• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Langkah Kerja

Dalam melakukan perencanaan struktur dengan menggunakan balok-balok kantilever dibuat langkah kerja dalam bentuk flow chart atau bagan alur seperti dibawah ini :

MULAI PENGUMPULAN DATA DESAIN GAMBAR PERENCANAAN AWAL : Pelat Balok Kolom SELESAI

DESAIN TULANGAN LENTUR & GESER :

Pelat

Balok

Kolom

PERIKSA TULANGAN Tulangan perlu < Tulangan terpasang

GAMBAR TULANGAN :

Pelat

Balok

Kolom PERHITUNGAN BEBAN MANUAL :

Beban Mati

Beban Hidup

Beban Gempa

ANALISA STRUKTUR DENGAN ETABS :

Beban Mati

Beban Hidup

Beban Gempa Tidak

Tidak

Gambar 3.1 Bagan Alur Perencanaan

3.2 Metodologi Analisis 3.2.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang akan diolah dalam perhitungan, data-data tersebut akan menjadi acuan dalam melakukan perencanaan struktur. Data-data yang dibutuhkan seperti kegunaan dari bangunan itu sendiri, lokasi struktur, jumlah lantai, tinggi lantai, tingkat daktalitas struktur, kuat tekan beton yang digunakan, tinggi leleh baja tulangan yang digunakan, modulus elastisitas, dan gambar struktur dari desain.

3.2.2 Desain Gambar

Desain gambar bertujuan untuk mengetahui model dari desain struktur yang akan direncanakan. Dalam tugas akhir ini penulis merencanakan denah gambar dengan permodelan gedung berbentuk oval (tube).

Pemilihan bentuk tersebut dikarenakan karena penulis ingin mengamati perilaku dari stabilitas struktur terhadap gempa. Karena desain bentuk struktur yang mengecil dibagian bawah dan atas serta melebar dibagian tengahnya.

3.2.3 Desain Pendahuluan (Preeliminary Design)

Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi rencana seperti pelat, balok, dan kolom agar memperoleh suatu nilai yang optimal.

3.2.4 Menghitung Beban

Dalam perhitungan beban, digunakan dua metode. Metode manual dan metode dengan menggunakan software ETABS. Penggunaan dua metode ini dimaksudkan agar mendapatkan perhitungan beban yang lebih akurat dan teliti dalam perencanaan. Metode manual menggunakan cara konvensional dengan menerapkan rumus-rumus yang ada. Sedangkan metode dengan menggunakan software menggunakan permodelan struktur ETABS yang dihitung secara otomatis menurut beban-beban yang kita masukan.

1. Desain Balok Terhadap Lentur

Jika balok dibebani secara bertahap mulai dari beban yang ringan sampai qu sebagai beban batas, penampang balok mengalami keadaan lentur. Proses peningkatan beban berakibat terjadinya korosi tegangan dan regangan yang berbeda pada tahapan pembebanan.

Gambar 3.2 Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Beton

Desain tulangan lentur ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan besar tulangan yang optimal dalam menahan gaya lentur. Sifat tulangan terlebih dahulu mencapai titik leleh sebelum kehancuran beton inilah yang dikehendaki dalam desain dan disebut perencanaan tulangan lemah penampang. Sebaliknya perencanaan tulang kuat didefinisikan bila terlebih dahulu beton mencapai tegangan batas sebelum terjadinya kelelehan baja tulangan. Desain dengan tulangan yang kuat sedapat mungkin dihindari dalam perencanaan, karena akan terjadi keruntuhan secara mendadak yang sifatnya destruktif dan berakibat fatal bagi pengguna.

Jenis-jenis keruntuhan lentur

Dengan data-data penampang yang didapat, mutu beton, dan tulangan yang digunakan, terdapat 3 kemungkinan keruntuhan yang akan terjadi

Pada keruntuhan ini tulangan mencapai tegangan lelehnya terlebih dahulu, setelah itu beton baru mencapai regangan batasnya, kemudian struktur runtuh.

2. Keruntuhan tekan (over reinforced)

Keruntuhan tekan diakibatkan karena penggunaan tulangan yang terlalu banyak, sehingga beton akan hancur terlebih dahulu. Keruntuhan ini harus dihindari dalam perencanaan karena keruntuhan ini bersifat tiba-tiba.

3. Keruntuhan seimbang (ballance)

Pada keruntuhan ini, tulangan baja dan beton secara bersama-sama mencapai regangan batasnya. Jenis keruntuhan ini juga harus dihindari dalam perencanaan karena bersifat tiba-tiba.

2. Desain Balok Terhadap Geser dan Torsi

Kekuatan tarik beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan tekannya, maka dari itu desain terhadap geser merupakan hal yang sangat penting dalam struktur beton. Perilaku balok pada keadaan runtuh karena geser sangat berbeda dengan keruntuhan lentur. Balok yang terkena keruntuhan geser akan langsung runtuh tanpa adanya peringatan terlebih dahulu, selain itu retak diagonalnya lebih besar dibandingkan dengan retak lenturnya. Oleh sebab itu desain balok tehadap gaya geser harus diperhitungkan secara teliti. Gaya geser dirancang berdasarkan momen ekstrim dan gaya lintang pada balok yang mengalami pembebanan yang paling ekstrim.

Balok selain menerima gaya geser juga menerima beban torsi yang didalam sistem struktur dapat digolongkan atas dua tipe yaitu torsi statis tertentu dan torsi statis tak tentu. Statis tertentu jika jumlah dari torsi yang harus dipikul bisa memenuhi persyaratan statika dan bebas dari kekakuan unsur. Sedangkan torsi tak tentu terjadi dalam keadaan dimana tidak akan ada torsi kalau ketidaktentuan statika dihilangkan.

