• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

2.4 Metode Zoning

Metode Zoning merupakan salah satu metode dalam ekstraksi fitur. Metode Zoning dalam proses ekstraksi fitur menghasilkan hasil yang baik dan efisien dalam proses

menjadi M x N zona dan dari setiap zona dilakukan perhitungan nilai fitur sehingga didapatkan nilai fitur dan zona M x N. Adapun proses pada metode Zoning antara lain:

 Hitung jumlah piksel hitam dari setiap zona dari Z1 sampai Zn.  Tentukan nilai zona yang memiliki nilai piksel hitam paling tinggi.  Hitung nilai fitur pada setiap zona dari Z1 sampai Zn dengan

persamaan (2.3).

2.5 Learning Vektor Quantization

Learning Vektor Quantization (LVQ) pertama kali diperkenalkan oleh Tuevo Kohonen yang memperkenalkan Self-Organizing Feature Map juga. LVQ merupakan jaringan hybrid yang menggunakan supervised dan unsupervised learning. Metode LVQ telah digunakan oleh banyak peneliti dalam memecahkan masalah klasifikasi.

LVQ merupakan sebuah metode klasifikasi berdasarkan model kohonen yang dikenal sebagai Self-Organizing Map Network (SOM). Namun LVQ merupakan berbeda dengan SOM yang bersifat pembelajaran tidak terawasi, LVQ merupakan algoritma pembelajaran terawasi versi model Kohonen dengan arsitektur algoritma yang sederhana sehingga hanya terdiri dari satu lapisan input dan lapisan output (Azara et al, 2012).

Learning Vektor Quantization (LVQ) merupakan metode pola klasifikasi pada setiap unit output mewakili sebuah kelas/kategori tertentu. Vektor bobot dari sebuah unit output digunakan sebagai vektor referensi untuk sebuah unit yang diwakili oleh sebuah kelas (Wahyono & Ernastuti, 2009).

Arsitektur LVQ terdiri dari lapisan input (input layer), lapisan kompetitif dan lapisan output (output layer). Sebuah bobot akan menghubungkan lapisan input dengan lapisan kompetitif. Pada lapisan kompetitif, proses pembelajaran dilakukan secara terawasi. Hasil lapisan kompetitif berupa kelas yang dihubungkan dengan lapisan output oleh fungsi aktivasi. Arsitektur Jaringan LVQ dapat dilihat pada Gambar 2.2

Keterangan : X1, X2, ..., Xn : Nilai input ||X-W1||, ||X-Wn||: Jarak bobot H1, H2 : Lapisan output D1, D2 : Nilai output N : Jumlah data

W1,Wn : Nilai Data Inisialisasi

Pada Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa nilai X1 sampai nilai Xn merupakan nilai yang akan digunakan sebagai nilai input. Dengan nilai W1 sampai Wn sebagai nilai bobot. Nilai input akan dilakukan perhitungan dengan nilai bobot untuk mendapatkan jarak bobot terkecil. H1 dan H2 akan bertindak sebagai lapisan output dimana Lapisan ini akan mewakili satu kelas. Maka pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa arsitektur memiliki 2 kelas. D1 dan D2 akan bertindak sebagai nilai output pada lapisan output yang akan digunakan sebagai bobot pada proses pengujian.

Adapun kelebihan dari LVQ adalah :

1) Nilai error yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan jaringan syaraf tiruan Backpropagation

2) Data set yang besar dapat diringkas menjadi vektor kecil pada tahap klasifikasi 3) Tidak ada pembatasan pada dimensi codebook

4) Model yang dihasilkan dapat dilakukan perbaharuan secara bertahap X1 X2 X3 Xn ||X-W1|| ||X-W2|| H1 H2 D1 D2

Gambar 2. Arsitektur jaringan LVQ

Gambar 2.2 Arsitektur Jaringan LVQ

W1

Sedangkan Kekurangan dari LVQ antara lain :

1) Diperlukan perhitungan yang akurat terhadap jarak untuk seluruh atribut 2) Akurasi model LVQ bergantung kepada inisialisasi dan parameter yang

digunakan dalam perhitungan

3) Distribusi kelas pada data training mempengaruhi nilai akurasi 4) Sulitnya jumlah vektor yang ditentukan pada masalah yang diberikan.

