• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. ALTERNATIF CONTOH DESAIN PAIKEM

6.1.1 Metode dan Tahapan

Metode yang digunakan ialah metode ceramah (teacher talk) yang dipadukan dengan metode bermain peran (role-playing). Bermain peran pada prinsipnya dapat

berfungsi sebagai: 1) prosedur bimbingan dan penyuluhan yang bersifat edukatif; 2) prosedur terapi kejiwaan dan penyuluhan.

Pada prinsipnya, pendekatan PAIKEM dengan meng-gunakan metode Ceramah Plus (+ bermain peran) merupa-kan upaya pemecahan masalah khususnya yang bertalian dengan kehidupan sosial melalui peragaan tindakan. Proses pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui tahapan-tahapan:

1) identifikasi/pengenalan masalah; 2) uraian masalah;

3) pemeranan/peragaan tindakan; dan diakhiri dengan 4) diskusi dan evaluasi.

6.1.2 Langkah-langkah

Ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan metode bermain peran yang dipadukan dengan metode ceramah. Langkah-langkah ini, menurut Shatel & Shaftel dalam Syah (2008, 196-198), secara ringkas sebagai berikut.

Pertama, memotivasi kelompok-kelompok siswa yakni kelompok pemegang peran/pemain dan kelompok penonton/pengamat. Dalam merangsang minat siswa terhadap kegiatan bermain peran, guru perlu menawarkan masalah yang baik. Masalah-masalah yang baik harus memiliki kriteria sebagai berikut:

1) masalah-masalah itu aktual;

2) masalah itu berkaitan dengan kehidupan siswa;

3) masalah itu merangsang rasa ingin tahu (curiosity) siswa;

4) masalah itu bersifat problematik dan memungkinkan terpakainya berbagai alternatif pemecahan.

Perhatikanlah uraian seorang guru agama mengenai bahaya minuman keras yang telah menimbulkan kerusuhan antar-remaja termasuk Badu, seorang pelajar SMA tempat guru tersebut mengajar !. Dalam Syah (2008, 196) diikisahkannya bahwa:

Badu pada mulanya adalah seorang anak yang baik dan rajin beribadah. Dulu ia tinggal bersama ibunya yang telah menjanda di sebuah rumah dekat mesjid. Setelah ibunya meninggal, ia diajak pindah ke rumah pamannya di kota, di sebuah lingkungan kumuh yang jauh dari mesjid. Anak-anak muda di sekitar lingkungan itu senang bergerombol di mulut-mulut gang sambil menenggak minuman keras dan berteriak-teriak. Sayang, Badu yang baik itu pun terpengaruh dan menyukai minuman keras pula, lalu bergabung bersama anak-anak berandal tetangganya itu. Kini Badu harus meringkuk dalam tahanan polisi karena telah melukai seseorang ketika dia mabuk dan terlibat dalam aksi tawuran antarkelompok remaja kota itu.

Setelah masalah bahaya minuman keras yang mencelakakan Badu tadi diidentifikasi secara rinci, selanjutnya guru menetapkan peran-peran tertentu yang

dapat dimainkan siswa. Dalam hal ini guru tak perlu terpaku dengan kisah yang telah ia ceritakan. Artinya, bagian-bagian masalah yang perlu diperankan oleh para siswa bisa sama atau berbeda dari kisah tragis tadi. Namun apapun dan bagaimanapun peran yang dimainkan oleh para siswa pada prinsipnya harus bermuara pada pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. “Mengapa minuman keras itu diharamkan?” 2. "Bagaimana sebaiknya Badu berbuat?" 3."Bagaimana sebaiknya saya berbuat?"

dan pertanyaan-pertanyaan lain yang relevan dan dapat mendorong aktivitas berpikir siswa.

Kedua, memilih pemeran (pemegang peranan/aktor). Pada tahap kedua ini, bersama-sama para siswa, guru mendiskusikan gambaran karakter-karakter yang akan diperankan. Seusai karakter-karakter ini disepakati, selanjut-nya guru menawarkan peran-peran itu kepada siswa yang layak. Dalam hal ini guru dapat juga menggunakan jasa satu atau dua orang siswa yang dianggap cakap untuk memilih siswa-siswa yang pantas menjadi aktor "X", aktor "Y", dan seterusnya.

Ketiga, mempersiapkan pengamat. Dalam melangsungkan model bermain peran diperlukan adanya pengamat yang diambil dari kalangan siswa sendiri. Pengamat ini sebaiknya terlibat dalam cerita yang dimainkan. Agar seorang pengamat merasa terlibat, ia perlu

diberi penjelasan mengenai tugas-tugasnya. Tugas-tugas ini meliputi:

1) menilai tingkat kecocokan peran yang dimainkan dengan masalah yang sesungguhnya;

2) menilai tingkat keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran;

3) menilai tingkat penghayatan pemeran terhadap tokoh (peran yang dimainkan).