Perencanaan Balok Terhadap Geser

Perencanaan penampang akibat geser harus didasarkan pada :

Vu ≤ Ø V n

Dimana Vu adalah gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau dan Vn adalah kuat geser nominal yang dihitung dari :

Vn = Vc + Vs

Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan beton

Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser

Hal yang harus dipenuhi dalam menetukan kuat geser :

1. Untuk kuat geser Vn harus memperhitungkan pengaruh setiap bukaan pada komponen struktur.

2. Untuk kuat geser Vu dimana berlaku pengaruh regangan aksial tarik yang disebabkan oleh rangkak dan susut pada komponen struktur yang terkekang, maka harus diperhitungkan pengaruh tarik tersebut pada pengurangan kuat geser.

Perencanaan Balok Terhadap Torsi

Kuat momen torsi dalam merencanakan penampang terhadap torsi harus didasarkan kepada :

Tu ≤ Ø Tn

Dimana Tu merupakan torsi terfaktor pada penampang yang ditinjau, sedangkan Tn adalah kuat momen torsi nominal yang harus dihitung dengan :

Tn = Tc + Ts

Ts = kuat momen torsi nominal yang disumbangkan oleh beton.

1. Tulangan dipasang simetris pada dua sisi penampang kolom. 2. Tulangan dipasang sama rata pada sisi-sisi penampang kolom.

1. Desain Kolom Terhadap Aksial dan Lentur

Perencanaan suatu kolom terutama didasarkan pada kekuatan dan kekakuan penampang lintangnya terhadap beban aksial dan momen lentur. Kolom tersebut harus memiliki kekakuan yang sedemikian rupa, sehingga kekuatan dalam kombinasi beban aksial dan lentur ini harus memenuhi persamaan keserasian tegangan dan regangan. Serta berdasarkan beban kombinasi yang paling ekstrim yang terjadi pada kolom.

Pada situasi pembebanan lentur dengan gaya aksial harus terjadi kesetimbangan ∑H = 0, sehingga didapat persamaan : Ø P = Ø (Cc + Cs – Ts) Ø = koefisien reduksi (fc’ ≤ 30 Mpa Ø = 0,85) (30 Mpa ≤ fc’ ≤ 58 Mpa Ø = 0.85 – 0.05/7 (fc’ – 30) (fc’ ≥ 58 Mpa Ø = 0,65) Ø P = Ø (0.81 fc’ · a · b + As’ · Es · ε’s – fy · As)

Sesuai dengan syarat kesetimbangan momen ∑M=0, maka didapat persamaan :

Ø M = Ø (Cc + Cs – Ts)

Ø M = Ø {Cc(0.5 – 0.5a) + Cs(0.5h – d’) – Ts (0.5h – ds)}

Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.14.4 menetapkan batasan untuk gaya yang bekerja pada beban yang mengalami beban lentur dan aksial. Pada pasal tersebut menjelaskan bahwa komponen struktur rangka yang mengalami beban aksial dan lentur harus :

1. Untuk penampang yang berdimensi pendek yang telah diukur pada satu garis lurus melalui titik berat penampang tidak boleh kurang dari 300 mm.

2. Perbandingan rasio dimensi penampang terpendek terhadap dimensi yang tegak lurus terhadapnya tidak boleh kurang dari 0,4.

3. Untuk rasio tinggi kolom terhadap dimensi penampang kolom yang terpendek tidak boleh lebih besar dari 25. Nila pada kolom tersebut mengalami momen yang dapat berbalik tanda, rasionya tidak boleh lebih besar dari 16. Sedangkan pada kolom kantilever rasionya tidak boleh lebih dari 10.

Penggunaan grafik pada grafik 6.2 CUR 4 (terdapat pada lampiran) dapat juga dilakukan dalam membantu perhitungan desain maupun analisa, terutama pada saat penulangan isi kolom, dimana dari grafik tersebut didapat perbandingan antara luas total penampang dengan luas tulangan.

4. Penulangan Pada Pelat

Perhitungan penulangan pada pelat dimodelkan seperti perhitungan tulangan pada balok, diasumsikan lebar balok dianggap 1 meter. Dengan menggunakan perbandingan antara sisi panjang dan sisi pendek pada pelat.

Mlx = 0,001 × Wu × Lx2 × x Mly = 0,001 × Wu × Lx2 × x Mtx = -0,001 × Wu × Lx2 × x = Lx Ly

Mty = 0,001 × Wu × Lx2 × x

Diambil Momen terbesar (Mmax) = Mu

Mn =

Tebal pelat minimum (hmin) = (didapat h)

Penutup beton tebalnya ditentukan berdasarkan Tabel 3 CUR

mis. untuk Ø < 16 mm, tebal pelat = 40 mm

gunakan

Tentukan nilai ρ berdasarkan grafik dan tabel perencanaan beton bertulang

(CUR.4) tabel 5.2

As = ρ · b · d · 106

→ didapatkan tulangan (As terpasang = ... mm2)

Cek :

Terhadap rasio tulangan max dan min

ρ = → ρmin ≤ ρ ≤ ρmax (ok!!!)

Terhadap lendutan

Lendutan yang terjadi harus lebih kecil dari lendutan ijin (L/240)

φ

Mu

L ⋅ 20 1 2 d b Mnd b As

3.2.6 Gambar Tulangan

Gambar tulangan adalah hasil atau produk yang keluar dari desain perencanaan yang dibuat. Gambar tulangan bertujuan untuk memudahkan pekerja dalam membuat atau menjadikan hasil perhitungan kita ke dalam lapangan. Gambar tulangan merupakan gambar dari penulangan pelat, kolom, dan balok.

BAB IV

Dokumen terkait