Parameter-parameter yang diperlukan dalam algoritma LVQ antara lain :

1. Learning rate (α) merupakan nilai tingkat pelatihan. Jika α terlalu besar maka algoritma menjadi tidak stabil dan terlalu kecil maka waktu proses yang diperlukan semakin lama. Nilai α berada pada rentang 0 < α < 1.

2. Penurunan Learning rate (Dec α) yaitu penurunan tingkat pelatihan. Penurunan Learning rate dilakukan setelah selesai dilakukan iterasi pada setiap data dan akan dilakukan pada iterasi yang selanjutnya.

3. Minimimum Learning rate (Min α) yaitu tingkat pelatihan yang masih diperbolehkan

4. Maksimum Epoch (MaxEpoch) yaitu jumlah iterasi maksimum yang boleh dilakukan selama proses pelatihan. Selama iterasi yang telah dilakukan telah mencapai iterasi maksimum, maka iterasi akan dihentikan.

Metode LVQ dilakukan dengan proses pengenalan terlebih dahulu terhadap pola input kedalam bentuk vektor untuk memudahkan proses pencarian kelas. Setiap output menyatakan kelas tertentu maka pola input dapat dikenali kelasnya berdasarkan output yang diperoleh. LVQ mengenali pola input dengan kedekatan jarak antara vektor input dan vektor bobot. Pada LVQ terdapat dua proses yaitu :

a. Proses Training

Adapun algoritma metode LVQ (Hermanto et al, 2009) adalah sebagai berikut : 1) Tetapkan nilai bobot (w), maksimum epoch (MaxEpoch), error minimum

(Eps) dan Learning rate (α). 2) Masukkan :

 Target : T(1,n) 3) Tetapkan kondisi awal :

Epoch : 0;  Err : 1

4) Kerjakan jika (epoch < MaxEpoch) atau (α > Eps) a. Epoch = Epoch + 1

b. Kerjakan untuk i=1 sampai n

i. Tentukan J hingga ||x-wj|| minimum ii. Perbaiki wj dengan ketentuan :

 Jika T = Cj maka :

wj (baru) = wj (lama) + α [x- wj (lama)]  Jika T ≠ Cj maka :

wj (baru) = wj (lama) - α [x- wj (lama)] c. Kurangi nilai α

Keterangan notasi :

X vektor latih (x1, x2, ..., xn) T kategori benar untuk vektor latih

Wj vektor bobot unit output j (w1j, w2j, wnj ) Cj Kategori yang mewakili output j

||x- wj|| Jarak bobot antara vektor input dan vektor bobot untuk output

Pada tahap Training, Algoritma LVQ akan memproses input dengan menerima vektor input dengan keterangan kelas vektor. Kemudian vektor akan menghitung jarak semua vektor pewakil untuk kelas yang ada dengan menghitung jarak terdekat dengan Euclidean distance. Vektor yang memiliki jarak terdekat akan dianggap sebagai kelas pemenang yang dinamakan sebagai best matching unit (BMU).

Jika nilai BMU yang didapatkan sesuai dengan keterangan kelas vektor maka vektor pewakil pada kelas tersebut akan disesuaikan agar lebih dekat dengan vektor input dan jika nilai BMU yang didapat tidak sesuai dengan keterangan kelas vektor maka vektor pewakil pada kelas tersebut akan disesuaikan agar lebih jauh dari vektor input.

Proses pada tahap ini dilakukan secara iterasi dengan learning rate yang mengecil. Satu iterasi dapat disebut sebagai satu epoch. Pada satu epoch, semua data akan dihitung jarak terdekatnya dan akan dilakukan perbaharuan pada vektor pewakil. Untuk melanjutkan ke epoch berikutnya maka learning rate akan dikalikan dengan Dec α. Setelah α telah mencapai minimal α, maka proses training akan dihentikan.

b. Proses Testing

Pada tahap testing, data diklasifikasikan dengan cara yang sama sesuai dengan tahap training. Dimana proses perhitungan dilakukan dengan mencari jarak terdekat dari setiap kelas. Setelah didapatkan jarak pada setiap bobot maka tentukan nilai bobot dengan jarak terdekat. Selanjutya nilai bobot tersebut akan ditetapkan sebagai kelas.

