيِ لل ك ۡج ۡمقأف

و ل ۡعي َ ساهنل رث ۡكأ هنكل مِيقۡل نيِ ل كل ۚ هَ قۡلخل لي ۡبت

٣٠

(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. (QS. Ar-Rum: 30)

Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah

mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik, seperti halnya berakhlak yang baik. Sebab bila dia berbuat jahat, sebenarnya sangat bertentangan dan tidak dikehendaki oleh jiwa (hati) yang mengandung fitroh tadi. Meskipun demikian metode ini tidak dapat diharapkan secara pasti tanpa adanya metode atau faktor lain yang mendukung seperti pendidikan, pengalaman, latihan dan lain sebagainya. Tetapi paling tidak metode alami ini jika dipelihara dan dipertahankan akan melakukan akhlak yang baik sesuai fitroh dan suara hati manusia. Metode ini cukup efektif untuk menanamkan

62

kebaikan pada anak, karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk berbuat kebaikan tinggal bagaimana memelihara dan mengajarnya.

2. Metode Mujahadah dan Riadhoh

Orang yang ingin dirinya menjadi penyantun, maka jalannya dengan

membiasakan bersedekah, sehingga menjadi tabiat yang muidah

mengerjakannya dan tidak merasa berat lagi. Mujahadah atau perjuangan yang dilakukan guru menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik memang pada awalnya cukup berat, namun apabila manusia berniat sungguh-sungguh pasti menjadi sebuah kebiasaan. Metode ini sangat tepat untuk mengajarkan tingkah laku dan berbuat baik lainnya, agar anak didik mempunyai kebiasaan berbuat baik sehingga menjadi akhlak baginya, walaupun dengan usaha yang keras dan melalui perjuangan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu guru harus memberikan bimbingan yang kontinyu kepada anak didiknya, agar tujuan pengajaran akhlak ini dapat tercapai secara optimal dengan melaksanakan program-program pengajaran yang telah ditetapkan.

3. Metode Teladan

Akhlak yang baik tidak hanya diperoleh melalui mujahadah latihan atau riadhoh dan diperoleh secara alami berdasarkan fitroh/alami,akan tetapi juga bisa diperoleh melalui teladan, yaitu mengambil contoh atau meniru orang yang dekat dengannya. Oleh karena itu dianjurkan untuk bergaul dengan orang-orang yang berbudi tinggi.

63

Pergaulan sebagai salah satu bentuk komunikasi manusia, memang sangat berpengaruh dan akan memberikan pengalaman-pengalaman yang bermacam-macam. Metode teladan ini memberikan kesan atau pengaruh atas tingkah laku perbuatan manusia. Sebagaimana dikatakan Hamka (1984) bahwa “ alat dakwah yang paling utama adalah akhlaki”. Budi yang nyata dapat dilihat pada tingkah laku sehari-hari, maka meneladani nabi adalah cita-cita tertinggi dalam kehidupan muslim.

Metode ini sangat efektif untuk pendidikan akhlak, maka seyogianya guru menjadi ikutan utama bagi murid-murid dalam segala hal, misalnya kelembutan dan kasih sayang banyak senyum dan ceria, lemah lembut dalam tutur kata, disiplin ibadah dan menghias diri dengan tingkah laku sesuai misi yang dimebannya. Jadi metode ini harus diterapkan seorang guru jika tujuan pengajaran hendak dicapai. Tanpa guru yang memberi contoh, tujuan pengajaran sulit dicapai.

Selain metode-metode diatas masih banyak metode-metode lain yang cocok untuk pendidikan akhlak. Misalnya metode tidak langsung, yaitu cara tertentu yang bersifat pencegahan, penekanan terhadap hal-hal yang merugikan pendidikan akhlak antara lain: koreksi dan pengawasan larangan serta hukuman. Ini semua tergantung guru dalam mengemas materi pengajaran akhlak dan

menerapkan metode-metode yang ada baik sendiri-sendiri atau gabungan.11

11

Cahbib thoha, dkk. Metodologi pengajaran agama, (semarang: IAIN walisongo semarang pustaka pelajar, 1999), h. 123

64

Dengan menggunakan metode-metode di atas hendaknya pendidik juga mengiringi pembelajaran dengan pemberian hukuman atau pujian yang memiliki nilai edukatif. Hukuman dan pujian dapat dikatakan sebagai salha satu bentuk metode pendidikan. Pada dataran operasional, pendekatan ini dapat menggugah dinamika setiap peserta didik untuk berkompetesi dan berupaya meningkatkan prestasi belajarnya. Menurut Hamka hukuman dalam pendidikan (islam) memiliki tujuan tertentu. Tujuan tersebut adalah

a) Mencegah peserta didik untuk berbuat kejahatan. Diharapkan ketika disaksikan

orang lain, maka akan timbul rasa malu dalam dirinya dan berjanji untuk tidak melakukannya.

b) Menimpakan rasa sakit kepada yang berbuat salah, setimpal dengan rasa

senangnya dan bagganya dengan kejahatan yang dilakukannya.

c) Memperbaiki prilaku dan mentalitas orang yang melakukan kesalahan,

sehingga tumbuh keinginan untuk mengubah prilakunya kepada akhlakul

karimah.12

Menurutnya, hukuman dan pujian dalam pendidikan islam hendaknya dilakukan secara adil dan porposional, sesuai kemampuan, serta tingkat kebaikan (prestasi) atau kesalahan yang telah dilakukan peserta didik. Jangan memberikan pujian atau hukuman yang tidak pada ada tempatnya atau diluar batas kemampuannya. Sikap yang demikian itu tidak akan memberikan arti pendidikan

12

Samsul nizar, memperbincangkan dinamika intelektual dan pemikiran HAMKA tentang pendidikan islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 183

65

apapun padanya. Disini terlihat jelas bagaimana peranan hukuman dan pujian dalam pendidikan. Pertama, bagi pembinaan kepribadian dna intelektual peserta didik. Kedua, peningkatan mutu dan pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.

Dokumen terkait