Keempat, mempersiapkan tahapan peranan. Dalam bermain peran tidak diperlukan adanya dialog-dialog khusus seperti dalam sinetron, sebab yang dibutuhkan para siswa aktor itu adalah dorongan untuk berbicara dan bertindak secara kreatif dan spontan. Walaupun begitu, garis besar adegan yang akan dimainkan perlu disusun secara tertulis. Selanjutnya, sebagai pendukung suksesnya permainan, lokasi tempat bermain peran seperti ruang kelas, aula, atau lapangan terbuka perlu dilengkapi dengan sarana-sarana yang dibutuhkan oleh cerita yang hendak dimainkan.

Kelima, pemeranan. Setelah segala sesuatunya siap, mulailah para aktor memainkan peran masing-masing secara spontan sesuai dengan garis-garis besar dan tahapan-tahapan yang telah ditentukan. Berapa lama sebuah role playing harus dimainkan? Jawabannya bergantung pada tingkat kompleksitas situasi masalah yang diperankan.

Keenam, diskusi dan evaluasi. Seusai semua peran dimainkan, diskusi dan evaluasi perlu diadakan. Dalam hal

ini guru bersama para aktor dan pengamat hendaknya melakukan pertukaran pikiran dalam rangka menilai bagian-bagian peran tertentu yang belum dimainkan secara sempurna.

Ketujuh, pengulangan pemeranan. Dari diskusi dan evaluasi tadi biasanya akan muncul gagasan baru mengenai alternatif-alternatif lain pemeranan. Alternatif-alternatif ini kemudian digunakan untuk memainkan lagi topik cerita bermain peran secara lebih baik. Dalam pengulangan peran dimungkinkan berubahnya sebuah karakter peran yang berakibat berubahnya peran-peran lainnya. Kejadian seperti ini bukan masalah, karena dalam kehidupan sehari-hari hal-hal yang sama (perubahan itu) juga biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Kedelapan, diskusi dan evaluasi ulang. Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji kembali hasil pemeranan ulang pada langkah ketujuh tadi. Diskusi dan evaluasi pada tahap ini berlangsung seperti diskusi dan evaluasi pada tahap keenam. Namun, dari diskusi dan evaluasi ulangan ini diharapkan akan muncul strategi-strategi pemecahan masalah yang lebih inovatif dan kreatif. Dari diskusi dan evaluasi ulangan ini juga diharapkan timbul kesepakatan yang bulat mengenai strategi tertentu untuk memecahkan masalah yang tertuang dalam permainan peran.

Kesembilan, membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Tahapan terakhir ini dilaksanakan untuk

menarik faidah pokok yang terkandung dalam bermain peran, yakni membantu para siswa memeroleh pengalaman-pengalaman baru yang berharga melalui aktivitas interaksi dengan orang lain.

Pada tahap ini siswa diharapkan saling mengemukakan pengalaman hidupnya bersama orang lain, umpamanya orangtua dan tetangga di sekitarnya. Mungkin pengalaman-pengalaman yang beraneka ragam itu dalam banyak segi tertentu terdapat kesamaan yang dapat diambil sebagai standar generalisasi (pematokan prinsip yang berlaku umum). Generalisasi, tentu tak harus menjadi sesuatu yang berharga pasti, sebab hubungan antar manusia juga tak dapat dirumuskan dalam formula yang 100 % pasti.

6.2 Mata pelajaran : ... Topik : Tsunami

6.2.1 Langkah-langkah

Urutan langkah pembelajaran dengan topik tsunami tersebut diatur sebagai berikut.

a) Guru menyiapkan pengorganisasian kelas seperti pengaturan bangku-bangku untuk pembelajaran kelompok.

b) Guru menyiapkan bahan stimulus, misalnya: gambar-gambar, video tentang tsunami, lembar kerja dan bahan bahan bacaan.

c) Guru menerapkan kegiatan Kooperatif Tipe Jigsaw / Kelompok Ahli (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and Snapp, 1978). Kegiatan kooperatif tipe Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri, juga terhadap pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi juga siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompoknya. Dengan demikian, “para siswa saling bergantung satu sama lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 2002). Sejumlah anggota tertentu dari tim-tim yang berbeda bertemu untuk mendiskusikan (tim ahli) topik, mereka saling membantu dalam melaksanakan pembahasan topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya tentang materi yang telah mereka pelajari bersama dalam pertemuan tim ahli itu. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok

asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugasi mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dengan kelompok ahli digambarkan berikut ini:

d) Siswa duduk dalam kelompok. Jumlah siswa dalam kelompok bergantung pada jumlah siswa di kelas. Idealnya, setiap kelompok terdiri atas 4 - 6 orang dengan kemampuan yang heterogen/beraneka ragam (Arends, 1997).

Kelompok Asal

Kelompok Ahli

Dokumen terkait