2.6 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan pada karet RSS. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Ahmad et al, 2006) pada pemeriksaan mutu karet RSS menggunakan pengolahan citra dengan menganalisi karakteristik warna permukaan karet baik menggunakan model warna RGB maupun HSI dan karakteristik tekstur menggunakan analisis tekstur untuk tiap tiap kelas mutu RSS menghasilkan parameter warna dapat digunakan sebagai parameter mutu karet dan fitur tekstur tidak dapat dijadikan parameter mutu karet khususnya dalam menentukan batas RSS-2.

Pada Model RGB, Indeks warna biru dapat digunakan untuk mengklasifikasikan mutu RSS dengan kesesuaian yang cukup tinggi namun hasil yang lebih baik dan konsistern diperoleh dengan menggunakan warna HIS dengan kriteria H ≤ 28 dan I ≥ 220 pada RSS1, H ≥ 68 dan S ≤ 73 untuk RSS3 dan RSS 2 berada pada llingkup selain kriteria RSS1 dan RSS3 dengan tingkat kesesuaian 86% untuk RSS1, 77,5% untuk RSS2, dan 95% untuk RSS3.

Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh (Kurniawan, 2003) pada kajian karakteristik mutu karet olahan jenis RSS (Ribbed Smoke Sheet) dengan teknik pengolahan citra melakukan empat perlakuan yang berbeda pada proses pengambilan citra yaitu perlakuan I, pengambilan citra RSS dengan cahaya lampu dari atas dengan

tingkat resolusi 192 x 144. Perlakuan II, dengan cahaya lampu dari bawah dengan tingkat resolusi 192 x 144. Perlakuan III, dilakukan pencahayaan dari atas dengan resolusi 341 x 256 dan perlakuan IV, dilakukan pencahayaan dari bawah dengan resolusi 341 x 256.

Dan parameter yang diukur dari citra RSS meliputi indeks warna RGB, komponen warna HIS dan komponen tekstur citra. Hasil pengolahan citra perlakuan I menunjukkan bahwa hanya parameter indeks warna biru saja yang dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan nilai batas atas sebesar 0.2921 dan batas bawah sebesar 0.2843. Hasil pengolahan citra perlakuan II menunjukkan parameter indeks warna merah, hijau, biru dan saturasi dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan batas atas dan batas bawah masing-masing Merah (0.4143 , 0.3914), Hijau (0.3321 , 0.3258), Biru (0.2743, 0.2574) dan Saturasi (95,76).

Hasil perlakukan III ditemukan bahwa hanya parameter indeks warna biru yang dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan nilai batas atas sebesar 0.2929 dan batas bawah sebesar 0.2852. Hasil pengolahan citra perlakuan IV menunjukkan parameter indeks warna merah, hijau, biru dan saturasi dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan batas atas dan batas bawah masing-masing Merah (0.4168, 0.3927), Hijau (0.3305, 0.3241), Biru (0.2740, 0.2570) dan Saturasi (96.77). Dari hasil perbandingan antar setiap perlakukan menghasilkan presentase keberhasilan pemutuan resolusi 341 x 256 lebih tinggi dibandingkan resolusi 192 x 144.

Pada penelitin yang dilakukan oleh (Umyai et al, 2011) dalam mendeteksi gelembung udara pada Ribbed Smoked Sheet berdasarkan dimensi fractal pada 500 citra RSS menghasilkan 98% tingkat keberhasilan klasifikasi ada atau tidaknya gelembung pada RSS.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Pornpanomchai & Chantharangsikul, 2010) pada Sistem pengklasifikasian RSS menggunakan metode k-Mean Clustering dan the Euclidean Distance untuk mengklasifikasikan RSS ke dalam lima kualitas yaitu RSS1, RSS2, RSS3, RSS4, dan RSS5 menghasilkan 80.90 % tingkat keberhasilan dengan rata rata waktu klasifikasi 10.88 detik per citra RSS

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Prabpal et al, 2014) pada klasifikasi kualitas karet RSS menggunakan pengolahan citra dengan metode ANN menghasilkan tingkat akurasi 90 % pada 100 sampel karet RSS yang dibagi kedalam 4 level yaitu A (Sangat Bagus), B (Bagus), C (Cukup), dan D (Jelek)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Keterangan

Ahmad et al, 2006

Pemeriksaan Mutu Karet RSS Menggunakan Pengolahan Citra

Menggunakan model warna RGB dan HSI

Kurniawan, 2003

Kajian Karakteristik Mutu Karet Olahan Jenis RSS (Ribbed Smoke Sheet)

Mengunakan 4 perlakuan pada pencahayaan dan menggunakan model warna RGB dan HSI

Umyai et al, 2011

Air bubbles Detecting on Ribbed Smoked Sheet Based on Fractal Dimension

Menggunakan metode 2D-box counting untuk menghitung dimensi fractal

Pornpanomchai & Chantharangsikul,

2010

Ribbed Smoked Sheet Grading Sistem (RSSGS)

Menggunakan metode k-Mean Clustering dan The Euclidean Distance

Prabpal et al 2014

The classify of rubber sheet quality by image processing with artificial neural network

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman karet merupakan tanaman yang memiliki peran penting di bidang industri terutama sebagai bahan baku di bidang industri ban dan otomotif (Sinaga, 2011). Indonesia menjadi produsen terbesar kedua di dunia setelah negara Thailand dengan produksi mencapai hampir 3 juta ton pada tahun 2011. Dengan 27,06% dari hasil produksi dikontribusikan kepada produksi karet dunia. Indonesia memiliki 3,4 juta ha lahan karet dengan 85% merupakan perkebunan rakyat (Dhani, 2013). Salah satu karet olahan yang menjadi bahan ekspor adalah lembaran karet asap atau ribbed smoked sheet (RSS).

Karet olahan RSS memiliki kualitas yang telah ditetapkan oleh International Standards of Quality and Packing for Natural Rubber Grades (The Green Book) dan SNI 06-001-1987. Setiap kualitas karet RSS memiliki harga yang berbeda. Untuk menentukan kualitas dari karet olahan RSS maka dilakukan proses sortasi pada tahap proses pengolahannya, sebelum dilakukan cutting. Proses sortasi merupakan proses pengklasifikasian mutu karet lembar RSS. Sampai sekarang, proses sortasi masih dilakukan secara manual dengan pengamatan langsung pada permukaan karet. Pengamatan yang dilakukan secara manual ini biasanya dengan melihat cacat fisik pada permukaan, kotoran, warna tidak merata, jamur, gelembung udara dan lengket sehingga hasil dari sortasi hanya bersifat subjektif (Ahmad et al, 2006). Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang mampu mengklasifikasikan RSS menggunakan citra RSS itu sendiri.

Beberapa penelitian tentang pengklasifikasian mutu RSS ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Umyai dkk (2011) dalam mendeteksi gelembung udara pada Ribbed Smoked Sheet dimana gelembung udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas RSS. Pendeteksian gelembung RSS diteliti berdasarkan dimensi fraktal pada 500 citra RSS menghasilkan 98% tingkat keberhasilan klasifikasi ada atau tidaknya gelembung pada RSS. Namun tidak membahas tentang pengklasifikasian mutu karet RSS. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pornpanomchai & Chantharangsikul (2010) pada sistem pengklasifikasian RSS menggunakan metode k-Means Clustering dan the Euclidean Distance dari identifikasi warna untuk mengklasifikasikan RSS ke dalam lima kualitas yaitu RSS1, RSS2, RSS3, RSS4, dan RSS5 menghasilkan 80.90% tingkat keberhasilan dengan rata rata waktu klasifikasi 10.88 detik per citra RSS.

Berdasarkan kendala dalam pengklasifikasian kualitas karet maka dibutuhkan suatu metode yang dapat digunakan dalam mengklasifikasikan mutu karet RSS dengan baik berdasarkan jumlah gelembung dalam lembaran karet RSS. Salah satu metode yang sering digunakan dalam pengklasifikasian adalah Learning Vector Quantization (LVQ). LVQ merupakan sebuah metode klasifikasi berdasarkan model kohonen yang dikenal sebagai Self-Organizing Map Network (SOM). Namun LVQ berbeda dengan SOM yang bersifat pembelajaran tidak terawasi, LVQ merupakan algoritma pembelajaran terawasi versi model Kohonen dengan arsitektur algoritma yang sederhana sehingga hanya terdiri dari satu lapisan input dan lapisan output (Azara et al, 2012).

Pada penelitian ini, penulis mengusulkan sistem yang mampu mengklasifikasikan mutu pada karet olahan RSS dengan menggunakan metode LVQ (Learning Vector Quantization) sehingga diharapkan perancangan sistem ini dapat membantu proses pengklasifikasian mutu karet RSS dengan akurat.

Dokumen terkait